Keterbukaan Informasi
48
www.kinerja.or.id
BUKU PEGANGAN
Implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi untuk Mendorong Peningkatan Pelayanan Publik
– RUU KMI nama ini diterjemahkan dari Freedom of Information Act – FOIA, nama yang biasa
digunakan oleh negara lain yang sudah memiliki Undang-undang tentang keterbukaan informasi.
Dalam perjalanannya, nama RUU berubah menjadi Kebebasan Memperoleh Informasi Publik
– RUU KMIP. Koalisi kemudian menyampaikan Rancangan Undang-undang tersebut kepada DPR
RI pada tahun 2001, dengan harapan DPR RI dapat mengadopsinya sebagai RUU Usul Inisiatif
DPR.Beberapa anggota DPR RI pada waktu itu menyambut baik usulan Koalisi dan bersama-sama
dengan Koalisi menggalang dukungan di dalam DPR.
Setelah melalui upaya advokasi yang cukup intensif, DPR RI akhirnya mengadopsi Rancangan Undang-
undang dari Koalisi menjadi RUU Usul Inisiatif DPR pada tahun 2003.Sejak saat itu, RUU KMI
dibahas oleh DPR RI. Pembahasan RUU cukup alot mengingat substansi yang diatur akan mengubah
secara radikal paradigma tata kelola pemerintahan, dari tertutup menjadi terbuka. Hingga akhir masa
jabatan DPR RI periode 1999-2004 pembahasan tentang RUU ini belum selesai.Pembahasan
kemudian dilanjutkan oleh DPR RI periode selanjutnya.Hingga pada akhirnya, pada bulan
April 2008 DPR mengesahkan RUU yang awalnya disusun oleh masyarakat sipil menjadi Undang-
undang Keterbukaan Informasi Publik UU KIP. Sejarah membuktikan bahwa sikap progresif dan
reformis tidak hanya berasal dari masyarakat. Pemerintah Daerah pun juga memiliki semangat
yang sama. Jauh sebelum UU KIP diundangkan, beberapa Pemerintah Daerah telah memiliki
Peraturan Daerah Perda tentang Transparansi yang memiliki semangat dan mengatur susbtansi
yang sama dengan UU KIP. Sebagai contoh, Tahun 2002 Kota Gorontalo mengeluarkan Perda tentang
Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Kota Gorontalo. Inisiatif ini diikuti oleh beberapa Pemda
lain seperti Kabupaten Kebumen, Kabupaten Lebak, dll. Dengan berlakunya UU KIP dan beberapa
peraturan pelaksananya, inisiatif Pemda ini tentunya harus diselaraskan dengan peraturan di tingkat
nasional.Sedangkan Pemda yang belum memiliki Peraturan Daerah dapat mengikuti Peraturan
yang berlaku di tingkat nasional. Namun apabila membutuhkan peraturan teknis dalam lingkup
Pemda, maka Pemda dapat menyusun peraturan tersebut.
I.3. PRINSIP-PRINSIP UMUM KETERBUKAAN
INFORMASI
Keterbukaan informasi merupakan isu global yang terus-menerus didorong untuk mewujudkan
pemerintahan yang demokratis. Secara umum ada beberapa prinsip agar tujuan tersebut dapat
tercapai, meskipun implementasinya sangat bergantung pada konteks masing-masing negara.
Article 19, sebuah organisasi non-pemerintah yang aktif bergerak di bidang kebebasan informasi dan
berbasis di London, Inggris, mencatat beberapa prinsip dasar keterbukaan informasi publik sebagai
berikut:
49
www.kinerja.or.id
BUKU PEGANGAN
Implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi untuk Mendorong Peningkatan Pelayanan Publik
1. Informasi harus dibuka seluas-luasnya
Informasi yang dikelola oleh badan publik harus dibuka seluas-luasnya dan hanya dapat
dikecualikan dalam situas-situasi tertentu dan bersifat terbatas. Sebagai konsekuensi, setiap
orang berhak untuk mendapatkan informasi- informasi tersebut. Setiap permintaan informasi
seharusnya tidak perlu disertai dengan alasan permintaan. Sebaliknya, badan publik yang
menyelenggarakan pengelolaan informasi harus dapat menunjukan bahwa mereka telah
menggunakan kriteria obyektif ketika menolak permintaan informasi.
2. Informasi wajib disebarluaskan
Keterbukaan informasi tidak hanya berarti bahwa badan publik wajib memenuhi
permintaan informasi. Namun, ia juga wajib menyebarluaskan informasi secara proaktif,
meskipun tidak didahului dengan permintaan sekalipun. Untuk itu badan publik wajib untuk
mengidentiikasi dan mengklasiikasi informasi apa saja yang masuk kategori informasi proaktif.
3. Menegakkan pemerintahan terbuka
Menegakkan pemerintahan terbuka tidak cukup dengan membuat Undang-undang
tentang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan-peraturan tertulis lainnya.Pemerintah
harus memastikan bahwa aturan tersebut dijalankan. Konsekuensinya, pemerintah harus
menyediakan dana yang cukup, membangun sistemsistem pengelolaan dan pelayanan
informasi serta mengembangkan kapasitasnya untukmelayani permintaan informasi. Di sisi
lain, pemerintah juga harus meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak mereka untuk
mendapatkan informasi. Caranya, antara lain dengan mendayagunakan berbagai media
komunikasi yang ada, seperti surat kabar, radio, televisi, dll.
4. Lingkup pengecualian yang terbatas
Setiap informasi adalah bersifat terbuka dan dapat diakses, kecuali informasi yang
dikategorikan sebagai informasi rahasia. Oleh karena itu, badan publik pengelola informasi
yang akan menolak permintaan informasi harus melakukan uji tiga tahap:
i. Pengecualian informasi dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan; rincian
tentang informasi yang dapat dibuka atau ditutup harus tercantum dalam peraturan
perundang-undangan. Pengecualian sebaiknya didasarkan pada isinya substansi
informasi, bukan jenis dokumennya. Pengecualian juga harus dibatasi dengan
waktu yang memadai tidak permanen. Misalnya, informasi yang apabila dibuka
pada satu ketika membahayakan pertahanan nasional, tidak akan berbahaya
apabila dibuka 20 tahun kemudian.
ii. Penolakan informasi telah melalui uji konsekuensi bahaya, yaitu apabila dibuka
justru membahayakan kepentingan publik consequenstial harm test