| 2 4.1.1. KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT Laporan RTRW rtrw

Bab IV | 3  sedangkan untuk sungai tidak bertanggul ditetapkan jalur kiri dan kanan tepian sungai dengan lebar 30 m. Untuk Kota Banda Aceh, kawasan ini diarahkan di sepanjang sungai Krueng Aceh, Krueng Doy, Krueng Neng, Krueng Titi Panjang, Krueng Lueng Paga, Krueng Daroy, dan Krueng Cut. Pengaturan garis sempadan sungai pada setiap sungai yang mengalir di Kota Banda Aceh akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

4.1.2. KAWASAN SUAKA ALAM

Penetapan kawasan suaka alam di Kota Banda Aceh adalah berupa pengembangan kawasan hutan bakau. Kawasan hutan bakau ini berfungsi sebagai kawasan penyangga bagi daerah sekitarnya untuk mengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi, serta memelihara kesuburan tanah. Di samping itu, kawasan ini juga memiliki fungsi untuk meminimalkan potensi bahaya tsunami bagi daerah sekitarnya. Kawasan hutan bakau diarahkan pada kawasan pesisir utara Kota Banda Aceh. Lokasi yang termasuk dalam kategori ini adalah hutan kota yang berfungsi sebagai kawasan penyangga buffer zone dengan mengembangkan tanaman mangrove dan tanaman pantai lainnya. Fungsi buffer zone ini yaitu sebagai jalur penyangga antara permukiman dan zona perikanan. Pengembangan area ini mulai dari daerah pesisir Ulee Pata di Kecamatan Jaya Baru memanjang hingga daerah pesisir Alue Naga di Kecamatan Syiah Kuala. Sampai dengan akhir tahun perencanaan, luas kawasan lindung suaka alam untuk hutan bakau adalah 463,28 Ha.

4.1.3. KAWASAN CAGAR BUDAYA

Kawasan cagar budaya adalah kawasan yang ditetapkan dalam rangka pelestarian atau konservasi terhadap lingkungan, bangunan dan benda- benda cagar budaya yang ada di dalamnya. Ketentuan tentang lingkungan Bab IV | 4 bangunan dan benda benda cagarbudaya mengacu pada Undang-Undang Cagar Budaya. Tujuan penetapan kawasan cagar budaya di Kota Banda Aceh adalah untuk menjaga kelestarian lingkungan, bangunan dan benda-benda cagar budaya yang memiliki nilai sejarah tinggi untuk kepentingan kehidupan dimasa yang akan datang. Berdasarkan ketentuan di atas, kawasan cagar budaya di Kota Banda Aceh ditetapkan pada kawasan Masjid Raya Baiturrahman, Komplek Museum Aceh, Gunongan, Taman Putroe Phang, Pendopo, Kerkhoff, Pinto Khop, makam Syiah Kuala, makam Sultan Iskandar Muda, dan Makam Kandang XII. Selain itu ruang ruang yang menjadi peringatan bencana tsunami juga ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya yang meliputi kawasan Tsunami Heritage Ulee Lheue, museum tsunami, kawasan PLTD Apung, kapal di atas rumah di Lampulo dan kuburan massal. Sampai dengan akhir tahun perencanaan luas ruang yang ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya adalah 64,29 Ha. Rincian bangunan cagar budaya dan batas batas kawasan cagar budaya di Kota Banda Aceh akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

4.1.4. KAWASAN RAWAN BENCANA

Penetapan kawasan rawan bencana di Kota Banda Aceh dilakukan sebagai upaya mitigasi bencana khususnya bencana tsunami. Kawasan rawan bencana yang di Kota Banda Aceh adalah kawasan pesisir pantai yang rentan terhadap gelombang pasang air laut dan bencana tsunami. Pada kawasan rawan bencana dapat dilakukan pengembangan terbatas dengan tetap memperhatikan ketentuan ketentuan mitigasi bencana. Pengembangan ruang pada kawasan pantai dibatasi dan lebih mengutamakan pengembangan ruang untuk hutan bakau. Apabila akan dikembangkan sebagai kawasan budi daya maka pengembangan dilakukan secara terbatas untuk mengantisipasi kemungkinan dampak dan jumlah korban serta kerugian yang ditimbulkan akibat bencana tersebut.