Batasan Masalah Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

219 d kompetensi profesional: kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi stándar kompetensi yang ditetapkan dalam Stándar Nasional Pendidikan. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia guru diharapkan mampu memberikan pembelajaran untuk berbagai aspek keterampilan berbahasa. Kompetensi memberikan pembelajaran terkait dengan berbagai faktor sebagai berikut; 1 merumuskan indikator dan tujuan, 2 mengorganisasikan bahan, 3 mengonstruk alat evalusi, 4 mengemas kegiatan, 5 meracik metode dan teknik, 6 menbedah sumber dan media pembelajaran. Faktor tersebut diatas memerlukan keterampilan seorang guru yang handal sehingga, pembelajaran bahasa berlangsung dengan baik dan untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang strategi penerapan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang bermakna sehingga situasi dan kondisi belajar haruslah; Bermakna, Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot. Mencari inovasi dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia tampaknya seorang guru bahasa Indonesia perlu mawas diri karena segala perubahan harus dilakukan oleh diri sendiri bukan orang lain. Ada tiga hal yang patut untuk kita renungkan oleh seorang guru bahasa dan sastra Indonesia yakni; bersemangat, berdedikasi, dan mau berubah dalam menghadapi berbagai fenomena yang menarik dalam kehidupan sebagai guru bahasa dan sastra Indonesia. Dengan semangat yang tinggi ruh pembelajaran dapat diraih, dengan dedikasi dapat mengukur segala aktivitas sebagai dan yang sangat mendasar dari semua itu adalah jiwa seorang guru bahasa dan sastra Indonesia harus bersikap dan berpikir positip atas adanya perubahan.

1.2 Batasan Masalah

Ruang lingkup pembahasan, masalah dibatasi pada; 1 Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia harus terus-menerus dikembangkan agar siswa mempunyai sikap positif terhadap bahasa bangsanya sesuai dengan pekembangan jaman. 2 Dengan meningkatkan makna dan kualitas proses pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia para siswa tidak hanya sekadar menghafal konsep atau fakta belaka, tetapi juga dapat memahami secara utuh, baik dan tidak mudah melupakan. 220

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia harus dirancang sedemikian rupa sehingga para siswa: 1 menghargai dan membanggakan Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara;2 memahami Bahasa dan Sastra Indonesia dari segi bentuk, makna fungsi, serta dapat mengekspresikan dalam berbagai bentuk, tujuan, situasi, dan keperluan; 3 memiliki kemampuan menggunakan Bahasa dan Sastra Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, emosional, dan kematangan sosial. Proses pembelajaran yang berhasil memerlukan teknik, metode, dan pendekatan tertentu sesuai dengan karakteristik, tujuan, peserta didik, materi, dan sumber daya. Sehingga diperlukan strategi yang tepat dan efektif. Belajar bahasa berarti belajar kebahasaan, dengan bahan belajar Dengan mempelajari bahasa dan sasta Indonesia siswa dapat membuka jendela ilmu pengetahuan. Siswa diajak untuk lebih peka terhadap perkembangan bahasa dan sastra Indonesia yang akan mengarah kepada peningkatan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, siswa akan lebih menyenangkan, siswa juga dapat belajar mendengar, membaca, berbicara, dan menulis baik dalam segi kebahasaan maupun kesusastraan. kebahasaan siswa akan diajak berlatih untuk membaca intensif, membaca cepat, mendengarkan berita, memahami dongeng, melakukan wawancara, membaca puisi, menulis buku harian, serta menulis cerita dan karya sastra, agar siswa lebih mudah mengingat, mengerti dan memahami materi ajar dari aspek mendengarkan, aspek berbicara, aspek membaca, aspek menulis dan kemampuan bersastra yang diajarkan. Para guru dapat mengembangkan daya kreatifnya untuk merancang kurikulum pembelajaran yang diharapkan dapat mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Berbeda dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya yang bersifat nasional mulai dari kerangka dasar, struktur kurikulum, sampai dengan silabusnya, KTSP merupakan kurikulum desentralistis karena ada pembagian kewenangan penyusunan kurikulum antara pusat, daerah, dan satuan pendidikan pada seluruh lini Ramly, 2008:2. Kondisi demikian menuntut satuan pendidikan mampu mengembangkan kurikulum masing-masing sesuai dengan visi, misi, dan tujuan sekolah. Untuk mencapai SKL yang diharapkan yang tecermin melalui standar kompetensi dan kompetensi dasar. kurikulum pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia perlu dikemas secara kreatif, integratif, kooperatif, 221 dan interaktif. Dalam pengembangan kurikulum guru bahasa Indonsia perlu kretif menciptakan kegiatan-kegiatan berbahasa dan bersastra sesuai dengan standar isi yang ditentukan. Kegiatan berbahasa dan bersastra tersebut dilaksanakan secara integratif, baik antara aspek keterampilan berbahasa maupun lintas pelajaran. Pembelajaran bahasa dan sasra Indonesia mengarah pada pencapaian standar kompetensi yang berhubungan dengan empat aspek keterampilan berbahasa. Dalam pelaksanaan pembelajaran keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut harus terintegrasi sehingga pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia tidak bersifat parsial atau diskrit. Selain itu, pengembangan kurikulum harus mencerminkan pengembangan kompetensi berbahasa dan bersastra siswa sehingga kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan bersifat kooperatif dan interaktif. Melalui kedua sifat tersebut, siswa dapat mencapai kompetensi maksimal untuk menggunakan bahasa dan pengetahuan kesastraannya. Guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritas atau haknya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar, memang berada pada diri siswa, tetapi guru bertanggung jawab dalam memberikan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, perhatian, persepsi, retensi, dan transfer dalam belajar, sebagai bentuk tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Sebagai tahapan strategis pencapaian kompetensi, kegiatan pembelajaran perlu didesain dan dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga memperoleh hasil maksimal. Keberhasilan belajar sangat bergantung pada upaya guru membelajarkan para siswanya. Meskipun demikian, dalam kerangka pembelajaran guru merupakan salah satu faktor saja untuk mencapai keberhasilan pembelajaran di samping faktor metode, bahan, media, dan penilaian. Selain itu, faktor siswa pun tidak bisa dilupakan karena siswa merupakan subjek didik. Salah satu fungsi pengajar adalah penggerak terjadinya proses belajar mengajar. Sebagai penggerak guru harus memenuhi beberapa kriteria. Kriteria itu harus menyatu dalam diri guru agar dapat menunjukkan mutu profesionalnya. Menurut Howard dalam Pateda, 1991:39 kriteria seorang guru bahasa adalah; a menguasai semua metode mengajarkan bahasa dan dapat menerapkannya dalam proses belajar mengajar; b menguasai bahan yang akan dan sedang diajarkan; c melaksanakan semua kegiatan sekolah; d menguasai semua jenis dan prosedur penilaian; e menguasai semua tipe latihan berbahasa; f menguasai pengelolaan kelas; g menguasai teknik pengajaran individual; 222 h dapat menentukan dan menguasai silabus pembelajaran; i dapat memanfaatkan media pembelajaran yang tersedia; j menguasai tujuan pembelajaran dan aktivitas untuk mencapai tujuan tersebut; dan k menguasai teknik-teknik pendidikan. Belajar dan pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Proses perubahan tingkah laku merupakan upaya yang dilakukan secara sadar berdasarkan pengalaman ketika berinteraksi dengan lingkungan. Pola tingkah laku yang terjadi dapat dilihat atau diamati dalam bentuk perbuatan reaksi dan sikap secara mental dan fisik. Tingkah laku yang berubah sebagai hasil proses pembelajaran mengandung pengertian luas, mencakup pengetahuan, pemahaman, sikap, dan sebagainya. Perubahan yang terjadi memiliki karakteristik: 1 perubahan terjadi secara sadar, 2 perubahan dalam belajar bersifat sinambung dan fungsional, 3 tidak bersifat sementara, 4 bersifat positif dan aktif, 5 memiliki arah dan tujuan, dan 6 mencakup seluruh aspek perubahan tingkah laku, yaitu pengetahuan, sikap, dan perbuatan. Setiap pembelajaran memerlukan berbagai komponen karena pembelajaran merupakan sebuah sistem. Keberhasilan pembelajaran merupakan kondisi kumulatif dari semua komponen yang terlibat. Dengan kata lain, keberhasilan suatu pembelajaran bukan disebabkan oleh satu komponen, melainkan banyak komponen yang turut andil. Perangkat pembelajaran yang turut andil dalam keberhasilan pembelajaran adalah kurikulum, guru, metode, bahan, media, dan alat penilaian di samping siswa dan kondisi kelas. Keberhasilan belajar peserta didik dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal, yaitu kondisi dalam proses belajar yang berasal dari dalam diri sendiri, sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Ada beberapa hal yang termasuk faktor internal, yaitu: kecerdasan, bakat aptitude, keterampilan kecakapan, minat, motivasi, kondisi fisik, dan mental. Faktor eksternal, adalah kondisi di luar individu peserta didik yang mempengaruhi belajarnya. Adapun yang termasuk faktor eksternal adalah: lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat keadaan sosio-ekonomis, sosio-kultural, dan keadaan masyarakat. Proses belajar diharapkan terjadi secara optimal pada peserta didik melalui cara-cara yang dirancang dan difasilitasi oleh guru di sekolah yangmana perlu adanya kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh guru. Pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung di 223 dalam peserta didik Winkel, 1991. Pengaturan peristiwa pembelajaran dilakukan secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan membuat berhasil guna Gagne,1985. Oleh karena itu pembelajaran perlu dirancang, ditetapkan tujuannya sebelum dilaksanakan, dan dikendalikan pelaksanaannya Miarso, 1993. Strategi pembelajaran merupakan suatu seni dan ilmu untuk membawa pembelajaran sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efesien dan efektif T. Raka Joni, 1992. Cara-cara yang dipilih dalam menyusun strategi pembelajaran meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik Gerlach and Ely. Strategi belajar mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur dan kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi pengajaran atau paket pengajarannya Dick and Carey. Faktor yang memengaruhi proses pembelajaran terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan pribadi guru sebagai pengelola kelas. Guru harus dapat melaksanakan proses pembelajaran, oleh sebab itu guru harus memiliki persiapan mental, kesesuaian antara tugas dan tanggung jawab, penguasaan bahan, kondisi fisik, dan motivasi kerja. Faktor eksternal adalah kondisi yang timbul atau datang dari luar pribadi guru, antara lain keluarga dan lingkungan pergaulan di masyarakat. Faktor lingkungan, yang dimaksud adalah faktor lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan sekolah. Berdasarkan pendekatan yang digunakan, secara umum ada dua strategi pembelajaran yaitu strategi yang berpusat pada guru teacher centre oriented dan strategi yang berpusat pada peserta didik student centre oriented. Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru menggunakan strategi ekspositori, sedangkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menggunakan strategi diskoveri inkuiri discovery inquiry. Pemilihan strategi ekspositori atau diskoveri inkuiri dilakukan atas pertimbangan karakteristik kompetensi yang menjadi tujuan yang terdiri dari sikap, pengetahuan dan keterampilan, serta karakteristik peserta didik dan sumber daya yang dimiliki. Oleh karena itu tidak ada strategi yang tepat untuk semua kondisi dan karakteristik yang dihadapi. Guru diharapkan mampu memilah dan memilih dengan tepat strategi yang digunakan agar hasil pembelajaran efektif dan maksimal. Pemilihan strategi ekspositori dilakukan atas pertimbangan: a. karakteristik peserta didik dengan kemandirian belum memadai; b. sumber referensi terbatas; c. jumlah pesera didik dalam kelas banyak; 224 d. alokasi waktu terbatas; dan e. jumlah materi tuntutan kompetensi dalam aspek pengetahuan atau bahan banyak. Langkah-langkah yang dilakukan pada strategi ekspositori adalah sebagai berikut. a. Preparasi, guru menyiapkan bahanmateri pembelajaran b. Apersepsi diperlukan untuk penyegaran c. Presentasi penyajian materi pembelajaran d. Resitasi, pengulangan pada bagian yang menjadi kata kunci kompetensi atau materi pembelajaran. Pemilihan strategi diskoveri inkuiri dilakukan atas pertimbangan: a. karakteristik peserta didik dengan kemandirian cukup memadai; b. sumber referensi, alat, media, dan bahan cukup; c. jumlah peserta didik dalam kelas tidak terlalu banyak; d. materi pembelajaran tidak terlalu luas; dan e. alokasi waktu cukup tersedia. Langkah-langkah yang dilakukan pada strategi diskoveri inkuiri adalah sebagai berikut. a. Guru atau peserta didik mengajukan dan merumuskan masalah b. Merumuskan logika berpikir untuk mengajukan hipotesis atau jawaban sementara c. Merumuskan langkah kerja untuk memperoleh data d. Menganalisis data dan melakukan verifikasi e. Melakukan generalisasi Tujuan pembelajaran dapat dikelompokkan dalam tiga ranah pembelajaran, yakni ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif. Di antara ketiga ranah tersebut, ranah kognitif dan psikomotorik yang lebih mendominasi pembelajaran. Ranah afektif banyak ditinggalkan dilupakan para guru. Padahal, ranah afektif sangat penting untuk membangkitkan motivasi belajar. Di dalam KTSP dinyatakan bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pernyataan tersebut berimplikasi bahwa siapa pun yang mempelajari suatu bahasa pada hakikatnya sedang belajar berkomunikasi. Thompson 2003:1 menyatakan bahwa komunikasi merupakan fitur mendasar dari kehidupan sosial dan bahasa merupakan komponen utamanya. Pernyataan tersebut menyuratkan bahwa kegiatan berkomunikasi tidak bisa dilepaskan dengan kegiatan berbahasa. Oleh sebab itu, para linguis terapan khususnya dalam bidang pengajaran dan pembelajaran bahasa selalu berupaya untuk melahirkan pikiran-pikiran barunya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa sehingga para siswa mampu menunjukkan kompetensinya dalam berbahasa. Dalam dunia pembelajaran bahasa, pendekatan komunikatif telah berkembang sejak tahun 1970-an di berbagai belahan 225 dunia. Pendekatan tersebut dipicu kurang berhasilnya metode Tatabahasa dan Terjamahan Grammar and Translation Method meningkatkan prestasi belajar. Pikiran baru tersebut menghasilkan metode Langsung Direct Method untuk digunakan para guru dalam pembelajaran bahasa. Selain untuk berkomunikasi, pembelajaran bahasa juga ditujukan untuk menumbuhkan kebanggaan dalam berbahasa. Para siswa kurang memiliki motivasi untuk menggunakan bahasa Indonesiasehingga kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia menjadi menurun, bahkan implikasinya terasa dalam pencapaian prestasi belajar yang kurang membanggakan. Kondisi seperti itu memerlukan pikiran-pikiran baru kreatif dalam pembelajaran bahasa sehingga kebanggaan berbahasa Indonesia menjadi tumpuan bangsa Indonesia. Strategi ekspositori lebih mudah bagi guru namun kurang melibatkan aktivitas peserta didik. Kegiatan pembelajaran berupa instruksional langsung direct instructional yang dipimpin oleh guru. Metode yang digunakan adalah ceramah atau presentasi, diskusi kelas, dan tanya jawab. Namun demikian ceramah atau presentasi yang dilakukan secara interaktif dan menarik dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran. Strategi diskoveri inkuiri memerlukan persiapan yang sungguh-sungguh, oleh karena itu dibutuhkan kreatifitas dan inovasi guru agar pengaturan kelas maupun waktu lebih efektif. Kegiatan pembelajaran berbentuk Problem Based Learning yang difasilitasi oleh guru. Strategi ini melibatkan aktivitas peseserta didik yang tinggi. Metode yang digunakan adalah observasi, diskusi kelompok, eksperimen, ekplorasi, simulasi, dan sebagainya. Tahun 2003 merupakan awal dari penerapan paradigma baru pendidikan di Tanah Air. Pada tahun itu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan. Undang-undang ini merupakan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 289. Dua tahun kemudian disusul dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 192005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Tahun 2006 disusul oleh sejumlah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional seperti Nomor 222006 tentang Standar Isi, 232006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan 24 tentang Pelaksanaan Permen 222006 dan 232006. Permen standar lainnya menyusul pada tahun-tahun berikutnya. Jadi, undang- undang, peraturan pemerintah, dan peraturan menteri itulah yang mengawali munculnya paradigma baru pendidikan secara yurids hukum. Perubahan paradigma pendidikan, khususnya pembelajaran dimulai dari perubahan kurikulum. Ada dua hal penting yang harus berubah jika terjadi perubahan kurikulum. Kedua hal penting itu adalah perubahan paradigma dan perubahan dokumen. Perubahan paradigma berarti perubahan pola berpikir dan pola bertindak dalam memandang, menyikapi, dan 226 melaksanakan kurikulum pendidikan pada umumnya dan pembelajaran pada khususnya. Perubahan dokumen berarti perubahan terhadap semua dokumen, baik perangkat kurikulum maupun perangkat pembelajaran. Perubahan paradigma dan perubahan dokumen menjadi mutlak pada setiap perubahan kurikulum. Jika hanya salah satu yang berubah, tentu akan terjadi kepincangan dalam pelaksanaan. PP No.19 Tahun 2005 tentang; Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19, ayat 1 yang berbunyi: “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”. Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 pasal 40 ayat 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi sebagai berikut; Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban; 1 menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; 2 mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan 3 memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Gagasan tentang kreatifitas dan inovasi pembelajaran dengan subjek sasaranya adalah para guru dan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP maka, saatnya peserta didik harus diperlakukan secara utuh dan holistik sebagai manusia pembelajar yang akan menyerap pengalaman sebanyak-banyaknya melalui proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Oleh karena itu guru harus mampu menyedot minat dan perhatian siswa didik untuk terus belajar, berikan ruang kebebasan siswa untuk berpikir, berbicara, berpendapat, mengambil inisiatif, atau berinteraksi. Untuk itu beberapa pokok dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia diulas antara lain; 1 Pembelajaran bahasa Indonesia yang kreatif; bisa memperkuat karakter siswa, karena berbahasa bisa tingkatkan rasa percaya diri. 2 Pembelajaran bahasa Indonesia kreatif; guru sekuat tenaga berikan siswa ‘pengalaman’ dalam berbahasa. 3 Pembelajaran bahasa Indonesia kreatif; guru memilih bahasa saat beri intruksi, berbicara sehari-hari dengan siswa, supaya siswa terinspirasi. 227 4 Keterampilan berbahasa sangat penting dalam pembelajaran kreatif, ia sangat membantu saat siswa diminta melakukan wawancara, berpresentasi sampai berpidato memaparkan pemikirannya di kelas. 5 Pembelajaran bahasa Indonesia kreatif; dimana berusaha sekuat tenaga guru untuk jadikan siswanya “terampil berbahasa” dengan cara antara lain; membiasakan buat jurnal, tentang cerita kunjungan dan lain sebagainya. Indikator berikut dapat sebagai pedoman seorang guru untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa : 1. Siswa mampu mengemukakan kembali informasi yang telah diterimanya dengan kata- kata sendiri, 2. Siswa mampu memberikan contoh, 3. Siswa mampu mengenali informasi yang telah diterimanya dalam bermacam bentuk dan situasi, 4. Siswa mampu melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain, 5. Siswa mampu menggunakan informasi yang telah diterimannya dengan beragam cara, 6. Siswa mampu memprediksikan sejumlah konsekuensi dari informasi yang telah diterimanya, 7. Siswa mampu menyebutkan lawan atau kebalikan dari informasi yang telah diterimanya. Perkembangan teknologi dan informasi dalam era globalisasi yang membawa pengaruh perubahan yang signifikan dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang, baik pengaruh positif maupun negatif. Pengaruh yang positif tentu membawa manfaat bagi kemaslahatan umat, namun tidak semuanya membawa pengaruh positif akan tetapi akibat negatif sering kali muncul dan mempengaruhi akhaq generasi muda. Dunia pendidikan mempunyai tantangan yang sangat berat karena dituntut untuk dapat melahirkan manusia- manusia yang tidak hanya mampu menguasai tekhnologi dan informasi agar dapat bersaing di dunia internasional akan tetapi juga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, berbudi pekerti yang luhur. Di dalam Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003; “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. 228 Proses pembelajaran yang ada di sekolah sampai saat ini cenderung berpusat kepada guru yang bertugas menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung jawab untuk menghafal semua pengetahuan. Pada pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Maka sekarang diperlukan proses belajar yang lebih bermakna jika anak mengalami apa yang mereka pelajari bukan mengetahuinya, oleh karena itu para pendidik telah berjuang dengan segala cara dengan mencoba untuk membuat apa yang dipelajari siswa disekolah agar dapat dipergunakan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Seorang guru tidak boleh lagi semata-mata hanya memberikan pengetahuan kepada siswa dan siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Sekarang tiba waktunya dimana seorang guru harus dapat membantu proses pembelajaran dengan memberikan informasi dan ide-ide baru menjadi lebih berbobot, bermakna dan relevan, dengan pengarahan dan pembimbing atau pendampingan. Dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan sendiri ide-ide, dan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri dalam belajar. Belajar pemecahan masalah adalah tipe belajar paling tinggi karena lebih kompleks, dimana siswa berusaha menyeleksi dan menggunakan aturan-aturan yang telah dipelajari terdahulu untuk membuat formulasi pemecahan masalah. Pendekatan pembelajaran kontekstual Contextual Teaching and Learning CTL, Pembelajaran Pembelajaran Terpadu, Pembelajaran Inkuiri dengan menggunakan metode pembelajaran berbuat seperti: kerja kelompok, eksperimen, pengamatan, penelitian sederhana, pemecahan masalah, dan pembelajaran praktik yang dikombinasikan dengan metode ekspositori seperti ceramah, tanya jawab dan demonstrasi adalah pendekatan pembelajaran yang karakteristiknya memenuhi harapan dalam upaya menghidupkan kelas secara optimal untuk mengimbangi perubahan yang terjadi di luar sekolah yang demikian cepat. Ada pendekatan pembelajaran yang berfokus pada siswa yang meliputi perkembangan, kemampuan berpikir, aktivitas, pengalaman siswa. Pendekatan pembelajaran berfokus pada guru yang meliputi fungsi, peran, dan aktivitas guru. Pendekatan pembelajaran berfokus pada masalah meliputi masalah personal, sosial, lingkungan, atau pendekatan pembelajaran yang berfokus pada teknologi, sistem instruksional, sistem informasi, media, sumber belajar. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses 229 yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran tergantung pada pendekatannya. Hal ini sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyatakan bahwa; dalam kegiatan inti pembelajaran merupakan proses untuk mencapai Kompetensi Dasar KD yang harus dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemadirian sesuai dengan minat, bakat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik. Kegiatan pembelajaran ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

2.2. Model Pembelajaran Berbasis Kompetensi