Perumusan Masalah PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 Perbedaan modal dan skala usaha ini berdampak kepada perbedaan pemakaian faktor-faktor produksi yang dapat mempengaruhi jalannya usaha ikan mas tersebut. Faktor-faktor produksi usahatani ikan mas cukup beragam dan perlu dipahami dengan baik oleh pembudidaya pembesaran ikan mas. Pengelolaan faktor produksi secara efisien tentunya dapat meningkatkan produksi yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan usahatani ikan mas. Dengan demikian maka analisis usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan mas di Waduk Cirata ini sangat penting untuk dilakukan.

1.2 Perumusan Masalah

Keramba jaring apung merupakan salah satu usaha budidaya pembesaran ikan yang banyak dipilih oleh pengusaha budidaya di daerah Jawa Barat. Salah satu sentra penghasil ikan air tawar dengan menggunakan teknik keramba jaring apung adalah Waduk Cirata. Hasil produksi ikan dari Waduk Cirata tidak hanya diserap oleh wilayah Jawa Barat, tetapi meliputi beberapa wilayah lain seperti Jakarta, Semarang, Surabaya dan Lampung. Permasalahan yang dihadapi petani sejak tahun 1990 hingga sekarang adalah kematian massal ikan, terutama pada saat musim hujan. Suhu air hujan yang lebih rendah daripada suhu perairan menyebabkan terjadinya pergerakan massa air dari dasar perairan ke permukaan up-welling. Up welling sendiri merupakan fenomena alam biasa. Up welling biasanya terjadi pada musim pancaroba dan musim hujan, antara bulan Desember hingga Februari. Ketika hujan mulai turun, air di permukaan menjadi dingin sedangkan di dasar waduk tetap hangat. Perbedaan berat jenis menyebabkan air di dasar waduk yang bersuhu lebih hangat naik ke atas waduk, sedangkan air di permukaan turun. Peristiwa ini lazim terjadi, tidak hanya di Cirata melainkan di lingkungan perairan mana pun tak terkecuali di lautan. Up welling bisa berakibat “luar biasa” apabila pada saat air naik ke atas ia mengangkut massa air dari lapisan bawah perairan dengan kadar oksigen terlarut yang rendah dan kadar polutan yang tinggi seperti amonia yang berasal dari kotoran ikan. Hal ini yang sering menyebabkan ikan mati secara mendadak dan massal di waduk Cirata. Sejak awal tahun 1990 kematian masal ikan di Cirata 6 memang mulai terdengar. Misalnya pada 1991, 1993 dan 1997 jumlah ikan yang mati di Cirata berturut-turut 34,5 ton, 29,2 ton dan 209,3 ton 2 . Selain kejadian up-welling, kematian massal ikan mas disebabkan oleh adanya virus yang menyerang ikan. Memasuki musim kemarau, petani ikan mengkhawatirkan terjadinya wabah penyakit herpes koi yang menyerang ikan mas. Penyakit herpes koi bisa menyebabkan kematian massal ikan. Penyakit yang disebabkan sejenis virus yang menyerang insang dan badan ikan. Koi Herpes virus KHV yang menyerang ikan mas dan koi pertama kali ditemukan di Israel tahun 1997 Doyle, 2003, kemudian Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa diantaranya Inggris, Denmark , Belanda. Di Asia, KHV menyerang ikan mas dan koi pada tahun 2002 di Indonesia, awal tahun 2003 di Taiwan dan terakhir di Jepang akhir tahun 2003. Virus herpes koi menyerang ikan mas dan koi pertama kali di Blitar pada bulan Maret 2002 , terus menyebar ke Jawa barat pada bulan April 2002, Jawa Tengah dan Bali . Pada bulan Februari 2003, penyakit ini menyebar ke Pulau Sumatera. Sunarto et al, 2002. Penyakit herves koi dikhawatirkan akan mengganggu ikan-ikan yang dibudidayakan di jaring apung. Hal tersebut terjadi karena penularan penyakit ini berlangsung dengan cepat. Jika tidak diantisipasi, bisa menimbulkan kematian ikan secara massal. Di sisi lain, belum ada obat untuk mengatasi penyebaran virus ini. Petani ikan juga memprediksikan penurunan hasil produksi ikan karena adanya penurunan debit air akibat musim kemarau. Selain masalah yang berhubungan dengan lingkungan, petani ikan di Cirata pun dihadapkan pada masalah tingginya harga pakan buatan pelet. Saat ini pakan buatan yang beredar diantaranya merk Sinta, STP Comfeed, CPP Charoen, Cargill, dan Wonokoyo, dan hampir seluruh pakan yang digunakan adalah pakan kualitas dua dan tiga dengan harga Rp 4.500,- per kg. Hal ini disebabkan para petani yang tidak sanggup membeli pakan kualitas 1 dengan harga Rp 6.000,- per kg. 2 Imam S. 14 Juni 2007. Kematian Ikan di Waduk Cirata. Pikiran Rakyat [Diakses Tanggal 3 Oktober 2010] 7 Petani ikan di Cirata pada umumnya menggunakan bibit yang dihasilkan oleh pembibitan ikan di daerah Bandung dan Subang. Hal ini disebabkan bibit ikan yang dihasilkan oleh petani pembibitan di Cianjur tidak cocok dengan kondisi Waduk Cirata, karena pada saat pembibitan petani menggunakan air yang terlalu bersih sehingga sulit beradaptasi dengan air di waduk Cirata. Adapun harga bibit yang berasal dari Cianjur lebih murah yaitu Rp 18.000 per kg dibandingkan harga bibit yang berasal dari Bandung, yaitu seharga Rp 19.000 per kg dan Subang Rp 22.000 per kg. Lama produksi ikan mas setiap petani di Waduk Cirata tidak sama, tergantung kepada pengalaman petani dan target hasil produksi yang diinginkan. Ikan mas pada umumnya dibesarkan selama 90 – 120 hari tiga sampai empat bulan. Selama proses budidaya sebagian besar petani hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, yaitu petani sendiri tanpa bantuan tenaga kerja luar keluarga. Adapun tenaga kerja untuk proses budidaya ikan mas sangat mudah diperoleh karena penduduk di sekitar Waduk Cirata pada umumnya mengetahui proses pembudidayaan pembesaran ikan mas, sehingga dapat membantu petani dalam menjalankan usahataninya. Berdasarkan uraian kondisi tersebut maka yang menjadi pertanyaan adalah apakah usahatani keramba jaring apung pembesaran ikan mas di Waduk Cirata masih menguntungkan petani, selain itu dari beragam faktor-faktor produksi, faktor apa yang mempengaruhi usahatani secara signifikan?

1.3 Tujuan Penelitian