commit to user
133
hampir mencapai 50.000 orang; 5 Petani
Templek
, yaitu petani yang tidak punya apa-apa, baik pekarangan, sawah maupun rumah. Mereka menumpang atau
mondhok
di rumah orang lain. Mereka sudah mempunyai alat-alat ru mah tangga dan alat-alat
pertanian. Di Klaten, jumlah petani semacam ini tidak begitu banyak, hanya lebih kurang 10.000 orang;
6 Petani
Tlosor
, yaitu petani dari golongan yang sama sekali tidak mempunyai apa-apa. Mereka kebanyakan petani yang sudah berkeluarga dan
mondok ditempat orang lain. Petani
tlosor
ini biasanya hidup merantau ketika daerahnya sudah selesai tandur atau panen. Mereka pergi ke daerah lain untuk
mencari pekerjaan. Bahkan banyak yang berjual-beli di kota-kota. Apabila di daerahnya memasuki masa panen, mereka baru pulang. Petani macam ini di
daerah Klaten tidak banyak, hanya sekitar 700 orang.
4.1.2.2 Kehidupan Perkebunan
Di samping pertanian, daerah Klaten banyak terdapat perusahaan perkebunan, baik perkebunan itu milik swasta, perseorangan, maupun milik
pemerintah. Dengan adanya perusahaan-perusahaan perkebunan itu, dapatlah perusahaan-perusahaan tersebut menampung tenaga kerja atau setidaknya dapat
mengurangi adanya pengangguran. Namun, setelah poklamasi, perusahaan- perkebunan makin berkurang di daerah Klaten. Hal ini terjadi sebagai akibat
adanya masa peperangan yang lama. Pada jaman penjajahan Jepang, banyak diadakan perubahan-perubahan terhadap perusahaan perkebunan. Perusahaan -
commit to user
134
perkebunan banyak yang diubah menjadi perusahaan yang hasilnya dibutuhkan oleh Jepang.
Sebenarnya ketika jaman Hindia Belanda di daerah Klaten sudah terdapat 32 perusahaan dengan perincian 15 pabrik gula, 13 perusahaan
tembakau, 1 perusahaan karung dan 3
berg-cultuur-ondernemingan.
Namun, pada masa penjajahan Jepang dari 32 perusahaan parkebunan itu berubah
menjadi hanya 8 perusahaan perkebunan, yaitu 4 pabrik gula, 1 perusahaan tembakau, 2 pabrik makanan dan 1 pabrik karung. Bahkan, sebetulnya di daerah
Klaten sebelum Jepang datang menjajah, telah banyak terdapat perusahaan
tom
dan kopi, seperti dapat dilihat di Kecamatan Manisrenggo, bahwa pabrik
tom
berulang kali diubah menjadi pabrik penggilingan beras dan akhirnya pada tahun 1937 di Kelurahan Prambanan ditanami
rossella
dan kapas. Demikian juga di kecamatan lainnya, balatentara Jepang banyak menebangi tanaman-tanaman
perusahaan yang dahulu ditanam oleh Belanda. Hal ini dimaksudkan supaya kelak bila Belanda datang lagi mereka tidak akan menemui perusahaan-
perusahaannya yang dahulu. Sementara yang paling banyak mengalami akibat penebangan-punebangan terhadap tanaman perkebunan adalah Kecamatan
Jatinom. Di daerah Jatinom dahulu banyak terdapat tanaman kopi, coklat, randu, lada dan lain-lain. Bahkan ada beberapa desa yang menanam cengkeh dan pales.
Setelah pohon-pohon tersebut banyak ditebang, mengakibatkan beberapa mata air menjadi mati, sehingga daerah Jatinom menjadi kesulitan air. Pada saat kini
telah dilakukan tindakan penghijauan dengan menanam tanaman turi,
sisal
untuk
commit to user
135
tali, dan di beberapa tempat di Jatinom sudah banyak orang yang menanam kentang yang bibitnya berasal dari Jerman.
Setelah Indonesia merdeka, perusahaan-perusahaan perkebunan makin bertambah sedikit. Hal ini disebabkan karena pada waktu Jepang akan
meninggalkan tanah air kita, mereka melakukan beberapa pembumihangusan terhadap pabrik-pabrik. Sehingga tahun 1957 di daerah Klaten hanya memiliki
beberapa perusahaan parkebunan saja, seperti pabrik gula Gondangwinangun, perusahaan karung goni di Delanggu, perusahaan tembakau Wedi-Birit
Kebonarum, Gayamprit dan Jongandan Ketandan, Trucuk. Di samping perusahaan-perusahaan tersebut, banyak pula terdapat perusahaan perkebunan
milik swasta. Kurang lebih tahun 1960 daerah Klaten bertambah dengan satu pabrik gula lagi, yang bernama “Pabrik Gula Ceper” tetapi saat ini sudah tidak
beroperasi lagi. Dengan adanya perusahaan perkebunan yang sudah berpuluh-puluh tahun
berada didaerah Klaten, maka keuntungan dari rakyat Klaten ialah bahwa mereka dapat mengenal tanaman perkebunan baru, kemudian mereka mencoba untuk
menanamnya. Sehingga hampir dua puluh tahun yang lalu rakyat Klaten sudah menanam tembakau. Jenis tembakau yang ditanam rakyat ini kenal dengan nama
“tembakau rakyat” yang meliputi jenis tembakau
Virginia
dan tembakau Jawa. Di Klaten, bagi pengusaha tembakau
Virginia
diberlakukan “Peraturan
Virginia
Da erah Surakarta”. Peraturan daerah ini mulai berlaku kurang lebih
tahun 1956. Sementara untuk pengusaha tembakau Jawa, baru beberapa tahun kemudian diatur dengan peraturan daerah. Pada masa kejayaan perkebunan
commit to user
136
tembakau
Virginia
di daerah Klaten, terdapat beberapa macam golongan pengu- saha tembakau
Virginia
, diantaranya: 1 Pengusaha Nasional bangsa Indonesia asli dan 2 Pengusaha warga negara baru Tionghoa. Perusahaan yang bersifat
perseorangan berbentuk Persekutuan Hukum, seperti
Firma, N.V
. P.T. dan ada pula yang berbentuk koperasi. Para pengusaha tembakau ini mengeringkan
tembakau sendiri, sebab kebanyakan mereka memiliki pula tempat open sendiri. Bagi pengusaha yang tidak memiliki open biasanya mereka menyewa open
kepada para pengusaha lainnya . Setelah itu, mereka baru menjual kepada para pembeli.
Pada saat itu ada dua pembeli yang termasuk pembeli besar, yakni pabrik rokok Faroka dari Malang dan pabrik rokok B.A.T. dari Surabaya, Semarang
dan Cirebon. Kedua pembeli besar itu merupakan usaha bangsa Asing yang dalam pelaksanaan jual-belinya antara kedua pembeli itu diadakan suatu
perjanjian. Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa dalam hal pembelian ini hanya ada satu pembeli yang disebut
a single buyer
. Pada masa kini karena di daerah Klaten sudah banyak terdapat Perusahaan Negara Perkebunan PNP
Tembakau, maka rakyat menjual tembakaunya kepada PNP tersebut. Dengan demikian, PNP Tembakau pada saat ini belum mempergunakan sistem sewa
untuk areal tembakau. Hal ini dapat menggoncangkan para petani, sebab sering petani merasa rugi dengan adanya harga tembakau yang ditetapkan PNP sangat
murah. Petani merasa lebih beruntung kalau tanahnya ditanami dengan padi. Tetapi Pemerintah Daerah Klaten tidak tinggal diam dalam hal ini. Agar tidak
merugikan para petani tembakau, maka Pemerintah Daerah Klaten setiap tanggal
commit to user
137
20 Desember, bersama-sama dengan PNP Tembakau dan wakil dari golongan tani selalu menentukan harga tembakau yang akan dibeli oleh PNP dari petani
biasanya harga tembakau adalah dua kali harga beras untuk per kilogramnya. Sampai saat ini di daerah Klaten terdapat PNP Tembakau Wedi-Birit,
Kebonarum, Gayamprit dan Sorogedug. Sementara perusahaan tembakau yang dikelola oleh swasta, yaitu Perusahaan Tembakau Kemudo, Rumpun milik
Rumpun Diponegoro, Saribumi dan lain-lain. Semua peraturan tentang areal dan harga tembakau yang berlaku bagi P.N.P. berlaku pula bagi perusahaan
tembakau Swasta. Masyarakat petani di Klaten, selain menanam tembakau, mereka juga
menanam tebu. Hal ini terutama disebabkan pada tahun 1953 pemerintah mengadakan anjuran untuk menanam tebu guna menambah hasil produksi gula
sebagai bahan ekspor ke luar negeri. Penyelenggaraan penanaman tebu ini oleh pemerintah diserahknn kepada Yayasan Tebu Rakyat atau disingkat YATRA
yang berkedudukan di Solo. Petani tebu menggabungkan diri dalam bentuk panitia-panitia yang menjadi penghubung antara petani-petani tersebut dengan
YATRA.
4.1.2.3 Kehidupan Industri Kerajianan Rakyat