Farmer’s Share Rasio Keuntungan dan Biaya

91 Koran dan tali rafia untuk semua saluran tergantung kapasitas tembakau voor oogst kasturi yang dikemas. Total biaya tataniaga yang paling kecil terdapat pada saluran III, yaitu rata-rata sebesar Rp 763 per kg, sedangkan total biaya tataniaga terbesar terdapat pada saluran II yaitu rata-rata sebesar Rp 1.543 per kg. Hal tersebut dikarenakan hasil perolehan tembakau voor oogst kasturi juga lebih banyak dibandingkan dengan saluran yang lain yaitu rata-rata sebesar 906,44 kg. Biaya tataniaga yang dikeluarkan setiap petani berdasarkan kapasitas tembakau yang akan dijual. Biaya tataniaga dan Besarnya marjin pada setiap saluran disajikan dalam lampiran 11 serta rincian biaya tataniaga yang dikeluarkan disajikan pada lampiran 12.

6.3.9 Farmer’s Share

Farmer’s share adalah proporsi dari harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Farmer share yang diterima pada saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi dapat dilihat pada Tabel 28. Table 28. Farmer’s Share pada Saluran Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi terhadap Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010. Saluran Tataniaga Harga ditingkat Petani RpKg Harga di Tingkat Konsumen RpKg Farmer’s Share Saluran Tataniaga I 23.359 23.359 100,00 Saluran Tataniaga II 25.236 25.236 100,00 Saluran Tataniaga III 21.438 22.814 93,97 Saluran Tataniaga IV 21.325 24.000 88,85 Besarnya bagian harga yang diterima oleh petani pada saluran tataniaga I dan saluran tataniaga II sama yaitu 100 persen dan merupakan bagian yang terbesar yang diterima petani dari semua saluran tataniaga. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat banyak petani yang menjual tembakau voor oogst kasturi pada saluran I dan II karena petani menjual langsung ke pabrik tembakau yang sebagai konsumen akhir serta saluran tersebut dapat digunakan sebagai alternatif saluran tataniaga. Pada saluran tataniaga III bagian harga yang diterima oleh petani tidak jauh beda dengan saluran tataniaga I dan II yaitu sebesar 93,97 persen, sedangkan saluran yang paling kecil adalah saluran IV yaitu sebesar 88,85 persen. 92

6.3.10 Rasio Keuntungan dan Biaya

Rasio keuntungan dan biaya tataniaga adalah besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan pada masing-masing lembaga tataniaga. Keuntungan lembaga tataniaga merupakan selisih antara marjin tataniaga dengan biaya tataniaga yang dikeluarkan pada setiap lembaga tataniaga. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien. Semakin tinggi nilai rasio maka semakin besar dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 . Rasio Keuntungan Biaya dan Biaya Lembaga Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi terhadap Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010. Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IV Petani Keuntungan Biaya Tataniaga Rasio Keuntungan Biaya 2.395 1.237 1,94 6.729 1.544 4,36 Pedagang Keuntungan Biaya Tataniaga Rasio Keuntungan Biaya 612 763 0,80 1.640 1.035 1,58 Total Keuntungan Biaya Tataniaga Rasio Keuntungan Biaya 2.395 1.237 1,94 2.395 1.544 4,36 612 763 0,80 1.640 1.035 1,58 Suatu saluran tataniaga dikatakan efisien apabila penyebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga tataniaga merata. Artinya setiap Rp 100 biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga akan memberikan keuntungan yang tidak berbeda jauh antara satu lembaga dengan lembaga yang lain yang terdapat pada saluran tataniaga tersebut. 93 Terlihat bahwa pada Tabel 29, nilai total rasio keuntungan dan biaya tataniaga tembakau voor oogst kasturi yang terbesar terdapat pada saluran II yaitu sebesar 4,36. Arti dari rasio 4,36 bahwa setiap Rp 100 per kg biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga tersebut akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 436 per kg tembakau voor oogst kasturi. Sedangkan nilai total rasio keuntungan dan biaya tataniaga yang terkecil terdapat pada saluran III yaitu sebesar 0,80, artinya untuk setiap Rp 100 per kg biaya tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga tersebut hanya memperoleh keuntungan sebesar Rp 80 per kg tembakau voor oogst kasturi. Sistem tataniaga dikatakan efisien apabila tataniaga tersebut dapat memberikan keuntungan secara merata dan memberikan kepuasan pada pihak- pihak yang terlibat yaitu produsen, lembaga-lembaga tataniaga dan konsumen akhir. Bila marjin tataniaga dijadikan ukuran efisiensi maka saluran III yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu Rp 1.375,00. Bila farmer’s share yang dijadikan ukuran efisiensi makan saluran I dan saluran II yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu 100 persen. Bila rasio keuntungan biaya dijadikan ukuran efisien maka saluran II yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu sebesar 4,36. Saluran I dan saluran II memiliki nilai farmer’s share yang paling tinggi, tetapi pada faktanya dilapangan menunjukkan bahwa tidak semua petani melakukan saluran I dan saluran II, hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor, seperti petani ingin mendapatkan uang cepat dan mudah tanpa harus melakukan pengemasan yaitu dengan mengeluarkan biaya untuk tenaga kerja pengemasan, mengeluarkan biaya transportasi sedangkan tembakau yang dijual petani dibawah satu kwintal atau dua kwintal. Petani melakukan penjualan ke pedagang sekali atau dua kali penjualan. Biaya lain yang harus di keluarkan petani jika menjual ke pabrik tembakau adalah biaya tenaga angkut, biaya Koran dan biaya membeli tali rafia untuk pengemasan sementara petani membutuhkan modal kembali untuk usaha selanjutnya. Pertimbangan lain mengapa petani menjual hasil tembakaunya ke pedagang adalah selisih harga yang ditawarkan pedagang tidak jauh berbeda dengan harga yang di tentukan oleh pabrik tembakau. VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Hasil penelitian mengenai pendapatan usahatani dan tataniaga tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari dapat disimpulkan bahwa Petani yang tergabung didalam kelompok tani sebagian besar membudidayakan tembakau voor oogst kasturi, kegiatan tersebut merupakan sifat turun menurun sejak dulu. Proses pembudidayaan dimulai dari pengolahan lahan, perawatan selama 90 hari, panen sebanyak empat kali, pensujenan, pemeraman pertama, penjemuran, pemeraman kedua, sortasi, pengemasan dan penjualan. Hasil produksi yang diperoleh oleh petani tergantung pada kapasitas tanaman dan luas lahan yang dikelola. Hasil analisis menunjukkan rata-rata pendapatan berdasarkan luas lahan skala besar adalah Rp 8.768.571,98, sedangkan pendapatan berdasarkan luas lahan skala kecil sebesar Rp 5.738.818,15. Nilai RC rasio luas lahan skala besar sebesar 1,33 dan nilai RC rasio luas lahan skala kecil adalah 1,20. Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani tembakau voor oogst kasturi menguntungkan karena penerimaan yang diperoleh menutupi semua biaya yang dikeluarkan. Pola saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi pada anggota Gapoktan Permata VII terdapat empat saluran yaitu saluran I Petani - PT Sampoerna, Saluran II Petani - PT Djarum, Saluran III Petani – Pedagang - PT Sampuerna dan Saluran IV Petani – Pedagang - PT Djarum. Saluran yang paling banyak dilakukan petani responden adalah saluran IV yaitu saluran yang menggunakan pedagang sebanyak 10 orang dengan volume penjualan sebanyak 7.657 kilogram atau sebanyak 25,47 persen. Semua lembaga tataniaga pada sistem tataniaga bahwa tembakau voor oogst kasturi di Desa Pakusari melakukan semua fungsi tataniaga yaitu fungsi pertukaran, fungsi pengadaan secara fisik dan fungsi pelancar. Struktur pasar yang dihadapi petani dan pedagang mengarah pada struktur pasar oligopsoni. Perilaku pasar yang terjadi adalah praktek penjualan dan pembelian secara individu, penentuan harga ditentukan oleh pabrik tembakau dan kerjasama antara lembaga tataniaga sudah terjalin cukup lama.