Jenis Corak dan Gaya Karya Seni L ukis “Pasren”

commit to user 205 Dengan demikian, mengolah ciptaan Allah itu berarti sesuatu aktivitas seorang pelukis “menggali seni” Rustamaji alm: Katalog Pameran, 1996. Untuk “meraih” keutamaan seni Setyo Sudiarto, Katalog Pameran, 1996, karena itu adalah bahasa pengantar kreasi yang perlu dinikmati dan dirasa oleh makhluk Tuhan Tri Warsono: Katalog Pameran, 1996. Oleh karena itu, Sri Sadono merasakan, bahwa menggeluti seni lukis tak akan habis-habisnya selama masih bernafas Katalog Pameran, 1996. Dengan cara menggali dan menggeluti karya seni lukis tersebut secara tidak langsung para pelukis “Pasren” telah ikut melestarikan budaya bangsa seperti yang dikemukakan pelukis spesialis wayang beber Musafiq 65 th dalam konsep berkaryanya, bahwa merupakan kebutuhan batiniah, pelestarian budaya dan sebagai media dakwah. Dengan demikian, kebudayaan negeri sendiri dapat kita jadikan seni yang menarik Ari Nugroho: Katalog Pameran, 1996. Contohnya adalah dunia pewayangan dapat diekspresikan melalui simbol. Dalam hal ini Urip Widyatmoko Katalog Pameran, 1996 menganut konsep penciptaan, bahwa simbol baginya sebuah sarana untuk mengkomunikasikan ide-ide. Melalui pengalaman dan pengolahan estetis dunia pewayangan saya ekspresikan dengan simbol-simbol.

4.2.3 Jenis Corak dan Gaya Karya Seni L ukis “Pasren”

Sebagaimana telah disinggung pada bab 2, bahwa sedikitnya ada 19 aliran dalam corak dan gaya seni lukis modern. Namun, berdasarkan temuan khusus dalam keberagaman corak dan gaya kary a seni lukis “Pasren” hanya terdapat 8 aliran antara lain: Naturalisme, Realisme, Impresionisme, Romantisme, Ekspresionisme, Surealisme, Kubisme dan Abstrakisme yang di anut oleh para pelukis “Pasren”. commit to user 206 Corak dan gaya karya lukis ini memiliki keunikannya masing-masing baik dari segi teknik atau cara berkarya maupun komposisi bentuk-bentuk elementer seperti garis, bidang, warna, tekstur dan lain-lain. Para pelukis “Pasren” dalam berkarya, disadari atau tidak telah menganut corak dan gaya tertentu. Ada sebagian besar pelukis yang konsisten menganut salah satu dan corak gaya saja, tetapi sebaliknya ada pula sebagian kecil yang tidak konsisten. Artinya, mereka dalam berkarya menganut lebih dari satu corak dan gaya karena untuk memenuhi tuntutan ekspresinya. Bebe rapa pelukis “Pasren” yang menganut lebih dari satu corak dan gaya tersebut misalnya, Agung Istanto 36 th yakni menganut naturalisme dan realisme, Joko SP 47 th menganut naturalisme dan surealisme, Ken Sudi 57 th menganut Naturalisme dan Realisme, Sugito Slamet 50 th menganut Impresionisme dan Romantisme, demikian juga dengan Hery Cahyono 34 th menganut Surealisme dan Abstrakisme. Sesuai dengan karakter Naturalisme untuk melukiskan keindahan alam, kecantikan dan kemewahan, maka demikian juga halnya dengan para pelukis “Pasren” menganutnya untuk mengekspresikan karya-karyanya. Misalnya, Ismu Suryo Wibowo 67 th menggunakan Naturalisme untuk melukiskan kecantikan seorang wanita yang diberi judul “Pita Biru” 1994, Hadi Sumakir 67 th juga meluki skan kecantikan seorang wanita berjudul “Gadis Bali” 2003 dan Winarno GN 63 th berjudul “Joget” 2004 yang melukiskan seorang penari wanita. Naturalisme yang melukiskan keindahan pemandangan alam adalah Joko SP 47 th yang melukiskan “Keindahan Pemandangan Alam Toraja” 2006, Karang sasongko 49 th melukiskan “Hutan” 2003, Mbah Mardi 79 th melukiskan commit to user 207 “Tanamannya Simbah ” dan Ken Sudi 57 th melukiskan “Kelapa Bergelantungan” 2005. Tidak kalah indahnya lukisan “Pasren” adalah melukiskan keindahan bunga, seperti yang ditampilkan oleh pelukis wanita bernama Mutmainah 45 th yang berjudul melukiskan keindahan “Bunga Tulip” 2003 dan “Bunga Gerbera” 2005 yang dilukis oleh Agung Istanto 36 th. Masih ada pendekatan dengan aliran naturalisme adalah Realisme. Perbedaannya, Realisme untuk melukiskan kesengsaraan, kemiskinan, dan kondisi masyarakat kecil pada umumnya. Para pelukis “Pasren” yang menganut faham ini antara lain Soerdjono 66 th yang melukiskan seorang Pencuri Gamelan 1999, Ken Sudi 57 th melukiskan kegiatan rutin seorang ibu rumah tangga yang dibeli judul “Mencuci” 2003, Antox -th melukiskan dua orang laki-laki pemain Pangarebongan 2003 yakni semacam permainan debus dari Banten. Di sisi lain realisme juga dapat untuk melukiskan suatu perjuangan hidup bagi masyarakat bawah misalnya, Joko Temin 33 th dengan karyanya yang berjudul “Pekundi” 2004 yang melukiskan kehidupan seorang pria pengrajin gerabah atau keramiknya menggunakan meja pelarit pekundi. Dalam lukisan tersebut tampak menggambarkan sebuah pertentangan jiwa pelukisnya, yakni satu sisi pengrajin untuk berekspresi seni, namun di sisi lain juga untuk melangsungkan kehidupannya. Senada dengan lukisan ini, karya Warsito Subroto 42 th berjudul “Tekun” 2004 yang melukiskan seorang pria desa yang tua dan kurus sedang membuat sebuah tong kayu dengan tekun. Ketekunan kerja yang lain dilukiskan oleh Agung Istanto 36 th yang berjudul “ Ndondomi ” 2004 yang melukiskan seorang perempuan tua sedang tekun menjahit atau menambal pakaian. commit to user 208 Disamping itu pekerjaan masyarakat kecil seperti karya Rustamaji alm “Tukang Patri” yang melukiskan seorang pria tua tukang patri sedang memukul- mukul lempengan seng plat untuk tambal patri alat rumah tangga di sebuah suasana desa. Suasana kesibukan yang lain terlihat pada karya Cak Min 39 th yang berjudul “ Wayah Rolasan ” 2005 dan “ Milihi Mbako ” 2005. Karya pertama melukiskan suasana pasar dengan objek ibu-ibu dan dagangannya sedang menunggu pembeli. Karya yang kedua melukiskan suasana kesibukan buruh perempuan yang sedang bekerja di halaman pabrik tembakau di Klaten. Melengkapi suasana pedesaan walaupun tanpa objek manusia adalah karya Hendra Murdwi 43 th yang berjudul “ Kungkum ” 2005 yang melukiskan lima sekawanan kerbau yang sedang asyik berendam di sebuah sungai. Corak dan gaya lain yang masih melukiskan keindahan alam, kecantikan dan lain-lain adalah Impresionisme. Sesuai hakikat Impresionisme, dapat membedakan dengan Naturalisme, yakni Impresionisme hanya menampilkan kesan seperti kesan cahaya yang memantulkan pada sebuah objek, sehingga yang tampil cenderung hanya berupa sosok-sosoknya objek yang tidak begitu jelas. Pelukis “Pasren” yang menganut paham ini antara lain Sugito Slamet 50 th berjudul “Berburu Babi Hutan ” 2005 yang melukiskan perburuan babi hutan di kegelapan malam sehingga suasananya tidak begitu jelas. Karya berikutnya adala h “Di antara Pepohonan” 2005 hasil karya Choirun Sholeh 47 th. Karya ini melukiskan suasana hutan dengan latar belakang sebuah gunung yang dilukiskan secara simetris dengan didominasi warna hijau. Karya senada dengan lukisan ini adalah dua karya Kapten Suwarto 55 th; seorang anggota TNI yang lukisannya berjudul “Bukit” 2005 dan commit to user 209 “Pesona Merapi” 2007. Demikian juga, masih senada dengan lukisan pemandangan alam adalah karya Kus Indra 43 th berjudul “Lembah Merapi” 2007 dan karya Umar Sidi 39 th berjudul “Sudut Desa” 2006. Bedanya karya Kus Indra lebih kaya warna dibandingkan karya Umar sidi yang hanya menampilkan warna hitam dan coklat. Berbeda dengan Naturalisme, Realisme dan Impresionisme; aliran Romantisme walaupun menampilkan objek-objek nyata tetapi lebih melukiskan sebuah cerita atau kisah kehidupan manusia baik yang bernuansa perdamaian maupun tragedi. Dua karya Jaya Adi 51 th yang berjudul “Kubuka Kacamataku” 2003 dan “Operasi Semar ” 2007. Karya pertama melukiskan profil Soeharto mantan presiden RI sedang membuka kacamatanya yang tentu saja ada cerita dibalik kacamata Soeharto tersebut. Karya Jaya Adi yang kedua, masih terkait dengan cerita pak Soeharto yang melukiskan beberapa kumpulan profil presiden yang pernah memimpin Negara Republik Indonesia, seperti Soekarno, Soeharto, Habibie, Megawati, Gus Dur, dan SBY. Para tokoh dalam lukisan itu menceritakan mereka sedang melakukan operasi terhadap sosok semar. Operasi dalam lukisan tersebut dilalukan oleh Soeharto, sementara yang lain menyaksikan dengan berbagai ekspresinya. D isisi lain, GM Sudharta 66 th seorang pelukis “Pasren” yang disamping sebagai kartunis harian Kompas mengangkat karya l ukisan romantisme dengan judul “Bapak, Ibu, dan Anak” 2007. Lukisan ini meceritakan kisah hidup spiritualnya sewaktu masih memeluk katholik Roma, yang menampakkan suasana kedamaian dan keharmonisan. Lukisan Romantisme yang menceritakan kedinamisan dan perjuangan mempertahankan adalah karya Sugito Slamet 50 th berjudul “Bima Melawan Naga commit to user 210 Nemburnawa ”. Lukisan ini menceritakan seorang tokoh pewayangan bernama Sang Bima sedang bertarung dengan seekor ular raksasa di tengah lautan. karya Baswendra 52 th berjudul “Berlari di Awan” 2005 melukiskan sekawanan kuda berlarian cepat bagaikan cepatnya awan diterpa angin kencang. Sedikit berbeda dengan karyanya Hery Murtidjo 56 th berjudul “Ronggeng Bergincu” 2000 yang melukiskan dua orang penari ronggeng sedang bercermin dan bersolek untuk persiapan pada sebuah pertunjukkan. Corak dan gaya dalam seni lukis “Pasren” berikutnya adalah ekspresionisme. Dalam melukiskan objeknya para pelukis “Pasren” tidak sekedar memaknai sebuah benda, tetapi sudah didestorsikan dengan emosi kejiwaannya. Maka, Ekpresionisme tidak memepersoalkan bentuk objek dan teknik melukis lagi, tetapi lebih mementingkan kepuasan batin dalam mengeskspresikan objek-objeknya. Sebagai contoh, lukisan karya Hardjijo 69 th berjudul ”Senja Penggali-penggali Kubur“ 1981 yang melukiskan sekelompok orang sedang beristirahat setelah bekerja menggali kubur. Tekstur lukisan ini sangat kentara karena dikerjakan dengan pendekatan teknik wood cut teknik cungkil. Senada, tetapi lebih karya warna adalah karya Samino 40 th walk together 2003 dan karya Isnu Murdewa berjudul “Lembah” 2005. Karya lukis “Pasren” yang lain yang berteskstur kasar adalah karya Yoyok WD Besur 40 th berjudul “ Ndonga ” 2003 yang melukiskan tiga orang bisksu dalam agama budha sedang melakukan laku ritual; karya Santosa 37 th berjudul “ Kumpul Bocah ” 2005 yang melukiskan tiga orang bocah anak dengan ekspresi tertawa riang; karya Musyafiq 6 5 th berjudul “Jembatan Ampera” 2004 yang melukiskan dua pasukan yang saling berhadapan dan yang terakhir commit to user 211 karya seorang pelukis “Pasren” wanita bernama Rosana 37 th berjudul “ Nganya m Rotan ” 2003 yang melukiskan seorang perempuan tua berbaju hijau sedang menganyam rotan untuk perabotan dengan tekun. Tidak kalah penganut corak dan budaya dalam seni lukis “Pasren” adalah Surealisme, karena dengan aliran ini pelukisnya dapat mengekspresikan imajinasi- imajinasinya dengan bebas untuk melepaskandiri dari kontrol kesadaran. Ada dua jenis paham surealis me di dalam karya seni lukis “Pasren”, yakni pertama paham surealisme fotografis yang objeknya masih dikenali, misalnya dua karya Sigit GP 49 th yang berjudul “Sebuah Harapan” 2003 yang melukiskan lintas pikiran untuk sebuah pengharapan, perdamaian dun ia dan “Lamunan” 2006 yang melukiskan seorang bocah sedang melamunkan suatu masa depan atau cita-cita tertentu. Dua karya surealisme berikutnya lagi adalah karya Joko SP 47 th berjudul “ Greeting Peace ” 2004 dan ”Megawati” 2004. Kedua karya ini terdapat kesamaan gaya melukisnya, yakni komposisinya berkeseimbangan simetris, latar depannya sebuah aquarium dengan ikan-ikan hias dengan latar belakangnya sebuah jendela. Perbedaannya adalah pada karya Greeting Peace melukiskan seorang gadis kecil dilukis dari arah belakang, sedangkan Megawati dilukiskan menghadap ke depan yang tampak seperti lukisan potret diri. Karya Surealisme fotografis yang lain adalah karya Phepen Parjimin -th berjudul “Menyatu” 2004 yang melukiskan kebersatuan makhluk manusia dengan alam semesta dan karya Daniel CK 31 th berjudul Dereng Kepanggih ” yang melukiskan dua makhluk yang diwujudkan dalam bentuk topeng dengan rambut- rambutnya yang menjalar secara liar. commit to user 212 Gaya Surealisme yang kedua yaitu Surealisme- Amorphic yang melukiskan objek imajinasi tanpa bentuk realis, bahkan mendekati bentuk abstrak dan cara pewarnaannya pun cenderung tidak jelas. Pelukis “Pasren” yang menganut paham ini, antara lain Aziz Syamsuri 42 th berjudul “Fantasi” 1996 hampir tidak bisa lagi dikenali bentuk-bentuknya yang hanya terlihat semacam lelehan-lelehan pasta cat dan lembaran-lembaran kain yang bertebangan saja. Karya Sudiro Subroto - th berjudul “Kehidupan dalam Laut” 1994 melukiskan sekumpulan ikan dan terumbu karang yang dilukiskan dengan garis-garis liar tanpa bentuk yang jelas juga. Dua karya berikutnya dilukiskan dengan tampilan objek yang agak jelas dan sedikit abstrak, yakni karya Hery Cahyono 34 th berjudul “Tak Ada Gading yang Tak Retak ” 2005 dan “Dua Kekuatan” 2005 hasil karya Nanang W 37 th. Hery Cahyono tampaknya terinspirasi oleh pepatah dalam bahasa Indonesia yang dilukiskan sepotong gading gajah yang menguasai bidang lukis dengan teknik pengecatan bertekstur semu yang diberikan pusat perhatian tulisan kaligrafi Arab berbunyi Allah. Sementara Nanang W melukiskan sebuah bidang segi empat bidang berengsel yang dilukiskan secara tiga dimensi terhadap background sebuah tangga. Tampak kebebasan berekspresi para pelukis “Pasren” belum puas dengan beberapa corak dan gaya yang sudah diuraikan didepan. Oleh karena itu, untuk melengkapi dan mengakomoditir paham pelukis “Pasren”, berikut ini masih diuraikan dua corak dan gaya seni lukis yang lain, yakni kubisme dan abstrakisme. Corak dan gaya Kubisme memberikan kebebasan untuk melukiskan objek dengan garis-garis dan bidang-bidang geometris. Menurut teori Cessane ada dua tingkatan kubisme seperti telah disebutkan pada bab II di depan, yaitu kubisme commit to user 213 analitik yang merupakan susunan kubus-kubus tiga dimensi dan kubisme sintetik yakni teridiri dari susunan bidang-bidang geometris yang kemudian diperjelas dengan bentuk-bentuk realnya. Ketika diamati, karya- karya seni lukis “Pasren” hanya terdapat gaya kubisme sintetik saja, sebagai contoh karya Bambang Pujiono 52 th berjudul “Lelapuk Dua Figur” 1994, karya Budi bude‟ 38 th berjudul “Ular Tangga” 2001 dan “Panglima Sudirman” 2007 hasil karya Ansori 51 th. “Lelapuk dua Figur” melukiskan dua figur manusia setengah badan dibawah suatu atap bangunan. Pada karya “Ular Tangga” melukiskan simbol-simbol yang terdapat pada bidang permainan ular tangga dan sedikit divariasikan dengan berbagai bentuk oleh pelukisnya. Sementara “Panglima Sudirman” melukiskan dengan potret diri Jenderal Sudirman yang dibuat dengan teknik Mozaik yang terbuat dari pecahan keramik sehingga bidang-bidang kubistisnya sangat kentara. Disamping ketiga karya tersebut, di dalam “Pasren” ditemukan lagi dua karya Kubisme dengan pendekatan gambar Vignet seperti yang biasa terdapat pada lembar- lembar teks suatu buku wacana. Dua karya yang dimaksud ini adalah hasil karya Hery Setyanto 41 th yang berjudul “Orok”. Lukisan ini melukiskan sosok seorang ibu sedang ngelon i banyinya. Keunikan karya ini adalah berupa bidang-bidang kubistisnya yang kentara sekali dan penyembunyian objeknya sampai-sampai tidak kelihatan. Demikian juga kary a Yuni Lestari 2009 berjudul “Kehidupan” yang melukiskan seorang wanita. Perbedaannya adalah pada karya Yuni ini objek wanitanya berpose sedang berdiri mengindit sebuah guci dan sebuah bayangan gunungan wayang. commit to user 214 Dua temuan lukisan Kubisme berikut ini adalah Kubisme-Sintetik bervariasi atau dipadukan dengan kaligrafi Arab. Dua karya lukis yang di maksud adalah karya Hery Cahyono 34 th berjudul “Gerbang Kemuliaan” 2004 yang berbentuk susunan partisi-partisi pada arcade masjid bertuliskan huruf Arab dan karya Suwardi Haris berjudul “Pengorbanan” 2006 terdiri dari susunan bentuk-bentuk bidang geometris yang disatukan dengan kaligrafi Arab pada bagian tengah susunan bidang- bidang tersebut. Temuan terakhir mengenai corak dan gaya ka rya seni lukis “Pasren” adalah A bstrakisme. Tidak sedikit pelukis “Pasren” yang menganut aliran ini, bahkan hampir menyamai jumlahnya dari aliran seni lukis modern sebelumnya seperti telah disebutkan di depan. Ditinjau dari wujudnya, abstrakisme yang ditemukan dua bentuk bentuk abstrak, yakni Abstrak-Kubistisme dan Abstrak-Non objektivisme. Empat lukisan “Pasren” berikut merupakan contoh dari Abstrak- Kubisme yakni karya Basuki Kisworo 53 th berjudul “Senjang” 1993 dan “Planet Kresek” 2003. Karya Bambang Pujiono 52 th berjudul “Power” 2007 dan Adi Prawito - th berjudul “Pencarian”. Dua lukisan karya Basuki Kisworo tersebut dikerjakan dengan media kebendaan bukan cat yang disusun dengan teknik olase menempel pada bidang lukis, misalnya lukisan berjudul “Senjang” 1993 dibuat dengan menggunakan media benda pipih dan objeknya berstruktur simetris sekaligus asimetris terhadap bidang lukisnya. Begi tu juga karyanya yang berjudul “Planet Kresek ” 2003 dibuat dengan tas plastik kresek bekas yang dikomposisikan dengan benda-benda lain seperti ranting-ranting pohon dan sedikit sapuan cat. Keunikan karya ini adalah motif garis-garis besar hitam putih yang terdapat pada tas kresek commit to user 215 tersebut. Berbeda dengan karya Bambang Pujiono 52 th yang berjudul “ Power ” dilukis dengan cat minyak saja yang membentuk spiral diurai dengan garis-garis bebas berwarna hitam dengan background berwarna coklat. Abstrak-Kubisme yang lain adalah karya Adi Prawito - th berjudul “Pencarian” 2010 dibuat dengan cat minyak. Karya ini cukup sederhana dan bentuk kubistisnya tampak jelas, karena hanya berbentuk segitiga sama sisi yang pada setiap sudutnya terdapat huruf Arab di sudut atas dan huruf jawa dibagian sudut kanan dan kiri. Sedangakn backgroundnya berupa bidang yang terdiri dari empat buah bidang empat persegi panjang dengan diagonal ditengah. Di sisi lain, Abstrak-Non objektivisme yang dianut oleh peluk is “Pasren” dibedakan menjadi tiga bentuk yakni, abstrak bentuk cahaya, abstrak bebas bentuk dan abstrak bervariasi bentuk. Dua contoh karya lukis berikut ini termasuk abstrak bentuk cahaya yakni karya Kelik Parwanto 4 5 th berjudul “Obsesi” 1994 dan karya Satya Budi Santosa 35 th berjudul “Dini” 2005. Keduanya sulit untuk mejelaskan maksud dari pelukisnya. Namun, pada karya “Obsesi”. berdasarkan konsep penciptaan dari pelukisnya bisa diduga melukiskan bentuk keharmonisan dan keterpautan antara manusia dan alam yang selalu berproses. Abstrak non objektivisme bebas bentuk terlihat pada tiga karya lukis berikut yang berjudul “Cerita Senja” 2003, “Potret Nagari” 2005 hasil karya Pitut Saputra 33 th dan “Ensambel” 2005 hasil karya Fajar Setya Kurniaji 33 th. Dua karya Pitut Saputra kentara sekali kebebasan bentuknya untuk menuangkan gagasannya. Keduanya memiliki perbedaan tampilan , yakni pada lukisan “Cerita Senja” merupakan bentuk goresan-goresan ga ris yang miskin warna dan pada “Potret commit to user 216 Nagari ” merupakan bentuk luapan atau cipratan cat yang kaya warna. Sementara pada karya keti ga berjudul “Ensambel” 2005 merupakan bentuk bebas yang karya warna dan dikerjakan dengan teknik cat minyak dengan bentuk lentur dan tekstur halus. Terakhir adalah karya abstrak objektivisme bervariasi bentuk tampak padahasil karya M. Ismail 65 th “Tanpa Judul” 2003 berupa sapuan kuas bahan akrylik secara bebas, seirama dengan sapuan kuasnya divariasikan dengan kaligrafi Arab juga secara bebas. Dengan demikian karya ini lebih cenderung sebagai karya seni lukis kaligrafi bebas.

4.3 Keberagaman Karya Seni Lukis dan Penafsirannya