53
IPS SMPMTs Kelas VII
3. Masa Kehidupan Bercocok Tanam di Persawahan Zaman Neolitik
Masa ini berlangsung 4.000 - 2.000 SM, yaitu ketika manusia sudah dapat menanam berbagai jenis tumbuhan dan meternakkan hewan.
Manusia zaman Neolitichum zaman batu baru, peradaban manusia di zaman prasejarah sudah mencapai tingkatan yang cukup tinggi. Hal ini ditandai dengan
berkembangnya makhluk Homo Sapiens murni, yakni manusia cerdik yang sudah menggunakan akal pikirannya secara sempurna. Penggunaan pikiran ini
memungkinkan sekali terjadinya perubahan-perubahan besar dalam cara hidup manusia.
Pada zaman Neolithicum manusia sudah mengenal bercocok tanam dan beternak. Mula-mula mereka menanam ubi, keladi, sukun, dan pisang. Tetapi lama-kelamaan
mereka pandai menanam padi. Adapun binatang yang mereka ternakkan antara lain kerbau, sapi, kuda, babi, dan berbagai binatang jenis unggas.
a. Corak Kehidupannya
Hidup sedenter, yakni bertempat tinggal menetap, rumah sebagai tempat tinggal didirikan di atas tiang penyangga, dikenal dengan nama rumah panggung. Pada
masa ini usaha membudidayakan alam sekitar makin meningkat. Pertanian tidak lagi dilakukan dengan berladang, tetapi bersawah. Masyarakatnya sudah semakin
teratur. Mereka sudah mengenal organisasi masyarakat dengan kepemimpinan yang ditaati oleh warganya. Sudah mengenal pembagian kerja, pengaturan irigasi, dan
perdagangan dengan cara barter.
Jadi, jelaslah bahwa pada masa ini cara hidup manusia mulai berubah. Mereka mulai menetap di tempat tertentu dan bercocok tanam. Hasil bercocok tanam masa
ini adalah keladi, ubi, sukun, dan pisang. Meskipun demikian, mereka masih tetap mengumpulkan hasil hutan dan berburu, misalnya mengambil sagu dan menangkap
ikan.
Tingkat peralatan hidup mereka juga semakin maju dan baik. Mereka tidak hanya membuat benda-benda dari batu dan tanah liat, tetapi juga dari logam. Peralatan
ini tidak hanya sekedar untuk mencari makanan, tetapi juga dipergunakan untuk upacara-upacara keagamaan. Cara membuatnya diperhalus dan diperindah.
Mereka mulai hidup berkelompok. Kelompok-kelompok ini kemudian berkembang menjadi kampung atau desa. Oleh karena itu, mereka juga memilih
seorang pemimpin. Biasanya seorang pemimpin dipilih karena mempunyai kemampuan yang lebih daripada yang lain. Selain harus memimpin kelompok, ia
juga harus mampu menghadapi bahaya alam, maupun perang antarsuku. Mereka sangat taat dan menghormati pemimpinnya. Hal ini dapat dilihat dari adanya
bangunan yang disebut menhir. Mayat sang pemimpin dikuburkan dalam kubur batu, dan di atasnya diletakkan dolmen.
54
IPS SMPMTs Kelas VII
b. Perkakas yang Digunakan
1 Kapak Persegi Beliung Persegi
Digunakan untuk mengerjakan kayu, menggarap tanah dan melaksanakan upacara. Ditemukan di Lahat Sumatera, Bogor, Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya,
Pacitan, dan lereng selatan Gunung Ijen.
2 Kapak Lonjong Neolith Papua
Digunakan sebagai cangkul untuk menggarap tanah dan sebagai kapak biasa. Ditemukan di Papua, Kepulauan Tanimbar, Seram, dan Minahasa.
3 Alat Pemukul Kulit Kayu
Ditemukan di Kalimantan Selatan.
4 Gerabah
Gerabah adalah barang pecah belah yang terbuat dari tanah liat yang dibakar. Ditemukan di pantai selatan Pulau Jawa antara Yogyakarta - Pacitan, Kalumpang
Sulawesi, dan Melolo Sumba.
5 Ujung Anak Panah
Banyak ditemukan di Papua.
c. Jenis Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam di Persawahan
Manusia purba yang melakukan kegiatan bercocok tanam di persawahan ialah Homo Sapiens, baik ras Mongoloid maupun Austronoelanesoid.
4. Masa Perundagian Pertukangan
Masa ini berlangsung antara 2.000 SM - abad IV, yaitu ketika manusia mulai mengenal pembuatan alat-alat dari logam.
a. Corak Kehidupannya
Mulai mengenal teknologi pembuatan alat logam. Muncul kelompok undagi tukang dengan keterampilan khusus. Muncul kelompok-kelompok sosial tertentu.
Aktivitas perdagangan antarpulau meningkat. Pemujaan roh nenek moyang makin kuat. Kehidupan bercocok tanam makin maju, mulai dengan irigasi sederhana.
Masa perundagian ini merupakan perkembangan masa bercocok tanam. Masa ini mulai mengembangkan ekonomi produksi dengan bercocok tanam. Kehidupan
mulai menetap dalam kelompok-kelompok perkampungan. Dalam kehidupan perkampungan seperti ini, mulailah terasa adanya kekurangan-kekurangan peralatan
dan perlengkapan hidup. Lalu lahirlah kelompok undagi. Undagi adalah sekelompok orang yang memiliki keahlian menciptakan suatu barang. Mereka menguasai
beberapa teknik pembuatan barang, mulai teknik cetak, pandai besi sampai kontruksi. Barang-barang yan dihasilkan pada masa perundagian ini adalah barang-barang
cetakan dari logam, perunggu, besi, dan gerabah.
55
IPS SMPMTs Kelas VII
Di Asia Tenggara logam mulai dikenal kira-kira 3.000 - 2.000 S.M. Pengetahuan tentang perkembangan logam ini lebih banyak dikenal setelah pada tahun 1924
Payot mengadakan penggalian di sebuah kuburan Dongon Vietnam. Dalam penggalian ini ditemukan berbagai macam alat-alat perunggu antara lain nekara,
bejana, ujung tombak, kapak, dan gelang-gelang. Benda-benda yang didapatkan ini mempunyai banyak persamaan dengan benda yang ditemukan di daratan Cina dari
Dinasti Han, kira-kira pada awal abad Masehi. Di Nok-Nok Tha di daerah Muangthai ditemukan kapak perunggu yang berdasarkan Carbon C-14 berumur 3.000 S.M.
Di Filiphina benda-benda perunggu ditemukan pada umur 400 S.M.
Di Indonesia penggunaan logam dimulai beberapa abad Sebelum Masehi. Berdasarkan temuan-temuan arkeologis, Indonesia hanya mengenal alat-alat yang
dibuat dari perunggu dan besi. Sedang untuk perhiasan, selain bahan perunggu juga telah dikenal emas. Sepanjang pengetahuan kita, masa prasejarah di Indonesia
tidak mengalamai alat-alat dari tembaga. Penggunaan logam tidak seketika menyeluruh di Indonesia tetapi, berjalan setahap demi setahap, sementara itu beliung
dan kapak batu masih tetap dipergunakan. Peranan alat-alat dari batu berangsur- angsur ditinggalkan, setelah pengetahuan pembuatan alat-alat dari logam dikenal di
kalangan masyarakat luas. Fungsi praktisnya kemudian sama sekali lenyap dan dalam upacara-upacara, misalnya sebagai bekal-bekal kubur dan sebagainya. Benda-benda
perunggu yang ditemukan di Indonesia menunjukkan persamaan dengan temuan- temuan di Dongson Vietnam, baik bentuk maupun pola hiasnya. Hal ini
menimbulkan dugaan tentang adanya hubungan budaya yang berkembang di Dongson dengan di Indonesia.
b. Perkakas yang Digunakan
1 Nekara, semacam tambur besar yang berbentuk seperti dandang terbalik. Di
temukan di Sumatera, Jawa, Bali, Pulau Sangean Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, dan Kei.
2 Moko, semacam tambur yang lebih kecil, ditemukan di Alor.
3 Kapak perunggu, disebut juga kapak corong atau kapak sepatu. Di temukan di
Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan. 4
Candrasa, yaitu jenis kapak perunggu yang salah satu sisinya panjang. Di temukan di Yogyakarta, Tuban, dan Jawa Barat.
5 Benda-Benda Lain.
Di samping benda-benda tersebut di atas, masih terdapat benda-benda yang merupakan hasil teknologi pada masa perundagian. Misalnya bejana perunggu
seperti yang ditemukan di tepi Danau Kerinci dan di Pulau Madura.
c. Kebudayaan Megalitik
Pada masa perundagian, terutama pada saat berkembangnya zaman perunggu, di Indonesia muncul pula tradisi dan kebudayaan megalitik. Kebudayaan megalitik
ini ditandai dengan munculnya bangunan-bangunan suci yang dibuat dari batu besar.