Kesulitan-kesulitan dalam Penerjemahan Tinjauan Pustaka

34

4. Kesulitan-kesulitan dalam Penerjemahan

Secara umum hanya ada dua macam kesulitan yang biasanya dihadapi oleh penerjemah, yaitu kesulitan dari segi linguistik dan non linguistik. Namun Catford 1991:32 secara lebih khusus mengatakan bahwa aspek non linguistik yang dimaksud adalah kesulitan budaya. „Linguistic untranslatability, he argues, is due to difference in the source language and target language, whereas cultural untranslatability is due to the absence in the target language culture of relevant situational for the source language text‟. Secara lebih rinci kesulitan-kesulitan dari aspek linguistik kebahasaan meliputi: penguasaan bahasa sumber dan bahasa sasaran, yang mencakup tataran makna leksikal, gramatikal, kalimat, situasional, penggunaan ejaan, kesulitan pada tataran idiomatik, rank-shift makna, sosiolinguistik, politikolinguistik, biolinguistik, dan lain-lainnya yang terkait dengan makna. Selanjutnya, apabila seorang penerjemah telah memahami sepenuhnya seluruh isi atau pesan yang tertulis dalam teks asli, ia masih dihadapkan dengan masalah lain yaitu aspek kebahasaan dalam bahasa sasaran, yang meliputi: mencarikan padanan yang sesuai dengan situasi teks aslinya, ragam dan gaya bahasanya dan keindahan Soemarno, 1997: 6. Kesulitan menerjemahkan yang ke dua adalah kesulitan non linguistik, yaitu budaya. Kesulitan budaya yang dimaksud adalah segala hal yang terkait dengan budaya, diantaranya meliputi mental fisik dan psikispsikologis, geografis, dan instrumentalis. Sebagaimana dikemukakan oleh Larson 1984:13 bahwa salah satu masalah yang seringkali menyulitkan dalam melaksanakan kegiatan menerjemahkan adalah masalah perbedaan budaya antara Bsu dan Bsa nya. „One of the most difficult problems in translating is found in the differences between cu lture‟. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Baker 1982:21 yang mengatakan bahwa seringkali kata, pernyataan, atau ungkapan yang ada dalam commit to user 35 Bsu sama sekali tidak ada atau tidak dikenal dalam Bsa. Hal ini tentu saja akan sangat menyulitkan bagi seorang penerjemah untuk mencarikan padanan yang tepat dan berterima. „The source language word may express concepts which are totally unknown in the target language culture. The concept in question may be abstract or concrete; it may relate to religious belief, a social custom, or even a type of food‟. Yang dimaksud dengan kata „unknown‟ dalam pernyataan tersebut adalah suatu konsep atau peristiwa yang ada atau dikenal dalam bahasa sumber tetapi tidak dapat ditemukan padanannya secara khusus dalam bahasa sasaran. Misalnya dalam budaya Jawa dikenal banyak istilah atau peristiwa budaya seperti: „nyadranan, sekatenan, wilujengan, ruwatan, tingkepan, midodareni, kendurenan, selapanan, sepasaran‟, dan masih banyak lagi.Jika kata-kata tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris maka akan menemui kesulitan karena di negara-negara yang menggunakan bahasa pertamanya bahasa Inggris tidak memiliki budaya, peristiwa, maupun peristilahan tersebut Thomas Soemarno, 1997: 6. Sementara itu yang dimaksud dengan kesulitan psikologis adalah kesulitan-kesulitan yang disebabkan adanya kendala-kendala fisik misalnya kondisi badan kurang sehat maupun psikis. Keadaan psikis ini misalnya seorang penerjemah merasa kurang percaya diri, cemas, atau bahkan merasa takut untuk menerjemahkan meskipun sebenarnya dia sangat potensial untuk melakukan pekerjaan itu. Sedangkan yang dimaksud dengan kesulitan geografis adalah menyangkut kendala letak geografis dimana si penerjemah bertempat tinggal. Bisa jadi penerjemah memiliki keahlian khusus dalam bidang penerjemahan namun mungkin karena dia tinggal di tempat yang sangat terpencil yang cukup sulit dijangkau dari keramaian kota, dan belum ada listrik misalnya, sehingga menyulitkan bagi dia untuk bisa melaksanakan tugasnya. perpustakaan.uns.ac.id commit to user 36 Kesulitan lainnya disebabkan kurangnya, atau bahkan ketiadaan peralatan instrumen yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugasnya. Misalnya seorang penerjemah perlu menyediakan alat tulis seperti balpoin, pensil, penghapus, kertas, mesin ketik atau komputer, macam-macam kamus baik kamus umum maupun khusus, buku-buku teori terjemahan, dan lain-lainnya. Dengan keterbatasan sarana maupun prasarana yang dimiliki, seorang penerjemah seringkali merasa enggan dan kesulitan untuk dapat menghasilkan karya terjemahan yang baik dan berkualitas.

5. Penilaian Kualitas Terjemahan