lebih besar atau kecil dari 1 satu. IRR dan ROI juga menjadi penting karena memberi arahan tentang kelayakan usaha perikanan tangkap dibandingkan dengan
suku bunga bank dan tingkat kemampuan usaha dalam mengembalikan modal investasinya sebelum umur teknis usaha perikanan tangkap tersebut habis.
Menurut Hanley dan Spash 1993, nilai Net BC, IRR, dan ROI memberi informasi lengkap terkait performance usaha ekonomi dari perimbangan
penerimaaan-pengeluaran, sejauhmana investasi suatu usaha ekonomi mampu memberikan keuntungan di atas suku bunga, serta sejauhmana usaha ekonomi
mengembalikan modal yang ditanamkan. Tzanatos, et.al 2005 menambahkan bahwa informasi tentang kondisi finansial, populasi usaha perikanan dan nelayan
yang terlibat harus diketahui dengan baik sehingga upaya pengembangan dapat dilakukan secara tepat. Di Yunani misalnya, berhasil menetapkan pola
pengembangan untuk 19,052 unit usaha perikanan tangkap yang dikembangkan dengan melibatkan 29.000
–35.000 nelayan, sehingga menjadi kontributor penting bagi GDP negara tersebut.
Dalam kaitan dengan peran lembaga pemerintah, saat ini baru KKP RI yang signifikan berpengaruh terhadap pembiayaan usaha perikanan tangkap. Hal
ini dimungkinkan karena KKP RI adalah lembaga yang menangani urusan perikanan serta mempunyai kewenangan yang lebih luas untuk mengeluarkan
berbagai kebijakan yang mendukung pengelolaan usaha perikanan tangkap termasuk dalam pembiayaan. Dalam kaitan ini, maka peran lembaga pemerintah
ini harus diselaraskan dengan program pembiayaan lembaga perbankan terutama bank umum dan BPD, sehingga kinerja pembiayaan dapat meningkat dan usaha
perikanan tangkap lebih berkembang di Kota Tegal. Untuk saat ini, kinerja pembiayaan dalam bentuk peningkatan jumlah kredit yang terserap menjadi
ukuran realiastis dan signifikan bagi keberhasilan pembiayaan usaha perikanan tangkap di Kota Tegal.
5.4 Existing Condition
Pembiayaan Usaha Perikanan Tangkap di Kota Tegal
5.4.1 Kondisi Internal dan Eksternal Pembiayaan Usaha Perikanan Tangkap Bahasan berikut akan menjelaskan tentang kondisi kini internal dan
eksternal pembiayaan perikanan yang ada di Kota Tegal, sehingga dapat ditentukan strategi kebijakan yang tepat untuk mendukung pengembangan kelima
usaha perikanan tangkap yang dinyatakan layak pada bahasan sebelumnya. Hasil identifikasi kondisi tersebut dilakukan dengan memperhatikan hasil analisis
kelayakan finansial, regresi berganda, dan SEM yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya, yang kemudian dikroscek dengan hasil survai lapang. Pada Bab 4
Bagian 4.2 dinyatakan bahwa secara internal, pembiayaan yang terjadi pada usaha perikanan tangkap
termasuk “cukup baik”. Hal ini ditunjukkan oleh total skor faktor internal sekitar 2,61 pada skala 1
– 4. Rangkuti 2009 dan Wilson, et. al 2002 menyatakan bahwa faktor internal kekuatan dan kelemahan yang
cukup baik skor 2,00 dapat menjadi pendukung program pengembangan usaha dan hal ini dapat ditingkatkan dengan integrasi pengelolaan pada semua faktor
internal yang menjadi penentu pengembangan. Bila menelaah lebih jauh faktor internal yang ada, maka pengembalian
investasi ROI yang baik, kegigihan pelaku usaha perikanan tangkap, keterbukaan diantara mereka, sifat tolong menolong, kehidupan rumah tangga
nelayan yang tenteram, serta kemandirian desain alat tangkapjaring seharusnya menjadi faktor penting untuk menarik minat lembaga perbankan untuk
memberikan dukungan pembiayaan pada usaha perikanan tangkap di Kota Tegal. Selama ini, kreditpembiayaan tersebut belum banyak dimanfaatkan oleh usaha
perikanan tangkap. Hermawan 2006 dalam penelitiannya menyatakan bahwa usaha perikanan tangkap umumnya dilakukan oleh nelayan kecil dengan modal
terbatas dengan kondisi tempat tinggal yang sederhana. Mereka umumnya hidup pada rumah tinggal berukuran kecil, tanpa sertifikat hak milik meskipun berasal
dari pemberian orang tuanya. Terkait dengan ini, maka perlu dikembangkan strategi kebijakan yang
memberikan kemudahan kepada perikanan untuk mendapatkan kredit dari lembaga perbankan. Bila melihat kelemahan yang ada, maka hanya ada satu
kelemahan vital yang tidak dapat dipenuhi nelayan selama ini, yaitu kepemilikan barang jaminan rating = 1. Kualitas SDM ABK yang relatif masih rendah,
perimbangan manfaat dan biaya melaut Net BC, dan rasio keuntungan yang didapat nelayan IRR dapat ditingkatkan melalui berbagai pembinaan
penyuluhan, bimbingan teknis, dan pendampingan yang difasilitasi oleh instansi perikanan baik pusat maupun daerah.
Kondisi faktor eksternal terkait pembiayaan usaha perikanan tangkap di Kota Tegal termasuk cukup mendukung. Hal ini ditunjukkan oleh total skor
faktor eksternal 2,47 pada skala 1- 4 cukup baik. Akses pemanfaatan kredit potensial KKPE, bunga kredit yang rendah dari lembaga perbankan, peran aktif
bank umum dan BPD dalam penyaluran kreditpembiayaan, pola konsumsi masyarakat yang semakin menyukai produk perikanan, kebijakan BI tentang
penggiatan kredit pembiayaan UKM, dan trend investasi usaha perikanan tangkap yang cenderung meningkat merupakan faktor faktor eksternal yang bersifat
peluang dan mendukung peningkatan kinerja pembiayaan pada usaha perikanan tangkap di Kota Tegal. Menurut KADIN 2011, bunga kredit yang ditawarkan
saat ini cukup bersaing, yaitu hanya sekitar 14 -16 per tahun, sehingga cukup meringankan pelaku usaha kecil termasuk di bidang perikanan tangkap.
Menurut FAO 2007, setelah kasus sapi gila yang merebak di Inggris tahun 1990-an, pola konsumsi masyarakat dunia berubah drastis, yaitu semakin
menyukai sumber protein hewani asal ikan yang berkolesterol rendah .Hal ini juga terjadi di Indonesia, dimana permintaan produk perikanan cenderung meningkat.
Saat ini, ikan hasil tangkapan nelayan di Kota Tegal telah menjadi pemasok penting bagi pasar lokal Kota Tegal dan pasar potensial di Jawa Tengah, Jawa
Barat dan DKI Jakarta. Hal ini tentu merupakan hal yang positif bagi pengembangan usaha perikanan tangkap ke depan terutama dari jenis jaring arad
dan pancing layangan. Shigueto, et. al 2010 menyatakan usaha perikanan tangkap dengan ukuran yang tidak begitu besar sangat prospektif untuk
dikembangkan di perairan dangkal termasuk Laut Jawa karena mempunyai interaksi yang rendah dengan dasar perairan kawasan terumbu karang, lamun,
dan lainnya dan dapat dilakukan oleh nelayan kecil yang merupakan populasi terbesar nelayan di banyak negara, termasuk Peru dan Indonesia.
Kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga perbankan telah menyebabkan banyak lembaga perbankan memberdayakan dana nasabah pada
usaha ekonomi produktif. Menurut Fauzi 2005, bila dikelola dengan baik, kredit atau pembiayaan pada usaha perikanan tangkap dapat bermanfaat bagi perbankan
atau lembaga keuangan lainnya dan masyarakat, karena jumlah usaha perikanan tangkap yang besar, yang mencapai 26,2 juta unit. Bila kerjasama pembiayaan
dengan usaha perikanan tangkap tersebut dapat terbina dengan baik, maka tentu sangat mendukung program kredit yang ada.
Terkait dengan hal tersebut diatas, maka kondisi positif yang memberi peluang untuk peningkatan jumlah kredit atau pembiayaan kepada usaha
perikanan tangkap di Kota Tegal tentu perlu dijaga dengan baik. Beberapa hal yang menjadi penghambat perlu diselesaikan dan dipecahkan bersama dengan
mengedepankan keberhasilan pembiayaan perikanan dalam mendukung pembangunan ekonomi bangsa. Ancaman pasokan BBM, es, air tawar yang
belum stabil dapat diatasi bila pemerintah memberi perhatian penuh bagi peningkatan kapasitas fasilitas layanan perikanan. Oleh karenanya, hal ini harus
diterus disuarakan sehingga usaha perikanan tangkap dapat terus meningkat kinerjanya, seperti gillnet misalnya yang paling banyak faktor produksi 7 faktor
produksi yang menjadi penentu keberhasilannya. Shigueto, et. al 2010 menyatakan bahwa dibanding purse seine dan longline, gillnet sangat sensitif
terhadap dukungan faktor produksi kondisi jaring, perbekalan, dan dukungan teknologi karena area interaksinya dengan lingkungan lebih luas, setting lebih
lama, dan membutuhkan rasio penggunaan ABK yang tinggi. Gangguan pungutan liar yang dilakukan oleh oknum petugas perlu
diselesaikan bersama sehingga tidak merusak citra usaha perikanan tangkap secara keseluruhan. Glass 1991 menyatakan tindakan proaktif dan antisipatif
terhadap permasalahan yang timbul merupakan kunci keberhasilan pengelolaan program. Strategi kebijakan pembiayaan yang dikembangkan dengan mendasari
pada kondisi internal dan eksternal yang ada saat ini perlu diperhatikan, sehingga permasalahan yang ada dapat secara cepat diselesaikan dan program pembiayaan
berhasil baik.
5.4.2 Posisi Pembiayaan Usaha Perikanan Tangkap di Kota Tegal
Kondisi internal dan eksternal pembiayaan memberi informasi penting tentang posisi pembiayaan usaha perikanan tangkap saat ini existing position di
Kota Tegal. Menurut Saaty 1993, posisi tersebut dapat diketahui dengan mengembangkan matriks internal-eksternal matriks IE dari kondisi pembiayaan
saat ini, baik internal dan eksternal. Terkait dengan ini, maka total skor semua faktor internal Tabel 37 akan dipetakan dengan total skor semua faktor
eskternal Tabel 38, sehingga diketahui kuadran plotting posisi saat ini dan arahan pengembangannya ke depan.
Gambar 13, memperlihatkan hasil analisis matriks internal-eksternal IE posisi pembiayaan usaha perikanan tangkap di Kota Tegal yang memadukan total
skor faktor internal dan total skor faktor eksternal.
Total Skor Faktor Internal
Total Skor Faktor
Eksternal
Tinggi III
Penciutan II
Pertumbuhan I
Pertumbuhan
Menengah VI
Penciutan V
Pertumbuhan Stabilitas
IV Stabilitas
Rendah IX
Likuidasi VIII
Pertumbuhan VII
Pertumbuhan
Rendah Menengah
Tinggi
Gambar 13 Matriks internal-eksternal IE pembiayaan usaha perikanan tangkap di Kota Tegal
Berdasarkan Gambar 13, diketahui bahwa posisi pembiayaan usaha perikanan tangkap di Kota Tegal saat ini berada pada kuadran V pertumbuhan
stabilitas. Sesuai dengan ketentuan SWOT Rangkuti, 2004, bahwa suatu
Total Skor Faktor Internal
Total Skor Faktor
Eksternal
Tinggi III
Penciutan II
Pertumbuhan I
Pertumbuhan
Menengah VI
Penciutan V
Pertumbuhan Stabilitas
IV Stabilitas
Rendah IX
Likuidasi VIII
Pertumbuhan VII
Pertumbuhan
Rendah Menengah
Tinggi 1 2 3 4
4 3
2
●
● = kondisi saat ini = arah pengembangan
2,61
2,47