Berbeda dengan tiga usaha perikanan tangkap sebelumnya, produksi ikan pada gillnet dan jaring rampus dipengaruhi secara signifikan oleh banyak faktor.
Ukuran jaring, lama trip, stok BBM, stok es, ABK, stok air tawar, dan perbekalan, semuanya menjadi penentu penting dan signifikan yang akan mempengaruhi naik
turunnya produksi ikan pada gillnet. Hal ini diduga karena gillnet dioperasikan dalam skala besar dengan biaya operasionalnya bisa mencapai Rp 2.991.750.000,-
per tahun, dan dalam satu trip operasi dapat memakan waktu 15 – 30 hari.
Mamuaya, et al, 2007 dalam penelitiannya menyatakan bahwa keberhasilan operasi gillnet menjadi penentu pertumbuhan perikanan daerah pantai, oleh karena
itu persiapan operasi perlu dilakukan sebaik mungkin. Dalam kaitan ini, maka penyiapan jaring, perencanaan lama trip, stok BBM, stok es, ABK, stok air tawar,
dan perbekalan harus dipersiapkan secara baik sebelum operasi gillnet dilakukan. Produksi jaring rampus dipengaruhi signifikan oleh ukuran jaring, stok BBM,
stok es, ABK, dan stok air. Bila dihubungkan dengan hasil analisis finansial yang menyatakan usaha perikanan jaring rampus ini tidak layak, maka diduga perhatian
yang rendah terhadap kelima faktor produksi tersebut telah menjadi penyebab utama rendahnya performance jaring rampus ini di Kota Tegal.
Liana, et al, 2001 menyatakan bahwa rendahnya produktivitas perikanan terjadi karena lemahnya perencanaan, dan hal ini akan berubah bila semua
personil aktif dan peduli dengan lingkup tugasnya. Perhatian yang tinggi pada penyiapan faktor produksi yang signifikan mempengaruhi performance usaha
jaring rampus, gillnet, gillnet monofilamen, jaring arad dan usaha perikanan tangkap lainnya harus dilakukan oleh semua personilpelaku perikanan. Dampak
dari hal ini mungkin tidak terlihat langsung di lapangan, tetapi hasil analisis kelayakan finansial telah memperlihatkan secara jelas begitu stabilnya penerimaan
usaha perikanan tangkap dengan persiapan produksi yang baik, dan tidak layaknya usaha perikanan tangkap yang teknologi produksinya tidak disiapkan
dengan baik. Produksi ikan pada purse seine dan pancing layangan dipengaruhi signifikan oleh stok BBM, dan oleh karenanya faktor produksi tersebut harus
menjadi perhatian penting personil perikanan terkait pada setiap operasi penangkapan yang dilakukannya.
Mengingat populasi usaha perikanan tangkap yang dominan di Kota Tegal maupun di Propinsi Jawa Tengah, maka cukup wajar penerimaan daerah dari
usaha perikanan tangkap ini sangat diharapkan. Hasil penelitian Louise, et. al 2011 di Sabah, Malaysia menunjukkan bahwa usaha perikanan dapat memberi
kontribusi urutan ketiga terhadap GDP tahun 2009 negara bagian tersebut naik 225 , meskipun populasinya tidak banyak hanya 3,5 . Hal ini terjadi
fleksibilitas, kehandalan unit penangkapan skala kecil beroperasi diperairan dangkal, serta perhatian tinggi dari pemerintah dan masyarakat bagi
pengembangan perikanan. Bila melihat lebih dalam, perhatian yang rendah terhadap faktor produksi
yang termasuk signifikan mempengaruhi produksi ikan oleh usaha perikanan tangkap di Kota Tegal dominan karena modal operasional yang terbatas dan
bergantung pada hasil tangkapan yang sebelumnya. Persyaratan kredit terutama yang menyangkut jaminan tidak dapat dipenuhi oleh kebanyakan nelayanpelaku
perikanan, dan kondisi ini menjadi dilema yang tidak pernah terselesaikan. Soekartawi 2002 mengatakan hubungan faktor produksi dengan peningkatan
produksi yang tidak selalu positif dan linear memberi resiko tinggi bagi investor, sehingga tidak banyak lembaga keuangan yang mau bermitra dalam
pembiayaannya.
5.3. Interaksi Komponen Pengembangan Pembiayaan Usaha Perikanan
Tangkap 5.3.1.
Interaksi Komponen Makro Yang Terkait Dengan Kinerja Pembiayaan
Dalam mendukung penyediaan faktor produksi terutama yang signifikan yang mempengaruhi pengembangan produksi perikanan di Kota Tegal, maka
berbagai interaksi yang dapat mempermudah pembiayaannya perlu untuk dilakukan. Dukungan pembiayaan terhadap penyediaan faktor produksi yang
signifikan tersebut dapat membantu peningkatan produksi dan kelayakan finansial usaha perikanan tangkap yang ada. Agar dukungan tersebut lebih jelas, maka
komponen yang berinteraksi signifikan dalam pembiayaan harus mendapatkan perhatian yang khusus. Hasil analisis pada Bagian 4.3 menunjukkan bahwa
dalam lingkup makro, lembaga perbankan signifikan dapat meningkatkan kinerja pembiayaan, demikian pula usaha perikanan tangkap mendekati signifikan dalam
mendukung kinerja pembiayaan. Signifikansi peran lembaga perbankan terhadap peningkatan kinerja
pembiayaan di Kota Tegal diduga karena lembaga perbankan baik bank umum, bank perkreditan rakyat BPR, maupun bank pembangunan daerah BPD
merupakan lembaga yang diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk menentukan jenis pembiayaan yang diberikan kepada nasabah termasuk kepada
usaha perikanan tangkap. Bank Indonesia 2007, lembaga perbankan diberi kewenangan untuk mengembangkan jenis kreditpembiayaan yang bisa disalurkan
untuk mendukung usaha kecil dan menengah, dan oleh karenanya keberhasilan pembiayaan sangat bergantung pada jenis pembiayaan yang diterapkannya.
Untuk usaha perikanan tangkap, secara makro dapat mempengaruhi kinerja pembiayaan, selama produktivitas usaha perikanan tangkap tersebut baik.
Usaha perikanan tangkap yang dinyatakan layak secara finansial Bagian 4.1 menjadi indikasinya baiknya produktivitas usaha perikanan tangkap tersebut.
Bentuk aplikatif dari realisasi pembiayaan tersebut seharusnya adalah pemberian fasilitas pemenuhan terhadap faktor produksi yang dianggap serius mendukung
performance usaha perikanan tangkap tersebut. Berdasarkan penelitian ini, performance usaha perikanan tangkap cenderung berpengaruh negatif terhadap
kinerja pembiayaan RK = -1,065 yang menunjukkan bahwa usaha perikanan tangkap tersebut belum dapat dipercaya untuk mendapatkan pembiayaan yang
diberikan. Secara makro, lembaga pemerintah dan kebijakan kebijakan politik yang
dikeluarkannya tidak berpengaruh banyak bagi peningkatan kinerja pembiayaan diduga karena lembaga ini secara teknis tidak langsung menangani urusan
pembiayaan usaha. Menurut Sutisna 2007 menyatakan bahwa lembaga pemerintah termasuk KKP tidak mempunyai kewenangan untuk mengintervensi
penyaluran kreditpembiayaan yang dibutuhkan oleh pelaku langsung usaha perikanan tangkap. Lembaga pemerintah mempunyai lingkup tugas yang luas
yang bersifat mengayomi, mengatur, dan menetapkan regulasi.
5.3.2 Pengembangan Interaksi Operasional Pembiayaan
Pada tingkat operasional, komponen yang berinteraksi makro di atas, akan mempunyai pola interaksi tersendiri secara internal, sehingga meskipun secara
makro tidak terlihat perannya, namun pada tingkat operasional internal ada juga yang signifikan mendukung pembiayaan. Untuk komponen politik misalnya,
kebijakan terkait pelaksanaan kredit usaha Rakyat KUR X11, kredit ketahanan pangan dan energi KKPE X12, dan bantuan pinjaman langsung masyarakat
BPLM X13 mempengaruhi secara signifikan komponen politik tersebut untuk mendukung kinerja pembiayaan. Namun dari tiga jenis kebijakan pembiayaan
tersebut, hanya kredit ketahanan pangan dan energi KKPE X12 yang sampai saat ini dapat meningkatkan kinerja pembiayaan secara signifikan nk = 5, 180
dan p = 0,005. Terkait dengan ini, lembaga perbankan yang diberi mandat oleh pemerintah untuk menyalurkan kredit ketahanan pangan dan energi KKPE
tersebut harus optimal dalam mengembangkan kredit tersebut sehingga berdampak nyata terhadap peningkatan kinerja pembiayaan terus dipertahankan
dan manfaat kredit juga dapat dirasakan oleh kelompok usaha kecil termasuk di bidang perikanan tangkap di Kota Tegal.
Dari tiga lembaga perbankan yang berperan dalam pembiayaan di Kota Tegal, hanya bank perkreditan rakyat BPR yang belum terlihat signifikan
dukungannya terhadap pembiayaan usaha perikanan tangkap p X22 = fix, sangat besar. Meskipun tidak banyak, Bank umum seperti BRI telah lama
dimanfaatkan oleh nelayan untuk mendukung pembiayaan usaha. Dari informasi yang diperoleh di lapang, nelayan umumnya mendapat dukungan pembiayaan
sekitar 5-10 juta untuk usaha perikanan tangkap yang ukuran kecil , dan 50 – 150
juta untuk yang berikuran besar. Untuk performance usaha perikanan tangkap PER_UPT, kelayakan
usaha ditinjau dari parameter Net BC X32, IRR X33, dan ROI X34 mempunyai pengaruh signifikan bagi produktivitas usaha perikanan tangkap Kota
Tegal p masing-masing = 0,000. Hal ini cukup wajar terjadi karena Net BC membandingkan secara langsung penerimaan dengan pengeluaran usaha, sehingga
baik buruknya usaha perikanan tangkap langsung terlihat dari nilai Net BC yang
lebih besar atau kecil dari 1 satu. IRR dan ROI juga menjadi penting karena memberi arahan tentang kelayakan usaha perikanan tangkap dibandingkan dengan
suku bunga bank dan tingkat kemampuan usaha dalam mengembalikan modal investasinya sebelum umur teknis usaha perikanan tangkap tersebut habis.
Menurut Hanley dan Spash 1993, nilai Net BC, IRR, dan ROI memberi informasi lengkap terkait performance usaha ekonomi dari perimbangan
penerimaaan-pengeluaran, sejauhmana investasi suatu usaha ekonomi mampu memberikan keuntungan di atas suku bunga, serta sejauhmana usaha ekonomi
mengembalikan modal yang ditanamkan. Tzanatos, et.al 2005 menambahkan bahwa informasi tentang kondisi finansial, populasi usaha perikanan dan nelayan
yang terlibat harus diketahui dengan baik sehingga upaya pengembangan dapat dilakukan secara tepat. Di Yunani misalnya, berhasil menetapkan pola
pengembangan untuk 19,052 unit usaha perikanan tangkap yang dikembangkan dengan melibatkan 29.000
–35.000 nelayan, sehingga menjadi kontributor penting bagi GDP negara tersebut.
Dalam kaitan dengan peran lembaga pemerintah, saat ini baru KKP RI yang signifikan berpengaruh terhadap pembiayaan usaha perikanan tangkap. Hal
ini dimungkinkan karena KKP RI adalah lembaga yang menangani urusan perikanan serta mempunyai kewenangan yang lebih luas untuk mengeluarkan
berbagai kebijakan yang mendukung pengelolaan usaha perikanan tangkap termasuk dalam pembiayaan. Dalam kaitan ini, maka peran lembaga pemerintah
ini harus diselaraskan dengan program pembiayaan lembaga perbankan terutama bank umum dan BPD, sehingga kinerja pembiayaan dapat meningkat dan usaha
perikanan tangkap lebih berkembang di Kota Tegal. Untuk saat ini, kinerja pembiayaan dalam bentuk peningkatan jumlah kredit yang terserap menjadi
ukuran realiastis dan signifikan bagi keberhasilan pembiayaan usaha perikanan tangkap di Kota Tegal.