commit to user
62
ekspresionisme pada lukisan ini menolak paham „art pour art‟ seni untuk seni. Hal
ini bisa dilihat pada lukisan karya pelukis asal Belanda Van Gogh dan karya Affandi. Karya lukis kedua tokoh ini, walaupun dia bebas mengekpresikan bentuk, warna, dan
teknik melukis secara bebas, tetapi tetap menampilkan objek lukisannya yang bisa dipahami oleh pengamatnya.
Sebagaimana dikatakan pelukis Affandi sendiri dalam Iskandar, 2000: 66 sebagai berikut.
“Beberapa kritikus di Barat menyebut lukisan-lukisan saya sebagai suatu jalan baru dalam ekspresionisme. Tapi bagi saya, aliran saya adalah humanisme.
Artinya, saya melukis berdasarkan perikemanusiaan. Itu semboyan hidup saya. Jika saya tidak menjadi pelukis, tetapi jadi dokter atau tukang becak
umpamanya, kemanusiaan itu tetap menjadi tujuan saya. Artinya, saya akan bertindak atas dasar perikemanusiaan. Karena itu, saya tidak bisa bersemboyan
„seni untuk seni‟. Bagi saya, seni adalah untuk perikemanusiaan”.
Berdasarkan paparan di atas, maka terlepas dari bentuk, warna objek dan teknik penciptaannya, seni lukis merupakan alat mengekspresikan emosi perasaan
yang berasal dari pengalaman-pengalaman yang terakumulasikan ke dalam ide dan gagasan seniman untuk disampaikan kepada pengamatnya.
2.3.2.2 Seni lukis Sebagai Media Komunikasi
Kata “komunikasi” merupakan kata serapan dari bahasa Inggris
communication
yang berarti hubungan atau alat hubungan Shadily, 2007: 131. Dalam konteks seni lukis sebagai media komunikasi, maka seni lukis sebagai alat hubungan untuk
menyampaikan pesan antara pelukis kepada orang lain.
commit to user
63
Menurut Liliweri 2003: 3-5, banyak definisi tentang komunikasi, namun dalam konteks seni lukis sebagai alat komunikasi, maka dapat dipetik tiga pengertian
komunikasi sebagai berikut. 1
“Komunikasi merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan, dan perasaan. Proses itu meliputi informasi yang disampaikan tidak hanya secara
lisan, tetapi juga dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri, atau menggunakan alat bantu di sekeliling kita untuk memperkaya sebuah pesan”
Hybels dan Weafer, II, 1992: 6. 2
“Komunikasi adalah transmisi informasi dari seorang individu atau kelompok kepada individu atau kelompok lain. Komunikasi merupakan dasar semua
bentuk interaksi sosial. Dalam konteks tatap muka, komunikasi tidak saja diperlihatkan melalui penggunaan bahasa semata-mata, tetapi menggunakan
juga tanda-tanda tubuh yang membutuhkan interpretasi tentang apa yang dikatakan dan dibuat oleh orang lain. Dengan berkembangnya media tulisan,
seni dan elektronik, seperti radio, televisi, atau computer, komunikasi mengubah relasi tatap muka dengan cepat” Carey, 1989.
3 “Komunikasi harus dipahami sebagai interaksi antar pribadi yang
menggunakan sistem simbol linguistik, misalnya meliputi verbal, paraverbal; berupa kata-
kata dan non verbal; berupa gambar atau lukisan” Karlfried Knapp, 1998.
Berdasarkan ketiga pengertian di atas, maka komunikasi antara seseorang kepada orang lain itu membutuhkan alat penghubung berupa bahasa penyampaian.
Bahasa penyampaian dapat berbentuk bahasa lisan, tulisan dan rupa visual. Dengan
commit to user
64
demikian, seni lukis termasuk bahasa rupa dapat menjadi alat bantu untuk menyampaikan pesan dari seorang pelukis kepada orang lain, agar mereka mendapat
respon atas karya-karya lukisan yang dihadirkan. Apapun bentuk corak dan gaya dalam seni lukis yang dihadirkan tersebut, sebagai bagian dari kesenian tidak dapat
terlepas dari masyarakat pendukungnya. Sebagaimana Umar Kayam 1981: 38 menyatakan:
“Kesenian tidak pernah lepas dari masyarakat. Sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreativitas dari kebudayaan
itu sendiri. Masyarakat yang menyangga kebudayaan dan dengan demikian juga kesenian mencipta, memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan,
mengembangkan untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru lagi ”.
Oleh karena itu, interaksi antara seniman dengan pemirsanya sangat dibutuhkan demi peningkatan karya lanjutannya. Interaksi ini dapat berbentuk kritik
atau apresiasi. Sebagaimana dikatakan Sedyawati 2000: 129, “Bagi seniman, kritik
adalah suatu imbalan atas jerih payahnya. Alangkah sia-sianya suatu usaha terasa, jika tiada satu patah kata pun diucapkan pujian maupun celaan, dapat diharapkan
untuk merangsang percobaan-percobaan selanjutnya ”.
2.3.2.3 Seni Lukis Sebagai Pengirim Tanda