Latar Belakang Gambaran Penyebab Kekosongan Stok Obat Paten Dan Upaya Pengendaliannya Di Gudang Medis Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi Pada Triwulan I Tahun 2015
2
kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk drug oriented menjadi paradigma baru yang
berorientasi pada pasien patient oriented. Pelayanan yang berorientasi pada pasien mengharuskan pelayanan kefarmasian yang dapat meningkatkan mutu
dalam pengelolaan dan kefarmasian klinis dirumah sakit. Dalam
menjamin mutu
pelayanan kefarmasian
harus dilakukan
pengendalian perbekalan farmasi yang bertanggung jawab. Menurut Permenkes no.58 tahun 2014 bahwa pengendalian mutu kefarmasian meliputi kegiatan
monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan. Kegiatan ini bertujuan menjamin kegiatan sesuai dengan rencana, salah satunya untuk
mencegah terjadi kekosongan stok perbekalan farmasi saat dibutuhkan. Apabila ditemukan stok obat yang kosong maka penyebabnya akan dipastikan dan diatasi
sehingga masalah tersebut dapat segera dikendalikan dan meminimalkan kerugian.
Kekosongan stok obat dirumah sakit dapat mempengaruhi mutu pelayanan yang diberikan. Menurut penelitian Academy of Managed Care Pharmacy
AMCP tentang The Reality of Drug shortages 2010 yang mayoritas respondennya sebagian besar adalah kepala farmasiapoteker, diperoleh hasil
bahwa kekosongan obat dapat mengakibatkan 55,5 kelalaian, 54,8 kesalahan dosis, 34,8 kesalahan obat, 70,8 perawatan tertunda dan 38 mengakibatkan
keluhan pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase terbesar terhadap kekosongan obat yaitu dapat menghambat dan mengakibatkan perawatan terhadap
pasien tertunda. Dari penelitian tersebut juga diketahui rumah sakit yang
3
mengalami kekurangan obat melaporkan bahwa kenaikan biaya yang dikeluarkan rumah sakit dapat terjadi akibat adanya kekurangan obat.
Kekosongan obat juga dapat mempengaruhi perawatan pada pasien. Berdasarkan penelitian oleh Milena, dkk 2013 di Inggris diperoleh hasil bahwa
kekurangan obat dapat memiliki efek dalam perawatan pasien karena mereka membatasi pilihan pengobatan yang tersedia untuk resep pasien. Menanggapi
kekurangan obat, sistem kesehatan harus bertindak cepat untuk mengidentifikasi dan mendapatkan obatproduk alternatif. Hal ini dilakukan untuk menghindari
gangguan dalam perawatan pasien dan memberikan terapi obat yang aman. Dalam penelitian ini juga dijelaskan bahwa kekurangan obat juga dapat mempengaruhi
prosedur dan pengambilan keputusan mengenai pengadaan obat. Akibat lain dari adanya stok yang kosong yaitu rumah sakit akan mengalami
nilai kerugian. Hasil penelitian Renie Widodo 2013 tentang Faktor Penyebab dan kerugian akibat Stockout dan Stagnant Obat di Unit Logistik RSU Haji
Surabaya bahwa pada bulan Januari-April 2012 terdapat 166 jenis obat yang mengalami stock out. Dari stock out obat ini mengakibatkan RSU Haji Surabaya
memiliki total kerugian yang diperhitungkan dengan hilangnya biaya kesempatan peluang untuk mendapatkan keuntungan yang hilang mencapai Rp 10.836.405.
Hasil pada penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa faktor penyebab dari adanya stockout obat di RSU Haji Surabaya yaitu adanya floor stock,
kurangnya tenaga kerja untuk kegiatan inventory dan perencanaan pengadaan yang tidak akurat. Untuk itu diperlukannya manajemen pengelolaan yang baik
4
terhadap logistik obat dan perbekalan farmasi dirumah sakit agar tidak terjadi stockout yang dapat merugikan rumah sakit
. Dari penelitian Dumbi 2012 bahwa faktor yang mempengaruhi
kekosongan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato yaitu dana yang tersedia tidak mencukupi untuk melakukan perencanaan pengadaan obat dan
keterlambatan dalam pembayaran tagihan dimana pemesanan barang sudah melebihi dana yang tersedia dirumah sakit. Sedangkan berdasarkan hasil
penelitian Amiati Pratiwi 2009, Stock out Obat di Gudang Perbekalan Kesehatan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih pada Triwulan I tahun
2009 terdapat sebesar 5,70 jumlah permintaan obat yang tidak terlayani dari gudang logistik ke depo farmasi dirumah sakit. Dimana permintaan yang tidak
terlayani ini disebabkan karena tidak tersedianya obat di gudang atau terjadi kekosongan obat di gudang logistik. Barang yang diminta tersedia namun secara
kuantitas tidak dapat memenuhi permintaan atau barang tidak tersedia sama sekali.
Berdasarkan penelitian oleh Anindita tentang Cara Pengendalian Persediaan Obat Paten di RS Zahirah 2014, kekosongan obat juga terjadi
dimana terdapat 164 jenis obat yang pernah dibeli ke apotek luar pada triwulan I Januari-Maret tahun 2014. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 164 jenis obat
yang belum dapat disediakan dalam jumlah yang diminta pada waktu dibutuhkan sehingga harus dibeli secara cito ke apotek luar. Hal ini tentu saja dapat
merugikan karena pembelian obat di luar rumah sakit akan lebih mahal dibandingkan membeli ke distributor.
5
Hal serupa juga terjadi di RSUD Kota Bekasi. Berdasarkan wawancara dan observasi, kekosongan obat yang terjadi di RSUD Kota Bekasi mengakibatkan
seringnya rumah sakit melakukan pembelian obat di apotik luar RSUD. Pembelian ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasien walau harga
pembelian obat lebih mahal dibanding ke distributor. Banyak pasien yang mengeluh akibat keterlambatan pengiriman dari apotik luar RSUD sehingga dapat
mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan dan kesembuhan pasien yang berkunjung ke rumah sakit.
Berdasarkan data perhitungan terhadap obat yang dilakukan pemesanan di apotik luar RSUD Kota Bekasi pada tahun 2014 mencapai 208 jenis obat dari
1970 jenis obat atau mencapai 10,5 dari jumlah seluruh obat, yang terdiri dari 84 jenis obat paten, 83 obat JKN, dan 76 obat generik. Sedangkan pada triwulan I
Januari-Maret tahun 2015 terdapat 35 jenis obat dari 1320 jenis obat atau mencapai 2,7 dari seluruh jumlah obat dirumah sakit, yang terdiri dari 16 obat
paten, 11 obat JKN, dan 8 obat generik. Obat paten merupakan obat yang paling banyak dilakukan pemesanan secara cito pada tahun 2014 dan tahun 2015.
Penggunaan obat generik meningkat dengan adanya pelayanan yang menggunakan JKNJaminan Kesehatan Nasional, dimana obat-obatan didalam
Formularium Nasional sebagian besar obat generik. Kementerian Kesehatan mewajibkan seluruh fasilitas kesehatan milik pemerintah menggunakan obat
generik dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Dalam Permenkes No.68 tahun 2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di faskes pemerintah
menyatakan bahwa dokter wajib menulis resep obat generik bagi semua pasien.
6
Untuk itu, obat generik sangat dibutuhkan dibanyak rumah sakit pemerintah. Penggunaan obat generik terus meningkat hingga mengakibatkan kekosongan
stok. Untuk menyiasati kekosongan itu, maka rumah sakit mengganti obat generik dengan obat paten yang sama komponennya.
Dalam Permenkes No.68 tahun 2010 tersebut juga dijelaskan bahwa dokter ataupun apoteker dapat mengganti obat generik dengan obat paten yang sama
komponennya. Oleh karena itu, penggunaan terhadap obat paten juga kian meningkat hingga melakukan pembelian cito diluar rumah sakit. Hal ini
dikarenakan persediaan obat paten yang tidak mencukupi di gudang farmasi. Tingginya penggunaan terhadap obat paten dirumah sakit belum dapat
memenuhi persediaan yang dibutuhkan pasien sehingga sering terjadi kekosongan obat dan melakukan pemesanan cito di apotek luar rumah sakit. Besarnya nilai
investasi dan pemakaian akan obat paten cenderung meningkat setiap bulannya di RSUD Kota Bekasi. Pemakaian obat paten pada bulan Januari sebesar 39,3,
pada bulan Februari sebesar 41,2 dan bulan Maret mencapai 42,4 dari seluruh persediaan obat gudang farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2015.
Berdasarkan data penggunaan obat paten diketahui bahwa obat paten memiliki pemakaian yang lebih tinggi dibandingkan obat generik dan askes
JKN, untuk itu diperlukan pengendalian terhadap persediaan obat paten dirumah sakit. Berdasarkan data diatas adanya peningkatan terhadap penggunaan obat
paten pada bulan Januari-Maret 2015, hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan obat paten perlu mendapat perhatian. Jika stok obat paten mengalami kekosongan
maka akan dilakukan pemesanan cito di luar apotek rumah sakit. Biaya
7
pemesanan cito memerlukan biaya yang lebih mahal dibandingkan melakukan pemesanan ke distributor.
Instalasi farmasi di RSUD Kota Bekasi yang telah terstandar ISO 9001:2008 tentunya akan berupaya memberikan pelayanan kefarmasian yang
bermutu kepada masyarakat. Pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi pasien sehingga meningkatkan kepuasan pasien dirumah sakit
dan efisiensi terhadap anggaran rumah sakit. Pelayanan kefarmasian di RSUD Kota Bekasi dilakukan di depocabang farmasi di masing-masing unit pelayanan
dirumah sakit. Obat ataupun sediaan farmasi di depo farmasi didistribusikan dari gudang medis RSUD Kota Bekasi. Gudang medis merupakan pusat dari kegiatan
perencanaan, penerimaan, pendistribusian, penyimpanan, dan pengendalian sediaan farmasi dirumah sakit. Dalam mencegah kekosongan obat, petugas
gudang perlu lebih memperhatikan pengendalian terhadap obat maupun sediaan farmasi digudang medis. Untuk itu, peran petugas di gudang medis penting dalam
bertanggung jawab terhadap pengendalian sediaan farmasi dirumah sakit. Perusahaan barang atau jasa dalam menjalankan usahanya membutuhkan
persediaan mulai dari keperluan bahan mentah sampai pada barang jadi. Menurut Rangkuti 2002 bahwa pendekatan manajemen persediaan dapat diterapkan pada
usaha yang membutuhkan persediaan barang-barang untuk dijual. Tujuannya yaitu untuk membantu perusahaan dalam meningkatkan atau memberikan
pelayanan maksimal kepada konsumen. Dalam hal ini tentu saja rumah sakit sebagai perusahaan yang menyediakan persediaan obat untuk menunjang kegiatan
8
jasa tentu memiliki visi dan misi dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan.
Salah satu fungsi manajemen persediaan yang sangat penting adalah pengendalian persediaan. Apabila perusahaan terlalu menggunakan banyak dana
dalam persediaan, hal ini akan menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan. Perusahaan yang tidak mempunyai persediaan yang mencukupi dapat
mengakibatkan biaya yang timbul dari adanya kekurangan persediaan Rangkuti, 2002. Oleh karena itu, pendekatan ini sesuai dengan kebutuhan persediaan obat
dirumah sakit yang membutuhkan pengendalian terhadap jumlah pemasukan maupun pengeluaran barang perbekalan farmasi.
Waters 2003 mengemukakan bahwa terdapat tiga pertanyaan penting dalam pengendalian persediaan yaitu item apa yang seharusnya disimpan,
kapankah seharusnya melakukan pemesanan, dan berapa banyak yang harus dipesan Nadia, 2012. Dalam menjawab tiga pertanyaan tersebut maka digunakan
metode klasifikasi ABC untuk menjawab item apa saja yang harus tersedia, metode ROP untuk menjawab kapan seharusnya dilakukan pemesanan, dan
metode EOQ untuk menjawab berapa banyak yang harus dipesan. Metode dalam pengendalian persediaan bertujuan menciptakan keseimbangan antara persediaan
dan permintaan Anief, 2008. Oleh karena itu, metode pengendalian persediaan dapat membantu dalam mencegah persediaan mengalami kekurangan atau
kelebihan. Metode EOQ Economic Order Point adalah jumlah atau besarnya pesanan
yang diadakan dengan meminimalkan biaya-biaya yang timbul dalam operasional
9
persediaan. Untuk menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis, harus berusaha memperkecil biaya pemesanan ordering costs dan biaya penyimpanan carrying
costs Assauri, 2008. Buffer stock adalah persediaan pengaman yang berfungsi untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang
stockout karena penggunaan barang yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan barang yang dipesan. ROP Reorder Point
adalah titik pemesanan ulang yang menandakan bahwa pembelian harus segera dilakukan untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan Herjanto, 2008.
Dari penelitian Amiati 2009, Dumbi 2012 dan Renie 2013 menunjukkan beberapa penyebab kekosongan obat di gudang farmasi rumah sakit
diantaranya yaitu ketidaktelitian petugas gudang dalam pemesanan, dana yang tersedia tidak mencukupi, kekosongan obat di distributor, perencanaan pengadaan
yang tidak akurat, dan terlambatnya petugas dalam melakukan pemesanan. Hal- hal ini berkaitan dengan kurangnya pengelolaan terhadap SDM, Dana,
perencanaan, pengadaan dan pengendalian persediaan obat dirumah sakit. Diketahuinya penyebab-penyebab dari kekosongan obat ini diharapkan menjadi
bahan evaluasi bagi manajemen dalam melakukan perencanaan dan analisis
kebutuhan persediaan logistik obat.
Dengan mengetahui penyebab terjadinya stock out dapat memberikan informasi bagi rumah sakit dalam mengendalikan kejadian stock out di gudang
medis instalasi farmasi. Diharapkan dari adanya informasi tersebut dilakukan penerapan terhadap metode dalam pengendalian persediaan. Metode pengendalian
persediaan EOQ dan ROP dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan
10
ketersediaan obat dan menghindari pemesanan obat secara cito ke apotek di luar rumah sakit.