Faktor eksternal Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw II pada Mata Pelajaran IPS

26

2.1.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa. Menurut Miranda Winkel Santrock dalam Hawadi 2006:168 menyatakan bahwa prestasi belajar dipenggaruhi oleh lima faktor yaitu pertama, faktor yang ada pada siswa berupa taraf intelegensi, bakat khusus, taraf pengetahuan yang dimiliki, kemampuan berbahasa, taraf organisasi kognitif, motivasi, kepribadian, perasaan, sikap, minat, konsep diri, dan kondisi fisik psikis. Kedua, faktor yang ada pada lingkungan sekolah berupa hubungan antar orang tua, hubungan orang tua-anak, jenis pola asuh, dan keadaan sosial ekonomi keluarga. Ketiga, faktor yang ada di lingkungan sekolah berupa kepribadian guru, sikap guru terhadap siswa, ketrampilan didaktik, gaya mengajar, kurikulum, organisasi sekolah, sistem sosial di sekolah, keadaan fisik sekolah dan fasilitas pendidikan, hubungan sekolah dengan orang tua, dan lokasi sekolah. Dan keempat, yaitu faktor lingkungan sosial yang lebih luas berupa keadaan sosial, politik, dan ekonomi serta keadaan fisik cuaca dan iklim. Matindas dalam Hawadi 2009:169 menyebutkan bahwa faktor-faktor tersebut sebagai kenyataan internal yang ada pada diri siswa dan kenyataan eksternal yang ada di luar diri siswa. Hal lain juga dikemukakan oleh Mulyasa 2006:191 tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta yaitu:

a. Faktor eksternal

Dalam faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik didik digolongkan dalam faktor sosial dan faktor non-sosial. Faktor sosial menyangkut hubungan antar manusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial 27 yaitu lingkungan keluarga yang berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar peserta didik, lingkungan sekolah, teman dan masyarakat umumnya. Sedangkan faktor non-sosial adalah faktor yang berasal dari lingkungan alam dan fisik, misalnya keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas belajar, buku-buku sumber, dan sebagainya. Faktor eksternal yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar adalah peranan faktor guru atau fasilitator. Dalam hal tersebut peranan guru dan keterlibatannya masih menjadi posisi penting dalam pencapaian prestasi belajar siswa. Guru memiliki peranan dalam efektivitas pengelolaan faktor bahan, lingkungan, dan instrument sebagai faktor utama yang dapat mempengaruhi proses dan prestasi belajar. Proses belajar tidak berlangsung satu arah tetapi dua arah. Siswa dan guru memiliki peran secara aktif dalam kerangka kerja dan penggunaan cara dan kerangka berfikir. Guru selayaknya menjadi demonstrator, pengelola kelas, fasilitator, mediator dan evaluator. Peran guru dalam pencapaian prestasi belajar peserta didik sebagai mediator dan fasilitator dalam pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw II ini adalah sebagai berikut: 1. Guru mengajarkan keterampilan-keterampilan sosial yang dibutuhkan siswa untuk dapat bekerjasama secara efektif Huda, 2012:80. 2. Guru akan memonitor perilaku siswa dalam kegiatan pembelajaran Huda, 2012:80. 3. Guru akan mengobservasi kualitas teamwork siswa ketika proses pembelajaran berlangsung Huda,2012:83. 28 4. Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok yang dalam kelompok-kelompok belajar Kusnandar, 2009:273.

b. Pengaruh Faktor Internal

Keberhasilan belajar juga ditentukan oleh faktor diri internal serta usaha yang dilakukannya seperti, 1 Intelegensi menjadi salah satu faktor tinggi rendahnya prestasi belajar serta menjadi dasar potensial bagi pencapaian hasil pelajar, 2 Minat dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu serta pemusatan perhatian juga memungkinkan siswa untuk belajar lebih giat, dan 3 Sikap menjadi gejala berupa reaksi atau respon dengan cara yang relatif tetap Mulyasa, 2006:193-194. 2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif 2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Dalam Suyatno 2009:51, model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inquiri. Dengan adanya pembelajaran kooperatif siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi sharing pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Melalui model cooperative learning siswa juga belajar dan bekerja dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang secara kolaboratif Slavin dalam Solihatin Raharjo, 2008:4. Hal senada juga dikemukakan oleh Sanjaya dalam Rusman 2010:203, bahwa cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian 29 belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Model pembelajaraan kooperatif menjadi model pembalajaran yang banyak digunakan serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Menurut Slavin dalam Rusman 2010:205 hal tersebut karena: “1 penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, 2 pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berfikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman. Dengan alasan tersebut, strategi pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. ” Menurut Taniredja, dkk 2011:55 mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana dalam system belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok dan timbul adanya kerjasama antar siswa. Dengan penggunaan pembelajaran kooperatif tujuan materi dapat tercapai karena dalam pembelajaran terdapat kegiatan-kegiatan berfikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan. Untuk itu pembelajaran kooperatif juga sebagai suatu alternatif menarik dalam memecahkan masalah siswa yang ada dalam pembelajaran. 30

2.1.3.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan pembelajaran kooperatif tidak menerapkan sistem kompetisi seperti pada pembelajaran tradisional dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain Taniredja dkk, 2011:60. Sedangkan tujuan pembelajaran kooperatif menurut Slavin dalam Taniredja, dkk 2011:60 “adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi o leh keberhasilan kelompoknya.” Model pembelajaran kooperatif dikembangkan guna mencapai tiga tujuan penting yaitu, 1 meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu dalam hal akademik akan menjadi narasumber bagi siswa yang kurang mampu. 2 pembelajaran kooperatif memiliki peluang agar siswa dapat menerima teman- temannya yang memiliki perbedaan latar belajar. Misalnya suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. 3 mengembangkan keterampilan sosial siswa misalnya berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja salam kelompoknya. Hal senada juga dikemukakan oleh Huda 2012:13 bahwa pembelajaran kooperatif dapat memberikan pencapaian produktivitas yang lebih tinggi seperti, semangat belajar daripada pembelajaran individualistik.

2.1.3.3 Unsur Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Lie 2010:29 model pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar dalam kelompok. Terdapat unsur-unsur dasar yang membedakan pada pembelajaran kooperatif dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara 31 asal-asalan. Dengan adanya pelaksanaan prosedur pembelajaran kooperatif yang benar maka akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif Lie, 2010:29. Menurut Roger David Jhonson dalam Lie 2010:31 ada lima unsur model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antaranggota, dan evaluasi proses kelompok. Hal senada juga dikemukakan oleh Johnson Jhonson 1994 dan Sutton 1992 dalam Trianto 2009:60 yang menyebutkan ada lima unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: a. Adanya saling ketergantungan antara siswa yang bersifat positif Siswa merasa terikat satu sama lain dan saling bekerja sama untuk mencapai satu tujuan. Siswa juga merasa menjadi bagian dari kelompok yang memiliki andil untuk mencapai kesuksesan kelompok. Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Menurut Lie 2010:32 beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap siswa yang lebih pandai karena teman yang lebih pandai akan memberikan sumbangan. Siswa yang kurang akan merasa terpacu untuk meningkatkan usaha mereka dan akan menaikkan nilai mereka. Sebaliknya, siswa yang lebih pandai juga tidak akan merasa dirugikan karena teman yang kurang mampu juga telah memberikan bagian sumbangan. b. Semakin meningkatnya interaksi antar siswa Dalam kegiatan pembelajaran kooperatif akan menciptakan suatu interaksi antar siswa yang kuat. Dan kegiatan interaksi ini akan memberikan para siswa untuk membentuk sinergi yang menguntungkan bagi semua anggota Lie, 32 2010:33. Menurut Lie 2010:34 inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan pada masing- masing anggota. Tentunya setiap anggota kelompok memiliki latar belakang yang berbeda satu sama lain yang berupa pengalaman, keluarga, dan sosial ekonomi. Sinergi didapatkan melalui proses yang panjang sehingga siswa mampu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain. Interaksi juga dapat terjadi ketika seorang siswa akan membantu siswa lain dan saling memberikan bantuan untuk sukses sebagai anggota kalompok. Interaksi juga akan tercipta dalam hal tukar-menukar ide tantang masalah yang dipelajari bersama. c. Tanggung jawab individual Tanggung jawab tersebut terlihat ketika membantu siswa yang mem butuhkan bantuan dan siswa tidak hanya sekedar “membonceng” hasil kerja teman sekelompoknya. Menurut Lie 2010:33 unsur tanggung jawab individual ini merupakan akibat langsung dari unsur pertama saling ketergantungan antarsiswa yang positif. Apabila setiap siswa merasa bertanggung jawab maka akan melalukan hal yang terbaik untuk kelompoknya. Agar siswa mampu memiliki tanggung jawab individual, guru yang efektif dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif akan membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa Lie, 2010:33. Sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas dalam kelompok bias dilaksanakan. 33 d. Komunikasi antar anggota Dalam unsur ini juga menghendaki agar siswa dibekali dengan berbagai ketrampilan berkomunikasi Lie, 2010:34. Sebaiknya guru sebelum menugaskan siswa dalam kelompok perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut. Tidak setiap siswa memiliki keahlian dalam mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada ketersediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan siswa untuk mengutarakan pendapat Lie, 2010:33. Adanya keterampilan interpersonal dan kelompok kecil yang diperlukan ketika mendapatkan tugas mempelajari materi secara mandiri serta ketika berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya dan bagaimana sikap siswa sebagai anggota kelompok dalam menyampaikan ide dalam kelompok. e. Belajar kelompok tidak akan berlangsung tanpa adanya proses kelompok Proses kelompok ini terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan cara mereka mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik. Menurut Lie 2010:35 guru juga perlu membuat jadwal khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama agar selanjutnya dapat bekerja sama dengan lebih efektif. Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif juga dikemukakan oleh Riyanto 2009:269-270 yaitu pertama, dalam pembelajaran kooperatif mengambangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama sebagai latihan hidup bermasyarakat. Kedua, saling ketergantungan positif antar 34 individu tiap individu punya kontribusi dalam mencapai tujuan. Ketiga, dalam pembelajaran kooperatif terdapat tanggung jawab secara individu. Keempat, temu muka dalam proses pembelajaran. Kelima, komunikasi antar anggota kelompok. Dan keenam, evaluasi proses pembelajaran dilakukan secara kelompok. Hal senada juga diutarakan oleh Rusman 2010:207 bahwa terdapat karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pembelajaran Secara Tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus membuat seluruh anggota berkemauan untuk belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. b. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif Manajemen kooperatif memiliki tiga fungsi, yaitu: a Sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan, b Sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan efektif, c Sebagai kontrol, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun non-tes. 35 c. Kemauan untuk Bekerja Sama Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerjasama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerjasama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal. d. Ketrampilan Bekerja Sama Kemampuan bekerja sama dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Selain beberapa ciri pembelajaran kooperatif tersebut, terdapat beberapa ciri lain, yaitu dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja dalam kelompok secara koopertif untuk menuntaskan materi belajarnya; kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; apabila mungkin anggota kelompok dapat berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda; dan penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu Rusman, 2010:208-209. Hal senada juga diungkapkan oleh Riyanto 2009:270 bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu, kelompok dibentuk dengan siswa kemampuan tinggi, sedang, rendah; siswa dalam kelompok sehidup semati; siswa melihat semua anggota mempunyai tujuan yang sama; evaluasi untuk semua; berbagi kepemimpinan dan ketrampilan untuk bekerja sama; dan diminta mempertanggungjawabkan individual materi yang ditangani. 36 Dari beberapa karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki ciri sebuah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok dengan anggota yang heterogen. Dimana didalam kelompok tersebut terdapat suatu sikap bekerja sama dan ada keterlibatan antar anggota kelompok dengan tujuan mencapai hasil belajar yang optimal. Setiap anggota kelompok saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersama.

2.1.3.4 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat empat langkah kegiatan pembelajaran, yaitu sebagai berikut Taniredja, dkk, 2011:61-62: a. Orientasi Kegiatan diawali dengan orientasi untuk memhamai dan menyepakati bersama tentang apa yang akan dipelajari serta bagaimana pembelajarannya. Guru dapat mengkomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah-langkah serta hasil akhir yang diharapkan untuk dikuasai oleh siswa. b. Kerja kelompok Pada tahap ini siswa melakukan kerja kelompok sebagai inti kegiatan pembelajaran. Kerja kelompok dapat berbentuk kegiatan memecahkan masalah, atau memahami dan menerapkan suatu konsep yang dipelajari. Waktu untuk bekerja kelompok disesuaikan dengan luas dan dalamnya materi yang harus dikerjakan. Agar kegiatan kelompok terarah, perlu diberikan panduan singkat sebagai pedoman kegiatan yang telah dipersiapkan oleh guru. 37 c. TesKuis Pada akhir kegiatan kelompok diharapkan siswa telah mampu memahami topicmasalah yang sudah dikaji bersama. Kemudian masing-masing siswa menjawab tes atau kuis untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap topik atau masalah yang dikaji. Penilaian individu ini mencakup penguasaan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. d. Penghargaan kelompok Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil memperoleh kenaikan skor dalam tes individu. Kenaikan skor dihitung dari selisih skor dasar dengan skor tes individual, kemudian menghitung skor yang didapat masing-masing kelompok dengan cara menjumlahkan skor yang didapat siswa didalam kelompok dan dicari rata- ratanya. Selanjutnya, melalui skor rata-rata tersebut ditentukan penghargaan masing-masing kelompok. Hal senada juga dijelaskan oleh Sthal dalam Taniredja, dkk 2011:63-64 langkah-langkah pembelajaran kooperatif, yaitu: a. Guru merancang rencana program pembelajaran. b. Dalam aplikasi pembelajaran di kelas, guru merancang lambar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan siswa dalam belajar. c. Dalam melakukan observasi terhadap kegiatan siswa, guru mengarahkan dan membimbing siswa, baik individual maupun kelompok, baik dalam memahami materi maupun sikap dan perilaku siswa selama kegiatan berlangsung. 38 d. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil kerjanya. 2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw II 2.1.4.1 Pengertian Jigsaw II Awalnya Jigsaw I dikembangkan dan diujikan oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di Unversitas Texaz, dan diadopsi oleh Slavin dan teman- temannya di Unversitas John Hopkins menjadi Jigsaw II Trianto, 2009:73. Arti Jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil pola cara kerja sebuah potongan gergaji zigzag, yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama Rusman, 2011:217. Dalam model kooperatif Jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengolah informasi yang didapat untuk meningkatkan ketrampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan informasinya kepada kelompok lain Rusman, 2011:218. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Slavin 2008:237, bahwa Jigsaw II juga digunakan ketika siswa mempelajari materi yang berbentuk narasi tertulis, salah satunya seperti pelajaran ilmu sosial. Melalui model Jigsaw II ini, siswa diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit dan diberikan “lembar ahli” yang terdiri atas topik-topik yang berbeda, yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim 39 saat mereka membaca. Setelah semua anak selesai membaca, siswa dari tim yang berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam”kelompok ahli” untuk mendiskusikan topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada tim mereka secara bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Terakhir adalah para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh topik dan skor kuis akan digunakan dalam skor tim guna memperoleh penghargaan kelompok group reward Slavin, 2008:237. Berdasarkan definisi di atas, peneliti mendifinisikan Jigsaw II adalah suatu pembelajaran yang menekankan pada aktivitas dan interaksi antar siswa, dimana siswa berbagi tugas untuk membaca bab atau unit dengan topik yang berbeda yang sebelumnya setiap siswa juga telah mempelajari keseluruahan topik yang akan dipelajari. Dan diakhir kegiatan kelompok akan mendapatkan penghargaan.

2.1.4.2 Perbedaan Jigsaw I dan Jigsaw II

Berikut ini disajikan tabel perbedaan Jigsaw I dan Jigsaw II: Tabel 2.1 Perbedaan Jigsaw I dan Jigsaw II No. Jigsaw I Jigsaw II 1. Siswa hanya belajar konsep yang menjadi spesialisasinya, sementara konsep lainnya didapatkan melalui teman kelompoknya. Setiap siswa memperoleh kesempatan belajar secara keseluruhan sebelum siswa mempelajari spesialisasinya untuk menjadi expert. 2. Waktu yang dibutuhkan lebih sedikit. Membutuhkan waktu yang lebih banyak karena harus membaca keseluruhan materi yang akan dipelajari. 3. Tidak ada penghargaan kelompok reward. Terdapat penghargaan kelompok reward. 40

2.1.4.3 Langkah Pembelajaran Teknik Jigsaw II

Dalam Trianto 2009:238, terdapat langkah-langkah model pembelajaran kooperatif learning teknik Jigsaw II adalah sebagai berikut: a. Orientasi Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diberikan dengan memberikan penekanan manfaat penggunaan Jigsaw II dalam kegiatan belajar mengajar. Guru juga senantiasa mengingatkan pada siswa untuk percaya diri, kritis, dan kooperatif selama kegiatan berlangsung. Sebelumnya peserta didik diminta belajar konsep secara keseluruhan agar memperoleh gambaran keseluruhan dari konsep yang akan dipelajari. b. Pengelompokan Dalam pembentukan kelompok guru dapat mengelompokkan berdasarkan peringkat kemampuan siswa di kelasnya tanpa sepengetahuan siswa. Guru membagi dalam 25 kelompok sangat baik, 25 kelompok baik, 25 kelompok sedang, dan 25 kelompok rendah. Selanjutnya, guru membagi dalam kelompok yang isi tiap-tiap groupnya heterogen berdasarkan peringkat kemampuan siswa di setiap bidang mata pelajaran. Berikan indeks 1 untuk siswa dalam kelompok sangat baik, indeks 2 untuk kelompok baik, indeks 3 untuk kelompok sedang, dan indeks 4 untuk kelompok rendah. Misalkan A1 berarti group A dari kelompok sangat ba ik, …, A4 berarti group A dari kelompok rendah. Contohnya: Group A {A1, A2, A3, A4} Group B {B1, B2, B3, B4} Group C {C1, C2, C3, C4} 41 Group D {D1, D2, D3, D4} Group E {E1, E2, E3, E4} c. Pembentukan dan pembinaan kelompok expert Selanjutnya group yang telah terbentuk tadi dipecah menjadi kelompok yang akan mempelajari materi yang akan diberikan dan dibina supaya jadi expert, berdasarkan indeksnya. Contoh: Misalnya pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw II dalam mata pelajaran IPS materi menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklasikan kemerdekaan Indonesia. Kelompok 1 {A1, B1, C1, D1, E1} Kelompok 2 {A2, B2, C2, D2, E2} Kelompok 3 {A3, B3, C3, D3, E3} Kelompok 4 {A4, B4, C4, D4, E4} Setiap kelompok tersebut diharapkan dapat mempelajari topik yang telah diberikan dengan sebaik-baiknya sebelum ia kembali ke dalam group sebagai tim ahli “expert”, tentunya peran guru sangat penting dalam fase ini. d. Diskusi Pemaparan kelompok ahli dalam group Siswa “ahli” dalam konsep tertentu ini masing-masing kembali dalam group semula. Pada fase ini kelima group 1-5 memiliki ahli dalam konsep- konsep tertentu sesuai dengan worksheet masing-masing. Selanjutnya siswa dipersilahkan mempresentasikan keahliannya dalam group masing-masing, satu 42 persatu. Pada proses ini akan terjadi sharing pengetahuan antara tiap anggota group . Terdapat aturan dalam fase ini yaitu: a. Siswa harus bertanggung jawab untuk memastikan setiap anggota tim mempelajari materi yang telah diberikan. b. Tidak ada yang selesai belajar sebelum setiap anggota tim menguasai konsep dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan baru. c. Apabila ada yang kurang dimengerti sebaiknya siswa tetap bertanya pada anggota group sebelum bertanya pada guru. d. Ketika melakukan pembicaraan dalam tim sebaiknya dilakukan dengan suara yang pelan agar tidak mengganggu tim lainnya. e. Ketika kegiatan dikusi berakhir dengan “merayakan” agar memperoleh kepuasan. Dalam teknik Jigsaw II ini penilaian dilakukan dengan cara guru memberikan tes tertulis yang memuat seluruh konsep yang didiskusikan. Selama kegiatan tes berlangsung siswa mengerjakan secara individu. Sedangkan penilaian pada pembelajaran kooperatif berdasarkan skor peningkatan individu pada seberapa jauh skor melampaui rata-rata skor berikutnya, tidak didasarkan pada skor akhir yang diperoleh siswa. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin maksimum pada kelompoknya dalam skor kelompok yang didasarkan skor kuis mereka melampaui skor dasar mereka.

2.1.4.4 Evaluasi dalam Jigsaw II

Terdapat beberapa langkah dalam melakukan penilaian Jigsaw II yaitu Slavin, 2005:159-163: 43 a. Pengetesan Tesujian dilakukan dengan guru memberikan soal evaluasi kepada siswa untuk menjawab secara individual tentang materi yang telah dipelajari. Siswa mengerjakan soal secara individu untuk memperlihatkan apa yang telah mereka pelajari secara individual. b. Skor PeningkatanKemajuan Siswa memperoleh skor peningkatan berdasarkan tingkat skala dimana skor tes mereka melebihi atau kurang dari skor dasar mereka. Untuk itu, terdapat langkah-langkah dalam menghitung skor individual yaitu: 1. Menetapkan skor dasar Setiap siswa diberikan skor dasar berdasarkan skor kuis yang lalu. 2. Menghitung skor kuis terkini Setiap siswa memperoleh poin untuk kuis yang berkaitan dengan pelajaran terkini. 3. Menghitung skor peningkatankemajuan Siswa akan memperoleh poin peningkatan yang besarnya ditentukan apakah skor kuis menyamai atau melampaui skor dasar mereka dengan menggunakan skala skor kuis sebagai berikut Slavin, 2005:159: Tabel 2.2 Skala Poin PeningkatanKemajuan No. Skor Kuis Terkini Poin Kemajuan 1. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 poin 2. 10-1 poin di bawah skor awal 10 poin 3. Skor awal sampai 10 poin diatas skor awal 20 poin 4. Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 poin 5. Kertas jawaban sempurna terlepas dari skor awal 30 poin Sedangkan format lembar penyekoran kuis ditunjukkan sebagai berikut: 44 Contoh: Tabel 2.3 Contoh Format Lembar Penyekoran Kuis No. Siswa Skor Awal Skor Kuis Skor Kemajuan 1. A 90 100 30 2. B 80 67 3. C 75 79 20 4. D 55 46 10 5. E 55 40 c. Penghargaan Skor Tim Kegiatan akhir dari suatu penilaian dan evaluasi sangat penting dilakukan dalam pembelajaran kooperatif yang berupa pemberian penghargaan. Menurut Slavin 2005:160 terdapat tiga macam tingkatan penghargaan yang didasarkan pada rata-rata skor tim yaitu, tim baik, tim sangat baik, dan tim istimewa. Berikut ini disajikan kualifikasi rata-rata perhitungan skor tim Rusman, 2011:216: Tabel 2.4 Kualifikasi Skor Tim No. Rata-rata Skor Kualifikasi 1. 2. 3. 4. 0 ≤ N ≤ 5 6 ≤ N ≤ 15 16 ≤ N ≤ 20 21 ≤ N ≤ 30 - Tim yang baik Good Team Tim yang sangat baik Great Tim Tim yang istimewa Super Tim Setelah melakukan perhitungan skor tim, maka tiap-tiap tim menerima piagam penghargaan atau hadiah berdasarkan sistem poin tersebut. 2.1.5 Ilmu Pengetahuan Sosial

2.1.5.1 Hakikat IPS

Istilah IPS Ilmu Pengetahuan Sosial di Indonesia mulai dikenal sejak tahun 1970-an sebagai kesepakatan komunitas akademik dan secara formal mulai digunakan dalam sistem pendidikan nasional dalam Kurikulum 1975 Sapriya, 2008:7. Dan mata pelajaran IPS merupakan sebuah nama dari mata pelajaran 45 yang terintegrasi yaitu Sejarah, Geografi, dan Ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya. Ciri khas IPS sebagai mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah bersifat terpadu integrated. Tujuan IPS bersifat terpadu agar mata pelajaran ini lebih bermakna bagi siswa sehingga pengorganisasian materibahan pelajaran disesuaikan dengan lingkungan, karakteristik, dan kebutuhan siswa Sapriya, 2008:8. Pengertian lain Ilmu Pengetahuan Sosial IPS menurut National for Sosial Studies NCSS dalam Supardi 2011:182 adalah: “Sosial studies ate the integrated study of the sosial sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as antrophology, archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, matemathics, and the natural sciences. ” Hal senada juga dikemukakan oleh Nurman Sumantri dalam Supardi 2011:182 bahwa pendidikan IPS di sekolah adalah suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, psikologi, filsafat, ideologi negara dan agama yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Sejak diperkenalkan mata pelajaran IPS di sekolah, IPS memiliki perbedaan makna yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik di tingkat Sekolah Dasar SD, tingkat Sekolah Menengah Pertama SMP, dan Sekolah Menengah Atas SMA. Untuk itu pengertian IPS di tingkat sekolah tersebut dapat berarti gabungan dari sejumlah disiplin ilmu atau dapat pula berarti mata pelajaran yang berdiri sendiri berdasarkan pendekatan yang diterapkan. Istilah IPS untuk 46 Sekolah Dasar merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi atau gabungan dari beberapa konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains bahkan isu dan masalah sosial. Materi IPS di SD didasarkan pada aspek disiplin ilmu karena mementingkan dimensi pedagogik dan psikologis serta karaktereistik peserta didik yang kemampuan berfikirnya bersifat holistik Sapriya, 2009:20. Dari beberapa pengertian IPS dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu- ilmu sosial sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Menurut Susanto Ekawati Suntari Widarwati 2009 IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial. Untuk itu, sangat jelas bahwa pendidikan IPS di sekolah terutama di sekolah dasar SD harus menekankan pada ketrampilan siswa dalam memecahkan masalah mulai dari lingkup diri sampai pada masalah yang kompleks. Karena masalah manusia selalu berkaiatan dengan berbagai aspek yang tidak hanya lingkup sosial tapi juga diluar lingkungan sosial. Dan melalui pembelajaran IPS yang terpadu mampu mengembangkan pembelajaran yang bermakna, efektif, dan efisien. 47

2.1.5.2 Tujuan Pembelajaran IPS Sekolah Dasar

Melalui pembelajaran IPS di SD dimaksudkan untuk meningkatkan beberapa kemampuan siswa yaitu Sapriya, 2009:194: “1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan sosial, 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global. ” Tujuan pembelajaran IPS juga untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik agar lebih peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap dan mental yang positif pada segala ketimpangan, dan terampil dalam mengatasi permasalahan yang ada pada kehidupan sehari-hari baik yang menimpa pada dirinya serta masyarakat. Beberapa tujuan tersebut dapat tercapai apabila program pelajaran IPS dilaksanakan secara baik dan terorganisasi Susanto Ekawati Suntari Widarwati, 2009:3. Hal lain dikemukakan oleh Sapriya 2009:194, bahwa IPS dilatarbelakangi oleh masa yang akan datang dari para peserta didik yang akan mengahadapi tantangan berat karena dalam kehidupan masyarakat global selalui mengalami perubahan. Untuk itu, IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis sosial masyarakat yang dinamis. Hal lain juga dikemukakan oleh Supardi 2011:186 bahwa IPS memiliki beberapa tujuan. Pertama, memberikan pengetahuan untuk menjadikan siswa sebagai warga negara yang baik, sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, demokratis dan bertanggung jawab, 48 memiliki identitas dan kebanggan nasional. Untuk itu siswa perlu dibekali pengetahuan dan nilai yang bersumber dari ilmu sosial dan humaniora, serta masalah sosial kemasyarakatan dan kebangsaan. Kedua, bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan inkuiri untuk dapat memahami, mengidentifikasi, menganalisis, dan memiliki ketrampilan sosial untuk berpartisipasi dalam memecahkan masalah sosial. Ketiga, bertujuan untuk melatih belajar mandiri, disamping berlatih untuk membangun kebersamaan melalui program pembelajaran yang lebih kreatif inovatif. Keempat, mengembangkan kecerdasan, kebiasaan, dan ketrampilan sosial. Dengan pembelajaran IPS, siswa juga diharapkan memiliki kecerdasan dan ketrampilan dalam berbagai hal terkait dengan kehidupan sosial masyarakat sehingga melahirkan kebiasaan sosial. Kelima, pembelajaran IPS diharapkan melatih siswa untuk mengahyati nilai-nilai hidup yang baik dan terpuji termasuk moral, kejujuran, keadilan. Keenam, IPS bertujuan mengembangkan kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan. Dengan adanya beberapa pendapat dari para ahli tersebut, mata pelajaran IPS di sekolah dasar diharapkan dapat membantu siswa untuk mengembangkan kekampuan dalam membuat sebuah keputusan yang bersifat reflektif. Sehingga, siswa dapar memecahkan masalah-masalah pribadi dan membentuk kebijakan umum dengan cara berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Dan disisi lain IPS juga diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis sosial dalam suatu masyarakat. 49

2.1.5.3 Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar

Dalam Sapriya 2009:194, pengorganisasian materi mata pelajaran IPS untuk jenjang SDMI menggunakan pendekatan terpadu integreated, yang berarti materi pelajaran IPS dikembangkan dan disusun tidak mengacu pada disiplin ilmu yang terpisah namun mengacu pada aspek kehidupan nyata yang disesuaikan dengan karakteristik usia, tingkat perkembangan berpikir, kebiasaan bersikap dan berperilaku peserta didik. IPS juga mengkaji seperangkat peristiwa, konsep, fakta, dan generalisasi berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SDMI, IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Untuk itu IPS di SD belum mancakup dan mengakomodasi seluruh disiplin ilmu sosial. Pendidikan di SD juga telah mengintegrasikan bahan pelajaran dalam satu bidang studi Supardi, 2011:184. Hingga sekarang buku-buku IPS untuk SD telah memasukkan setidaknya lima sub bidang studi, yakni sejarah, geografi, politik, hukum, dan ekonomi. Guru-guru mata pelajaran di sekolah dasar juga telah disiapkan secara khusus, seperti Pendidikan Guru Sekolah Dasar PGSD dan Sekolah Pendidikan Guru SPG. Maka, dengan adanya pembelajaran IPS di sekolah dasar, pada masa mendatang para siswa diharapkan mampu menghadapi tantangan berat dalam kehidupan masyarakat global yang selalu mengalami perubahan.

2.1.5.4 Kompetensi Dasar IPS di Sekolah Dasar

Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD Ilmu Pengetahuan Sosial IPS di tingkat sekolah dasar SD, meliputi bahan kajian: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi. Bahan kajian itu menjadi mata pelajaran Ilmu 50 Pengetahuan Sosial IPS. Standar kompetensi mata pelajaran IPS kelas V yaitu 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kompetensi dasar yang akan diteliti adalah 2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Materi yang akan dibahas adalah usaha para tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Menurut Rosdijati Aqib Trimo 2010:58-58 yang mengacu pada tujuan pembelajaran IPS, maka pembelajaran IPS dilakukan agar peserta didik dapat mencapai kompetensi-kompetesi, yaitu mengenal konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan sosial; memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial serta kemanusiaan; dan memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, serta global.

2.2 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw II pada Mata Pelajaran IPS

Penerapan kegiatan pembelajaran IPS dengan model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw II secara garis besar meliputi penyampaian tujuan dan motivasi, pembagian kelompok, kegiatan belajar dalam tim, presentasi dari siswa, kuis atau evaluasi, dan pemberian penghargaan prestasi tim. Kegiatan pada siklus I, indikator yang digunakan meliputi mendiskripsikan peristiwa kekalahan Jepang terhadap sekutu, mendiskripsikan 51 peristiwa Rengasdengklok, mendiskripsikan peristiwa dalam penyusunan teks proklamasi, mendiskripsikan peristiwa detik-detik proklamasi, dan media penyebaran berita proklamasi. Penyampaian tujuan dan motivasi adalah dengan bercerita tentang perjuangan para pahlawan dalam memproklamasikan kemerdekaan. Jumlah anggota tiap kelompok yakni enam anak yang berkumpul dalam lima kelompok asal, dan enam kelompok ahli yang masing-masing terdiri dari lima anak. Dengan adanya pembentukan kelompok tersebut, diharapkan dapat memunculkan banyak ide dan banyak tugas yang dapat dilakukan sehingga memudahkan guru dalam memonitor kontribusi. Kegiatan belajar dalam tim meliputi diskusi, tanya jawab, dan presentasi. Pada akhir pertemuan siklus I diadakan evaluasi. Perolehan skor evaluasi akan dihitung peningkatannya dan akan diberikan piagam penghargaan prestasi tim. Apabila siklus I belum tercapai, maka akan dilanjutkan dengan siklus II. Pada siklus II indikator yang dicapai yaitu menemukan peranan BPUPKI dan PPKI dalam perumusan dasar Negara, menunjukkan peranan tokoh dalam peristiwa proklamasi, dan merencanakan cara-cara untuk menghargai jasa tokoh pahlawan kemerdekaan. Penyampaian tujuan pada siklus II ini dengan menampilkan gambar-gambar pahlawan kemerdekaan dan bercerita tokoh-tokoh yang berperan penting dalam peristiwa proklamasi. Serta kegiatan belajar dalam kelompok meliputi diskusi, tanya jawab, dan presentasi. Sama halnya pada kegiatan di siklus I, pada akhir siklus II ini juga diadakan evaluasi serta pemberian penghargaan prestasi tim. 52

2.3 Hasil Penelitian yang Relevan

Dokumen yang terkait

Hubungan pembelajaran fisika menggunakan media komik dengan minat belajar siswa pada konsep zat dan wujudnya di SLTP Negeri 1 Jember siswa kelas I Cawu 1 tahun pelajaran 2000/2001

0 8 97

Perbedaan hasil belajar IPS dengan menggunakan teknik pembelajaran JIGSAW dan teknik pembelajaran STAD (Studi pada siswa SMP Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan)

0 4 149

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik think pair share dan teknik think pair squre

0 4 174

Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui pembelajaran kooperatif teknik jigsaw siswa kelas II MI Al Masthuriyah Bekasi

0 3 122

Upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas II dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw di Mi Al-Amanah Joglo Kembangan

0 6 103

pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe rotating exchange (RTE) terhadap minat belajar matematika siswa

3 51 76

Peningkatan minat belajar PAI siswa dengan penerapan model pembelajaran tuntas di Kelas V SDN Cukanggalih II Kec. Curug Kab. Tangerang Tahun pelajaran 2013 / 2014

0 12 110

Pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok (group investigation) terhadap hasil belajar biologi siswa

0 30 71

Peningkatan minat dan hasil belajar IPS siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif metode numbered heads together di SMP Nusantara plus Ciputat

1 6 201

Meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS kelas IVA SD Negeri 1 Metro Barat menggunakan media audio visual tahun pelajaran 2012/2013.

0 5 42