Alternatif Strategi Pengembangan Pembiayaan Perikanan

129 5 PEMBAHASAN 5.1 Kelayakan Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kota Tegal 5.1.1 Pola Investasi Usaha Perikanan Tangkap Pada Bab 4 dijelaskan bahwa usaha perikanan tangkap yang banyak dikembangkan di Kota Tegal terdiri dari jaring arad, gillnet monofilamen, cantrang, jaring rampus, purse seine, gillnet, dan pancing layangan. Dalam kaitan dengan investasi, usaha perikanan tangkap tersebut kebanyakan mengusahakan sendiri modal yang dibutuhkan dan belum banyak memanfaatkan dukungan pembiayaan dari perbankan atau lembaga keuangan. Menurut DPKP Kota Tegal 2010, setiap mendapatkan hasil tangkapan berlimpah, nelayan kecil Kota Tegal umumnya menabung sebagian keuntungan untuk perbaikan dan investasi jangka panjang. Kebiasaan tersebut masih terus diikuti, meskipun beberapa diantaranya ada yang sudah memanfaatkan pembiayaan dari koperasi dan lainnya. Menurut Lambooij, et. al 2012, biaya investasi terbesar usaha perikanan tangkap biasanya untuk pengadaan peralatan utama produksi seperti kapal, alat tangkap dan peralatan pendukung elektronik dengan kehandalan khusus. Bila melihat jenis barang investasi yang dibelanjakan nelayan Kota Tegal, maka biaya investasi terbesar umumnya digunakan untuk pengadaan kapal, yaitu rata-rata mencapai sekitar 58,2 dari keseluruhan biaya investasi yang dibutuhkan. Hal ini bisa jadi karena fishing ground nelayan Kota Tegal umumnya cukup jauh termasuk untuk usaha perikanan tangkap, sehingga mereka selalu mempersiapkan dengan kapal yang akan digunakannya. Menurut Hamdan, et al 2006 hasil tangkapan nelayan di perairan utara Jawa kurang dari 12 mil tidak terlalu banyak, dan untuk mensiasati kondisi ini biasanya nelayan melakukan penangkapan di fishing ground yang lebih jauh. Bahkan untuk cantrang dan gillnet dapat mencapai perairan Kalimantan, Selat Karimata, dan lainnya. Usaha perikanan cantrang dan gillnet umumnya dioperasikan dengan kapal yang lebih besar, yang biaya investasinya masing-masing dapat mencapai Rp 185.000.000,- dan Rp 275.000.000,-. Investasi terbesar kedua, biasanya untuk pengadaan alat tangkap kecuali untuk gillnet monofilamen, jaring rampus, dan pancing layangan. Investasi cukup besar untuk alat tangkap ini memberi indikasi bahwa untuk mendapatkan hasil tangkapan yang banyak, nelayan pada usaha perikanan tangkap sangat memperhatikan teknis dan teknologi penangkapan yang dilakukannya, dimana mereka mempersiapkan dengan baik alat tangkap yang digunakan, dan secara rutin dilakukan perawatan. Hal ini terlihat dari biaya perawatan yang cukup besar setiap tahunnya Lampiran 5 dan 7. Hermawan 2006 dalam penelitiannya menyatakan bahwa perawatan yang baik terhadap alat tangkap sangat mempengaruhi kinerja usaha perikanan tangkap terutama pada saat operasi penangkapan intensif di perairan yang luas. Pola investasi alat tangkap tersebut sedikit berbeda untuk gillnet monofilamen, jaring rampus, dan pancing layangan. Ketiga usaha perikanan tangkap tersebut tidak membutuhkan biaya yang besar untuk investasi alat tangkapnya. Ini terjadi karena ukuran alat tangkap tersebut relatif kecil dan bahkan beberapa dapat membuatnya sendiri. Hasil penelitian Rodríguez, et. al 2012 menunjukkan bahwa, pelaku usaha perikanan umumnya membuatmerakit sendiri peralatan yang digunakannya, kecuali untuk peralatan yang mengadopsi teknologi tertentu. Namun perawatan dari ketiga jenis alat tangkap tersebut sangat diperhatikan oleh nelayan di Kota Tegal, dimana setiap selesai melaut, mereka bergotong royong memperbaiki tali jaring yang putus atau mengganti pelampung yang rusak. Hal ini dukung oleh alokasi biaya yang cukup, misalnya untuk pancing layangan yang investasi alat tangkapnya Rp 1.000.000,- dialokasikan biaya perawatan Rp 250.000,- setiap tahunnya dan jaring rampus investasi Rp 5.000.000,- dialokasikan biaya perawatan Rp 500.000,- setiap tahunnya. Investasi kapal, tangkap dan mesin kapal di Kota Tegal biasanya mengandalkan modal sendiri, koperasi dan modal ventura, dan lembaga perbankan yang ada di dekat tempat tinggal. Khusus untuk investasi usaha perikanan tangkap dengan ukuran besar, seperti kapal cantrang dan gillnet, nelayan biasanya menempuh jalur peminjaman yang lebih resmi dari perbankan atau koperasi. Untuk investasi peralatan pendukung seperti lampu, kompas, radio, dan jerigen hampir semua nelayan di Kota Tegal mengusahakannya sendiri. Dari informasi di lapang mereka umumnya membeli peralatan pendukung dari hasil melaut yang didapat sebelumnya. Berkes 1994 menyatakan bahwa kekuatan dan kemandirian masyarakat lokal dalam pengelolaan perikanan menjadi kunci utama eksistensi usaha perikanan di suatu wilayah. Namun, pembiayaan dari lembaga perbankan tetap diperlukan untuk mempercepat perkembangan kegiatan perikanan yang ada dalam mendukung kesejahteraan dan ekonomi masyarakat pesisir.

5.1.2 Pengoperasian Usaha Perikanan Tangkap

Pada Bab 4 dijelaskan bahwa setiap tahunnya, operasi penangkapan ikan menggunakan jaring arad, cantrang, gillnet monofilamen, gillnet, jaring rampus, purse seine, dan pancing layangan berturut-turut dapat dilakukan sebanyak 175 trip, 14 trip, 215 trip, 15 trip, 100 trip, 118 trip, dan 195 trip. Jumlah trip penangkapan tersebut termasuk relative banyak sehingga tentu membutuhkan biaya operasional yang cukup besar. Biaya operasional terbesar dibutuhkan oleh cantrang, yaitu mencapai Rp 228.742.500,- per tahun. Selama ini penyiapan biaya operasional tersebut berasal dari keuntungan yang didapat pada trip penangkapan sebelumnya. Hasil penelitian Lunn and Dearden 2006 menunjukkan bahwa pelaku usaha perikanan tangkap di Thailand menyisihkan sebagian keuntungan yang didapat untuk pembiayaan rutin, pengembangan manajemen usaha, dan mempertahankan kelangsungan usaha perikanan tangkap di masa-masa sulit perbekalan mahal, dan hasil tangkapan sedikit. Terkait dengan ini, maka peran lembaga perbankan sesungguhnya sangat penting dalam mendukung pembiayaan usaha perikanan tangkap. Kredit yang diberikan dapat dimanfaatkan oleh usaha perikanan tangkap guna mengantisipasi kesulitan pembiayaan yang dialami. Bila melihat data pada Tabel 10 – 12, maka biaya operasional utama usaha perikanan tangkap umumnya adalah untuk pengadaan bahan bakar minyak BBM terutama solar dan pengadaan es balok. Fishing ground yang dapat mencapai perairan Kalimantan dan Selat Karimata menjadi penyebab tingginya kebutuhan BBM untuk beberapa usaha perikanan