Perwujudan Keperbedaan dalam Keragaman Karya Seni Lukis “Pasren”

commit to user 234 terlihat ruwet dan liar itu dapat dianalogikan sebagai sistem pemerintahan yang mengalami krisis multidimensi. Dalam kondisi seperti itu, pada akhirnya rakyat Indonesia seperti saat ini sebenarnya tidak butuh apa-apa lagi kecuali suasana damai dan tenang yang didukung oleh kepastian hukum. Dengan begitu rakyat merasa terayomi, merasa tentram dalam mencari nafkah tanpa gangguan dari pihak manapun. Di samping itu, rakyat juga mendambakan kehalusan budi pekerti dalam menyikapi setiap persoalan yang terjadi saat ini. Kehalusan budi pekerti itu oleh Satya Budi Santosa dianalogikan dengan teknik melukisnya yang halus untuk menampilkan kesan cahaya, seperti pada luksiannya yang berjudul “Dini” 2005. Kehalusan teknik melukis itu tampaknya salah satu tujuannya adalah untuk mencapai kesan cahaya. Oleh karena itu, ketika melihat karya yang abstrak non-objektivisme tersebut terasa damai dan tenang. Apabila dikaitkan dengan kondisi negara saat ini yang carut marut itu, maka suasana damai dan tenang itulah yang menjadi harapan pelukisnya atau mungkin lebih luas seluruh bangsa Indonesia.

4.3.2 Perwujudan Keperbedaan dalam Keragaman Karya Seni Lukis “Pasren”

Sebagaimana telah diuraikan pada bab II di depan, bahwa sebuah karya seni lukis baik yang bercorak Naturalis, Realis dan bahkan Abstrak sekali pun pasti memiliki struktur atau komposisi seni. Keberadaan struktur seni itu merupakan bagian yang melekat pada karya seni lukis sebagai tolok ukur nilai estetis sebuah karya seni lukis tersebut. Demikian juga halnya dengan seni lukis hasil karya para pelukis anggota “Pasren” memiliki nilai estetis yang didasarkan pada analisis commit to user 235 struktur atau komposisi seni yang dimiliki oleh setiap hasil karya seni lukis “Pasren” tersebut. Dengan demikian, setiap karya seni lukis “Pasren” tentu memiliki struktur atau komposisi yang berbeda-beda yang menjadi cirikhas atau corak dan gaya masing-masing pelukisnya. Berdasarkan temuan-temuan keberagaman karya seni luki s “Pasren” seperti telah disebutkan diatas, baik objek lukisan, konsep penciptaan, maupun corak dan gaya seni lukis “Pasren”, maka perwujudannya dapat dianalisis melakui tata susun atau komposisi dan nilai estetisnya. Dengan mempertimbangkan banyaknya corak dan gaya dalam karya seni lukis “Pasren”, maka akan diambil beberapa contoh karya lukisan yang dijadikan bahan analisis struktur dan penafsiran maknanya yang didasarkan pada latar belakang ideologi , pemikiran dan filosofis pelukis “Pasren”. Perwujudan keperbedaan dalam keragaman karya seni lukis “Pasren” yang dimaksud adalah berupa corak dan gaya, antara lain: Naturalisme; misalnya seni lukis hasil karya Joko SP dipilih untuk dianalisis, karena memiliki struktur nilai estetis tersendiri diantara karya seni lukis “Pasren” yang lainnya. Di samping itu, pelukis ini mengakui konsisten pada aliran Naturalismenya dan bahkan rumah kediamannya disulap sekaligus sebagai galeri dan studio lukis Naturalisme seperti yang tertulis pada papan nama didepan rumahnya b erbunyi “ Art Gallery and Studio Naturalism Painting ” di Puri Mojayan Asri B 18 Klaten Tengah. Diakuinya juga, bahwa karya-karya telah menjadi koleksi para pejabat-pejabat penting misalnya Ibu Ani Susilo Bambang Yudhoyono istri presiden RI, Wardana Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Soenarno, S.E Bupati Klaten, H. Sujono Bupati Pacitan dan Mr.Stanley pejabat dari Malaysia. Mereka para pejabat tersebut sangat tertarik pada commit to user 236 objek-objek lukisan karya pelukis kelahiran Boyolali 17 Maret 1965 wawancara : 28 Maret 2012. Untuk lebih jelas dapat diperhatikan karya- karya seni lukis “Pasren” berikut ini. Gambar IV.7 “Pemandangan Alam Tanah Toraja” 2006 karya: Joko SP 47 th, Naturalisme, Akrilik di Atas Kanvas, 150 x 200 cm Sumber: Foto Joko SP, 28 Maret 2012 Lukisan Pemandangan Alam Toraja seperti tampak pada gambar IV.7 di atas memiliki tata susun atau komposisi kesatuan unsur-unsur bidang dan warna, yakni berupa susunan persawahan dan rerimbunan pepohonan yang didominasi warna hijau, sehingga tampak keseimbangan antara bagian kiri dan kanan bidang lukis secara simetris. Irama rupa dalam lukisan ini tampak pada lukisan terasiring pematang sawah yang membentuk susunan garis-garis lengkung. Sesuai dengan hakikat aliran Naturalisme, maka nilai estetis karya Joko SP ini, terletak pada pemilihan objek pemandangan alam di tanah Toraja yang memang sudah dikenal banyak orang tentang keindahan alamnya. Nilai estetisnya juga tampak pada gaya menggoreskan kuas cat minyaknya yang terasa halus, detail, dan persis seperti apa adanya sehingga tampak seperti hasil karya fotografi. Dengan demikian gaya melukis commit to user 237 seperti itu menjadi corak tersendiri pula bagi pelukis yang bergaya dan corak Naturalisme. Karya seni lukis gaya dan corak Naturalisme yang lain adalah hasil karya Winarno GN 63 th seperti tampak pada gambar IV.8 berikut. Gambar IV.8 “Joget” 2004, Karya: Winarno GN 63 th Naturalisme, Cat Minyak di Atas Kanvas, 100 x 90 cm Sumber: Foto Waluya, April 2012 Sesuai judulnya, karya Naturalisme ini melukiskan kecantikan wanita seorang penari sedang menunjukkan keindahan irama gerak tubuhnya. Objek penari dan background lukisan yang terdiri dari beranekaragam objek pendukung seperti kain umbul-umbul merah putih atau warna warni, bentuk-bentuk payung, tumbuhan, hewan anjing, tikus, ular dan lain-lain terasa sangat menyatu; membaur menjadi satu tampilan objek karya lukis. Nilai estetis dalam lukisan karya pelukis senior asal Klaten yang terlahir 3 Mei 1945 dan beralamat di Semalen, Ngering, Jogonalan Klaten ini tampak pada susunan kebersamaan tampilan antara objek inti penari dan commit to user 238 objek-objek pendukung lainnya sebagai background nya yang membaur, menyatu kedalam keseimbangan dan irama bidang dan warna. Berbeda dengan kedua karya lukis diatas, karya Karang Sasongko 49 th yang berjudul Hutan 2005 yang melukiskan rumpun anggrek hutan yang menempel pada pepohonan di suatu hutan seperti tampak pada gambar IV.9 berikut ini. Gambar IV.9 “Hutan” 2005, Karya: Karang Sasongko 49 th Naturalisme, Krayon di Atas Kanvas, 125 x 80 cm Sumber: Foto Waluya, 15 Januari 2012 Lukisan hutan karya putra dari seorang tokoh lukis realisme nasional legendaris asal Klaten Rustamaji alm ini digarap dengan gaya yang cukup unik, yakni dengan menggunakan teknik kering krayon diatas kanvas. Teknik ini kurang lazim dikerjakan oleh pelukis lain, karena biasanya media kanvas itu dilukis dengan menggunakan cat minyak. Tata susun lukisan Naturalisme hasil karya pria kelahiran Jakarta 13 Maret 1963 yang saat ini bertempat tinggal di Perumahan Klaten Kencana, Jalan kelapa gading II D no 5-11 Klaten ini menunjukkan keseimbangan asimetris dengan penguatan objek anggrek hutan disebelah kiri diantara dengan pepohonan hutan commit to user 239 disebelah kanannya. Guratan-guratan tekstur vertikal yang digoreskan dengan detail pada sebagian besar objek membentuk irama garis-garis ritmis. Penyatuan warna coklat pada kelopak anggrek hutan dengan dominasi warna hijau tua terasa mebawa suasana keridangan hutan. Di sinilah letak nilai estetis Karang Sasongko yang cenderung memamerkan teknik melukis dan detail-detail objeknya disamping juga menghadirkan suasana harmoni alam. Ada perbedaan, tetapi masih berdekatan Naturalisme adalah corak dan gaya Realisme. Perbedaannya terletak pada pemilihan objeknya. Kalau Naturalisme dilatarbelakangi oleh kecintaan pada keindahan alam dan kecatikan atau bahkan kemewahan. Berbeda dengan Realisme yang cenderung mengambil objek yang dilator belakangi oleh kehidupan rakyat jelata, kesederhanaan, penderitaan dan sebagainya. Misalnya dua karya bergaya dan corak realisme berikut mewaliki kehidupan masyarakat kecil khususnya di Kabupaten Klaten seperti tampak pada gambar IV.10 berikut. Gambar IV.10 “Pekundi” 2004, Karya: Joko Temin 33th Realisme, Cat Minyak di Atas Kanvas, 80 x 80 cm Sumber: Katalog Pameran, 4-11 Juli 2004 commit to user 240 Lukisan bergaya Realisme berjudul “Pekundi” hasil karya Joko Temin, pria kelahiran Klaten, 29 Oktober 1979 yang berdomisili di Ngukiran, Jomboran, Klaten ini dapat dikatakan refleksi kehidupan masyarakat kecil pengrajin gerabah di Kecamatan Bayat, Klaten. Keseimbangan dalam komposisi lukisan ini tersusun secara diagonal dan dipadukan dengan didominasi warna coklat baik untuk objek pengrajin maupun latar belakang rumah. Unsur teksturnya terlihat pada sisa-sisa tanah liat yang berceceran dengan objek tembok teras rumah. Sementara irama dalam lukisan ini tidak begitu kentara, karena lukisan karya Joko Temin ini tidak menampilakan garis atau bidang yang kuat tetapi lebih menekankan pada suasana ketekunan kerja objek pengrajin, sehingga aksen-aksen pendukung yang lain tidak terlalu menjadi perhatian. Pelukisan suasana ketekunan kerja inilah yang menjadi nilai estetis tersendiri untuk sebuah karya Realisme. Hal senada seperti terdapat pada lukisan Realisme hasil karya Cak Min 39 th berikut ini. Gambar IV.11 “ Milihi Mbako ” 2005, Karya: Cak Min 39 th Realisme, Cat Minyak di Atas Kanvas, 60 x 70 cm Sumber: Foto Waluya, Juni 2012 commit to user 241 Kepiawaian Cak Min arek Jawa Timur kelahiran Sidoarjo, 18 juli 1973 yang kini bertempat tinggal di jalan Bayangkara 1 gang Pace no. 8, Todangan Klaten adalah dapat melukiskan objek-objeknya dengan detail dan membawa suasana seperti kenyataan yang sebenarnya. Sebagai contoh karya diatas yang berjudul “Milihi Mbako” 2005 yang melukiskan suasana beberapa perempuan buruh yang sibuk memilah-milih tembakau di halaman pabrik tembakau di wilayah Klaten. Cak Min ini menampilkan komposisi secara asimetris diagonal. Pembentukan diagonal dibentuk oleh jajaran objek wanita buruh itu sendiri, sedangkan untuk penyeimbang lukisan pelukis ini meyusun onggokan tembakau secara merata diseluruh bidang lukis. Dengan demikian onggokan-onggokan tembakau itu sekaligus membentuk irama-irama tersendiri. Penyusunan warna-warna dalam lukisan itu cenderung kontras, karena antara latar bawah tanah halaman pabrik, dinding-dinding pabrik dan motif baju para buruh berbasis warna merah kecoklatan dipadukan dengan warna- warna hijau tumpukan-tumpukan tembakau. Namun, Cak Min masih menampilkan satu kesatuan dalam lukisan itu dengan cara menebarkan warna-warnanya ke seluruh bidang lukis secara merata. Disamping susunan unsur-unsur tersebut, nilai-nilai estetis karya lukis realis Cak Min ini ditunjang oleh tekstur yang terlihat pada lembaran-lembaran tembakau dan tatanan bata pada dinding pabrik. Demikian juga pelukisan perspektif sangat jelas sekali terlihat pada objek-objek buruh perempuan antara yang di depan dekat dengan mata dengan yang dikejauhan, sehingga lukisan ini tampak luas walaupun ukuran lukisan ini sangatlah relatif kecil yang hanya berukuran 60 x 70 cm. commit to user 242 Masih juga berdekatan dengan corak Naturalisme adalah lukisan bercorak gaya Impresionisme. Sesuai dengan hakikatnya, Impresionisme cenderung melukiskan kesan keindahan saja. Misalnya, dua ka rya “Pasren” berikut ini sengaja disajikan dengan tema lukisan yang sama, yakni tentang gunung merapi untuk dianalisis dengan tata susun dan nilai estetisnya apakah ada persamaan atau perbedaan di dalam kedua lukisan berikut ini. Gambar IV.12 “Lembah Merapi” 2007, Karya: Kus Indratna 43th Impresionisme, Akrilik di Atas Kanvas, 70 x 90 cm Sumber: Foto Waluya, 10 Maret 2012 Lukis an Impresionisme yang berjudul “Lembah Merapi” 2007 hasil karya Kus Indratna 43 th di atas digarap dengan menggunakan akrilik di atas kanvas. Sesuai dengan karakteristik lukisan paham impresionisme, hasil karya pelukis yang juga seorang guru SMP kelahiran Klaten, 21 Maret 1969 yang beralamat di Metuk Lor, Tegalyoso, Klaten ini hanya menampilkan kesan-kesan objek dan cahaya saja tidak begitu jelas. Nilai estetis yang tampak pada lukisan ini adalah keseimbangan asimetris secara horizontal. Sebagai contoh adalah objek gunung merapi yang dilukiskan samar-samar tertutup awan. Sementara lembahnya dilukiskan dengan commit to user 243 menampilkan kesan cahaya begitu kuat yang berwarna oranye yang mengenai tanaman padi. Goresan-goresan khas impresionisme yang memiliki tekstur guratan kuas sangat kentara sekali. Irama dalam lukisan ini sedikit tampak objek-objek petani dan jajaran tumbuh- tumbuhan dikejauhan sama. Sementara kesatuan dalam lukisan ini tidak tampak, karena bidang atas sekitar objek gunung atau langit yang berbasis warna biru dan bagian bawahnya di dominasi warna oranye dan coklat. Sehingga, karya ini terasa terpisah antara bagian atas dan bagian bawah. Namun demikian, secara keseluruhan karya lukis Kus Indratna ini bisa menjadi contoh, bahwa paham Impresionisme dalam seni lukis modern tidak terlalu mementingkan sebuah kesatuan tetapi kesan yang asalah bisa menunjukkan bahwa itu sebuah bentuk objek secara sekilas. Senada dengan karya lukisan Kus Indratna ialah hasil karya Kapten Suwarto seperti tampak pada gambar IV.13 berikut ini. Gambar IV.13 “Pesona Merapi” 2007, Karya Kapten Suwarto 55 th Impresionisme, Cat Minyak di Atas Kanvas, 70 x 90 cm Sumber: Foto Waluya, 14 Maret 2012 commit to user 244 “Pesona Merapi” 2007 hasil karya seorang anggota TNI kodim 0723 Klaten yang beralamat di Asrama Gayamprit Klaten selatan ini sangat menonjolkan objek gunung merapi di wilayah Kabupaten Klaten. Kesan yang dihadirkan dalam lukisan ini adalah suasana petang hari, sehingga lukisan objek-objek pendukung yang lain seperti tumbuh-tumbuhan yang mengelilingi gunung tidak begitu tampak. Dengan demikian, kesan cahaya hampir tidak tampak sama sekali, karena pada setiap sisi bidang dan objek dalam lukisan ini diolah menggunakan warna hitam. Sementara keseimbangan asimetris ditampilkan dalam lukisan ini cenderung berat sebelah, karena bagian kiri terdapat banyak unsur tumbuh-tumbuhan yang menunjukkan irama tersendiri, sedangkan bagian kanan hanya menampilkan gundukan-gundukan dan pematang sawah. Oleh karena itu, nilai estetis dalam lukisan ini justru pada suasana kegelapannya dan pengolahan bentuk gunung merapi yang mengeluarkan awan panas dengan latar belakang gumpalan-gumpalan awan yang sangat ekspresif. Corak dan gaya lukisan berikutnya adalah Romantisme. Sesuai dengan paham Romatisme, tiga karya berikut ini masing-masing memiliki cerita di balik objek lukisan yang dibuat para pelukis “Pasren”, misalnya bercerita tentang kisah kehidupan, kehidupan politik, dan cerita budaya wayang. Pertama, lukisan karya GM Sudharta 66 th berjudul “Bapa, Ibu, lan Putra Kinasih” 2007 menceritakan kisah kehidupan pribadinya sendiri seperti tampak pada gambar IV.14 berikut ini. commit to user 245 Gambar IV.14 “Bapa, Ibu lan Putra Kinasih” 2007, Karya: GM Sudharta 66 th, Klasik-Romantisme, Cat Minyak di Atas Kanvas, 80 x 80 cm Sumber: Foto Waluya, 23 Januari 2012 Menurut pengakuan pelukis, sekaligus kartunis Harian “Kompas” yang sekarang bertempat tinggal di Perumahan Klaten Kencana ini merupakan kisah perjalanan kehidupan ritual dalam memeluk agama yang dulunya Katholik kemudian mendapat hidayah dan akhirnya mualaf beralih memeluk agama Islam sampai sekarang. Diceritakannya juga inspirasi lukisan tersebut merupakan gambaran dalam dogma Katholik “trinitas” tiga dalam satu yakni Bapa Allah, Ibu Bunda maria, Putra Yesus Kristus yang tersatukan melalui Rahul Kudus. Nilai estetisnya apabila dihubungkan dengan komposisi dalam lukisan itu dengan “trinitas” juga merupakan kesatuan dalam prinsip seni, yaitu kesatuan dari objek-objek, bidang-bidang, warna-warna dan tekstur. Bentuk lengkung menyerupai archade gereja; di samping menyatukan unsur-unsur seni tetapi sekaligus memberikan kesan keseimbangan simetris. Background lukisan yang juga dilukiskan commit to user 246 dalam lengkungan tersebut menunjukkan adanya irama ritmis dan kubistis menyatu dengan objeknya. Karya Romantisme kedu a adalah lukisan yang berjudul “Operasi Semar” 2007 hasil karya Jaya Adi 51 th, pelukis yang juga seorang guru SMA ini menceritakan perjalanann politik pemerintahan di Indonesia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gamba IV.15 berikut ini Gambar IV.15 “Operasi Semar” 2007, Karya: Jaya Adi 51th Romantisme, Cat Minyak di Atas Kanvas, 145 x 145 cm Sumber: Foto Waluya, 22 Maret 2012 Lukisan Romantisme hasil karya pelukis kelahiran Klaten, 3 Maret 1961 yang saat bertempat tinggal di Perumahan Griya Tiara Ardi blok B.11 Pandean, Ngadirejo, Kartosura ini cenderung menggunakan tata susun irama unsur seni secara merata dalam satu bidang lukis, yakni hampir semua dipenuhi oleh potongan lukisan wajah tokoh-tokoh presiden RI mulai dari Soekarno sampai SBY. Dengan demikian, lukisan karya pelukis yang mengaku pernah tayang acara di beberapa TV Swasta ini commit to user 247 secara tidak langsung, prinsip kesatuan dan keseimbangan sangat kentara sekali. Di samping itu pendominasian unsur coklat yang dipadukan dengan hitam dan putih; begitu juga ekspresi wajah-wajah para presiden semakin menambah nilai estetis dalam lukisan ini. Berbeda dengan karya Jaya Adi adalah lukisan hasil karya Sugito Slamet 50 th yang berjudul “Bima Melawan Naga Nemburnawa” 2004 seperti tampak pada gambar IV.16 di bawah ini Gambar IV.16 “Bima Melawan Naga Nemburnawa” 2004 Karya: Sugito Slamet 50 th, Romantisme, Cat Minyak di Atas Kanvas Sumber: Foto Waluya, 25 Maret 2012 Lukisan yang meceritakan sepenggal kisah pewayangan ini digarap dengan penuh ekspresi dan bersemangat oleh pelukis kelahiran Klaten, 10 Januari 1962 yang beralamat di Bendan, Jetis, RT 01X, Klaten. Hal ini dapat diperhatikan cara mengolah bahan cat minyak menjadi tekstur-tekstur sisik ular cipratan air dan awan mega. Objek Bima dan ular yang melilitnya apabila diperhatikan tampak membentuk commit to user 248 keseimbangan diagonal. Sementara unsur warna diolah dengan basis warna gelap, namun tampilan objek tetap memperlihatkan kesan gelap terang, tegas, semangat dan wibawa. Dengan demikian, tampilan warna itu malahan memperlihatkan adanya kesatuan yang harmonis secara keseluruhan objek dalam bidang lukis tersebut. Berbeda dengan lukisan sebelumnya, adalah lukisan bergaya Ekspresionisme. Lukisan gaya ini tidak berorientasi pada keindahan dan ketepatan meniru objek semata, tetapi lebih mementingkan ungkapan perasaan pelukisnya. Sebagai contoh, lukisan hasil karya Samina 40 th berjudul “Walk Together” 2003 mengawali analisis tata susun dan nilai estetis karya seni lukis “Pasren” yang bergaya dan corak Ekspresionisme seperti gambar IV.17 berikut ini. Gambar IV.17 “ Walk Together ” 2003, Karya: Samina 40 th Ekspresionisme, cat minyak di atas kanvas Sumber: Katalog Pameran, 4 - 11 Juli 2004 “Walk T ogether ” merupakan judul lukisan yang sangat unik. Keunikan karya pria kelahiran Klaten, 7 Juli 1972 adalah antara judul dengan objek lukisan terkesan tidak ada hubungan keduanya. Walk together apabila diterjemahkan kedalam bahasa commit to user 249 Indonesia artinya “berjalan bersama”. Kata “bersama” dalam bahasa Indonesia menunjukkan artii jamak, banyak atau lebih dari satu, tetapi pada lukisan itu objeknya hanya seorang bocah saja. Dengan demikian menunjukkan, bahwa makna ekspresionisme tidak mementingkan bentuk saja, tetapi lebih mementingkan ekspresi atau ungkapan perasaan pelukisnya. Kepiawaian Samino dalam menggarap karya lukisnya adalah keberanian meletakkan objek utama yang berupa potret seorang bocah memenuhi ruang sisi bagian kanan bidang lukis. Namun demikian, bukan berarti lukisan hasil karya pelukis yang bertempat tinggal di dukuh Birin RT 0204 Mlese, Gantiwarno, Klaten ini berat sebelah atau tidak memiliki keseimbangan, karena penyeimbang bagian sisi kiri diperbanyak dengan bentuk-bentuk objek kecil beraneka ragam sekaligus sebagai background lukisan. Keunikan yang lain dalam lukisan ini tampak pada tekstur dan irama yang diwujudkan melalui teknik goresan-goresan cat yang terasa kuat sekali. Kesatuannya terlihat pada tampilan warna yang berbasis warna merah diolah dan dipadukan dengan hijau, coklat dan hitam secara merata keseluruh bidang lukis. Dengan demikian nilai estetis dalam lukisan ini justru terletak pada pemahaman terhadap perpaduan antara teknik goresan dan ekspresinya. Karya Ekpresionisme berikutnya adalah lukisan yang menggambarkan kehidupan ritual keagamaan hasil karya pelukis asal Kraguman RT. 1608 Jogonalan, Klaten yang bernama Yoyok WD Besur 40 th commit to user 250 Gambar IV.18 “Ndonga” 2003 Karya: Yoyok WD Besur 40 th Ekspresionisme, Cat Minyak di Atas Kanvas Sumber: Foto Waluya, 27 Maret 2012 Walaupun karya di atas dilukiskan dengan teknik hitam putih saja, namun karya lukis itu justru menambah keberagaman karya seni lukis “Pasren”. Senada dengan karya Ekpsresionisme sebelumnya, lukisan hasil karya pria kelahiran Klaten, 20 Mei 1972 ini juga memiliki keunikan tersendiri. Keunikan yang dimaksud adalah di samping keberanian pelukis tampil beda untuk meniadakan warna-warni seperti layaknya karya lukis pada umumnya, pelukisnya juga bisa mengolah bahan dengan baik sehingga betu-betul bisa membawa suasana para biksu agama budha dalam melakukan ritual keagamaan pada kegelapan malam. Demikian juga keberanian menampilkan keseimbangan yang tidak simetris sehingga menambah keunikan karya lukis tersebut. Oleh karena itu nilai estetis karya seni lukis ini terletak pada pengolahan bahan hitam putih menjadi tekstur semu ditambah unsur perspektif objek biksu yang sangat kuat. commit to user 251 Ekpresi kesabaran wong cilik orang kecil terdapat pada karya Rosana 37 th berjudul “ Nganyam Rotan ” 2003 yang dilukiskan dengan teknik cat minyak di atas kanvas, seperti terlihat pada gambar IV.19 berikut ini Gambar IV.19 “ Nganyam Rotan” 2003, Rosana 37 th Ekspresionisme, Cat Minyak di Atas Kanvas Sumber: Foto Waluya, 18 Maret 2012 Mengamati lukisan Ekspresionisme hasil karya pelukis wanita kelahiran Klaten, 5 oktober 1975 ini yang menarik adalah ekspresi objek orang perempuan tua yang sedang menganyam sebuah produk kerajinan rotan dengan tekun. Di samping itu goresan cat minyaknya yang digunakan untuk melukiskan guratan-guratan wajah dan draveri lipatan-lipatan baju menambah keunikan daya tarik pula. Bahkan, menurut wanita yang bertempat tinggal di Jalan Cempaka No.21 Klaten ini, bahwa keindahan mimik wajah seseorang menjadi tantangan dalam melukis. Nilai estetis lukisan ini terletak pada tekstur background dan bentuk anyam-anyamannya. Namun ditinjau dari segi tata susunnya mengambil keseimbangan asimetris karena objek- objek dalam lukisan itu. commit to user 252 Corak dan gaya lukisan berikutnya adalah merupakan penggabungan dua dunia nyata dan dunia mimpi atau imajinasi berwujud gaya Surealisme. Mengawali analisis lukisan Sure alisme para pelukis “Pasren” adalah hasil karya Sigit GP 49 th yang berjudul “Sebuah Harapan” 2003. Karya ini melukiskan sosok seorang manusia yang sedang menengadahkan tangannya ke atas seperti sedang memohon atau mengharap kedamaian dunia yang ditandai dengan objek bumi dengan pemadangannya dan dua ekor burung terbang. Background lukisan terasa sangat luas. Secara aereal perspektif, berobjek tanah retak menyatu dengan langit mengharu biru nan luas sehingga terasa terkesan tiga dimensinya. Gambar IV.20 “Sebuah Harapan” 2003 Karya: Sigit GP 49 th Surealisme, Cat Minyak di Atas Kanvas Sumber: Foto Waluya Sebagaimana gambar IV.20 diatas, lukisan Surealisme hasil karya pelukis kelahiran Wonogiri, 10 Juni 1963 yang beramalat di Klampokan, Granting, Jogonalan, Klaten ini keindahannya terletak pada teknik pengolahan cat minya yang commit to user 253 terasa begitu halus dan keharmonisan perpaduan warna yang berbasis warna biru dan hijau. Tekstur lukisan terletak pada objek latar belakang tanah yang retak-retak dan draferi pada bagian paling atas bidang lukis. Demikian juga keindahan yang terletak pada keseimbangan dalam lukisan ini diawali dengan keseimbangan simetris kemudian secara dinamis mengarah keatas menjadi tidak simetris. Sesuai dengan paham lukisan Surealisme karya lukisan ini sangat erat sekali persentuhan objek-objek realis dan non realis imajinatif menjadi satu kesatuan bentuk suasana kesemestaan ciptaan Tuhan. Kesatuan kesemestaan semacam ini juga terlihat pada karya Phepen Parjimin yang bertempat tinggal di Karanganom, Klaten seperti terlihat pada gambar IV.21 berikut ini. Gambar IV.21 “Menyatu” 2004, Karya: Phepen Parjimin Surealisme, Cat Minyak di Atas Kanvas Sumber: Katalog Pameran, 28 Juli – 2 Agustus 2005 commit to user 254 Mengamati dan mengapresiasi lukisan diatas, tampak kepiawaian pelukisnya mengolah bahan cat minyak dapat membawa pengamatnya ke alam cerita khayal yang sedikit menakutkan sehingga karakter surealismenya sangat terasa sekali. Sesuai dengan judulnya, maka dalam lukisan itu sampai tidak terlihat lagi antara batas objek dan background nya walaupun unsur warnanya terjadi kekontrasan antara unsur warna merah dan coklat dengan unsur warna biru. Keindahan lukisan itu terlihat pada tekstur yang digoreskan secara detail terlihat pada semua objek dan seluruh bidang lukis. Di samping itu, struktur dalam lukisan ini juga hampir tidak terlihat, namun kalau di perhatikan dengan seksama, lukisan ini memiliki keseimbangan simetris dengan sentral ditengah berupa kepala manusia khayal tanpa badan seperti jenglot di Kalimantan atau glundung pringis kalau di Jawa. Karya lukis Surealisme berikut ini juga senada dengan karya Phepen di atas, khususnya mengenai tekstur yaitu karya Hery Cahyono 34 th berjudul “Tak Ada Gading yang Tak Retak ” 2005. Lukisan Surealisme karya pelukis “Pasren” kelahiran Ngawi, 22 Februari 1978 yang dulu pernah tinggal di Klaten dan kini pindah ke kampung Kuningan Jalan Asti, Blok F.17 Jogyakarta ini boleh dikatakan lukisannya full tekstur, karena seluruh bidang lukis baik objek dan background nya digoreskan dengan cat minyak yang membentuk unsur-unsur tekstur semua. Untuk melihat keunikan –keunikan dari lukisan yang dimaksud, maka dapat diperhatikan pada gambar IV.22 berikut ini. commit to user 255 Gambar IV.22 “Tak Ada Gading yang Tak Retak” 2005 Karya: Hery Cahyono 34 th, Surealisme, Cat Minyak di Atas Kanvas, 70 x 97 cm Sumber: Foto Waluya Bentuk objek potongan gading gajah dilukiskan menguasai hampir seluruh bidang lukis yang membentang secara horizontal dari kanan ke kiri. Sementara penyeimbang dalam lukisan ini diberikan bentuk objek matahari di atasnya yang bertuliskan “Allah” secara samar-samar. Tampaknya pelukis ini tertarik pada goresan tekstur ingin menunjukkan kesan “retak” dengan analogi kata retak dalam sebuah peribahasa “tiada gading yang tak retak”. Nilai estetis tidak hanya terdapat bentuk tekstur semata, tetapi pemilihan warna-warna haromonis secara analogus dari unsure coklat, ungu, hijau dan kuning, sehingga lukisan ini tampak menyatu dalam pewarnaan. Berbeda lagi dengan lukisan berikut yang bercorak gaya Kubisme. Lukisan gaya ini menapilkan bentuk bidang-bidang geometris untuk menghasilkan sebuah objek lukisannya. Sebagai contoh lukisan yang berjudul “Panglima Sudirman” 2007 hasil karya Ansori 51 th. Karya lukiss ini memiliki ciri kubistis yang sangat jelas seperti tampak pada gambar IV.23 berikut ini. commit to user 256 Gambar IV.23 “Panglima Sudirman” 2007, Karya: Ansori 51 th Kubisme, Mozaik, Pecahan Keramik 70 x 45 cm Sumber: Foto Waluya, 12 Januari 2012 Lukisan Kubisme hasil karya pria kelahiran Gombong, 17 Desember 1961 yang kini menjabat ketua “Pasren” ini dikerjakan dengan teknik mozaik menggunakan bahan potongan-potongan keramik ini sangat detail dalam mengolah bahan dan bentuk-bentuk kubistisnya dan garis-garisnya sangat kuat. Dengan demikian karya ini termasuk unik karena kreativitas pelukisnya untuk memanfaatkan barang bekas sebagai media melukisnya tetapi ternyata dapat menangkap sosok tokoh Panglima Sudirman secara persis ke atas bidang lukis. Walaupun dari sisi struktur keseimbangan dan kesatuan warna kurang begitu tampak namun karena karya lukis ini didukung oleh susunan garis-garis dan bentuk- bentuk kubistis yang ritmis, maka lukisan ini terkesan utuh secara keseluruhan. Oleh karena itu, lukisan hasil karya pelukis yang rumah kediamannya di Jalan Cemara No.14 Klaten dijadikan sek retariat “Pasren” ini semakin menambah kekayaan keragaman corak dan gaya seni lukis di organisasi “Pasren”. commit to user 257 Keunikan karya seni lukis kubisme yang lain adalah lukisan berjudul “Ular Tangga ” 2005 hasil karya Budi Budex‟ 38 th yang melukiskan papan permainan ular tangga, seperti tampak pada gambar IV.24 berikut ini. Gambar IV.24 “Ular Tangga” 2001, Karya: Budi Budek‟s 38 th Kubisme, Akrilik di Atas Kanvas, 100 x 100 cm Sumber: Katalog Pameran, 28 Juli – 2 Agustus 2005 Keunikan lukisan diatas terletak pada susunan bidang-bidang ritmis sebagai background dan berbagai unsur bentuk simbol-simbol petunjuk permainan. Keseimbangan lukisan karya pria kelahiran Semarang, 12 November 1974 yang bertempat tinggal di Cungkrungan belakang kantor negeri pengadilan Klaten ini hampir tidak tampak, karena keseluruhan bidang lukis memuat berbagai bentuk bidang dan simbol-simbol permainan seperti telah disebutkan di atas secara merata. Hal ini justru berbalikan dengan kesatuannya yang sangat jelas. Kesatuan dalam lukisan ini tampak pada persamaan bentuk bidang-bidang atau bentuk-bentuk unsur simbol dan pewarnaan yang tertata secara merata dan berimbang di seluruh bidang commit to user 258 lukis. Bahkan, warna-warna yang dipakai pun hampir semua jenis warna dilukiskan dalam karya ini. Berbeda dengan lukisan hasil karya Suwardi Harris 57 th berjudul “Pengorbanan” 2006 yang menampilkan keseimbangan dan kesatuan secara jelas seperti tampak pada gambarIV.25 berikut ini. Gambar IV.25 “Pengorbanan” 2006, Karya: Suwardi Haris 57 th Kubisme, Cat Minyak di Atas Kanvas, 70 x 70 cm Sumber: Foto Waluya, 15 September 2011 Lukisan karya kaligrafi yang bergaya Kubisme hasil karya pria kelahiran Klaten, 14 Juli 1955 di atas memperlihatkan garis-garis dan bidang-bidang yang sangat kuat dan ekspresif. Penguatan ini tampak pada goresan dan tulisan kaligrafi yang berwarna putih dan bentuk-bentuk bidang sebagai background nya. Bidang- bidang itu disusun secara ritmis dengan menerapkan teori keseimbangan simetris dan untuk mengurangi kebosanan sedikit divariasikan dengan asimetris secara keliling merata. Dengan demikian, lukisan hasil karya seorang guru SMA yang kini commit to user 259 bertempat tinggal di Ngingas Kidul RT. 0305 Bareng Lor, Klaten Utara ini memiliki nilai estetis tersendiri, karena kepiawaiannya memadukan antara bentuk kaligrafi dengan bentuk-bentuk kubistis secara apik walaupun tidak jelas hubungannya kedua itu, tetapi setidaknya karya itu dapat memperkaya keragaman hasil karya seni lukis di dalam organisasi “Pasren”. Perbedaan corak dan gaya yang terakhir dalam pembahasan keragaman karya seni lukis “Pasren” adalah Abstrakisme. Di dalam organisasi “Pasren” ditemukan dua jenis karya seni lukis bercorak gaya abstrakisme yakni Abstrak-Kubisme dan Abstrak Non-objektivisme. Karya lukis abstrak kubisme paling jelas tampak pada lukisan sederhana hasil karya Adi Prawito yang berjudul “Pencarian” 2010, karena bentuk abstraknya hanya berupa bidang segitiga yang meguasai bidang lukisnya. Abstrak-Kubisme yang dilukiskan dengan sangat sederhana itu tentu saja mudah dipahami nilai estetisnya dari segi struktur, karena berkecenderungan menyerupai karya komposisi dalam teori desain. Dengan demikian lukisan hasil k arya pelukis “Pasren” yang bertempat tinggal di Sleman, Bonyokan, Jatinom, Klaten ini memiliki prinsip-prinsip desain secara jelas pula. Berdasarkan teori desain dan prinsip desain tersebut memiliki keseimbangan simetris sentral dan diagonal. Kejelasan keseimbangan lukisan ini karena terdapat bentuk segitiga sama sisi yang dilukiskan dengan besar menguasai hampir seluruh bidang lukisnya dan didukung atau dipadukan dengan bentuk background nya yang membelah empat bidang lukisnya juga. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat gambar IV. 26 berikut ini. commit to user 260 Ga mbar IV.26 “Pencarian” 2010, Karya: Adi Prawito Abstrak-Kubisme, Cat Minyak di Atas Kanvas, 100 x 150 cm Sumber: Foto Waluya, 10 Januari 2012 Kesederhanaan karya Adi Prawito di atas memudahkan pula dalam memahami irama dan kesatuannya. Irama pada lukisan ini tampak pada susunan satu bentuk segitiga dan empat bentuk persegi pajang saja. Sementara kesatuan dalam lukisan ini bukan terdapat pada susunan unsur warna, tetapi terdapat pada bidang segitiga yang ketiga sudutnya menyentuh keempat bidang yang menjadi background nya. Berbeda dengan lukisan karya Bambang Pujiono 52 th berjudul “ Power ” 2007 keabstrakannya kental sekali, namun bentuk kubismenya tetap terlihat secara samar-samar. Untuk lebih jelasnya karya tersebut dapat dilihat pada gambar IV. 27 berikut ini. commit to user 261 Gambar IV.27 “Power” 2007, Karya: Bambang Pujiono 52 th Abstrak Non-Objektivisme, Cat Minyak di Atas Kanvas, 100 x 100 cm Sumber: Katalog Pameran, 13 – 19 Januari 2008 Bagi orang awam seni, kemungkinan lukisan abstrak seperti pada gambar diatas tidak menarik karena hanya terlihat goresan kuas secara bebas dan kasar. Namun sebenarnya justru nilai estetis lukisan ini terletak pada goresan yang tampak seperti asal-asalan itu. Secara keseluruhan lukisan Asbtrak-Non objektivisme hasil karya pelukis “Pasren” kelahiran Surabaya, 13 April 1960 yang kini beralamat di Mayungan, Klaten ini hampir semua bernuansa abstrak baik dari segi unsur garis, bidang dan warna-warnanya. Demikian juga teknik pewarnaan, bahkan cenderung kasar sehingga menambah keabstrakannya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan nilai estetis pelukis lulusan ISI Jogjakarta ini memerlukan kepekaan seni yang memadai. Sebagai contoh, kesatuan dalam lukian ini tidak begitu terlihat karena susunan antara garis, bidang, dan warnanya hampir tidak mempertimbangkan teori-teori komposisi pada umumnya. Maka, kesatuan lukisan ini justru terletak pada ketidakteraturan commit to user 262 susunan unsur-unsur visual itu sendiri. Begitu juga dalam prinsip keseimbangan dan irama dalam lukisan ini sama sekali tidak tampak jelas. Keseimbangan menunjukkan asimetris yang jelas iramanya lukisan ini terletak pada goresan garis-garis bebas dan unsur tekstur yang tersusun secara bebas di seluruh bidang lukis. Sementara unsur kubismenya tampak pada bidang hasil persilangan-persilangan antar garis yang digoreskan dengan bebas spontan dan liar. Disisi lain, jenis Abstrak-Non objektivisme memiliki karakteristik yang berbeda dengan Abstrak-Kubisme seperti telah diuraikan di atas. Sebagai contoh karya Pitut Saputra 33 th berjudul “Potret Nagari” 2005 seperti tampak pada gambar IV. 28 dibawah ini. Gambar IV.28 “Potret Nagari” 2005, Karya: Pitut Saputra 33 th Abstrak Non-Objektivisme, Cat Minyak di Atas Kanvas Sumber: Katalog Pameran, 28 Juli-2 Agustus 2005 Lukisan Abstrak-Non objektivisme di atas sangat berbeda sekali dengan karya abstrak sebelumnya, terutama dari segi bentuk, teknik dan pewarnaannya yang cenderung eksperimental. Oleh karena itu, struktur dalam lukisan ini lebih tidak jelas commit to user 263 lagi dibandingkan dengan karya-karya abstrak sebelumnya, tetapi bukan berarti tidak memiliki nilai estetis seni sama sekali. Nilai estetis lukisan hasil karya pelukis kelahiran Klaten, 26 Mei 1979 yang beralamat di Kuncen No. 75 Delanggu, Klaten ini terletak pada permainan tumpahan dan cipratan cat minyak secara eksperimental yang terkesan tak terkendali dan liar. Namun demikian keliaran tumpahan dan cipratan cat itu justru malah membentuk sesuatu komposisi secara bebas pula baik dari segi kesatuan, keseimbangan, dan iramanya. Mengamati lukisan karya Pitut Saputra itu secara keseluruhan juga harus memerlukan kecermatan dan kepekaan estetis pula. Berdasarkan hasil pengamatan mendalam lukisan ini menerapkan keseimbangan asimetris diagonal. Hal ini tampak pada penguatan lelehan cat hitam yang melintang antar sudut kiri atas sampai sudut kanan bawah. Sementara irama ritmis berupa garis-garis lembut hitam juga yang divariasikan dengan cipratan warna putih yang menguasai bidang lukis tampil sebagai center of interest pusat perhatian. Dengan demikian, lukisan ini tampak menyatu, karena perpaduan semua unsur cat yang disatukan dengan ba ckground warna oranye dan kuning. Sebagai contoh karya Abstrak-Non objektivisme yang lain adalah lukisan berjudul “Dini” 2005 hasil karya Satya Budi Santosa yang beralamat di Karanganom, Klaten sebagaimana tampak pada gambar IV.29 berikut ini. commit to user 264 Gambar IV.29 “Dini” 2005, Karya: Satya Budi Santosa Abstrak Non-Objektivisme, Cat Minyak di Atas Kanvas, 100 x 100 cm Sumber: Katalog Pameran, 28 Juli – 2 Agustus 2005 Dibandingkan dengan karya-karya lukis sebelumnya, karya di atas tampak berbeda dari segi teknik pengerjaannya yang sangat halus. Dengan kehalusannya tersebut terkesan menampilkan objek cahaya yang berbaur dengan objek-objek lain menyerupai kain atau plastik yang meliuk, melambai bagai ditiup angin. Kesan lain yang bisa ditangkap dari karya lukis ini tampak tiga dimensi, karena penguatan background warna biru diolah menyerupai cahaya langit yang sangat kuat. Lukisan ini memiliki keseimbangan diagonal dari sudut kiri atas meliuk-liuk ke kanan bawah. Irama yang diterapkan dalam lukisan ini hampir tidak jelas, karena tidak memiliki pengulangan unsur garis. Namun, apabila diamati dan diperhatikan dengan seksama irama dalam lukisan ini terletak pada bentuk liukan kain dan hiasan warna langit yang samar-samar. Dengan demikian, kesatuan dalam lukisan ini sangat kentara. Hal ini dapat di perhatikan pada komposisi warnanya antara biru dan hijau yang disusun merata keseluruh bidang lukis dan sedikit warna lain seperti coklat dan merah yang bisa dianggap sebagai pemecah suasana tenang dalam lukisan tersebut. commit to user 265

4.3.3 Makna-makna Keperbedaan dalam Keragaman Karya Seni Lukis “Pasren”