Kajian Penelitian Terdahulu KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan

14 sumber pendapatan petani dan buruh, pedagang, pendapatan daerah, cukai dan devisa negara. Sebagai komoditas yang bernilai ekonomis tinggi, maka pengelolaan tanaman tembakau dilakukan dengan sangat insentif, sehingga banyak melibatkan tenaga kerja mulai dari pembibitan, tanaman, panen sampai prosesing. Demikian juga industri rokok, sangat juga melibatkan bidang yang terkait dengan industri tembakau antara lain: cengkeh, penjualan rokok, percetakan, dan transportasi, yang semuanya itu menyerap tenaga kerja yang banyak. Tenaga kerja yang dapat terserap mulai dari petani tembakau sampai dengan tenaga jasa transportasi rokok sekitar 6,4 juta tenaga kerja. Pertembakauan Indonesia dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik rokok dalam negeri yang terus meningkat dan untuk antisipasi peluang ekspor ke pasar tembakau internasional. Ekspor tembakau Indonesia didominasi oleh bahan baku pembuat cerutu na-oogst, sedangkan untuk keperluan konsumsi dalam negeri didominasi jenis tembakau bahan sigaret voor oogst lebih dari 90. Bahan sigaret yang diekspor adalah sisa pasar lokal mutunya tidak memenuhi kriteria untuk kebutuhan pabrik rokok dalam negeri. Impor tembakau terus meningkat dari tahun ke tahun seiring perkembangan produksi pabrik rokok lokal, utamanya jenis Virginia, White burley, dan Oriental.

2.3 Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis tembakau maupun saluran tataniaga tembakau masih belum banyak dilakukan. Ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan analisis tembakau maupun saluran tataniaga tembakau yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sumbara 2008 yang berjudul pendapatan usahatani tembakau Mole dan Virginia di Kabupaten Garut, penelitian yang dilakukan oleh sumbara menyatakan bahwa bertani tembakau mole bagi sebagian besar masyarakat di Desa Ciburial merupakan kegiatan yang bersifat turun menurun sedangkan tembakau virginia baru panen perdana pada tahun 2007. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan di Desa Pakusari bahwa sebagian besar petani Gapoktan Permata VII melakukan kegiatan tembakau voor oogst kasturi bersifat turun menurun. 15 Proses pembudidayaan tembakau mole, virginia maupun tembakau voor oogst kasturi hampir sama yaitu dimulai dengan pengolahan lahan dan ditanam pada jarak yang sesuai dengan luas lahan. Penggunaan pupuk dan pestisida relatif menggunakan pupuk dan pestisida yang sama hanya saja varietas bibit yang berbeda. Pada tembakau virginia, proses pengolahan untuk merubah daun basah menjadi daun kering krosok digunakan oven atau biasa disebut dengan pengovenan sedangkan pada tembakau voor oogst proses pengeringan dilakukan dengan cara bantuan sinar matahari. Tembakau virginia dan tembakau mole diproses dengan cara dirajang sedangkan tembakau voor oogst kasturi diproses dengan cara lembar daun yang dijemur dan disortasi sesuai dengan kualitas tembakau. Tembakau virginia dijual dalam bentuk tembakau ovenan, tembakau mole dijual dalam bentuk rajangan dan daun basah sedangkan tembakau voor oogst kasturi dijual dengan bentuk tembakau kering yang sudah di unting gagang tembakau voor oogst kasturi diikat dengan menggunakan bambu tipis. Analisis pendapatan pada tembakau mole dihitung dengan membedakan penjualan tembakau daun basah dan rajangan per hektar, tembakau virginia dihitung dengan hasil tembakau ovenan sedangkan tembakau voor oogst kasturi dihitung berdasarkan luas lahan skala besar dan skala kecil. R C rasio tembakau mole sebesar 1,89 daun basah dan 2,03 rajangan sedangkan virginia sebesar 2,89. Nilai RC rasio pada tembakau voor oogst kasturi berdasarkan luas lahan skala besar pada penelitian ini menghasilkan 1,33 dan skala kecil sebesar 1,20. Hal tersebut menjelaskan bahwa biaya yang dikeluarkan tembakau voor oogst kasturi lebih kecil dibandingkan tembakau mole dan virginia. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian terdahulu bahwa peneliti dapat melihat perbedaan dari proses pengolahan tembakau dan proses analisis yang dilakukan. Hal tersebut menjadi bahan informasi dan ilmu yang baru bagi peneliti maupun peneliti yang akan dilakukan selanjutnya tentang tembakau untuk dijadikan bahan perbandingan. Penelitian tentang tembakau yang dilakukan oleh Kertawati 2008 dengan judul penelitian analisis sistem tataniaga tembakau Mole Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Proses pembudidayaan dan pengolahan sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumbara yaitu dengan 16 cara dirajang, Kertawati menambahkan bahwa proses panen dibagi berdasarkan kualitas, yaitu kualitas satu dan dua pucuk tujuh lembar, kualitas tiga dan empat tengah dan atas enam lembar, kualitas lima daun kepel dua lembar dan kualitas enam koseran sebanyak tiga lembar. Pemanenan yang dilakukan sama dengan pemanenan tembakau voor oogst kasturi yaitu berdasarkan kualitas hanya saja sebutan panen yang berbeda. Pengklarifikasian tembakau voor oogst kasturi di Desa Pakusari yaitu panen pertama disebut tembakau kusiran, kedua eksport, ketiga semi lokal dan ke empat lokal. Jarak panen pertama dan kedua adalah satu minggu setelah panen pertama. Pola tataniaga tembakau mole di Desa Ciburial dijual dalam bentuk rajangan. Terdapat empat pola saluran tataniaga yang dilakukan oleh petani tembakau mole. Saluran tataniaga yang terjadi adalah saluran tataniaga I : petani, Bandar, dan Pabrik Rokok PT Djarum; saluran II : petani, pedagang pengumpul, bandar dan pabrik rokok PT Sampoerna; saluran iii : petani, pedagang pengumpul, pabrik guntingan, pedagang pengecer dan pedagang luar daerah; dan saluran iv : petani, pedagang pengecer dan konsumen. Sedangkan pola saluran tataniaga yang terjadi di Desa Pakusari pada tembakau voor oogst kasturi hanya melibatkan pedagang dan dua pabrik tembakau PT Saempoerna dan PT Djarum. Saluran tataniaga yang paling efisien pada tembakau mole adalah saluran tataniaga saluran I dimana marjin tataniaga terkecil, farmer’s share terbesar dan pola saluran terpendek. Sedangkan pada tembakau voor oogst kasturi saluran yang efisien adalah saluran III berdasarkan marjin, saluran I dan saluran II jika diukur dengan farmer’s share dan saluran II jika di ukur dengan rasio keuntungan dan biaya. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Kertawati adalah informasi yang ada di Desa Ciburial terdapat banyak lembaga tataniaga tidak hanya dengan saluran tataniaga yang dilakukan pada tembakau voor oogst kasturi hanya pedagang dan pabrik tembakau saja. Penelitian tentang tembakau lainnya yang dilakukan oleh Hastari 2009 yang berjudul struktur pendapatan usahatani tembakau Temanggung sistem rotasi dengan jagung dan kacang tanah studi kasus di Desa Wonotirto Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Hasil penelitian Hastari menyatakan 17 bahwa usahatani tembakau temanggung sebagian besar dilakukan oleh petani menengah ke atas mengingat usahatani tersebut membutuhkan modal yang cukup tinggi untuk memenuhi input produksi. Penelitian tersebut juga membandingkan pendapatan non tembakau yaitu jagung dan kacang tanah. Proses pengolahan tembakau temanggung sama dengan tembakau mole yaitu dengan proses perajangan. Tetapi yang membedakan adalah proses pemanenan yang dilakukan oleh petani tembakau temanggung sebanyak tujuh sampai delapan kali dari daun terendah. Hasil analisis yang dilakukan bahwa usahatani tembakau temanggung tidak mempunyai kontribusi yang besar terhadap pendapatan total usahatani, kontribusinya yaitu sebesar 19,19 persen, dan dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa usahatani tembakau temanggung tidak menguntungkan untuk di usahakan dimana RC rasio sebesar 0,94. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya biaya input. Dibandingkan dengan tembakau temanggung, jagung lebih memberikan kontrobusi yang besar terhadap pendapatan total yaitu sebesar 41,19 persen dan kacang tanah sebesar 39,62 persen. Dengan hasil yang diperoleh saran yang diberikan oleh peneliti adalah petani di Desa Wonotirto mengganti pola tanam dalam satu tahun, dimana pada musim kemarau petani bias berusahatani tembakau temanggung disaran untuk mengganti pada usahatani lainnya seperti usahatani jagung. Dari ketiga penelitian yang berkaitan dengan tembakau perbedaan lainnya adalah tempat penelitian, waktu penelitian dan responden yang diambil untuk dijadikan sampel. sedangkan persamaannya adalah alat analisis yang digunakan oleh Sumbara dan Hastari yaitu analisis pendapatan usahatani serta analisis RC rasio. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kertawati sama dengan penelitian ini yaitu tentang saluran tataniaga. Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis pendapatan dan tataniaga adalah penelitian yang dilakukan oleh Zalukhu 2009 dengan judul analisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul nasional kasus padi varietas Bondoyudo pada gapoktan tani bersatu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaan usahatani, pendapatan usahatani, menganalisis faktor-faktor produksi dan menganalisis 18 efisiensi tataniaga beras di Kecamatan Cibungbulang. Nilai RC rasio atas biaya tunai adalah 2,66. Artinya setiap pengeluaran biaya tunai satu satuan biaya akan menghasilkan penerimaan sebesar 2,66 satuan penerimaan. Saluran tataniaga terdiri dari tiga saluran yaitu 1 petani – pedagang pengumpul – konsumen; 2 petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – konsumen dan 3 petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pengecer – konsumen. Saluran tataniaga yang memiliki nilai farmer’s share dan rasio keuntunganbiaya yang paling besar dan nilai margin tataniaga paling kecil adalah pada saluran 1. Dengan demikian, saluran 1 lebih efisien dibanding saluran tataniaga lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Riyanto 2005, yang berjudul analisis pendapatan cabang usahatani dan pemasaran padi Kasus: Tujuh Desa, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan hasil analisis diketahui pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani kelompok I, II, dan III bernilai positif dan lebih besar dari pendapatan atas biaya totalnya. Apabila dilihat dari perbandingan antara penerimaan dan biaya RC rasio atas biaya tunai dan biaya totalnya maka diketahui ternyata nilai RC rasio yang diperoleh petani di kelompok I lebih rendah dari petani yang ada pada kelompok II dan III. Adapun nilai RC rasio yang diperoleh petani pada kelompok I tersebut adalah sama dengan 1,81 untuk RC rasio atas biaya tunai dan 1,34 untuk RC rasio atas biaya total. Dari sisi pemasarannya diketahui bahwa ada dua pola pemasaran yaitu pemasaran pola I marjin pemasaran terbesar yaitu sebesar 582,50 dibandingkan dengan pemasaran pola II dilihat dari rasio antara biaya dan keuntungannya. Dengan demikian pemasaran pola I lebih efisien dibandingkan dengan pemasaran pola II, tetapi pemasaran yang paling banyak digunakan oleh petani adalah pemasaran pola II, yaitu sebesar 63,33 persen dari total petani. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah pada alat analisis yaitu analisis pendapatan dan RC rasio serta analisis tataniaga yang meliputi saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, efisiensi tataniaga, margin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Sedangkan perbedaannya adalah komoditas yang diteliti, tempat penelitian dan waktu penelitian. Dari persamaan dan perbedaan tersebut manfaat yang dapat diambil oleh peneliti 19 adalah alat analisis yang digunakan apakah hasil yang diperoleh akan sama dengan penelitian yang terdahulu walaupun dengan komoditas yang berbeda, serta untuk mengetahui apakah analisis tataniaga pada Gapoktan Permata VII memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan analisis tataniaga pada penelitian terdahulu. III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis