Kepentingan Kriteria dan Pembatas Dalam Pembiayaan
tangkap tersebut, seperti cantrang, gillnet, dan purse seine. Hermawan 2006 dalam disertasinya menyatakan bahwa usaha perikanan tangkap harus dapat
mensiasati kondisi fishing ground yang jauh supaya dapat bertahan sebagai bagian dari pengelolaan perikanan di suatu kawasan.
Untuk mempertahankan kualitas ikan yang ditangkap agar tetap segar, maka penyediaan es balok menjadi bagian penting yang harus dilakukan oleh usaha
perikanan tangkap sebelum berangkat melaut. Menurut Long, et al 2008, perencanaan penangkapan merupakan tahapan penting dalam operasi
penangkapan ikan, yang bila dilakukan dengan tepat dan cermat dapat mendukung pengembangan usaha perikanan tangkap secara signifikan. Di Kota Tegal, usaha
perikanan tangkap menjadi salah satu pemasok penting kebutuhan ikan segar untuk pasar lokal, swalayan, dan industri yang terdapat di Jawa Tengah Jawa
Barat, dan DKI Jakarta. Bahkan beberapa diantaranya menjadi bagian penting penyedia ikan segar ekonomis penting untuk tujuan ekspor misalnya ikan kerapu,
lobster, dan lainnya. Biaya operasional terbesar usaha perikanan cantrang, gillnet, dan purse seine adalah untuk pengadaan es balok, dimana masing-masing
Rp 88.200.000,-, RP 110.250.000,-, dan Rp 125.552.000,- per tahun. Untuk cantrang dan gillnet, hal ini lebih disebabkan oleh jumlah hari melaut untuk setiap
trip penangkapannya yang cukup lama. Demikian pula untuk gillnet, skala pengusahaannya yang relatif lebih besar, tentunya membutuhkan es balok yang
lebih banyak untuk mempertahankan kualitas ikan hasil tangkapannya. Menurut Carvalho,et al 2011, kinerja usaha perikanan tangkap yang lebih kecil dapat
lebih baik daripada usaha perikanan besar skala industri bila perbekalan utama es dan BBM dapat dipersiapkan dengan baik.
Bila pelaku usaha perikanan tangkap tidak dapat memenuhi kebutuhan operasional utama misalnya BBM, es balok, dan lain-lain tersebut, maka
operasional penangkapan yang dilakukannya dapat terganggu, dan bila hal ini terjadi maka kelayakan usaha perikanan tangkap menurun dan secara tidak
langsung mengganggu perekonomian pesisir di Kota Tegal. Pearce dan Robinson 1997 menyatakan, bahwa usaha perikanan tangkap perlu mengembangkan
berbagai skenariostrategi pengelolaan yang dapat membantu keberlanjutan usaha perikanan di masa datang. Hal ini supaya nelayan selalu dapat memenuhi
kebutuhan keluarganya dan perekonomian pesisir tetap berkembang. Perbekalan juga menjadi hal penting yang perlu disiapkan dalam operasi penangkapan ikan.
Lokasi fishing ground yang relatif jauh dan hari operasi yang relatif lama misalnya gillnet sekitar 15 hari tentu perlu didukung dengan perbekalan yang
memadai, sehingga nelayan tidak kembali sebelum mendapatkan hasil tangkapan yang memadai.
5.1.3 Status Kelayakan Pengembangan 5.1.3.1 Kelayakan Finansial Usaha Perikanan Tangkap
Menurut Mayes and Shank 2008 dan Hanley and Spash 1993, aspek finansial merupakan pertimbangan sangat penting dalam pengembangan suatu
usaha komersial, karena diarahkan untuk menghasilkan profit, memberi kesejahteraan bagi pelakunya, serta dapat meningkatkan perekenomian suatu
wilayah. Pada Bab 4 Bagian 4.1.4 dijelaskan bahwa dari tujuh usaha perikanan tangkap yang banyak diusahakan di Kota Tegal, terdapat lima yang layak
dikembangkan, yaitu jaring arad, cantrang, gillnet, purse seine, dan pancing layangan, dan ada dua yang tidak layak dikembangkan lebih lanjut, yaitu gillnet
monofilamen dan jaring rampus. Usaha perikanan gillnet monofilamen dan jaring rampus tidak layak
dikembangkan karena mempunyai nilai BC ratio 1 dan IRR 6,25 rata-rata suku bunga bank yang berlaku. Menurut FAO 2007 dan Gardjito 1996,
pengelolaan perikanan termasuk usaha perikanan tangkap perlu diperhatikan capaian semua aspek finansial dan pemasarannya produknya sebagai dasar
pengembangannya. Bila hal ini dapat dipenuhi dengan baik, maka kegiatan perikanan tersebut akan memberikan manfaat luas tidak hanya bagi pelaku
perikanan, tetapi juga sumberdaya alam dan lingkungan sekitarnya. Terkait dengan ini, maka pertimbangan menyeluruh terhadap parameter yang digunakan,
seperti Net Present Value NPV, Net Benefit – Cost Ratio Net BC, Internal
Rate of Return IRR, dan Return of Investment ROI sangat diperhatikan dalam penelitian ketujuh usaha perikanan tangkap yang ada di Kota Tegal tersebut.
Untuk parameter NPV, usaha perikanan purse seine, gillnet, dan cantrang mempunyai NPV yang paling tinggi, yaitu masing-masing Rp 281.558.720,21, Rp
218.543.235,67, dan Rp 224.454.335,52. Hal ini terjadi karena ketiga usaha perikanan tangkap ini diusahakan dengan skala yang relatif lebih besar
dibandingkan empat usaha perikanan tangkap lainnya. Jusuf 2005 dalam disertasinya menyatakan bahwa usaha perikanan tangkap yang memberikan
keuntungan bersih NPV yang tinggi dapat memberi keleluasaan kepada nelayan dalam menjalankan usaha perikanannya karena nelayan akan lebih mudah
menyediakan berbagai kebutuhan operasi penangkapan di tahap berikutnya. Bila melihat perimbangan penerimaan dengan pengeluaran Net BC, maka
usaha perikanan jaring arad dan purse seine mempunyai Net BC yang paling tinggi, yaitu masing-masing 1,09. Bila melihat nilai Net BC ini, maka bahwa
jaring arad dan purse seine mempunyai biaya operasional yang lebih rendah, sehingga keuntungannya relatif lebih besar. Berdasarkan Tabel 10 dan Tabel 11,
maka usaha perikanan jaring arad dan purse seine membutuhkan biaya operasional sekitar Rp 125.256.250,- per tahun dan Rp 297.183.000,- per tahun.
Untuk cantrang dan gillnet, biaya operasionalnya juga besar, yaitu masing-masing Rp 228.742.500,- per tahun dan Rp 273.656.250,- per tahun. Fauzi dan Anna
2005 menyatakan bahwa usaha perikanan dengan perimbangan penerimaan dan pengeluaran yang baik dapat diprioritaskan pengembangannya sebagai tindakan
operasional pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan. Bila melihat parameter finansial lainnya, jaring arad, cantrang, purse seine,
dan pancing layangan mempunyai IRR yang tinggi, yaitu masing-masing IRR 29,69 , 24,85 , 26,02 , dan 27,50 . Terkait dengan ini, maka keempat
usaha perikanan tangkap tersebut memberikan persentase keuntungan yang cukup baik. Gaspersz 2005 menyatakan nilai IRR merupakan gambaran dari rasio
besarnya manfaat bersih yang diterima pemilik dari menginvestasikan uangnya pada suatu usaha ekonomi. Rasio besarnya manfaat tersebut sangat penting bagi
kelangsungan investasi dan tingkat pemanfaatannya oleh pelaku usaha ekonomi. Hasil penelitian Salas, et. al 2007 menunjukkan bahwa rasio manfaat benefit
yang tinggi terhadap pengeluaran cost dapat membantu usaha perikanan menghadapi berbagai perubahan dan intervensi kebijakan, seperti peraturan terkait
dengan ukuran ikan yang tangkap, close open access, dan sistem zonasi alat tangkap, zonasi kegiatan pemanfaatan, kebijakan kredit, dan lainnya.
Bila dibandingkan tingkat bunga yang dapat diberikan oleh perbankan dari uang investasi 6,25 , maka usaha perikanan gillnet juga mempunyai nilai IRR
yang baik, yaitu 17,53 , sehingga dapat dikembangkan bersama dengan empat usaha perikanan tangkap lainnya. Secara umum, kelima usaha perikanan tangkap
perikanan ini juga memiliki nilai ROI yang baik 1. Menurut DJPT 2004, usaha perikanan tangkap yang layak secara finansial sangat diharapkan menjadi
penopang kontribusi perikanan terhadap pembangunan nasional. Hal ini karena usaha perikanan tangkap tersebut diusahakan oleh sebagian besar nelayan
Indonesia. Terkait dengan ini, maka kebijakan Bank Indonesia yang mendorong lembaga perbankan untuk meningkatkan intensitas kredit usaha kecil dan
menengah UKM sebagai bentuk pengelolaan mandiri dana nasabah oleh perbankan relevan dengan perkembangan usaha kecil di bidang perikanan
tangkap. Terkait dengan ini, maka kelayakan finansial usaha perikanan tangkap Kota Tegal dapat menjadi pertimbangan positif pemberian fasilitas kredit atau
pembiayaan dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya kepada usaha perikanan tangkap tersebut.