31
c Restrukturisasi Penyelarasan
Tahapan akhir dalam menerjemahkan adalah dengan melakukan penyelarasan atau restrukturisasi, yaitu pengubahan proses pengalihan
pesan menjadi bentuk stilistik yang sesuai dengan bahasa sasaran, pembaca, maupun pendengar dengan memperhatikan ragam bahasa untuk
menentukan gaya bahasa yang sesuai dengan jenis teks yang diterjemahkan. Sementara itu Nida dan Taber 1971: 120 mengatakan
bahwa dalam
proses restrukturisasi
seorang penerjemah
perlu mempertimbangkan masalah masalah yang dihadapi dari tiga perspektif
atau sudut pandang, yaitu dari segi keragaman bahasa yang diinginkan, komponen komponen penting dan sifat keragaman tersebut, serta teknik
teknik yang digunakan dalam menghasilkan keragaman atau bentuk yang diinginkan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa proses penerjemahan adalah suatu tahapan yang seharusnya dilewati oleh seorang
penerjemah dalam melaksanakan tugasnya. Untuk menghasilkan karya terjemahan yang berkualitas seharusnya seorang penerjemah melewati 3
tiga tahapan tersebut apalagi jika teks yang akan diterjemahkannya merupakan teks yang sulit.Tanpa melewati tahapan-tahapan tersebut
dikhawatirkan terjemahan yang dihasilkan menyimpang dari Tsu. nya.
3. Makna dalam Penerjemahan
Makna dalam penerjemahan tidak hanya sekedar mengartikan atau mencarikan padanan setiap kata yang ada dalam suatu teks melainkan harus
dilihat berdasarkan rangkaian antar kata yang saling terkait secara utuh yang berdasarkan pada situasi, waktu, dan tempat dimana kata kata tersebut
digunakan. Larson 1991: 38-39 membedakan makna penerjemahan menjadi 3 tiga bagian, yaitu makna referensial, makna konteks linguistik, dan makna
situasional. Makna referensial mengacu pada makna yang sifatnya lugas atau perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
32
makna acuan. Tiga makna penerjemahan tersebut, selanjutnya dapat dikelompokkan menjadi 6 enam macam, yaitu: makna leksikal, makna
gramatikal, makna kontekstual, makna tekstual, makna sosio kultural, dan makna idiomatik.
a Makna leksikal cenderung mengacu pada makna yang ada di dalam
kamus, yaitu makna mandiri seperti apa adanya tidak mengalami perubahan. Misalnya, kata
„happy‟, memiliki arti „gembira, bahagia, atau senang‟.
b Makna gramatikal, yaitu makna dari suatu kata yang disebabkan oleh
pengaruh penggunaan struktur kalimat yang digunakan. c
Makna kontekstual, yaitu makna suatu kalimat atau teks yang disesuaikan dengan situasi dalam konteks tersebut.
d Makna tekstual, yaitu makna yang diperoleh berdasarkan teks atau bacaan
tertentu. e
Makna sosio-budaya, yaitu makna yang sangat erat sekali dengan konteks budaya dari mana bahasa itu dipergunakan di dalam lingkup budaya yang
bersangkutan. f
Makna idiomatik, yaitu makna yang berkaitan dengan ungkapan-ungkapan khusus yang sudah memiliki arti khusus pula. Bentuk-bentuk idiom tidak
bisa diubah susunannya, dihilangkan salah satu unsur katanya, diubah, diganti dengan unsur kata lain, maupun diubah susunan strukturnya.
Ungkapan-ungkapan lain yang termasuk dalam kelompok idiom seperti proverb peri bahasa, maxim pepatah, dan collocation ungkapan sehari-
hari juga perlu diperhatikan dalam proses penerjemahan. Berdasarkan penjelasan di atas maka seorang penerjemah harus
mampu meyesuaikan makna dalam hasil terjemahannya sebagaimana yang dimaksud oleh penulis aslinya dalam Bsu karena kalau tidak maknanya bisa
menyimpang dari teks aslinya. Misalnya kata „use‟ dalam bahasa Inggris yang
mempunyai makna leksikal: menggunakan atau mempergunakan, mempunyai makna yang beragam tergantung konteksnya.
commit to user
33
a. „I use a pencil to write my letter‟ :
b. „I used your stamp to send the letter‟
Kata „use‟ dan „used‟ pada kalimat „a‟ dan „b‟ mempunyai makna sama
yaitu makna leksikal yaitu : menggunakan atau mempergunakan. c.
I used to play marbles when I was a child‟; d.
The wheat flour that you bought this morning has already been used to make many kinds of cakes‟
Kata ‟used‟ pada kalimat ‟c‟ dan ‟d‟ mempunyai makna gramatikal
namun memiliki makna yang berbeda. Pada kalimat ‟c‟ kata ‟used‟ diartikan ‟dahulu biasa mempunyai kebiasaan‟; sedangkan pada kalimat
‟d‟ mempunyai makna ‟pasif‟ yaitu ‟telah dipergunakan‟.
e. ‟I have used up all of the papers to do my assignment‟.
Kata ‟used up‟ pada kalimat ‟e‟ mempunyai makna idiomatik yang
merupakan ‟two-word verb‟ yang tidak dapat dipisahkan yang mempunyai
satu makna yaitu ‟menghabiskan‟. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa makna suatu
teks memiliki keragaman sesuai dengan konteksnya. Misalnya kata „seratusan‟. Kata „seratusan‟ disini memiliki beberapa makna. Jika diartikan
secara leksikal, kata „seratusan‟ dapat dimaknaidengan bilangan dalam jumlah
seratus atau lebih dari seratus, atau uang pecahan seratus. Tetapi jika kata „seratusan„ tersebut dibuat dalam kalimat ‚“Besok di rumah pak Joko ada
acara „seratusan„ kakeknya“. Kata „seratusan„ di sini tentu memiliki makna
yang berbeda dengan makna yang ada dalam kalimat: „Ada „seratusan‟ yang
menghadiri seminar kemarin‟. Kata „seratusan„ dalam kalimat pertama memiliki
makna „sosio-budaya„ yang artinya „melakukan kegiatan selamatan atau kirim do‟a dalam rangka memperingati seratus hari meninggalnya
kakeknya Joko. Sementara pada kalimat ke dua, kata „seratusan‟ memiliki
makna leksikal yang dimaknai dengan jumlah. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
34
4. Kesulitan-kesulitan dalam Penerjemahan