commit to user
64
demikian, seni lukis termasuk bahasa rupa dapat menjadi alat bantu untuk menyampaikan pesan dari seorang pelukis kepada orang lain, agar mereka mendapat
respon atas karya-karya lukisan yang dihadirkan. Apapun bentuk corak dan gaya dalam seni lukis yang dihadirkan tersebut, sebagai bagian dari kesenian tidak dapat
terlepas dari masyarakat pendukungnya. Sebagaimana Umar Kayam 1981: 38 menyatakan:
“Kesenian tidak pernah lepas dari masyarakat. Sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreativitas dari kebudayaan
itu sendiri. Masyarakat yang menyangga kebudayaan dan dengan demikian juga kesenian mencipta, memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan,
mengembangkan untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru lagi ”.
Oleh karena itu, interaksi antara seniman dengan pemirsanya sangat dibutuhkan demi peningkatan karya lanjutannya. Interaksi ini dapat berbentuk kritik
atau apresiasi. Sebagaimana dikatakan Sedyawati 2000: 129, “Bagi seniman, kritik
adalah suatu imbalan atas jerih payahnya. Alangkah sia-sianya suatu usaha terasa, jika tiada satu patah kata pun diucapkan pujian maupun celaan, dapat diharapkan
untuk merangsang percobaan-percobaan selanjutnya ”.
2.3.2.3 Seni Lukis Sebagai Pengirim Tanda
Berkaitan dengan komunikasi, seperti telah disinggung sebelumya, dapat dipahami, bahwa seorang pelukis sebagai makhluk sosial pada hakikatnya adalah
manusia ingin berkomunikasi dengan sesamanya. Untuk menyampaikan suatu maksud agar bisa diterima orang lain, maka secara konsensus dapat dilakukan
melalui simbol-simbol tertentu dalam berkomunikasi melalui karya-karya lukis yang diciptakannya. Dengan melihat tanda-tanda yang terdapat pada bingkai karya
commit to user
65
seninya, maka dapat diketahui makna simbolis yang terkandung di balik keindahan dan keunikan karya seni itu, setidaknya berupa nilai pesan yang ingin disampaikan.
Karya seni lukis Indonesia yang bernilai simbolis pertama kali ditemukan pada jaman batu tengah
messolithikum
berupa lukisan “Babi Hutan yang Kena Panah” dan lukisan “Cap-cap Tangan” di dinding gua Leang-leang di Sulawesi Selatan
Soekmono, 1973: 48. Lukisan dinding gua dari Sulawesi Selatan itu rupanya bukan satu-satunya dari jaman
mesolithikum
yang terdapat di Indonesia, misalnya lukisan yang menggambarkan lambang-lambang nenek moyang pada dinding-dinding gua di
Irian Jaya Yudoseputro, 2008: 34. Di samping itu, lukisan yang berupa pahatan serta hiasan pada bagian-bagian rumah adat dan barang kerajinan seperti pada
tembikar mulai didibuat pada jaman batu muda atau
neolithikum
dan jaman batu besar atau
megalithikum
Dharmawan, 1988: 146. Setelah terjadi kontak budaya dan agama Hindu dan Budha dari India melalui jalur perdagangan, maka seni lukis
berkembang dengan pengaruh kedua agama tersebut dalam bentuk seni feodal yang dikuasai oleh raja atau kaum bangsawan, misalnya lukisan-lukisan relief yang
dipahatkan pada dinding candi, ornamen-ornamen yang dilukiskan pada bangunan istana raja atau bangsawan, dan sebagainya.
Demikian juga, dengan hadirnya agama Islam di Indonesia telah memperkenalkan suatu pandangan
religius monotheisme
yang berdampak munculnya seni lukis bernafaskan Islam, yang menjadi kekuatan pembebasan spiritual terhadap
bentuk ketahayulan dan
kemusyrikan
Rizali, 2000: 2, misalnya ragam hias motif Islam yang dilukiskan pada kain batik, lukisan kaligrafi Arab yang dipahatkan pada
bangunan masjid dan sebagainya. Akhirnya, ketika seni lukis bersentuhan dengan
commit to user
66
budaya Barat melalui penjajahan bangsa Belanda, maka munculah corak dan gaya seni lukis modern. Corak dan gaya seni lukis modern inilah yang menjadi pijakan
perkembangan persenilukisan di Indonesia sampai sekarang. Dengan demikian, sejak jaman prasejarah hingga sekarang dapat diketahui,
bahwa tanda-tanda yang terdapat pada setiap karya seni lukis yang diciptakan seniman sebenarnya merupakan bentuk simbolis untuk berkomunikasi kepada
pengamatnya. Berkomunikasi yang dimaksud artinya memperhatikan keadaan ekstra-semiotis. Fakta, bahwa keadaan itu dapat diterjemahkan ke dalam term-term
semiotis, tidak menyingkirkan kesinambungan kehadirannya dalam berbagai latar belakang fenomena yang meliputi produksi tanda. Dengan kata lain, signifikasi
dilawankan dengan kerangka jejaring umum kondisi-kondisi material, ekonomis, biologis, dan fisik yang sementara komunikasi terjadi di dalam kondisi-kondisi itu
Eco, 2009: 236-237. Artinya, bahwa fakta-fakta yang terjadi di masyarakat akan memberikan kontribusi terbentuknya suatu tanda. Dalam hal ini, seorang pelukis
akan mengaktualisasikan fenomena budaya yang dilihat dan amatinya melalui goresan ekspresi di atas kanvas.
Berdasarkan pengamatan terhadap fenomena budaya tersebut dapat memunculkan permasalahan, mengapa hasil karya seni lukis dapat menjadi tanda-
tanda simbolis kehidupan masyarakat dan diperlukan teori tafsir sebagai upaya cara memaknai tanda-tanda simbolis tersebut. Oleh karena itu, secara khusus dalam kajian
budaya, untuk menganalisis sebuah karya seni lukis dibutuhkan teori tentang tanda yang disebut semiotika. Semiotika adalah suatu model dari ilmu pengetahuan sosial
commit to user
67
untuk memahami dunia sebagai sitem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut „tanda‟ Hamdani, 2008: 87.
2.3.3 Keberadaan Seni Lukis dalam Kajian Ilmiah