37
3 Terjemahan Baik, dengan nilai huruf „C„, yaitu teks terjemahan yang
mendapat nilai angka antara 61-75. Nilai ini diberikan untuk hasil terjemahan yang sebagian kalimatnya terasa kaku berkisar 15 dari
seluruh teks yang diterjemahkan. 4
Terjemahan Cukup, dengan nilai huruf „D„, yaitu teks terjemahan yang mendapat nilai angka antara 46-60. Nilai ini diberikan jika hasil
terjemahan terasa
seperti terjemahan.
Sebagian kalimat
yang diterjemahkan terdapat sekitar 25 yang diterjemahkan secara harfiah
masih terasa kaku. 5
Terjemahan Buruk, dengan nilai huruf „E„, yaitu teks terjemahan yang mendapat nilai angka antara 20-45. Nilai ini diberikan jika hasil
terjemahan sangat terasa sebagai hasil terjemahan. Misalnya, masih cukup banyaknya terjemahan harfiah yang kaku, yang mencapai sekitar 25.
6. Alasan-alasan Perlunya Karya Terjemahan Dinilai Dievaluasi
Seperti dikatakan oleh Larson 1984: 485 bahwasanya ada 3 tiga alasan utama perlunya dilakukan penilaian karya terjemahan, yaitu untuk
memastikan apakah terjemahan yang dihasilkan sudah akurat, jelas mudah dipahami, dan alamiah wajar natural.
Berdasarkan pernyataan di atas maka terjemahan memang seharusnya diuji untuk mengetahui tingkat keakuratan, kejelasan, dan ketepatannya, serta
meluruskan kewajaran kealamiahan tentang isinya. Oleh karena itu untuk memperoleh ketepatan, kejelasan, dan kewajaran ini harus dilakukan evaluasi
sehingga diperoleh hasil karya terjemahan yang bagus dan berkualitas, bermakna, serta yang lebih penting adalah dapat dipertanggungjawabkan
isinya. Selain itu, alasan utama perlunya hasil terjemahan dikritisi adalah untuk memastikan apakah pesan atau makna yang dihasilkan dalam karya
terjemahan tersebut sudah tepat dan berterima sebagaimana pesan yang disampaikan dalam bahasa sumber.
commit to user
38
Alasan lain diperlukannya evaluasi terhadap karya tejemahan adalah seringnya seorang penerjemah menambahkan informasi yang sebenarnya tidak
ada dalam bahasa sumber, atau menguranginya sehingga membuat pesan yang disampaikan tidak atau kurang lengkap. Berdasarkan teori penerjemahan,
seorang penerjemah tidak diperbolehkan untuk menambah maupun mengurangi isi pesan yang disampaikan oleh penulis asli sekecil apapun. Oleh
karena itu, seorang penerjemah harus ekstra hati-hati dan objektif selama melakukan proses pengalihan pesan untuk mendapatkan ketepatan makna dan
keberterimaan karya terjemahan yang dihasilkan. Kadang-kadang penerjemah juga membuat kesalahan dalam menganalisis teks bahasa sumber atau selama
pengalihan pesan sehingga ia membuat persepsi yang salah pula. Hal inilah yang pada akhirnya dapat menyebabkan makna yang dihasilkan menyimpang
dari teks aslinya. Dengan alasan inilah maka pemeriksaan kembali terhadap ketepatan makna karya terjemahan perlu dilakukan.
Alasan selanjutnya adalah penerjemah sendiri ingin mengetahui kejelasan makna atau pesan yang telah dialihkannya, karena bisa saja terjadi bahwa
sesungguhnya makna yang dialihkan di dalam hasil terjemahannya sudah tepat namun ternyata isinya membingungkan para pembacanya. Apabila hal
ini terjadi maka penerjemah sedapat mungkin berupaya untuk memperbaiki gaya bahasa yang digunakan sehingga teks yang dihasilkannya dapat dengan
mudah dimengerti dan tidak membingungkan para pembaca yang membutuhkan informasi tersebut.
Alasan ketiga perlunya karya terjemahan dikritisi dimaksudkan untuk meluruskan kewajaran teks yang telah diterjemahkan. Sebenarnya pesan yang
disampaikan dalam karya terjemahan yang dihasilkannya sudah tepat dan mudah dimengerti oleh para pembacanya namun bentuk terjemahannya
kurang idiomatis. Yang dimaksud dengan idiomatis di sini yaitu hal-hal terkait dengan kesesuaian atau umum tidaknya bentuk gramatikal yang digunakan
dalam bahasa sasaran, kelancaran bentuk terjemahan, istilah-istilah yang digunakan tidak asing di telinga para pembacanya, dan gaya bahasanya pun
commit to user
39
enak dibaca. Sementara itu yang tidak kalah pentingnya adalah kewajaran suatu teks hasil terjemahan yang apabila dibaca seolah-olah karya itu bukan
merupakan hasil terjemahan.
7. Aspek-aspek yang Dinilai