Konsep Penciptaan Seni Lukis

commit to user 79 Setelah menguasai konsep penciptaan, maka untuk mewujudkannya menjadi sebuah karya, seorang pelukis melakukan proses penciptaan. Proses penciptaan karya seni lukis merupakan serangkaian langkah kerja seorang pelukis yang ditunjang keterampilan berkarya, yang diawali dari penghyatatan terhadap objek lukisan sebagai sampai melahirkan sebuah karya seni lukis. Akhirnya, karya seni lukis yang dihasilkan akan memiliki struktur seni yang mengacu pada kaidah-kaidah seni rupa. Kaidah-kaidah seni rupa merupakan ketentuan yang sebaiknya diikuti dalam mengolah unsur-unsur seni rupa sehigga menandi sebuah karya seni lukis yang memiliki nilai estetis dan menarik perhatian.

2.4.2.1 Konsep Penciptaan Seni Lukis

Agar dapat menghasilkan sebuah karya seni lukis, terlebih dulu seorang pelukis memiliki ide atau gagasan yang hendak diungkapkan ke atas bidang lukisnya. Syarat kedua, harus memiliki keterampilan berkarya seni lukis. Tidak jarang seorang pelukis merasa kecewa dan tidak puas dengan karya yang dibuatnya, karena ternyata ia kurang terampil untuk menghasilkan lukisan yang sesuai dengan yang dibayangkan. Dengan demikian, yang menggerakkan seorang pelukis untuk berkarya pada umumnya, perlama-tama ia harus mempunyai gagasan, pikiran, atau perasaan yang hendak diungkap, sama seperti hendak menulis, orang harus nempunyai masalah yang hendak ditulisnya. Ide atau gagasan dapat terbentuk karena rangsangan dari luar, misalnya oleh pemandangan yang indah. Peristiwa di sekeliling seorang pelukis juga dapat memberi penghayatan yang mengesankan jika ia peka terhadapnya. Penghayatan commit to user 80 yang sejati merupakan hasil dorongan hati yang bercipta atau kreatif. Penghayatan, kata Dewey adalah hasil, tanda, dan ganjaran interaksi antara manusia dan lingkungannya; jika berlangsung dengan tuntas, maka interaksi itu akan berubah, wujudnya menjadi keikutsertaan dan komunikasi Sakri, 1990: 17. Kepekaan seorang pelukis terhadap lingkungannya membuat interaksi dengan peristiwa yang sederhana menjadi penghayatan yang sejati baginya. Ia dapat tergugah hatinya oleh peristiwa yang bagi kebanyakan orang tidak menarik; misalnya oleh seekor kucing yang sedang tidur, atau bangkai ayam yang tergeletak pada tumpukan sampah. Ide atau gagasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsangan yang datangnya dari dalam diri sendiri. Dalam hal itu, pengalaman masa lalu yang tersimpan dalam ingatan digunakan sebagai bahan untuk melahirkan gagasan baru, baik berupa bentuk yang meniru alam maupun yang sama sekali khayalan dari dunia impian. Namun, gagasan saja belum cukup untuk menghasilkan sebuah karya seni lukis. Untuk berkarya lukis diperlukan adanya desakan batin yang mendorong seorang pelukis untuk beraktivitas, yakni untuk melahirkan gagasan menjadi sebuah karya seni lukis. Penghayatan mengenai gagasan itu harus cukup kuat, sehingga desakan batin tidak dapat dibendung dan mendorong seorang pelukis untuk menghasilkan karya-karya lukis yang berkualitas dan berkarakter. Tanpa desakan batin tersebut gagasan akan tetap tersimpan dalam otak untuk beberapa lamanya, kemudian menghilang dan terlupakan. Selama berkarya, akan terjadi pergumulan antara pelukis dengan subject matter karya yang sedang dikerjakannya. Karya yang diciptanya akan commit to user 81 merangsang penghayatan baru padanya. Sebagai jawaban atas rangsangan itu, seorang pelukis kemudian memberikan tanggapannya yang berupa perbaikan dan penyempumaan pada karyanya. Perubahan dan perbaikan itu nnembangkitkan rangsangan baru kepadanya, dan kembali ia menanggapinya. Demikianlah komunikasi antara karya dan pelukisnya berlangsung timbal-balik. Interaksi timbal- balik itu akan berakhir, ketika rangsangan dan tanggapan telah menjadi sama. Ia menilai dan mengupas karyanya sendiri, memperbaikinya, mengupasnya kembali, dan seterusnya sampai karya itu dianggapnya selesai ka- rena ia merasa puas. Ketika seorang pelukis sudah merasa puas dengan karyanya, maka ia tidak melihat atau merasa lagi adanya hal yang masih perlu diperbaiki atau disempurnakan. Proses itu menimbulkan kenikmatan seni atau kenikmatan estetis bagi si penciptanya. Biasanya seorang pelukis sudah menentukan sebelumnya proses yang akan dipakainya untuk berkarya. Demikian pula ia sudah memilih bahan bakunya. Pengolahan bahan akan menampilkan sifat bahan itu, yang dikendalikan oleh pikiran dan perasaannya. Bahan itu pun berubah menjadi perantara bagi pelukis, yang menayangkan perasaannya. Bahan dari kayu akan tetap tampak sebagai kayu, tetapi bagi seorang pelukis tidak lagi seperti wujudnya yang semula, mela- inkan berubah sebagai objek kayu yang mengandung getaran jiwanya. Namun demikian, pengolahan bahan baku itu tidak akan menjadi sebuah karya lukisan yang baik dan bernilai diperlukan sarana penunjang untuk mengekspresikannya. Jadi, salah satu faktor yang mempengaruhi proses kreatif ialah faktor sarana, fasilitas alat-perkakas dan segala hal yang berhubungan dengan commit to user 82 kemudahan-kemudahan dalam pekerjaan seorang pelukis. Hanya dengan tersedianya sarana dan fasilitas yang baiklah maka akan terwujud suatu karya seni lukis yang baik, bernilai dan menarik. Oleh karena itu, dengan segala kemampuannya, maka seorang pelukis pada akhirnya akan menentukan sarana apa yang akan dipakai untuk menyelenggarakan proses kreatifnya, ketetapan pilihan ini terjadi karena seluruh sistem mekanisme yang dimilikinya memang mengarahkan begitu. Dengan demikian, perwujudan ide atau gagasan yang bersumber dari kepekaan terhadap lingkunggannya dan mengolah bahan baku yang ditunjang oleh sarana yang memadai tersebut, maka akan menghasilkan sebuah karya seni lukis memuaskan seorang pelukis dalam berkarya.

2.4.2.2 Proses Penciptaan Seni Lukis