Stock Out Obat Gambaran Faktor Penyebab Kekosongan Stok Obat

150 tersebut tentunya menggunakan anggaran yang lebih tinggi karena harga obat di apotek lain merupakan harga jual di apotek tersebut. Dari pembelian cito tersebut, hal ini menandakan obat belum disediakan dengan tepat jumlah dan tepat waktu di gudang farmasi. Menurut Depkes 2008, koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi secara terpadu diharapkan perbekalan farmasi yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan. Berdasarkan observasi, masalah dalam kekosongan obat di rumah sakit dapat menurunkan kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan rumah sakit. Kekosongan obat mengakibatkan pasien membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mendapatkan obat yang dibutuhkan, menganggu waktu kerja petugas kefarmasian dan banyak pasien dari yang menggunakan pelayanan JKN yang mengeluhkan apabila obat kosong. Menurut informan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kekosongan obat di gudang farmasi yaitu faktor dana dan faktor distributor. Kedua faktor ini yang banyak memberikan pengaruh terhadap terjadinya kekosongan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi.

6.6.2. Obat Kadaluarsa

Jumlah obat yang kadaluarsa merupakan salah satu indikator dalam memastikan bahwa pengendalian persediaan efektif dan efisien. Jumlah 151 obat yang kadaluarsa dalam gudang farmasi rumah sakit menunjukkan pula besarnya kerugian yang dialami oleh suatu rumah sakit Depkes, 2008. Berdasarkan wawancara bahwa obat yang kadaluarsa di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi dikarenakan obat yang slow moving, pola penyakit berubah, pola penyimpanannya dan obat yang ED Expired Date nya kurang dari 2 tahun. Dari hasil telaah dokumen diketahui bahwa terdapat 6 jenis obat pada periode Januari – Maret 2015 di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. Persentase obat kadaluarsa yang ada digudang farmasi rumah sakit adalah sebesar 0,8. Kerugian yang diterima RSUD Kota Bekasi akibat obat- obatan yang kadaluarsa tersebut hingga bulan ini mencapai Rp. 2.578.296. Jumlah ini belum sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam pedoman pengelolaan perbekalan farmasi oleh Depkes tahun 2008 bahwa idealnya persentase nilai obat rusak dan kadaluarsa di gudang haruslah berjumlah 0 atau tidak ada sama sekali. Dari hasil penelitian diketahui bahwa obat kadaluarsa terjadi akibat belum adanya pemeriksaan dan pendataan obat yang mendekati kadaluarsa secara rutin yang dilakukan oleh petugas gudang farmasi. Selain itu, obat kadaluarsa yang terjadi juga akibat obat tidak lagi digunakan oleh dokter dan pola konsumsi yang berubah sehingga obat menumpuk dan kadaluarsa. Padahal jika hal ini dibiarkan terus menerus tanpa ada evaluasi dari pihak manajemen, rumah sakit akan terus mengalami kerugian. Menurut Pudjaningsih 1996 bahwa semakin banyak obat yang