commit to user
199
untuk  menjaga  kelestarian  alam.  Objek  ikan  memberikan  makna  kehidupan  atau habitat  air  untuk  dijaga  kelestariannya,  karena  air  dan  ikan  dapat  senantiasa
memberikan nilai kemanfaatan bagi manusia. Begitu juga Merapi sebuah gunung di wilayah  Klaten  dapat  memberikan  kemanfaatan  bagi  kehidupan  pertanian  dan
material infrastruktur berupa luapan pasirnya.
4.2.2 Konsep Penciptaan Karya Seni L ukis “Pasren”
Mengapresiasi  karya-karya  seni  luki s  “Pasren”  menunjukkan  adanya  konsep
penciptaan  yang  diakui  pelukisnya  sebagai  dasar  untuk  menghadirkan  ide  melalui berbagai  media  lukis.  Sedikitnya  ditemukan  sepuluh  kelompok  konsep  penciptaan
karya  seni  lukis  “Pasren”  tersebut.  Konsep  penciptaan  yang  dilatar  belakangi pengalaman  dan  lingkungan  merupakan  konsep  penciptaan  yang  paling  banyak
di angkat  oleh  para  pelukis  “Pasren”  antara  lain:  Agus  Muszakir  43  th  dalam
berkarya  melalui  renungan-renungan  pengalaman  batin,  sebagaimana  dikatakan, “Lewat  renungan-renungan  aku  bisa  mengungkapkan  pengalaman  batin.
Pengalaman- pengalaman  yang tak  lepas dari  lingkungan  alam  yang ada.”  Katalog
Pameran, 1994. Ungkapan senada adalah seperti yang disampaikan oleh Burhanudin Latif  yakni,  “Sesuatu  yang  aku  lihat,  rasakan,  alami,  menyentuh  gerak  batin  saya
untuk  mempelajari,  mengkaji,  dan  memahami  makna  yang  ada.  Berangkat  dari  itu dan  lewat  pe
renungan  aku  mencoba  bicara.”  Katalog  Pameran,  1994.  Dengan perenungan-perenungan  tersebut  B
udi  Santoso  atau  biasa  disebut  Budek‟s  38  th mengangkat  konsep  “Hidup,  Sepi,  Sendiri,  Aku  kadang  terobsesi  ingin  berkarib-
karib dengan apa yang ada disekitarku.” Katalog Pameran, 1996. Dengan demikian
commit to user
200
“alam  lingkungan dan  isinya  sebagai titik tolak penciptaan karya  seni.” Haryanto, katalog 1996.
Lingkungan alam yang ada ini sebagian orang menganggapnya sebagai simbol- simbol  kesemestaan  alam  ciptaan  Tuhan.  Seperti  yang  diangkat  oleh  Bambang
Pujiono 52 th sebagai konsep ciptaan lukisnya yang berjudul “Irama Jaya” sebagai
titik  tolak  perwujudan  komunikasi  visual.  Dengan  bentuk-bentuknya  yang  terlahir secara  simbolis  memberikan  pendekatan  arti  dan  maksud  dalam  hal-hal  tertentu
tentang apapun yang berkisar tentang masalah kehidupan semesta, serta penciptaan- Nya.
“Ia  adalah  tema,  ide  sekaligus  judul  lukisan  saya“  demikian  ditulisnya  pada katalog pameran 1994. Kesemestaan alam ini juga diangkat dan bahkan dianggapnya
misteri  ciptaan  Tuhan  diangkat  oleh  Karang  Sasaongko 49 th  ke  atas  karya-karya lukisnya,  seperti  yang  disampaikan  melalui  konsep  penciptaannya:
“Jagat  raya beserta  isinya  merupakn  sebuah  misteri  disamping  sebuah  mahakarya  seni  hasil
ciptaan-Nya.  Dan  salah  satu  cara  untuk  mengagumi  dan  memahaminya  adalah dengan  mencoba  meniru,  menggali,  memahami,  dan  menghayati  walau  baru  hanya
seb erapa” Karang Sasongko, Wawancara: Minggu, 23  Januari 2012.
Di  sisi  lain,  Warno  Raharjo  memaknai  alam  semesta  sebagai  panggung sandiwara,  seperti  yang  diungkapkan  dalam  konsep  karyanya  “Alam  yang  luas
berserta  isinya  adalah panggung sandiwara  yang  maha  luas penuh  misteri dan teka- teki, akan tetapi siapa sang sutradara?. Pernah kami sebagai tukang lukis akan kami
jalani apapun jadinya, bagaimanapun hasilnya, terserah kepada sang sutradara, Allah y
ang  mahakuasa.”  Katalog  pameran,  1996.  Hal  ini  menunjukkan,  bahwa keberadaan  karya-karya  manusia  itu  tidak  dapat  sepenuhnya  mampu  untuk
commit to user
201
mengungkap  misteri  alam  ciptaan  Allah.  Sejauhmana  seseorang  mengembara  ke alam  bebas  namun  tidak  seberapa  disisi  Allah.  Konsep  inilah  yang  diakui  oleh
pelukis  bernama  Yoyok  W.  Daeng  Bsur  4 0 th, dikatakannya : “Mengembara dan
berpetualang ke alam bebas adalah bagian dari hidup saya. Apa yang saya dapat, apa yang  saya  lihat,  hanyalah  sebagian  kecil  dari  mahakarya  Allah  SWT  Yang  Maha
Sempurna.  Berangkat  dari  situlah  ide  karya  sa ya  mengalir.”  Katalog  Pameran,
1996. Dengan demikian wajarlah jika Surono Adi Wijaya Katalog Pameran, 1996 dalam konsep berkaryanya, menjadikan pengalaman adalah sebagai guru yang utama
dalam  menggali  seni.  Baginya  melukis  adalah  wujud  anugrah,  cita-cita  yang  telah diberikan Tuhan.
Sementara  ada  pandangan  lain  mengenai  pengalaman  dalam  kehidupan merupakan perwujudan karya  seni  yang dilukis dan didemokratisasi. Pandangan  ini
disampaikan  oleh  M.  Samsoe  Katalog  Pameran,  1996  yang  mengatakan  dalam konsep  berkaryanya,  bahwa
“apa  yang  kita  lihat,  kita  dengar,  kita  alami,  dan  kita rasakan,  apabila  dihadirkan  dalam  wujud  karya  seni,  ia  akan  terlihat  dalam  situasi
dialektik yang benar-benar demokratis, jauh dari bentuk otoritas yang menindas dan ia  juga  merupakan  bahasa  estetis  dalam  dialog  yang  sangat  rumit  dan  kompleks
”. Pandangan ini tampaknya diamini oleh Joko SP Katalog Pameran, 1996, bahwa apa
yang  dilihat,  didengar,  dan  rasakan  itulah  wujud  lukisan-lukisannya.  Dengan demikian  segala  kehidupan  di  dunia  sebagai  sumber  seni,  seperti  yang  dikatakan
Mulyoto Katalog  Pameran, 1996 dalam konsep berkaryanya, “
the  world  is  the  a rt
dunia adalah  seni,  bersenilah  melalui  dunia, karena dunia  merupakan sumber dari segala seni
”.
commit to user
202
Oleh  karena  itu,  Basuki  Kisworo  53  th  menegaskan,  bahwa  dalam  berkarya seni  sebaiknya  ditunjukkan  untuk  sebuah  upaya  untuk  mengenal,  mengakrabi,
membedah  dan  juga  memesrai  hidup  agar  lebih  hidup  Katalog  Pameran,  1994. Artinya  melukis  apa  saja  tidak  masalah  yang  penting  untuk  memaknai  hidup  dan
kehidupan. Seperti dikatan Bambang Pujiono 52 th, “Melukis apa saja sesuka hati
dengan gaya corak penyampaian seperti itu abstrak saya suka karenanya dan hidup karenanya.”  Dengan  demikian,  keindahan  suatu  karya  seni  lukis  tidak  hanya
ditampakkan  dari  keindahan  warna,  kontras,  komposisi,  simbol-simbol  yang  unik dan tingkat kepersisan saja, tetapi  lebih dari  itu adalah suatu yang  hidup dan  bicara
dari karya tersebut Kus Indratna, Wawancara: Selasa, 13 Maret 2012. Namun  demikian,  keindahan  tetap  mempengaruhi  konsep  berkarya  sebagian
besar pelukis “Pasren” seperti Joko SP 47 th, Cak min 39 th, E.Rosana 37 th dan
lain-lain.  Sebagai  contoh  konsep  penciptaan  yang  mendasari  lukisan  Joko  SP mengatakan  :  “Atas  nama  keindahan,  kesejukan,  dan  kedamaian  saya  berkarya.
Semoga inspirasi yang saya dapat senantiasa memberikan semangat bagi saya untuk terus  berkarya  sebagai  bahan  renungan  dalam  mengisi  kehidupan  saya  dan  mudah-
mudahan  bagi  orang  lain ”  Katalog  Pameran,  2008.  Artinya,  konsep  keindahan
senantiasa memperngaruhi jiwa seseorang pelukis, seperti  yang diakui oleh Cak Min 39  th,  bahwa  dunia  penuh  keindahan  segala  yang  tampak  kasat  mata  indra
mempengaruhi  jiwa.  Keinginan  untuk  melampiaskan  ke  dalam  suatau  karya  rupa Katalog  Pameran,  1996.  Bahkan  E.Rosana  37  th  menyatakan  dalam  konsep
berkary anya,  “keindahan  mimik  wajah  seseorang  menjadi  tantangan  untuk
dituan gkan dalam kanvas” Wawancara: Minggu, 4 Maret 2012.
commit to user
203
Untuk mewujudkan suatu keinginan berkarya dan memahami tantangan estetis, seorang pelukism sebaiknya harus didasari oleh niat, percaya diri, dapat berimajinasi
dan  tetap  belajar  terus  menerus.  Dengan  demikian  seorang  pelukis  secara  langsung atau  tidak  langsung  dapat  menggali  keunikan  eksistensi  seni  sebagai  bagian  dari
budaya bangsa. “Niat
ingsun
berkarya” demikian konsep paling sederhana yang dikemukakan oleh  Ken  Sudi  57  th  dalam  lukisannya  tahun  1996.    Masalah  baik  atau  tidak
hasilnya  terserah  pada  pengamatnya.  Oleh  karena  itu  dibutuhkan  rasa  percaya  diri bagi  pelukisnya  seperti
yang  dikemukakan  oleh  pelukis  “Pasren”  bernama  Hasan Muhammad, bahwa dalam berkarya itu
no problem
dan percaya diri. Sementara Ismu Suryo Wibowo 67 th menyarankan seorang pelukis sebaiknya agar selalu mencoba
dan  hasilnya  dipasrahkan  pada  Tuhan  sebagaimana  dikemukakan  dalam  konsep berkaryanya,  bahwa
“eksperimental serta terserah Tuhan yang Mahaesa. Dalam hal ini  dibutuhkan  kekokohan  jiwa  dalam  berkaya,  yakni  keperpaduan  antara  jiwa  dan
rasa melahirkan gagasan atau ide untuk mengungkapkan segala apa yang  terjangkau melalui sebuah karya seni rupa Yulianto, Katalog Pameran, 1996.
Gagasan  atau  ide  seorang  pelukis  dapat  muncul  dengan  cemerlang,  ketika pelukis  tersebut  memiliki  fantasi  atau  imajinasi  untuk  “menghidupkan”  objek
lukisannya.  Aziz  Samsuri  42  th  memiliki  konsep  berkarya  bahwa  suatu  bentuk fantasi dalam dirinya sebagai unsur dalam mencipta suatu suasana Katalog Pameran,
1994.  Fantasi  itu  dapat  merupakan  bentuk  olahan  dari  pengamatan  sebuah  objek, seperti  yang disampaikan Probo Daryanto  dalam  k
onsep berkaryanya. “melihat dan meresapi  sesuatu  objek  kemudian  diolah  dalam  sebuah  karya  seni  yang  berjudul
commit to user
204
lukisan.  Menambah  dan  mengurangi  suatu  objek  itu  merupakan  imajinasi  sang seniman.” Katalog Pameran, 1996. Oleh karena itu, realitas terkadang sangat lain
dengan  angan-angan,  tapi  tidak  jarang  pula,  bahwa  angan-angan  sering  menjadi kenyataan. Itulah kebesaran
yang sulit untuk diramalkan. “Melukis bagai saya adalah tumpahan ekspresi dalam usaha untuk memesrakan angan-angan dan realitas. Sangat
boleh jadi, bahwa tumpahan ekspresi itu tidak sesuai dengan realitas, karena memang benar-benar  merupakan  angan-angan  atau  khayala
n.”  Bambang  DP,  Katalog Pameran,  1996.  Senada  dengan  konsep  ini  adalah  Sigit  GP  49  th  yang
beranggapan,  bahwa  integritas  dari  berbagai  proses  yang  terjadi  dalam  dirinya  baik yang  rasional  maupun  yang  irasional  dan  kemudian  mengkristal  menjadi  suatu
imajinasi.  Imajinasi-imajinasi itulah yang menjadi dasar dari ide-ide yang kemudian dilahirkan melalui jalur ekspresi dalam bidang du
a dimensi oval.” Katalog Pameran, 1996.
Untuk  dapat  berolah  jiwa  dan  rasa  melalui  imajinasi-imajinasi  itu  untuk melahirkan  sebuah  karya  lukis  memerlukan  proses  belajar  dan  berlatih  yang
berkelanjutan tanpa henti. Seperti diakui oleh Hardjijo 69 th, bahwa selama hampir separuh  umur  dalam  hidupnya  ingin  melukis  namun  sampai  saat  ini  masih  belajar
menggambar  Kalatog  Pameran,  1994.  Konsep  ini  diamini  oleh  Indra  Sutapa, baginya
”berkesenian adalah proses belajar tanpa batas waktu”. Begitu juga Sudjijo DM 73
th pelukis tua di “Pasren”, menyatakan dengan kerendahan hati disisi Allah, bahwa  beliau  ingin  belajar  menggambar  dengan  memvisualisasikan  pengalaman
batin dan pengindraan mata, karena semua itu adalah ciptaan Allah. Berbuat sesuatu itu sebenarnya hanya mengolah ciptaan Allah Katalog pameran, 1996.
commit to user
205
Dengan demikian, mengolah ciptaan Allah itu berarti sesuatu aktivitas seorang pelukis “menggali seni” Rustamaji alm: Katalog Pameran, 1996. Untuk “meraih”
keutamaan  seni  Setyo  Sudiarto,  Katalog  Pameran,  1996,  karena  itu  adalah  bahasa pengantar kreasi yang perlu dinikmati dan dirasa oleh makhluk Tuhan Tri Warsono:
Katalog Pameran, 1996. Oleh karena itu, Sri Sadono merasakan, bahwa menggeluti seni lukis tak akan habis-habisnya selama masih bernafas Katalog Pameran, 1996.
Dengan  cara  menggali  dan  menggeluti  karya  seni  lukis  tersebut  secara  tidak langsung para pelukis “Pasren” telah ikut melestarikan budaya bangsa seperti yang
dikemukakan  pelukis  spesialis  wayang  beber  Musafiq  65  th  dalam  konsep berkaryanya,  bahwa  merupakan kebutuhan  batiniah, pelestarian  budaya dan sebagai
media dakwah. Dengan demikian, kebudayaan negeri sendiri dapat kita jadikan seni yang  menarik  Ari  Nugroho:  Katalog  Pameran,  1996.  Contohnya  adalah  dunia
pewayangan  dapat  diekspresikan  melalui  simbol.  Dalam  hal  ini  Urip  Widyatmoko Katalog  Pameran,  1996  menganut  konsep  penciptaan,  bahwa  simbol  baginya
sebuah  sarana  untuk  mengkomunikasikan  ide-ide.  Melalui  pengalaman  dan pengolahan estetis dunia pewayangan saya ekspresikan dengan simbol-simbol.
4.2.3 Jenis Corak dan Gaya Karya Seni L ukis “Pasren”