ba2ee07c cc4c 4391 b619 041bc52c02ed

(1)

B

U

K

U

PEG

A

N

G

A

N

IMPL

EMEN

T

A

SI

U

N

D

A

N

G

-U

N

D

A

N

G

K

ET

ER

B

U

K

A

A

N

BUKU PEGANGAN

Implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi

untuk Mendorong Peningkatan Pelayanan Publik

Mei 2014

Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA


(2)

(3)

Penyusun:

Henri Subagiyo

Editor:

Firmansyah S. Hamdani

Ilustrator:

Bakhtiar Fitanto

Disain & Tata Letak:

Bakhtiar Fitanto & Iriawan Cahyadi

Penyelia Akhir:

Firmansyah S. Hamdani

BUKU PEGANGAN

Implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi

untuk Mendorong Peningkatan Pelayanan Publik


(4)

KATA PENGANTAR

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Keputusan Menteri Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik mengamanatkan peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola

pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dengan dukungan USAID, Program KINERJA telah berupaya memperkenalkan program bantuan teknis peningkatan pelayanan publik di 20 kabupaten/ kota mitra di empat provinsi di Indonesia (Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan) yang bertujuan untuk peningkatan mutu pelayanan publik. Program ini difokuskan pada penguatan pihak penyedia layanan (supply side) dan pihak pengguna layanan (demandside) di sektor pendidikan dasar, kesehatan dasar dan peningkatan iklim usaha atau perizinan. Pada tahun ketiga, Program KINERJA menambah 4 (empat) kabupaten/ kota lagi di Provinsi Papua yang bekerja khusus di sektor kesehatan. Peningkatan

pelayanan tersebut dimaksudkan agar unit pelayanan dapat menyelenggarakan kegiatannya untuk pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) dan standar nasional serta mencapai tujuan-tujuan MDG (Millennium Development Goals).

Undang Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan publik juga telah mengatur partisipasi masyarakat dalam peningkatan Pelayanan publik. Pengikutsertaan masyarakat dalam Pelayanan publik mencakup seluruh proses penyelenggaraan Pelayanan, yang meliputi:

1. Penyusunan kebijakan Pelayanan publik, 2. Penyusunan standar Pelayanan,

3. Pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan Pelayanan publik, dan 4. Pemberian penghargaan.

Sebagai wahana meningkatkan partisipasi masyarakat dalam peningkatan Pelayanan publik, KINERJA mengembangkan dan mendorong adanya keterbukaan informasi dari seluruh penyedia pelayanan publik, baik di tingkat dinas maupun unit layanan (seperti: puskesmas dan sekolah). Keterbukaan informasi tersebut merupakan prasyarat terjadinya partisipasi masyarakat. Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 tahun 2008, bertujuan untuk memberikan jaminan “hak untuk tahu” tentang kebijakan, program, pengambilan keputusan dan alasan yang menyangkut kepentingan publik; mendorong partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan; meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan dan pengelolaan badan publik secara baik; mewujudkan penyelenggaraan pelayanan publik yang baik; mengetahui alasan pengambilan kebijakan yang berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak dan meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.


(5)

Khusus mengenai hal pengelolaan dan pelayanan informasi dari badan penyedia pelayanan publik, KINERJA juga mendorong mereka untuk menyediakan informasi publik secara proaktif maupun pasif; dan mengembangkan serta membangun sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara efektif dan eisien dengan memiliki Pejabat yang secara khusus bertanggung-jawab atas sistem dokumentasi informasi publik (PPID, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) dan petugas layanan informasi (Meja Informasi); serta memiliki sistem dokumentasi informasi publik yang mutakhir dan ter-update secara baik; memelihara indeks informasi yang dimiliki (Daftar Informasi Publik).

Selain kepada para penyedia pelayanan publik, sebagaimana pendekatan lainnya dalam program KINERJA, maka untuk hal keterbukaan informasi publik ini, KINERJA juga melibatkan masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik. Salah satu hal penting mengapa Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik ini didorong kelahirannya oleh masyarakat sipil adalah karena menyangkut hak warga untuk mengetahui dan mendapatkan informasi. Undang-Undang ini menjamin terpenuhinya hak masyarakat untuk mendapatkan informasi publik yang mereka butuhkan, apapun jenisnya, termasuk yang berkaitan dengan pelayanan publik yang mereka terima.

Mengingat praktik-praktik pengembangan penyelenggaraan keterbukaan informasi publik yang dilaksanakan KINERJA bersama pemerintah daerah mitra merupakan pendekatan yang relatif baru dengan intervensi sisi penyedia layanan dan pengguna layanan secara bersamaan, maka untuk lebih memudahkan pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan dalam menerapkannya maka diperlukan sebuah modul yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelatihan, pendampingan dan pelaksanaannya karena modul ini dapat memberikan gambaran secara utuh konsep dan tahapan pengembangan penyelenggaraan keterbukaan informasi publik, khususnya PPID di daerah.

Diharapkan modul ini dapat membantu penyelenggara pelayanan, pemerintah daerah dan pihak-pihak lain yang ingin menerapkan tatakelola yang baik, khususnya dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas dan berstandar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Jakarta, Oktober 2014

ELKE RAPP


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 4

I. PENDAHULUAN 6

1. Bagaimana Membaca Dokumen Ini 6

2. Review Hasil Pelatihan 6

II. STRATEGI DAN SKENARIO FASILITASI 8

1. Apa Tujuan Fasilitasi? 8

2. Siapa yang Memfasilitasi? 8

3. Siapa yang Difasilitasi? 9

4. Apa yang Perlu Dilakukan Fasilitator? 10

III. PRASYARAT DASAR 13

1. Fasilitator: Peran, Fungsi dan Teknik Komunikasi 13

2. Pemahaman Akan Modul dan Materi Mengenai PPID 16

IV. FASILITASI PENYUSUNAN SK PPID 19

1. Mengapa PPID Perlu Ditetapkan Melalui SKP atau Keputusan Kepala Daerah? 19 2. Apa Saja Isi SK atau Peraturan Kepala Daerah Tersebut? 19

3. Tahapan di dalam Fasilitasi 20

V. FASILITASI PENYUSUNAN SOP LAYANAN INFORMASI PUBLIK 23 1. Mengapa PPID Perlu Memiliki SOP Pelayanan Informasi Publik yang Dituangkan di

dalam Peraturan Kepala Daerah?

23

2. Apa Saja Isi Peraturan Kepala Daerah Mengenai SOP Pelayanan Informasi Publik? 23

3. Tahapan di dalam Fasilitasi Penyusunan 26

VI. FASILITASI PENYUSUNAN DAFTAR INFORMASI PUBLIK 30

1. Mengapa DIP Diperlukan? 30

2. Apa Saja Isi di dalam DIP? 30


(7)

VII FASILITASI PENGADAAN MEJA INFORMASI DAN PERANGKAT PENDUKUNG LAINNYA

33

1. Mengapa Meja Informasi dan Perangkat Pendukung Lainnya Diperlukan? 33

2. Perangkat Pendukung yang Diperlukan 33

3. Bagaimana Memastikan Perangkat Pendukung Tersedia? 34 4. Tahapan Fasilitasi Ketersediaan Meja Informasi dan Sarana Pendukung Lainnya 35

VIII FASILITASI WARGA MENGAKSES INFORMASI 36

1. Mengapa Warga Perlu Mengakses Informasi Publik? 37

2. Siapa Saja yang Perlu Difasilitasi? 37

3. Hal Apa Saja yang Diperlukan? 38


(8)

1.

BAGAIMANA MEMBACA DOKUMEN INI

Dokumen ini merupakan kelanjutan dari dokumen yang disusun sebelumnya yakni Modul Pelatihan Implementasi Keterbukaan Informasi Publik bagi Pemerintah Daerah dan Panduan Pelatihan bagi PPID Pemerintah daerah. Layaknya setelah selesai pelatihan, agar PPID dapat mulai menjalankan perannya, perlu mendapatkan bantuan teknis berupa fasilitasi untuk memenuhi prasyarat dasar bagi implementasi keterbukaan informasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Dengan demikian, sudah sewajarnya jika membaca dokumen ini setidak-tidaknya fasilitator sudah pula membaca dua dokumen yang telah disebutkan di atas terlebih dahulu.

2.

REVIEW HASIL PELATIHAN

Layaknya sebelum proses fasilitasi kepada calon pejabat PPID ataupun pejabat PPID dilakukan, mereka telah terlebih dahulu memahami Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta berbagai turunan peraturannya seperti PP nomor 61 tahun 2012, Kepmendagri Nomor 35 tahun 2010 dan PERKI (Peraturan Komisi Informasi No 1 dan No 2 Tahun 2010). Memahami secara substansi tidak terlalu mudah, karena artinya harus membaca semua dokumen. Memahami dengan cara lain adalah mengikuti berbagai kegiatansosialisasi.

Khusus untuk wilayah kerja Kinerja USAID, proses membangun pemahaman akan paradigma dan substansi Keterbukaan Informasi Publik telah dilakukan melalui berbagai kegiatan. Pertama, sosialisasi Undang-Undang itu sendiri dengan penekanan pada peran PPID telah dilakukan, terutama ditujukan kepada pihak-pihak terkait di Kab/Kota masing-masing, dimana didalamnya terdapat calon PPID Utama yakni Humas atau Dinas Infokom, Calon PPID Pembantu terkait, sekretaris SKPD dan pihak-pihak terkait lainnya. Kedua, pelatihan mengenai implementasi UU KIP dengan materi yang lebih teknis yakni mengenai pemahaman peran, struktur organisasi PPID, menyusun SOP, memilah informasi, menangani sengketa informasi dan sebagainya.

Dari semua pelatihan yang sudah dilakukan, tidak semua peserta pelatihan memahami 100 persen materi, selain karena materi yang jumlahnya banyak dengan waktu yang sedikit, terkadang peserta bukan merupakan


(9)

orang yang ditetapkan sebagai calon PPID, dan masih banyak sederet lain persoalan yang menyebabkan gap pemahaman paska pelatihan terhadap implementasi masih jauh dari sempurna.

Dengan demikian menjadi penting bahwa paska pelatihan, calon/PPID Utama maupun PPID Pembantu masih harus difasilitasi di dalam melengkapi berbagai prasyarat agar dapat menjalankan peran dan fungsinya secara baik. Dari hasil melakukan proses review terhadap kegiatan sosialisasi maupun pelatihan yang diberikan ada dua kutub besar isu yang harus dibangun di dalam pemahaman masing-masing calon PPID yakni:

a. Kutub pertama: Paradigma. Apakah peserta yang mendapat pelatihan memahami paradigma tentang keterbukaan informasi publik. Hal ini perlu dicek ulang oleh fasilitator melalui berbagai diskusi sederhana. b. Kutub kedua: pemahaman teknis. Yang dimaksud dengan pemahaman teknis terkait dengan apa yang

harus dikerjakan oleh peserta yang mendapat pelatihan ketika mereka menjalankan peran sebagai tim di dalam PPID, baik di dalam fungsinya sebagai PPID Utama maupun sebagai PPID Pembantu, atau bahkan sebagai bagian dari struktur PPID Utama maupun Pembantu.


(10)

1.

APA TUJUAN FASILITASI?

Fasilitasi yang hendak dilakukan oleh fasilitator bertujuan paling tidak pada dua hal. Pertama, untuk memastikan adanya keluaran yang terkait dengan prasyarat-prasyarat pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik di SKPD/Pemda masing-masing. Keluaran dimaksud tidak dirumuskan dan dihasilkan oleh fasilitator, melainkan dihasilkan sendiri oleh tim yang dibentuk Pemerintah Daerah atau kelompok yang ditugaskan untuk merumuskan produk/prasyarat tersebut. Kedua, karena semenjak awal pihak-pihak sudah dilibatkan di dalam proses, diharapkan substansi lebih dipahami dan yang paling penting adalah rasa kepemilikan yang tinggi. Fasilitator berperan memberi dorongan, memasok materi pendukung, menyampaikan alternative jalan keluar, membuka jalan, membantu menggali persoalan, membantu mencari titik temu dan berbagai kegiatan lain yang intinya adalah dukungan agar tim dapat bekerja untuk menghasilkan keluaran yang hendak dicapai.

2.

SIAPA YANG MEMFASILITASI?

Adalah orang yang memiliki kapasitas tertentu dan terpenuhinya prasyarat dasar seperti yang dijelaskan dalam bagian di bawah ini:

a) Memiliki motivasi untuk mendorong keterbukaan informasi;

b) Memiliki pemahaman dan keterampilan yang memadahi dalam melakukan fasilitasi; c) Memiliki pemahaman dan keterampilan tentang keterbukaan informasi;

d) Proaktif dan memiliki kemauan yang kuat dalam mengatasi peroblem yang berkembang; e) Memiliki kemampuan untuk membaca dan memanfaatkan momentum yang ada;

f) Bersedia mempelajari berbagai hal baru yang belum dipahami.

II. STRATEGI DAN SKENARIO

FASILITASI


(11)

3.

SIAPA YANG DIFASILITASI?

Fasilitator perlu memetakan siapa saja di dalam Pemerintah Daerah yang perlu difasilitasi. Dari sisi program Kinerja, fasilitator perlu menetapkan sasaran yakni:

a. Calon PPID Utama. Mereka umumnya adalah Kabag Humas Pemerintah Daerah atau Dinas

HubtelInfokom atau dengan nama yang berbeda. Hingga saat ini belum ada struktur baku terkait dengan siapa yang menjabat sebagai PPID Utama. Namun demikian hal ini tidak selalu negatif melainkan memberikan kesempatan bagi Pemerintah Daerah untuk mengambil pilihan sesuai dengan kondisi daerahnya. Untuk itu fasilitator perlu mencari tahu dan mendiskusikannya dengan pejabat daerah bagaimana struktur organisasi PPID di Pemda akan dibangun.

b. Calon PPID Pembantu yang berada di dalam sektor dampingan Program Kinerja. Umumnya mereka adalah Sekretaris Dinas dalam SKPD Pendidikan, Kesehatan atau PTSP (ini nama generik yang bisa jadi ada perbedaan di masing-masing Kab/Kota). Dari target sosialisasi maupun pelatihan mereka – seharusnya – terlibat sebagai peserta sehingga seharusnya mereka memahami substansi.

c. Bagian Organisasi/Bappeda yang menjadi lead agency Program Kinerja di Pemerintah Daerah setempat. Pihak ini merupakan motor kegiatan Kinerja dari sisi Pemerintah Daerah, sehingga untuk kepentingan koordinasi dan komunikasi pihak ini merupakan stakeholder kunci yang perlu didekati.

d. Bagian Hukum. Fasilitator perlu memastikan ada pihak dari Bagian Hukum yang akan terlibat dalam proses-proses pembahasan hal-hal yang terkait regulasi seperti SK, Perbup/Wako dan sebagainya. e. Peserta pelatihan yang terkait dengan pejabat-pejabat yang disebutkan di atas (biasanya adalah staf yang

ditugaskan mengikuti pelatihan PPID oleh calon PPID).

f. Petugas Meja Informasi. Petugas Meja Informasi adalah petugas harian yang melaksanakan pelayanan informasi baik secara proaktif maupun pasif (berdasarkan permintaan). Petugas ini perlu mendapatkan dampingan bagaimana melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

Fasilitator perlu mengkaji siapa dari kesemua ini yang relatif lebih siap dan aktif di dalam mengusung isu PPID. Jikalau orang yang aktif tersebut posisi dan jabatannya tidak cukup tinggi untuk mempengaruhi pihak lain, maka harus dicari pijakan lain. Namun jika orang yang aktif tersebut posisi dan jabatannya cukup tinggi, misalnya setingkat Kepala Dinas atau Assisten Sekretaris Daerah atau malah Sekretaris Daerahnya sendiri, akan lebih mudah.

Fasilitator perlu mendekati yang bersangkutan dan menjelaskan A sd Z apa itu KIP, PPID hingga apa yang harus dilakukan Pemda dan peran apa yang bisa diambil yang bersangkutan. Namun jika yang cukup aktif adalah Kabid/Kasubbag ataupun staf biasa, maka langkah yang perlu dilakukan adalah fasilitator perlu


(12)

mendorong yang bersangkutan untuk mengagendakan bertemu dengan pimpinannya untuk kemudian dilakukan cara yang sama seperti terhadap Sekda di atas.

Intinya, fasilitator perlu mencari pioneer atau championship pada tataran Pemerintah Daerah yang dapat menggerakkan Pemerintah Daerah untuk mendorong lahirnya PPID. Pioneer atau championship didapat berdasarkan pengamatan fasilitator terhadap pejabat atau staf yang memiliki keinginan tinggi untuk sesegera mungkin menetapkan PPID dan sering mendiskusikannya kepada pihak-pihak tertentu.

4.

APA YANG PERLU DILAKUKAN FASILITATOR?

Fasilitator harus memahami lapangan seperti apa yang akan dihadapi, siapa yang akan dihadapi, siapa yang dapat membantu kerja-kerja lapangannya, target atau capaian apa yang harus dituju. Untuk memastikan hal tersebut, fasilitator harus memiliki alat untuk mencapainya dan mengetahui kemampuan yang ada yang dapat digunakan

a. ALAT KERJA

Untuk dapat menjalankan perannya maka dari sisi pengelolaan kegiatan paling tidak fasilitator perlu memiliki dua buah tools yakni:

a.1. Rancangan Kerja

Untuk memiliki sebuah rancangan kerja, banyak metode dan alat yang dapat digunakan. Di dalam panduan ini disebutkan salah satunya saja yakni mind map. Seorang fasilitator perlu menyusun mind map sederhana atau alur fasilitasi dengan target-target yang ingin dicapai pada setiap tahapan. Mind map ini menjadi penting agar fasilitator dapat melakukan self monitoring sudah sampai dimana saat ini proses yang difasilitasinya. Metode sederhana perumusan mind map dapat dilihat di http://www. muhammadnoer.com/2012/03/membuat-mind-map-anak/ atau yang sedikit lebih kompleks pada http:// strategimanajemen.net/2012/01/23/mind-map-tool-ampuh-untuk-melejitkan-produktivitas-anda/. Alur fasilitasi yang ada di dalam mind map ini juga dapat menjadi masukan di dalam penyusunan workplan bulanan yang wajib disusun oleh fasilitator. Paling tidak beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam mind map adalah:

i. Apa yang mau dikerjakan ii. Apa yang perlu disiapkan


(13)

iii. Siapa yang akan terlibat

iv. Apa tujuan-tujuan yang ingin dicapai

Dari mind map yang sudah disusun, apa yang mau dikerjakan oleh fasilitator, apa yang perlu disiapkan, siapa yang akan terlibat harus mengarah pada tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Fasilitator harus memastikan tujuan yang ingin dicapai didukung oleh ketiga hal yang disebutkan di awal.

a.2. Buku Catatan atau Log Book

Di dalam proses baik itu memberikan asistensi, input, nasehat, suplai dokumen atau dialog dengan berbagai jenis dialog/pertemuan, fasilitator selalu membawa catatan untuk memastikan tidak ada proses yang terlewati. Fasilitator perlu sesering mungkin melihat kembali mind map dan mencocokkan dengan catatan yang dimiliki. Secara sederhana catatan tersebut atau bisa disebut juga log book berisi apa yang dilakukan dan dihasilkan oleh fasilitator pada hari tersebut dan kesepakatan-kesepakatan atau ide kegiatan berikutnya.

Contoh format catatan sederhana hasil pertemuan

Hari/tanggal Jam 10:00 – 12:00 Diskusi dengan: • Abraham, Sekda

• Julianis, Kasubag Humas

• Indardi, Kabid Sosial Budaya Bappeda Pembahasan:

• Materi SK PPID

• Pihak-pihak yang dilibatkan dalam rapat-rapat ke depan Keputusan:

• Segera disusun draft SK PPID

• Bappeda, Bag Hukum, Bag Organisasi, Asda 1, Dininfokomhubtel, Humas Tindak lanjut:

• Fasilitator menyediakan data mengenai substansi yang harus ada di SK PPID berikut contoh • Fasilitator akan datang dalam pertemuan-pertemuan untuk memfasilitasi proses pembahasan. • Kabid Bappeda mengidentiikasi person-person, membuat jadwal pertemuan dan


(14)

b. BENTUK DUKUNGAN YANG DIBERIKAN FASILITATOR

Mind map ataupun gambaran mengenai rancangan kerja yang telah disusun akan memperjelas banyak hal diantaranya adalah bentuk yang akan diberikan oleh fasilitator kepada tim PPID. Untuk memastikan bahwa dukungan dari fasilitator cukup bagi tim/kelompok individu yang hendak difasilitasi maka perlu diperhatikan oleh fasilitator paling tidak ada dua jenis dukungan yang dapat diberikan kepada mereka yakni:

i. Asistensi melalui dialog/pertemuan dimana di dalamnya fasilitator dapat menjalankan peran fasilitasi, menyampaikan nasehat dan juga masukan sebagai bahan perbandingan (opini kedua), dan sebagainya. ii. Asistensi dengan memberikan suplai materi dan dokumen

Ada beberapa jenis dialog dengan (calon) PPID/peserta yang pernah mendapat pelatihan yang dapat difasilitasi yakni:

i. Dialog dengan individu staf

ii. Dialog dengan melibatkan lebih dari satu orang di dalam sebuah pertemuan informal iii. Rapat formal membahas materi atau persoalan tertentu dan bertujuan mencari jalan keluar.


(15)

Untuk memastikan fasilitator dapat menjalankan peran dan memberi dukungan yang sesuai seperti diuraikan di atas terdapat prasyarat dasar yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Prasyarat ini menghendaki perbaikan kapasitas fasilitator secara terus menerus agar dapat memberi layanan kepada pihak-pihak menjadi semakin baik dan juga pengetahuan fasilitator mengenai substansi dan materi yang diberikan kepada pihak-pihak yang difasilitasi.

1.

FASILITATOR: PERAN, FUNGSI DAN TEKNIK KOMUNIKASI

Fasilitator adalah orang yang memberikan bantuan dalam memperlancar proses komunikasi sekelompok orang, sehingga mereka dapat memahami atau memecahkan masalah bersama-sama. Fasilitator bukanlah seseorang yang bertugas hanya memberikan pelatihan, bimbingan nasihat atau pendapat. Fasilitator harus menjadi nara sumber yang baik untuk berbagai permasalahan. Fasilitator juga seseorang yang membantu sekelompok orang memahami tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalam diskusi.

Seorang fasilitator yang baik harus memiliki ketrampilan dalam hal memimpin sebuah pertemuan termasuk juga ketepatan waktu, mengikuti agenda yang sudah disepakati, merangkum pembicaraan, menengahi pertentangan. Selain itu fasilitator juga harus memiliki ketrampilan untuk mendengarkan termasuk kemampuan untuk menghentikan pembicaraan yang sudah menyimpang, serta memastikan semua orang berpartisipasi. Di dalam pertemuan, diskusi, ataupun dalam bentuk lain di dalam pandangan seorang fasilitator adalah sebuah proses belajar.

Tugas dan Wewenang

a. Menata acara belajar, menyiapkan materi, dan penyajian materi sesuai dengan bidangnya. b. Menata situasi proses belajar.

c. Mengintensifkan kerjasama dan komunikasi antar anggota kelompok. d. Mengarahkan acara belajar dan menilai bahan belajar sesuai dengan modul.


(16)

e. Mengadakan bimbingan pada diskusi kelompok, memberikan umpan balik/feedback kepada anggota kelompok.

f. Apabila dalam diskusi terdapat pembicaraan yang keluar jalur, Fasilitator juga bertugas sebagai mediator/ penengah untuk mengembalikan topikpembicaraan ke jalur yang benar.

g. Merumuskan kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil kegiatan peserta. h. Mengadakan evaluasi terhadap peserta dan proses pelatihan.

Tanggung Jawab

Fasilitator bertanggung jawab agar persiapan dan kegiatan proses pembelajaran berhasil sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian menjadi penting bahwa di awal sebelum proses belajar (dalam bentuk pertemuan, diskusi, rapat dan sebagainya) fasilitator perlu menyampaikan apa yang menjadi tujuan. Jika fasilitator belum merumuskannya, maka fasilitator wajib mendiskusikan dengan peserta dan menyatakannya.

Kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang fasilitator, paling tidak adalah:

a. Mampu berkomunikasi dengan baik. Fasilitator harus mendengarkan pendapat setiap anggota kelompok, menyimpulkan pendapat mereka, menggali keterangan lebih lanjut dan membuat suasana akrab dengan peserta diskusi.

b. Menghormati sesama anggota kelompok. Fasilitator harus menghargai sikap, pendapat dan perasaan dari setiap anggota kelompok.

c. Memiliki pengetahuan yang cukup. Fasilitator harus mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap setiap persoalan yang akan dibahas. Ia harus memiliki minat yang besar terhadap berbagai persoalan yang ada. Oleh karenanya MUTLAK bagi fasilitator mempelajari seluruh materi mengenai isu Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan Isu mengenai Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

d. Memiliki Sifat Terbuka. Fasilitator harus dapat menerima pendapat atau sikap yang mungkin kurang sesuai yang disampaikan oleh anggota kelompok. Fasilitator harus menanggapi hal tersebut di atas dengan sikap terbuka, sambil tertawa atau bergurau

Teknik Fasilitasi

Dalam melaksanakan tugas sebagai Fasilitator baik dalam menyampaikan materi pelatihan, memberikan bimbingan atau diskusi, terdapat teknik-teknik sebagai berikut:

a. Pencairan Suasana. Maksud pencairan suasana adalah agar suasana diskusi kelompok menjadi tenang, nyaman, santai dan tidak beku/tegang. Maka Fasilitator harus memperlihatkan raut wajah yang ramah,


(17)

banyak senyum serta dalam memberikan contoh atau celetukan yang lucu tetap dalam suasana terkendali. Waktu untuk pencairan suasana cukup maksimal 10 menit, dan hal ini dilakukan pada saat pertemuan pertama.

b. Ceramah. Ceramah adalah menyampaikan materi kepada anggota kelompok agar pesan dan kesan yang benar dapat dipahami oleh peserta. Untuk memudahkan digunakan alat bantu seperti buku, lipchart, white board, LCD projector, dan lain-lain. Waktu yang diperlukan untuk ceramah disesuaikan dengan banyaknya materi yang akan dibahas.

c. Diskusi. Diskusi adalah pendalaman materi yang dilakukan secara komunikasi 2 arah, sehingga akan memberikan arti lebih mendalam bagi anggota kelompok. Fasilitator bertindak sebagai penengahdan memberikan kesempatan berbicara pada semua anggota kelompok, agar anggota juga merasa lebih dihargai pengetahuan atau pendapatnya.

d. Permainan. Permainan diperlukan untuk mencairkan suasana dari kejenuhan. Sering disebut dengan Ice Breaking. Namun permainan tidak diperlukan jika diskusi atau pertemuan hanya berlangsung singkat. Permainan umumnya digunakan jika dilakukan workshop, sarasehan yang mengambil waktu hingga setengah hari ataupun satu hari penuh.

Jenis permainan sangat bermacam-macam, mulai yang bersifat sederhana sampai kompleks. Mulai dari yang sekedar untuk menggerakkan anggota badan agar bisa lebih segar sampai yang mengandung makna dan unsur-unsur tertentu terkait dengan materi yang tengah didiskusikan.

Kuis

Permainan kuis adalah cara mudah bagi kelompok untuk mengulang atau mengingat kembali materi yang telah disampaikan agar kita yakin bahwa isi dari materi telah dapat dimengerti sepenuhnya oleh peserta kelompok.

Contoh dari kuis adalah penggunaan kartu-kartu yang berisi pernyataan dengan jawaban mudah yaitu Ya atau Tidak, atau Benar atau Salah. Beberapa pernyataan sengaja dibuat salah, sehingga jawaban yang benar harus diterangkan oleh peserta kelompok. Sedangkan bagi beberapa pernyataan yang benar, fasilitator hanya bertugas untuk menegaskan kebenaran pernyataan tersebut.

Bermain Peran

Permainan peran adalah cara yang sangat efektif untuk belajar bersikap secara benar bagi peserta dan sangat membantu peserta kelompok apabila mereka menemukan masalah yang nyata di kemudian hari. Untuk permainan ini dapat dibuat kartu2 cerita, kasus atau dialog yang dibuat untuk permainan individual maupun kelompok.


(18)

Membangun Komunikasi: Jangan memakai bahasa yang terlalu resmi. Untuk mencairkan suasana, sesekali boleh menggunakan berbagai istilah yang berkembang di kalangan anak muda, seperti bahasa “gaul” atau jargon-jargon yang popular di televisi atau di daerah Anda.

Jangan menggurui. Ajaklah mereka berdiskusi mengenai keadaan dan masalah yang sedang dihadapi dengan menghormati sudut pandang mereka.

Beberapa hal yang dapat dijadikan tips untuk menjadi fasilitator adalah:

a. Fasilitator lebih banyak mendengar ketimbang berbicara

b. Fasilitator lebih banyak memancing diskusi melalui pertanyaan ketimbang menjawab pertanyaan c. Fasilitator tidak perlu menunjukkan kemampuannya, baik dalam bidang memfasilitasi ataupun materi

yang tengah didiskusikan.

d. Fasilitator harus selalu mengambil simpati peserta diskusi agar tetap disegani peserta. e. Fasilitator harus selalu membangun komunikasi yang cair dengan peserta diskusi.

f. Di atas semua ini Fasilitator harus memahami substansi yang tengah didiskusikan, oleh karenanya MUTLAK bagi fasilitator mempelajari modul PPID serta seluruh bahan-bahan pendukung lainnya yang sudah tersedia.

2. PEMAHAMAN AKAN MODUL DAN MATERI MENGENAI PPID

Untuk memastikan bahwa fasilitator dapat menjalankan peran di dalam memfasilitasi proses terkait berbagai tujuan yang ingin dicapai paska pelatihan, maka selain kapasitas fasilitator seperti yang dijelaskan dalam uraian di atas, fasilitator harus memahami berbagai substansi terkait bagaimana mengimplementasikan keterbukaan informasi publik bagi seorang pejabat di daerah.

Beberapa materi yang perlu diperdalam oleh fasilitator paling tidak adalah sebagai berikut: a. Pemahaman Dasar

i. Arti penting Keterbukaan Informasi Publik ii. Prinsip-prinsip umum Keterbukaan Informasi iii. Jaminan hukum keterbukaan informasi


(19)

iv. Siapa pemohon dan pengguna informasi

v. Mengapa badan publik harus menjalankan keterbukaan informasi

b. Bagaimana menjalankan Keterbukaan Informasi

i. Prasyarat untuk melaksanaan keterbukaan informasi publik di daerah ii. Berbagai regulasi yang dibutuhkan

iii. Struktur Organisasi dan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) iv. Bagaimana mengimplementasikan KIP melalui SOP layanan informasi publik v. Apa saja kebutuhan sarana dan prasarana yang harus disediakan oleh PPID

c. Pengkategorisasian Informasi Publik berdasarkan Undang-Undang i. Arti pentingnya pengkategorian informasi publik

ii. Informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala iii. Informasi publik yang wajib diumumkan secara serta merta

iv. Informasi publik yang wajib tersedia setiap saat v. Informasi publik yang dikecualikan/rahasia

d. Standar dan Mekanisme Pelayanan Informasi

i. Layanan informasi sebagai bagian dari pengelolaan informasi publik ii. Layanan informasi melalui pengumuman

iii. Layanan informasi melalui permohonan informasi

e. Penyelesaian Sengketa Informasi Publik

i. Makna penyelesaian sengketa informai dan alasan terjadinya sengketa informasi ii. Tahapan penyelesaian sengketa informasi dan institusi yang terlibat

iii. Optimalisasi fungsi PPID dalam pengelolaan pengaduan atau keluhan atas pelayanan publik

Materi di atas dapat dipelajari di dalam dokumen modul implementasi keterbukaan informasi publik bagi Pemerintah Daerah. Meskipun demikian fasilitator selain membaca harus dapat menangkap beberapa hal penting dan mendasar setelah selesai membaca semua materi.

Di dalam proses pendampingan di lapangan, banyak pertanyaan yang sering dilontarkan oleh Pemerintah Daerah antara lain:


(20)

a. Mengapa kami harus membentuk PPID? Apa sanksi jika kami tidak membentuk PPID? b. Untuk membentuk PPID kami harus memulai darimana?

c. Apakah dengan adanya organisasi dan struktur PPID masing-masing SKPD harus merekrut staf baru? d. Siapa yang harus menjabat sebagai PPID di Dinas kami?

e. Bagaimana kami tahu bahwa masyarakat datang meminta informasi untuk tujuan yang baik dan benar?

f. Apakah tidak bisa menunjukan saja seorang staf untuk menjadi penyedia informasi jika ada masyarakat yang datang meminta?

g. Mengapa kami tidak bisa mengatakan bahwa dokumen ABPD sebagai dokumen rahasia, toh selama ini hal itu sudah dipahami oleh semua staf Pemda seperti itu?

h. Kalau ada LSM datang meminta informasi LPJ Bupati menurut kami tidak perlu diberi, karena kami tahu LSM itu hendak macam-macam, apakah benar pernyataan ini?

Daftar pertanyaan ini bisa menjadi puluhan bahkan ratusan yang muncul dari Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, wajib bagi fasilitator memahami paradigma dan substansi keterbukaan informasi publik hingga yang bisa diimplementasikan di lapangan, agar dapat merespon tidak hanya pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari staf Pemerintah Daerah, tetapi juga memberi panduan bagaimana langkah sebaiknya yang perlu dilakukan.

Di dalam sesi panduan berikutnya, terdapat lima hal penting sebagai prasyarat agar PPID di Pemerintah Daerah dapat menjalankan tugasnya yakni:

a. Penyusunan Surat Keputusan Pimpinan Daerah mengenai PPID b. Penyusunan SOP Layanan Informasi Publik

c. Penyusunan dan pemutakhiran daftar informasi publik

d. Mendorong pengadaan meja informasi dan sarana lain untuk pelaksanaan keterbukaan informasi. e. Mendorong warga masyarakat meminta layanan informasi kepada PPID.


(21)

1. MENGAPA PPID PERLU DITETAPKAN MELALUI SKP ATAU

KEPUTUSAN KEPALA DAERAH?

a. Untuk memastikan tugas dan kerja PPID sah menurut aturan yang berlaku, berada di bawah koordinasi Pimpinan Daerah atau pihak yang ditunjuk serta bersifat legal.

b. Untuk mensahkan siapa saja berperan sebagai apa memiliki wewenang apa dan bertugas apa saja dan kesemuanya bersifat mengikat secara hukum ketatanegaraan

2. APA SAJA ISI SK ATAU PERATURAN KEPALA DAERAH

TERSEBUT?

Tidak ada penjelasan di dalam regulasi yang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah harus membuat SK PPID atau Peraturan Kepala daerah untuk mensahkan keberadaan PPID. Namun hampir semua Kabupaten/Kota yang telah memiliki PPID melandaskan keberadaan PPID pada SK atau Peraturan Kepala Daerah. Materi yang diatur didalam SK Kepala Daerah mengenai PPID terdapat dalam Permendagri No 35 tahun 2012 dan Peraturan Komisi Informasi (PERKI) No 1 Tahun 2010.

Selain berbagai peraturan yang menaunginya mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Kementerian, Peraturan Daerah dan sebagainya, maka batang tubuh keputusan ini antara lain berisikan:

a. Siapa yang menjadi PPID Utama

b. Apa saja peran fungsi dan wewenangnya c. Siapa yang menjadi atasan PPID Utama

d. Apa peran, fungsi dan wewenang atasan PPID Utama

e. Siapa saja yang membantu PPID Utama di dalam menjalankan tugasnya f. Apa saja peran fungsi dan wewenang pihak yang membantu PPID Utama

g. Siapa saja yang menjadi PPID pelaksana atau sering disebut PPID pembantu pada masing-masing satuan kerja pemerintah daerah (SKPD). Namun daftar PPID pelaksana/pembantu untuk semua SKPD dapat disampaikan juga di lampiran SK.

h. Apa saja peran fungsi dan wewenangnya


(22)

i. Siapa yang menjadi atasan PPID pelaksana/pembantu

j. Apa peran, fungsi serta wewenang atasan PPID pelaksana/pembantu

Versi lain dari SK PPID berisikan substansi yang lebih ringkas adalah hanya menyebutkan siapa saja yang ada di dalam struktur PPID di Kabupaten/Kota:

a. Siapa yang menjadi PPID Utama b. Siapa yang menjadi atasan PPID Utama

c. Siapa saja yang membantu PPID Utama di dalam menjalankan tugasnya

d. Siapa saja yang menjadi PPID pelaksana atau sering disebut PPID pembantu pada masing-masing satuan kerja pemerintah daerah (SKPD). Namun daftar PPID pelaksana/pembantu untuk semua SKPD dapat disampaikan juga di lampiran SK.

e. Siapa yang menjadi atasan PPID pelaksana/pembantu

Sedangkan peran, fungsi dan wewenangnya dimasukkan di dalam SOP Pelayanan Informasi Publik sebagai bagian dari penjelasan SOP tersebut.

3. TAHAPAN DI DALAM FASILITASI

a. Membentuk tim penetapan PPID. Di dalam pembentukan tim penetapan PPID dapat dilengkapi dengan SK Bupati ataupun berdasarkan undangan dan penetapan oleh Sekda semata. Yang dimaksud dengan tim penetapan PPID adalah tim yang terdiri dari komponen-komponen terkait di dalam Pemerintah Daerah yang terdiri dari Bagian Organisasi, Bagian Hukum, Bappeda, Humas, Dinas Infokom dan pejabat lain yang dianggap oleh masing-masing daerah akan memiliki posisi yang cukup relevan untuk ikut didalam pembahasan penetapan PPID.

b. Penetapan sekretariat. Di dalam tim penetapan sebaiknya ditetapkan juga sekretariat. Sekretariat akan berfungsi mengundang pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh tim, mendokumentasikan hasil-hasil pembahasan, materi-materi yang dibutuhkan dan lain sebagainya. Biasanya tim penetapan dipimpin oleh calon PPID Utama yakni Kabag Humas atau Kepala Dishubkomintel (atau dengan nama lain), dengan demikian sekretariat dapat berada di Bagian Humas atau Kantor Dishubkomintel. Namun ada kalanya tim penetapan diketuai oleh Sekda atau Asisten Daerah (Asda) yang terkait, sehingga sekretariat yang ditunjuk akan mengikuti dimana pimpinan tim penetapan berada. Di samping itu, fasilitator juga perlu mempertimbangkan keberadaan secretariat terkait dengan Tim Teknis yang dibentuk untuk program Kinerja, sehingga kegiatan pengadministrasian juga dapat terpusat di satu tempat.

c. Menjalankan serangkaian pertemuan pembahasan.Kegiatan selanjutnya adalah melangsungkan berbagai pertemuan secara kontinyu. Berbagai pertemuan diatur untuk membahas substansi sebagai berikut:


(23)

i. Membangun pemahaman bersama. Pertemuan tim penetapan membahas substansi yang dijelaskan dalam point (2) di atas. Jika peserta pertemuan yang menjadi tim penetapan belum memahami secara keseluruhan ada baiknya, fasilitator menyampaikan substansi inti dari UU No 14 Tahun 2008, PP No 61 Tahun 2010, Permendagri No 35 tahun 2010 dan Perki No 1 Tahun 2010. Materi yang disampaikan antara lain: (i) Mengapa UU KIP diperlukan; (ii) Paradigma yang dibangun di dalam UU KIP; (iii) Prasyarat menjalankan KIP; (iv) Struktur Organisasi PPID, Peran dan Wewenangnya; (iv) Kategori Informasi Publik, termasuk di dalamnya Uji Konsekuensi; (v) Standar Layanan Informasi; (vi) Penyelesaian sengketa informasi dan peran Komisi Informasi. Jika pertemuan juga termasuk menyampaikan materi di atas, maka jumlah pertemuan menjadi lebih banyak dari seharusnya. Fasilitator perlu mempertimbangkan materi yang disampaikan termasuk menyampaikan bahan-bahan pendukung lainnya. Targetnya adalah membangun pemahaman tim penetapan mengapa PPID perlu ada di Pemerintah Daerah serta apa peran, fungsi dan wewenang PPID. Yang juga perlu dibahas adalah memutuskan pembagian peran antara PPID Utama dan PPID Pembantu/Pelaksana.

ii. Identiikasi calon PPID. Pertemuan berikutnya adalah mengidentiikasi dan menyusun daftar siapa saja yang akan menjadi PPID di wilayah Kabupaten/Kota tersebut. Panduan siapa yang menjadi PPID ada di dalam Permendagri No 35 Tahun 2010. Daftar calon PPID untuk setiap Kabupaten/Kota meliputi seluruh SKPD, Kantor, Badan, Kecamatan, termasuk Rumah Sakit dan UPTD lainnya yang berada di bawah naungan Pemerintah Daerah. Dalam mengidentiikasi struktur PPID ini sebaiknya mengidentiikasi pula tim teknis atau petugas yang akan bekerja mendukung kerja-kerja teknis PPID, misalnya Petugas Informasi di setiap SKPD, Petugas Meja Informasi, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan.

iii. Mengidentiikasi Meja Informasi. Meja Informasi merupakan tempat layanan informasi baik secara proaktif maupun pasif berdasarkan permintaan. Setiap permohonan informasi diharapkan dapat dilayani dan dikoordinasikan melalui Meja Informasi ini. Terkait dengan hal ini perlu diidentiikasi: 1) Bagaimana model layanan yang akan dikembangkan melalui Meja Informasi apakah terpusat (satu Pemda satu Meja Informasi) dibawah PPID Utama ataukah akan dibentuk Meja Informasi Pendukung disetiap PPID Pembantu. Penetapan model Meja Informasi ini perlu mempertimbangkan kemudahan akses bagi masyarakat dan eisiensi kerja petugas, misalnya beberapa Pemda telah mengatur kantornya dalam satu kawasan sehingga akan lebih mudah jika Meja Informasi dibuat terpusat atau sebaliknya; 2) Siapa petugas harian yang akan bertanggungjawab mengelola Meja Informasi.

iv. Penyusunan Rancangan SK PPID. Bagian Hukum menyusun draft SK dengan memasukkan substansi yang telah dibahas. Sebelumnya, Bagian Hukum perlu menyusun berbagai konsideran Pertimbangan


(24)

dan sebagainya sebelum keputusan mengenai: (i) Penetapan PPID; (ii) peran dan fungsi; (iii) wewenang; (iv) tata cara kerja dan sebagainya. Rancangan SK PPID dibahas di dalam pertemuan tim penetapan PPID. Untuk kemudian diajukan oleh Bagian Hukum/Humas kepada Sekda. Sekda kemudian menyampaikan kepada Bupati/Walikota untuk disetujui. Proses penyampaikan dari tim penetapan kepada Bag Hukum/Humas/Diskominfo kepada Sekda perlu mempertimbangkan untuk memberi penjelasan awal kepada Sekda mengenai apa itu PPID dan seterusnya. Fasilitator perlu memastikan bahwa Bag Hukum atau salah satu tim yang menghadap Sekda dapat menjelaskan substansi tersebut. Jika diperlukan, fasilitator dapat mendampingi tim untuk memberi penjelasan kepada Sekda. Demikian juga penyampaian dari Sekda kepada Bupati/Walikota. Setelah itu, tim penetapan menunggu tanda tangan pimpinan daerah sebagai tanda disahkannya keputusan tersebut.

v. Penjelasan kepada seluruh calon PPID. Adalah penting untuk menyampaikan kepada seluruh calon PPID yang telah ditetapkan di dalam rancangan SK PPID. Meskipun hal ini bukan tugas fasilitator untuk mendampingi tim penetapan, namun ada baiknya tim penetapan diberi masukan bagaimana menyelenggarakan pertemuan yang melibatkan seluruh calon PPID. Pertemuan yang direncanakan bertujuan untuk membangun pemahaman dasar mengenai KIP serta memberi pemahaman mengani peran, fungsi dan wewenang PPID. Sebelum pertemuan dilaksanakan ada baiknya disusun TOR bersama. TOR berintikan apa tujuan pertemuan, apa target pertemuan, berapa orang yang dilibatkan, siapa yang akan memandu/memimpin, siapa yang akan menjadi pemateri, materi disusun oleh siapa dan kapan sudah harus siap dan dapat didistribusikan serta dokumen pendukung apa yang perlu dipersiapkan.

Perlu diperhatikan bahwa undangan yang disampaikan harus secara tegas menyebutkan posisi yang diundang, agenda spesiik pertemuan, sampai capaian yang ingin dihasilkan dalam pertemuan. Undangan dibuat oleh Sekretariat dengan menyampaikan pula materi yang hendak dijelaskan di dalam pertemuan, yakni rancangan keputusan PPID, penjelasan mengenai UU KIP dan peran PPID. Fasilitator dapat membantu memilihkan materi inti mengenai penjelasan KIP dan peran PPID yang akan didistribusikan di dalam undangan juga.

Alur pertemuan harus mendukung tujuan, sehingga perlu ada pihak yang ditetapkan untuk

menyampaikan kedua materi tersebut. Untuk memudahkan peserta materi yang hendak disampaikan disusun di dalam materi presentasi. Untuk memastikan pemahaman peserta meningkat setelah penjelasan mengenai materi KIP/PPID dan diikuti oleh penjelasan rancangan SK PPID, maka di dalam diskusi tanya jawab ada baiknya juga dilakukan inisiatif untuk menanyakan kepada peserta satu atau dua isu yang dijelaskan dalam presentasi.


(25)

1. MENGAPA PPID PERLU MEMILIKI SOP PELAYANAN

INFORMASI PUBLIK YANG DITUANGKAN DI DALAM

PERATURAN KEPALA DAERAH?

a. Untuk memastikan PPID yang telah ditetapkan mengetahui tugas dan fungsi, serta wewenangnya pada hal apa saja, dan adanya kejelasan mengenai tata cara di dalam menjalankan tugas dan fungsinya tersebut. b. Untuk mensahkan siapa saja berperan sebagai apa memiliki wewenang apa dan bertugas apa saja dan

kesemuanya bersifat mengikat secara hukum ketatanegaraan

c. Kewajiban penyusunan SOP Layanan Informasi Publik sudah diatur di dalam PERKI No 1 Tahun 2010 pasal 38.

2. APA SAJA ISI PERATURAN KEPALA DAERAH MENGENAI SOP

PELAYANAN INFORMASI PUBLIK?

Tidak ada penjelasan di dalam regulasi yang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah harus membuat SK PPID atau Peraturan Kepala daerah untuk mensahkan keberadaan PPID. Namun hampir semua Kabupaten/Kota yang telah memiliki PPID melandaskan keberadaan PPID pada SK atau Peraturan Kepala Daerah. Materi yang diatur didalam SK Kepala Daerah mengenai PPID terdapat dalam Permendagri No 35 tahun 2010 dan Peraturan Komisi Informasi (PERKI) No 1 Tahun 2010, terutama pasal 38.

Selain berbagai peraturan yang menaunginya mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Kementerian, Peraturan Daerah dan sebagainya, maka batang tubuh peraturan ini antara lain berisikan:

a. Pendahuluan. Di dalam bagian ini paling tidak dijelaskan hal-hal sebagai berikut:

• Maksud dan tujuan. Di dalam penjelasan ini perlu dirumuskan apa yang menjadi maksud dan tujuan disusunnya SOP Pelayanan Informasi ini.

V. FASILITASI PENYUSUNAN SOP

LAYANAN INFORMASI PUBLIK


(26)

• Ruang lingkup. Di dalam penjelasan ini dirumuskan apa saja yang menjadi ruang lingkup SOP Pelayanan Informasi ini.

• Dasar hukum. Kebijakan dan regulasi apa saja yang menjadi dasar hukum dan konsideran di dalam menyusun SOP

• Pengertian-pengertian. Istilah nama atau kegiatan apa yang perlu dijelaskan, dimasukkan di dalam bagian ini.

b. Prinsip-prinsip pelayanan informasi publik. Regulasi ini hendak mengedepankan pelayanan yang baik kepada publik, oleh karenanya perlu dicantumkan prinsip-prinsip pelayanan yang mengarah pada tata kelola pelayanan publik yang baik.

c. Struktur organisasi pelayanan informasi publik. Umumnya yang dijelaskan pada bagian ini adalah (i) Bagaimana tim pertimbangan pelayanan informasi publik. Khusus untuk tim pertimbangan ini tidak semua struktur Pemda memilikinya. Ada Pemda yang memasukkan unsur Tim Pertimbangan, ada yang tidak. Dalam hal ini diberikan keleluasaan kepada masing-masing Pemda untuk menunjuk atau tidak; (ii) PPID (Utama) dan (iii) PPID Pelaksana/Pembantu. Penjelasannya paling tidak pada hal-hal di bawah ini:

• Siapa-siapa saja yang ditetapkan di dalam struktur organisasi yang memberi pelayanan informasi publik. Penjelasan ini lebih diperuntukkan kepada PPID (Utama) dan PPID pelaksana/pembantu serta petugas teknis maupun Petugas Meja Informasi yang akan mendukung kerjanya, karena tim pertimbangan pelayanan informasi publik tidak membutuhkan struktur organisasi.

• Penjelasan spesiik mengenai pihak yang ada di dalam struktur organisasi; antara lain: kriteria, kedudukan dan penunjukan, susunan organisasinya. Penjelasan ini lebih diperuntukkan kepada PPID (Utama) dan PPID pelaksana/pembantu.

• Penjelasan mengenai tugas dan fungsi serta kewenangan masing-masing tersebut.

• Alur kerja PPID dan petugas teknis. Pada dasarnya alur kerja ini adalah alur permintaan informasi mulai dari publik yang mengajukan permintaan sampai menerima informasi dari PPID. Di dalam alur tersebut ada beberapa cabang alur yang disusun jika permintaan diterima dilanjutkan kepada alur berikutnya, namun jika ditolak maka prosesnya akan berlanjut pada tahapan yang berbeda dan seterusnya. Di dalam alur ini juga perlu diberi penjelasan mengenai apa yang dilakukan oleh petugas pada setiap tahapnya dan berapa lama proses berlangsung dimasing-masing tahapannya.

• Bagaimana relasi dan wewenang antara PPID (Utama) dan PPID pelaksana/pembantu. Apa perbedaan wewenang antara PPID (utama) dan PPID pelaksana/pembantu dan relasi antara keduanya perlu digambarkan di dalam penjelasan di sini (jika tidak ada penjelasan di masing-masing tugas dan fungsi yang membedakan keduanya).


(27)

d. Mekanisme pengumpulan, pengklasiikasian, pendokumentasian dan pelayanan informasi. Penjelasan pada berbagai kegiatan yang disampaikan didalam kelompok ini jika dilihat secara umum merupakan bagian dari pengelolaan informasi (manajemen informasi) dimana ada kegiatan pengumpulan informasi, lalu semua informasi yang terkumpul diklasiikasi menurut kategori masing-masing, lalu

didokumentasikan berdasarkan kategorinya dan sebagian sudah dapat disampaikan kepada publik melalui berbagai media yang ada. Khusus untuk kategori informasi yang tersedia diberikan kepada publik jika ada permintaan atas informasi dimaksud.

• Apa yang dimaksud dengan proses pengumpulan informasi, informasi apa saja yang dikumpulkan, siapa saja yang mengumpulkan, siapa saja atau divisi/bagian mana saja yang merupakan sumber-sumber informasi proses-proses, siapa yang terlibat, alur pengumpulan informasi dimulai dari mana dan sampai dimana serta hal-hal apa yang penting untuk diperhatikan di dalam proses pengumpulan informasi.

• Apa yang dimaksud dengan proses pengklasiikasian informasi, apa saja kategori di dalam

pengklasiikasian informasi, bagaimana tata cara mengklasiikasi informasi serta bagaimana masing-masing kategori informasi tersebut dapat diakses oleh publik. Secara spesiik ada kategori informasi yang termasuk informasi dikecualikan, bagaimana proses pengecualian informasi dilakukan dan metode apa yang digunakan, hal ini perlu dipaparkan di dalam dokumen ini, sehingga membuat publik jelas mengapa satu jenis informasi termasuk informasi yang dikecualikan.

• Apa yang dimaksud dengan pendokumentasian informasi publik, bagaimana tahapan

pendokumentasian dilakukan, siapa saja yang terlibat dan pada setiap tahapan hal-hal apa yang harus diperhatikan.

• Apa yang dimaksud dengan pelayanan informasi , apa saja tahapan di dalam pelayanan informasi, apa penjelasan yang perlu disampaikan di dalam setiap tahapan untuk memastikan proses pelayanan informasi berjalan dengan efektif, cepat, terbuka serta terukur dari sisi waktu.

e. Mekanisme Pelayanan Informasi. Apa yang dimaksud dengan pelayanan informasi baik proaktif (tanpa diminta) maupun pasif (berdasarkan permintaan), apa saja tahapan di dalam pelayanan informasi, apa penjelasan yang perlu disampaikan di dalam setiap tahapan untuk memastikan proses pelayanan informasi berjalan dengan efektif, cepat, terbuka serta terukur dari sisi waktu. Dalam membuat mekanisme pelayanan ini perlu memperhatikan: 1) Standar layanan minimum nasional yang telah dimuat dalam PERKI No. 1 Tahun 2010. Selain itu perlu pula diperhatikan; 2) Tahapan kerja perlu mencakup atau menjangkau hingga pejabat atau petugas yang secara riil menguasai informasi untuk mempermudah petugas layanan.

e. Penyelesaian sengketa informasi. Saat informasi yang diminta oleh publik tidak diberikan oleh PPID dengan berbagai pertimbangan dan alasan, maka akan terjadi sengketa informasi. Pemerintah Daerah


(28)

perlu menyiapkan prosedur yang baku mengenai penanganan sengketa informasi ini, termasuk siapa saja yang terlibat di dalam pengorganisasian penanganan sengketa informasi, apa saja yang harus dilakukan dan oleh siapa, termasuk tahapan dan jenjang penanganan mulai dari SKPD masing-masing (atasan PPID Pembantu), Pemerintah Daerah (Tim Asistensi dan Atasan PPID Utama), Komisi Informasi, PTUN hingga sampai ke Mahkamah Agung. Petunjuk mengenai hal ini ada di dalam Peraturan Komisi Informasi (PERKI) nomor 2 Tahun 2010.

f. Pelaporan. Pemerintah Daerah melalui PPID memiliki kewajiban menyusun laporan pelaksanaan pelayanan informasi kepada publik. Dengan demikian dalam bagian ini perlu diatur apa saja yang harus dilaporkan, bagaimana laporan dibuat, siapa dan kepada siapa laporan disampaikan serta cara penyampaiannya seperti apa.

3. TAHAPAN DI DALAM FASILITASI PENYUSUNAN

Ada dua opsi yang dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah di dalam proses penetapan SOP Pelayanan informasi. SOP disusun bersamaan dengan Keputusan Kepala Daerah untuk menetapkan PPID, namun ada juga yang disusun secara tersendiri. Tidak ada alasan tertentu dibalik kedua opsi tersebut, namun umumnya Pemerintah Daerah mengikuti apa yang sudah disusun oleh Daerah lain yang kebetulan diketahui. Di dalam regulasi terkait KIP maupun PPID hal inipun tidak diatur.

Pendekatan fasilitasi. Semua proses penyusunan dilakukan melalui pertemuan-pertemuan dan kerja penulisan berdasarkan kesepakatan dalam pertemuan. Pertemuan dimaksud dapat berbentuk rapat pembahasan dan lokakarya. Kerja penulisan merupakan kerja bagian tertentu (umumnya bagian hukum), namun dari sisi substansi merupakan hasil kesepakatan. Fasilitator dapat memfasilitasi proses pertemuan dengan berperan menjadi fasilitator atau moderator pertemuan.

a. Membentuk tim penyusunan SOP Pelayanan Informasi. Di dalam pembentukan tim SOP pelayanan informasi pada prinsipnya dapat berbarengan (atau disatukan) di dalam tim penetapan PPID. Tim ini dapat dilengkapi dengan SK Bupati ataupun berdasarkan undangan dan penetapan oleh Sekda semata. Yang dimaksud dengan tim ini adalah tim yang terdiri dari komponen-komponen terkait di dalam Pemerintah Daerah yang terdiri dari Bagian Organisasi, Bagian Hukum, Bappeda, Humas, Dinas Infokom dan pejabat lain yang dianggap oleh masing-masing daerah akan memiliki posisi yang cukup relevan untuk ikut didalam pembahasan penyusunan SOP Pelayanan Informasi Publik.


(29)

b. Penetapan sekretariat. Di dalam tim penetapan sebaiknya ditetapkan juga sekretariat. Sekretariat akan berfungsi mengundang pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh tim, mendokumentasikan hasil-hasil pembahasan, materi-materi yang dibutuhkan dan lain sebagainya. Biasanya tim penetapan dipimpin oleh calon PPID Utama yakni Kabag Humas atau Kepala Dishubkomintel (atau dengan nama lain), dengan demikian sekretariat dapat berada di Bagian Humas atau Kantor Dishubkomintel. Namun ada kalanya tim penetapan diketuai oleh Sekda atau Asisten Daerah (Asda) yang terkait, sehingga sekretariat yang ditunjuk akan mengikuti dimana pimpinan tim penetapan berada. Di samping itu, fasilitator juga perlu mempertimbangkan keberadaan sekretariat terkait dengan Tim Teknis yang dibentuk untuk program Kinerja, sehingga kegiatan pengadministrasian juga dapat terpusat di satu tempat.

c. Melaksanakan serangkaian pertemuan. Kegiatan selanjutnya adalah melangsungkan berbagai pertemuan secara kontinyu. Berbagai pertemuan diatur untuk membahas substansi sebagai berikut:

i. Membangun pemahaman bersama. Pertemuan tim penetapan membahas substansi yang dijelaskan dalam point (2) di atas. Jika peserta pertemuan yang menjadi tim penetapan belum memahami secara keseluruhan ada baiknya, fasilitator menyampaikan substansi inti dari UU No 14 Tahun 2008, PP No 61 Tahun 2010, Permendagri No 35 tahun 2010 dan Perki No 1 Tahun 2010. Materi yang disampaikan antara lain: (i) Mengapa UU KIP diperlukan; (ii) Paradigma yang dibangun di dalam UU KIP; (iii) Prasyarat menjalankan KIP; (iv) Struktur Organisasi PPID, Peran dan Wewenangnya; (iv) Kategori Informasi Publik, termasuk di dalamnya Uji Konsekuensi; (v) Standar Layanan Informasi; (vi) Penyelesaian sengketa informasi dan peran Komisi Informasi. Jika pertemuan juga termasuk menyampaikan materi di atas, maka jumlah pertemuan menjadi lebih banyak dari seharusnya. Fasilitator perlu mempertimbangkan materi yang disampaikan termasuk menyampaikan bahan-bahan pendukung lainnya. Targetnya adalah membangun pemahaman tim mengapa SOP pelayanan informasi perlu ada di Pemerintah Daerah.

ii. Merumuskan kerangka isi SOP. Fasilitator mendorong peserta diskusi untuk tidak mengutamakan pembahasan pada bagian yang menjadi konsideran rancangan regulasi ini, namun difokuskan pada substansi yang ada pada SOP itu sendiri. Substansi SOP itu sendiri sebenarnya sudah diatur di dalam UU KIP, PP No 10 Tahun 2010, PERKI No 1 Tahun 2010 dan Perki No 2 Tahun 2010. Panduan substansinya sudah disampaikan pada bagian di atas. Dengan demikian, fasilitator perlu menjelaskan kerangka substansi di atas pada peserta dan rumusan isi berdasarkan substansi yang ada dalam regulasi. Sebelum pertemuan dilakukan, fasilitator perlu mengidentiikasi bagian mana saja di dalam regulasi yang masuk ke dalam kerangka substansi di maksud. Hal ini akan memudahkan ketika diskusi berlangsung.


(30)

iii. Penyusunan Rancangan Regulasi mengenai SOP. Untuk memudahkan hasil diskusi dapat diserahkan kepada Bagian Hukum untuk menyusun dan melengkapirancangan peraturan dengan memasukkan substansi yang telah dibahas. Sebelumnya, Bagian Hukum perlu menyusun berbagai konsideran terlebih dahulu. Bersama tim yang ditentukan rancangan ini kemudian diajukan oleh Bagian Hukum/ Humas kepada Sekda. Sekda kemudian menyampaikan kepada Bupati/Walikota untuk disetujui. Proses penyampaikan dari tim penetapan kepada Bag Hukum/Humas/Diskominfo kepada Sekda perlu mempertimbangkan untuk memberi penjelasan awal kepada Sekda mengenai apa itu PPID dan seterusnya. Fasilitator perlu memastikan bahwa Bag Hukum atau salah satu tim yang menghadap Sekda dapat menjelaskan substansi tersebut. Minimal hal yang perlu secara garis besar disampaikan adalah:

• Mengapa perlu ada penetapan standar pelayanan informasi publik • Struktur organisasi pelayanan informasi publik

• Penjelasan mengenai pembagian tugas, tanggungjawab dan wewenang

• Penjelasan mengenai standar layanan informasi serta tata cara pengelolaannya, termasuk pengelolaan sengketa informasi

Jika diperlukan, fasilitator dapat mendampingi tim untuk memberi penjelasan kepada Sekda. Demikian juga penyampaian dari Sekda kepada Bupati/Walikota. Setelah itu, tim penetapan menunggu tanda tangan pimpinan daerah sebagai tanda disahkannya peraturan tersebut.

iv. Audiensi kepada DPRD. Untuk memperkuat penetapan regulasi ini fasilitator dapat mengusulkan kepada PPID Utama atau pimpinan tim menyampaikan rancangan ini kepada DPRD. Untuk itu, fasilitator dengan pihak terkait perlu melakukan pendekatan awal kepada DPRD melalui komisi yang relevan. Di dalam pendekatan tersebut beberapa hal yang perlu disampaikan dan disepakati adalah:

• Maksud dan tujuan untuk menyampaikan rancangan ini kepada Komisi yang relevan sifatnya sebagai sosialisasi

• Meminta waktu untuk audiensi kepada Komisi yang relevan dan mengusulkan agenda pertemuan tersebut.

Saat disepakati dan dilakukan pertemuan dengan Komisi yang relevan, maka pimpinan rombongan diharapkan dapat memimpin sekaligus menjelaskan maksud dan tujuan. Tim Pemerintah Daerah sudah menyiapkan materi yang hendak disampaikan dan juga staf yang akan menyampaikannya. Materi yang akan disampaikan hendaknya sudah dibagikan terlebih dahulu (rancangan keputusan kepala daerah soal SOP pelayanan Informasi) dan saat staf menyampaikan ada baiknya


(31)

menggunakan materi yang sudah siap presentasi (versi power point, misalnya). Untuk itu sudah harus dipastikan perangkat pendukungnya seperti ile, laptop dan LCD projector.

v. Penjelasan kepada seluruh calon PPID. Adalah penting untuk menyampaikan kepada seluruh calon PPID standar pelayanan informasi seperti apa yang telah dirumuskan. Meskipun hal ini bukan tugas fasilitator untuk mendampingi tim penetapan, namun ada baiknya tim penetapan diberi masukan bagaimana menyelenggarakan pertemuan yang melibatkan seluruh calon PPID. Pertemuan yang direncanakan bertujuan untuk membangun pemahaman dasar substansi SOP sehingga peserta pertemuan memahami apa peran dan fungsi mereka serta konsekuensi logis yang dihadapi di dalam setiap tahapan pelaksanaan penyampaian informasi kepada publik. Termasuk di dalamnya adalah jika terjadi sengketa informasi dimana staf PPID harus pula berhubungan dengan pihak di luar Pemerintah Daerah seperti Komisi Informasi dan juga PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Sebelum

pertemuan dilaksanakan ada baiknya disusun TOR bersama. TOR berintikan apa tujuan pertemuan, apa target pertemuan, berapa orang yang dilibatkan, siapa yang akan memandu/memimpin, siapa yang akan menjadi pemateri, materi disusun oleh siapa dan kapan sudah harus siap dan dapat didistribusikan serta dokumen pendukung apa yang perlu dipersiapkan.

Perlu diperhatikan bahwa undangan yang disampaikan harus secara tegas menyebutkan posisi yang diundang, agenda spesiik pertemuan, sampai capaian yang ingin dihasilkan dalam pertemuan. Undangan dibuat oleh Sekretariat dengan menyampaikan pula materi yang hendak dijelaskan di dalam pertemuan, yakni rancangan peraturan kepala daerah mengenai SOP ini, penjelasan mengenai substansi pokok di dalam rancangan ini antara lain organisasi yang terkait dengan implementasi SOP, apa saja lingkup kerja implementasi SOP ini, Tahapan seperti apa yang harus dilalui dan peran seperti apa yang dikehendaki di setiap tahapan, serta pengelolaan sengketa informasi. Fasilitator dapat membantu memilihkan materi inti yang akan didistribusikan di dalam undangan juga.

Alur pertemuan harus mendukung tujuan, sehingga perlu ada pihak yang ditetapkan untuk

menyampaikan materi tersebut. Untuk memudahkan peserta materi yang hendak disampaikan disusun di dalam materi presentasi. Untuk memastikan pemahaman peserta meningkat setelah penjelasan mengenai, maka di dalam diskusi tanya jawab ada baiknya juga dilakukan inisiatif untuk menanyakan kepada peserta satu atau dua isu yang dijelaskan dalam presentasi.


(32)

1. MENGAPA DIP DIPERLUKAN?

a. Untuk memudahkan publik mengidentiikasi informasi yang dicari di satu badan publik.

b. Kewajiban setiap Badan Publik yang diamanatkan di dalam Undang-Undang dan Peraturan yang membawahinya.

2. APA SAJA ISI DI DALAM DIP?

a. Daftar Informasi Publik adalah daftar informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

b. Setiap informasi publik di dalam daftar informasi publik setidaknya mengandung hal-hal sebagai berikut: i. nomor

ii. ringkasan isi informasi

iii. pejabat atau unit/satuan kerja yang menguasai informasi iv. penanggungjawab pembuatan atau penerbitan informasi v. waktu dan tempat pembuatan informasi

vi. bentuk informasi yang tersedia.

vii. jangka waktu penyimpanan atau retensi arsip;

c. Informasi publik yang dimasukkan di dalam daftar informasi publik adalah semua informasi yang termasuk di dalam kategori yang telah disebutkan di atas yang meliputi BAB III yang terdiri dari Bagian Kesatu, Kedua dan Ketiga mulai dari Pasal 11, 12 sampai Pasal 13.

d. Di dalam bagian daftar informasi publik juga disebutkan kategori informasi yang dikecualikan. Daftar Informasi yang dikecualikan ini adalah informasi-informasi yang telah dilakukan uji konsekuensi dan

VI. FASILITASI PENYUSUNAN DAFTAR


(33)

memenuhi prasyarat sesuai dengan ayat-ayat yang dijelaskan di dalam pasal 17 Undang-Undang nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

3. TAHAPAN PENYUSUNAN DIP

Untuk mengumpulkan dan menyusun daftar informasi yang ada di suatu Badan Publik diperlukan kerja tim dan tidak hanya PPID semata, karena semua divisi, bagian, ataupun departemen umumnya menguasai informasi yang beredar dan berkembang di wilayahnya masing-masing, sementara PPID hanya terdiri dari pejabatnya (pimpinan), petugas informasi, petugas dokumentasi saja. Dengan demikian untuk menyusun daftar informasi publik di suatu Badan Publik (SKPD, Unit Layanan) maka langkah fasilitasi yang diperlukan adalah sebagai berikut:

a. Fasilitator bersama dengan PPID mengembangkan tabel sesuai dengan penjelasan yang ada di dalam Bagian 2 (a), (b) dan (c).

b. Fasilitator bersama dengan PPID di dalam Badan Publik dimaksud mengidentiikasi dan mengundang Sub Bidang, Bagian, Unit yang ada di dalam Badan Publik dimaksud ke dalam suatu pertemuan.

c. Untuk membangun legitimasi yang kuat, pertemuan sebaiknya mengundang pimpinan badan publik (Kepala Dinas) termasuk membuka dan menjelaskan secara umum tujuan dan kepentingan penyusunan daftar informasi publik.

d. Pertemuan dimaksud untuk memberi penjelasan penyusunan daftar informasi publik. PPID di dorong untuk meminta petugas yang diundang didalam pertemuan untuk mengidentiikasi informasi apa saja yang dapat disusun oleh masing-masing bagian/divisi/bidang. PPID menugaskan petugas di masing-masing bidang untuk melakukan identiikasi, penyusunan dan sekaligus pendokumentasian informasi dimaksud. Yang dimaksud dengan pendokumentasian adalah mengelompokkan informasi yang sudah terdata untuk kemudian dikategorisasikan ke dalam kategorisasi sesuai dengan yang ada di dalam Undang-Undang. Dokumentasi tersebut ditempatkan disatu tempat (rak atau lemari khusus) yang mudah diakses oleh petugas.

e. Fasilitator dapat memandu masing-masing Bagian/Bidang ataupun Unit di dalam menyusun daftar informasi publik dimaksud jika diperlukan. Semua informasi yang telah diidentiikasi dan disusun ke dalam DIP diserahkan kepada PPID dan Atasan PPID.

f. PPID dan Atasan PPID mengidentiikasi seluruh daftar yang sudah disusun oleh masing-masing Bagian/Bidang ataupun Unit untuk mengidentiikasi kemungkinan terdapat informasi yang dikecualikan. Manakala terdapat potensi informasi yang dikecualikan, maka PPID dan Atasan PPID harus melakukan


(34)

uji konsekuensi. Hasil uji konsekuensi ini kemudian melahirkan daftar informasi yang dikecualikan. Yang dimaksud dengan informasi yang dikecualikan ini tidak semuanya dimaksudkan sebagai dokumen yang dikecualikan, namun hanya informasi tertentu saja. Setelah dilakukan uji konsekuensi, maka Atasan PPID perlu menyusun berita acara yang menjelaskan alasan mengapa informasi dimaksud termasuk ke dalam kategori informasi yang dikecualikan.

g. PPID menyampaikan daftar informasi publik tersebut kepada PPID Utama dan juga ke meja informasi. PPID Utama selanjutnya mengumpulkan seluruh daftar informasi publik yang terdiri dari informasi publik yang berasal dari Badan Publik yang ada di dalam lingkup Pemerintah Daerah dimaksud.

h. PPID melalui petugas informasi selanjutnya mempublikasikan informasi publik yang dikategorikan sebagai informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala. Sesuai dengan setandar bahwa informasi yang wajib diumumkan secara berkala sekurang-kurangnya tercantum dalam website dan papan pengumuman. Sedangkan informasi yang wajib diumumkan secara serta merta diumumkan melalui media yang paling memungkinkan target masyarakat untuk mengetahui informasi tersebut sesuai dengan kondisinya karena sifat informasi ini adalah darurat.

i. PPID perlu menyiapkan mekanisme dan alat yang sederhana dimana petugas pada bagian/bidang atau unit yang ada di dalam Badan Publik dapat melakukan pemutakhiran informasi publiknya. Untuk menghindari kadaluarsa dan alasan belum menguasai informasi dimaksud yang dapat menimbulkan terjadinya sengketa informasi, pemutakhiran dilakukan minimal setiap tiga bulan sekali.


(35)

1. MENGAPA MEJA INFORMASI DAN PERANGKAT PENDUKUNG

LAINNYA DIPERLUKAN?

a. Untuk memudahkan kerja dan proses pelayanan informasi oleh PPID

b. Untuk mendukung kepastian layanan informasi lebih mudah dan cepat diakses oleh publik

2. PERANGKAT PENDUKUNG YANG DIPERLUKAN

Perangkat minimal yang diperlukan antara lain:

Meja dan rak informasi. Meja dimaksud adalah meja dan perangkat pendukung lainnya antara lain kursi untuk memudahkan layanan bagi peminta informasi yang datang. Meja dapat dilengkapi dengan rak infrormasi berisi dokumen-dokumen yang berisi daftar informasi publik yang dimiliki oleh Badan Publik terkait, formulir-formulir yang dibutuhkan dan buku-buku catatan lain yang diperlukan. Tata letak meja dan rak informasi dapat didesain sedemikian rupa untuk memberikan kenyamanan bagi orang yang hendak meminta informasi. Misalnya layaknya front ofice sebuah kantor layanan jasa yang mengutamakan kenyamanan pelanggan.

Komputer. Komputer yang diperlukan minimal adalah (1) komputeryang berisikan basis data yang memudahkan petugas melacak keberadaan data dan informasi dimaksud berada dimana. Komputer ini dapat terdiri dari dua jenis, satu yang berada di internal kantor PPID yang dapat diakses untuk memasukkan, memperbaiki dan memutakhirkan data serta informasi dan komputer sejenis yang hanya dapat menjadi tampilan bagi publik untuk mencari data dan informasi dimaksud. Kedua jenis komputer tadi harus terhubung minimal dengan LAN (jaringan untuk area local); (2) komputer yang berisikan formulir dan segala bentuk dokumen pencatatan yang dilakukan oleh petugas di kantor depan (front ofice).

Buku pencatatan. Dalam hal SKPD maupun Pemerintah Daerah mengalami kesulitan pendanaan bagi pengadaan komputer baru sementara komputer yang ada sudah mengalami overloaded (kelebihan

VII. FASILITASI PENGADAAN

MEJA INFORMASI DAN


(36)

kapasitas di dalam penyimpanan data dan penggunaannya), maka sementara proses pencatatan dan pendokumentasian dapat dilakukan menggunakan buku pencatatan. Fungsi buku-buku tersebut sementara dapat menggantikan fungsi komputer.

Papan informasi alur dan mekanisme pengajuan permintaan informasi. Informasi yang terdapat di papan ini berisikan alur dan tahapan saat publik mengakses informasi dan proses internal yang terjadi, lama setiap tahapan, termasuk persyaratan yang harus dipenuhi pada setiap tahapan tersebut. Intinya adalah papan tersebut memberikan penjelasan yang memudahkan publik yang datang mencari informasi. • Papan petunjuk (sign board) dimana kantor PPID berada. Publik yang mencari informasi belum tentu

mengenal kompleks perkantoran Pemda dan dimana letak kantor SKPD masing-masing. Oleh karenanya penting untuk memberi petunjuk kepada publik dimana kantor PPID sector A, B, C dan seterusnya.

Situs web (web site). Saat ini hampir semua Pemerintah Daerah, bahkan setiap SKPD di Pemda tersebut memiliki website tersendiri. Website bisa beragam jenisnya, mulai dari website berbayar atau gratis (dikenal dengan free blog), dinamic atau static (dapat dimutakhirkan atau tidak), interactive atau tidak (dapat dilakukan diskusi dengan pengunjung/visitor) dan sebagainya. Umumnya website yang dimiliki oleh Pemda adalah bersifat dynamic, namun jarang sekali dilakukan pemutakhiran.Untuk mengantisipasi implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi, Pemerintah Daerah harus menyiapkan website yang minimal bersifat dynamic dan selalu diperhatikan untuk melakukan pemutakhiran pada periode-periode tertentu. Hal ini terkait dengan adanya kewajiban pemutakhiran data dan informasi yang diamanahkan di dalam Undang-Undang maupun Peraturan di bawahnya.

Papan informasi yang disebarkan di tempat publik. Tidak ada petunjuk maupun keharusan untuk menyediakan papan informasi di tempat publik. Namun bagi daerah yang masyarakatnya masih belum banyak memanfaatkan internet didalam kesehariannya, papan informasi menjadi penting keberadaannya. Papan informasi ini berfungsi menyediakan informasi layaknya informasi yang disebarkan melalui

website. Jumlahnya sangat tergantung pada distribusi dan keluasan wilayahnya. Papan informasi dapat ditempatkan di kantor kecamatan, kantor kelurahan ataupun tempat publik lainnya. Yang tidak kalah penting adalah SKPD atau PPID harus menetapkan informasi apa yang ingin ditempatkan di dalam papan informasi dan bagaimana proses pemutakhiran dilakukan.

3. BAGAIMANA MEMASTIKAN PERANGKAT PENDUKUNG

TERSEDIA?

Salah satu keraguan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah saat memulai menginisiasi keberadaan PPID adalah keraguan mendapatkan sumber pendanaan bagi perangkat pendukung yang dibutuhkan seperti


(37)

yang diuraikan di atas. Namun dari penjelasan di atas, dapat dihitung bahwa jumlah kebutuhan dana bagi pengadaan perangkat pendukung bersifat relative sekali. Untuk mendapatkan perangkat pendukung yang memadahi, fasilitator perlu mendorong Pemerintah Daerah untuk memperhitungkan hal ini dalam penganggaran daerah. Masalah pendanaan ini seringkali terlambat, pada saat PPID disahkan ternyata kerja-kerja PPID maupun kebutuhan perangkat pendukung belum diperhitungkan dalam penganggaran daerah. Oleh karena itu pada saat pembahasan rencana awal SK PPID maupun SOP perlu juga segera memperhitungkan penyusunan penganggaran untuk pelaksanaannya.

SKPD atau Pemerintah Daerah harus menyusun semacam rencana pengadaan infrastruktur informasi dan basis data (semacam rencana induk/master plan untuk infrastruktur informasi dan basis data ) terlebih dahulu. Penyusunan tersebut dapat dibuat untuk setahun, dua tahun atau bahkan lebih lama lagi. Penyusunan tersebut harus cukup realistis terkait dengan pengembangan system yang dikembangkan untuk mengantisipasi peran PPID yang semakin kompleks ke depannya. Rencana pengadaan ini dapat dilakukan secara tersentralisasi di PPID Utama (Humas) atau di masing-masing SKPD. Namun karena umumnya Pemda belum mengantisipasi penetapan dan operasionalisasi PPID dalam perencanaan tahun sebelumnya, pengadaan baru dapat dilakukan secara terbatas pada perubahan anggaran tahun berjalan. Meskipun demikian, di dalam rencana tersebut harus dipastikan pengadaan berikutnya untuk melengkapi sarana dan prasarana guna memastikan keberadaan sarana dan prasarana pendukung tersedia.

4. TAHAPAN FASILITASI KETERSEDIAAN MEJA INFORMASI DAN

SARANA PENDUKUNG LAINNYA

a. Fasilitator mendorong SKPD untuk menyusun rencana pengadaan sarana dan prasarana. Bilamana perlu fasilitator terlibat aktif membahas kebutuhan tersebut berdasarkan daftar kebutuhan yang telah dijelaskan di atas.

b. Mendorong SKPD terkait atau HUMAS membahas kebutuhan pengadaan sarana dan prasarana informasi dan basis data pada tahun berjalan dapat terpenuhi.

c. Mendorong SKPD terkait membahas kebutuhan sarana dan prasarana informasi dan basis data tahun berikutnya dibahas di dalam pembahasan anggaran.

d. Memfasilitasi pengembangan kapasitas Petugas Meja Informasi dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.


(38)

1. MENGAPA WARGA PERLU MENGAKSES INFORMASI PUBLIK?

Salah satu hal penting mengapa Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik ini didorong kelahirannya oleh masyarakat sipil adalah karena menyangkut hak warga masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi publik. Undang-Undang ini menjamin terpenuhinya hak masyarakat untuk mendapatkan informasi publik yang mereka butuhkan, apapun jenis informasinya.

Di dalam Undang-Undang tersebut banyak diatur mengenai apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah (Badan Publik) untuk memastikan penyediaan informasi publik oleh mereka berjalan dengan baik dan dapat sepenuhnya memberi layanan bagaimana informasi itu dapat diakses dan diterima oleh warga masyarakat. Sebagai penyedia informasi, Undang-Undang beserta turunan regulasinya mengatur benar apa dan

bagaimana penyedia informasi harus menyiapkan diri dengan berbagai prasyarat dan mekanisme, sehingga memudahkan warga masyarakat mendapatkan informasi sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhannya.

Saat ini tidak banyak warga masyarakat yang mengetahui bahwa hak masyarakat untuk tahu sudah diatur dan diwujudkan di dalam Undang-Undang dan regulasi turunannya. Dan juga, kewajiban Badan Publik – termasuk Pemerintah Daerah – untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan warga masyarakat. Akibat ketidaktahuan masyarakat soal hak ini juga menjadi salah satu keengganan Pemerintah atau Badan Publik untuk menyiapkan diri menetapkan struktur organisasi di internal badan publik, menetapkan mekanisme serta menyiapkan orang-orang dan a basis data informasi publik di lembaganya, selain berbagai alasan lain yang sering mengemuka.

Oleh karenanya, warga perlu juga didorong tidak sekedar mengetahui adanya undang-undang tersebut, tetapi juga bagaimana mengakses informasi dari badan publik sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya masing-masing.

VIII. FASILITASI WARGA

MENGAKSES INFORMASI


(39)

2. SIAPA SAJA YANG PERLU DIFASILITASI?

Dalam bagian ini, yang menjadi sasaran adalah warga masyarakat atau stakeholder yang menjadi mitra kerja Kinerja. Yang dimaksud warga masyarakat di dalam konteks Kinerja adalah mereka-mereka yang tengah terlibat di dalam proses advokasi pada bidang-bidang tertentu, misalnya kesehatan, pendidikan ataupun peningkatan iklim usaha.

Dengan demikian jika diidentiikasi siapa saja yang perlu difasilitasi untuk mengakses informasi ke badan publik terkait adalah mereka yang tengah difasilitasi oleh mitra Kinerja di bidang-bidang yang telah disebutkan di atas (kesehatan, pendidikan dan juga peningkatan iklim usaha).

Untuk Pendidikan antara lain:

a. Pihak-pihak yang ada di dalam forum multipihak pada tingkat Kabupaten yang dikembangkan atau diintegrasikan untuk membahas isu-isu terkait pendidikan seperti advokasi regulasi daerah, pemantauan regulasi atau pemantauan tindak lanjut hasil survey keluhan dan sebagainya.

b. Pihak-pihak yang terlibat di dalam diskusi regular para jurnalis dan jurnalis warga yang dekat dengan isu yang diangkat di sektor pendidikan di dalam program Kinerja.

c. Pihak-pihak yang ada di dalam forum multipihak yang ada pada tingkat sekolah (SD dan SMP), termasuk di dalamnya adalah orang tua murid, komite sekolah, guru dan tokoh-tokoh di sekitar sekolah yang terlibat.

Untuk kesehatan antara lain:

a. Pihak-pihak yang ada di dalam forum multipihak pada tingkat Kabupaten yang dikembangkan atau

diintegrasikan untuk membahas isu-isu terkait kesehatan ibu dan anak seperti untuk kepentingan advokasi regulasi daerah, pemantauan regulasi atau pemantauan tindak lanjut hasil survey keluhan, kebutuhan informasi bagi promosi kebijakan dan sebagainya.

b. Pihak-pihak yang terlibat di dalam diskusi regular para jurnalis dan jurnalis warga yang dekat dengan isu yang diangkat di sektor kesehatan di dalam program Kinerja.

c. Pihak-pihak yang ada di dalam forum multipihak yang ada pada skala kecamatan dimana puskesmas yang didukung Kinerja berada, termasuk di dalamnya adalah ibu, suami siaga, ibu hamil, pasien, kader posyandu, dukun, LSM Peduli, Tokoh masyarakat, dan pihak-pihak lain yang berada di sekitar Puskesmas yang terlibat.


(40)

Untuk perijinan/peningkatan iklim usaha antara lain:

a. Pihak-pihak yang ada di dalam forum multipihak/PPD (public private dialogue) pada tingkat Kabupaten yang dikembangkan atau diintegrasikan untuk membahas isu-isu terkait perijinan seperti untuk kepentingan advokasi regulasi daerah, pemantauan regulasi atau pemantauan tindak lanjut SOP pelayanan perijinan, kebutuhan pendanaan bagi promosi keberadaan PTSP (pelayanan terpadu satu pintu) dan sebagainya. b. Pihak-pihak yang terlibat di dalam diskusi regular para jurnalis dan jurnalis warga yang dekat dengan isu

yang diangkat di sector perijinan di dalam program Kinerja.

3. HAL APA SAJA YANG DIPERLUKAN?

Untuk memastikan warga masyarakat dapat mengakses informasi dari Badan Publik diperlukan paling tidak tiga hal yakni:

a. Warga/Masyarakat mengetahui kebutuhan informasi yang berasal dari Badan Publik. b. Warga/Masyarakat mengetahui kemana dan bagaimana cara mengakses informasi publik. c. Badan Publik telah siap melayani permintaan informasi yang berasal dari warga masyarakat.

Khusus untuk point (C) sudah dijelaskan di dalam panduan di atas bagaimana Badan Publik siap melayani masyarakat untuk mengakses informasi. Sehingga fokus pembahasan bagian ini ada pada dua point di atasnya yakni (a) dan (b).

Bagaimana warga/masyarakat dapat mengetahui informasi apa yang dibutuhkan?

Umumnya pengakses informasi publik selama ini adalah lembaga atau individu yang tengah melakukan riset, lembaga atau individu yang memiliki keterkaitan dengan program pemerintah, misalnya perusahaan kontraktor atau konsultan mencari informasi terkait pengadaaan, proses pengadaan dan sebagainya,ataupun LSM yang mencari informasi untuk kepentingan advokasi bagi kasus/isu tertentu, atau ingin melakukan uji akses terhadap informasi yang ada di SKPD terkait. Untuk kelompok ini umumnya mereka telah memahami informasi dan jenis informasi yang dibutuhkan.

Namun bagi warga lainnya, terkadang masih tidak jelas informasi apa yang ingin dicari. Bukannya mereka tidak mengetahui apa yang dibutuhkan, namun ada beberapa hal yang menjadi latar belakang persoalan tersebut. Antara lain karena perbedaan istilah dan terminology atas informasi tersebut, ketidaktahuan harus


(41)

mencari dimana, “ketidakberanian” datang ke kantor pemerintah/badan publik, dan banyak hal lain yang menyebabkan mereka tidak dapat mengakses informasi. Memberi pemahaman kepada mereka tentang informasi yang dibutuhkan serta memberi petunjuk kemana informasi harus dicari merupakan bentuk fasilitasi yang dapat dilakukan.

Bagaimana warga/masyarakat mengetahui bagaimana mengakses informasi?

Di dalam advokasi yang tengah dilakukan sering ada kebutuhan data dan informasi dari kelompok-kelompok yang tengah difasilitasi oleh Kinerja. Namun kebutuhan itu terkadang mudah terpenuhi karena di dalam forum multipihak terdapat perwakilan SKPD yang mudah memberikan informasi dimaksud. Namun jika tidak ada – atau perwakilan SKPD tidak terlibat –maka diperlukan upaya tertentu untuk mendapatkan informasi dari SKPD atau unit pelayanan dimaksud. Pengalaman sebelum UU Keterbukaan Informasi Publik diberlakukan, hal ini tidak terlalu mudah diakses. Namun setelah diberlakukan UU bahkan setelah ditetapkannya PPID di masing-masing Pemerintah Daerah seharusnya informasi tidak lagi sulit untuk didapatkan. Oleh karena itu, fasilitator perlu menjelaskan kepada warga/masyarakat yang tergabung di dalam forum multipihak bagaimana informasi publik diakses.

4. LANGKAH YANG PERLU DILAKUKAN?

Untuk memastikan kedua hal tersebut di atas terfasilitasi, maka fasilitator dapat melakukan intervensi sebagai berikut:

a. Fasilitator perlu menjelaskan sebelumnya kepada mitra pelaksana sektor tentang maksud dan tujuan keterlibatan fasilitator di dalam pertemuan-pertemuan multipihak. Adapun tujuan keterlibatan di dalam pertemuan untuk membantu warga/forum tersebut dapat mengakses informasi sesuai dengan kebutuhan di dalam rangka melakukan advokasi.

b. Fasilitator menyiapkan materi yang hendak disampaikan di dalam forum tersebut. Materi dapat berupa materi dengan template presentasi di dalam laptop, ataupun materi sederhana yang disusun di dalam kertas plano dengan menuliskan melalui spidol. Materi terdiri paling tidak adalah:

i. Paradigma keterbukaan informasi publik dan hak publik untuk tahu ii. Badan publik dan siapa serta apa peran PPID

iii. Kategori informasi yang disediakan badan publik, termasuk informasi yang dikecualikan dan penyediaannya melalui mekanisme apa saja.


(42)

iv. Alur mendapatkan informasi dari Badan Publik

v. Bagaimana jika permintaan ditolak dan menyatakan keberatan

c. Fasilitator perlu melibatkan diri di dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh Mitra pelaksana sektor (Pendidikan, Kesehatan ataupun perijinan). Fasilitator perlu memastikan kepada mitra pelaksana sektor bahwa salah satu agenda di dalam pertemuan adalah kesempatan fasilitator menjelaskan mengenai isu keterbukaan informasi publik dan bagaimana mengakses informasi kepada badan publik.

d. Di dalam penjelasannya, fasilitator selain menyampaikan materi yang sudah disiapkan, mendorong forum (yang diwakili oleh pihak-pihak tertentu) untuk meminta informasi ke badan publik terkait sesuai dengan kebutuhan forum didalam pembahasannya. Fasilitator perlu memberi contoh kebutuhan melalui simulasi atau menanyakan kepada forum apakah didalam proses advokasi membutuhkan informasi yang berasal dari badan publik tertentu. Pandu forum dengan pertanyaan-pertanyaan yang memberi pemahaman mengenai kebutuhan informasi tersebut.

e. Pada tahap selanjutnya, fasilitator juga perlu memberikan gambaran bagaimana alur yang akan dilalui oleh pemohon informasi, apa kewajiban yang harus dipenuhi dan apa hak yang akan didapatnya. Fasilitator juga perlu mengajarkan apa saja yang perlu disiapkan atau dilakukan oleh pemohon untuk melengkapi persyaratan permohonan sesuai dengan standar, misalnya bagaimana mengisi formulir permohonan, memastikan untuk mendapatkan tanda terima permohonan, dan bagaimana memonitor permohonan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.

f. Tahap akhir di dalam sesi tersebut sebaiknya ada rencana konkrit untuk melakukan permintaan informasi oleh forum (yang diwakili oleh kelompok tertentu didalam pertemuan tersebut) kepada badan publik terkait dirumuskan. Rencana konkrit tersebut disusun secara sederhana saja, yakni siapa yang akan melakukannya, kemana permintaan informasi akan ditujukan (badan publik), apa jenis informasi yang akan ditanyakan, dan kapan kegiatan tersebut akan dilakukankan. Fasilitator perlu menjelaskan dan menyiapkan hal-hal teknis terkait dimana kantor badan publik/SKPD tersebut berada, kepada siapa mereka akan bertemu, apa yang harus dilakukan saat bertemu dengan petugas dan lain sebagainya.

g. Fasilitator pada sesi berikutnya, juga dapat menjelaskan kepada forum Multistakeholder bagaimana seandainya permintaan informasi ditolak oleh PPID dan langkah-langkah apa yang harus dijalankan oleh pemohon informasi (penjelasan alur dan langkah pelaksanaan sengeketa informasi dapat merujuk kepada PERKI No 2 Tahun 2010).


(1)

BAB V

- Penyelesaian Sengketa

Informasi

Publik

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN PENYELESAIAN

SENGKETA KOMISI INFORMASI

ALASAN PENYELESAIAN SENGKETA

DI KOMISI INFORMASI

• Tidak puas atas hasil tanggapan keberatan yang

diberikan oleh Penanggungjawab

• Masa : 30 hari sejak diterima keputusan

penanggungjawab

KEDUDUKAN KOMISI INFORMASI

• Komisi Informasi Pusat di Ibukota Negara

• Komisi Informasi Provinsi di Ibukota Provinsi

• Komisi Informasi Kab/Kota di Ibukota Kab/Kota (jika diperlukan)

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA

• Sengketa menyangkut Badan Publik Tingkat Pusat

• Sengketa menyangkut Badan Publik Tingkat Provinsi • Sengketa menyangkut Badan


(2)

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DI KOMISI INFORMASI

PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN

14 hari 100 hari

14 hari 14 hari

Pengajuan permohonan PSI ke

Komisi Informasi

Komisi

Informasi Mediasi Adjudikasi

Tidak terjadi kesepakatan Sepakat

Putusan Menerima

Tidak menerima

Gugatan ke Pengadilan

Putusan Komisi Informasi (final & mengikat)

Pelaksanaan Putusan

Kedudukan Komisi Informasi:

1. Komisi Informasi Pusat di Ibukota Negara 2. Komisi Informasi Provinsi di Ibukota Provinsi


(3)

BAB V

- Penyelesaian Sengketa

Informasi

Publik

PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN

Gugatan ke Pengadilan Pengadilan Tata Usaha Negara Pu tu s a

n Menerima Pelaksanaan Putusan Tidak menerima Kasasi Pengadilan Negeri Pu tu s a n Tidak menerima Kasasi Menerima Pelaksanaan Putusan

Putusan Final & Mengikat 14 hari 14 hari

Badan Publik Negara

Badan Publik Non-Negara

T E R I M A K A S I H

Henri Subagiyo 081585741001 021-7262740 henrisubagiyo@yahoo.com


(4)

MATERI KEPUTUSAN ATASAN PPID

ATAS PENGAJUAN KEBERATAN

• Tanggal pembuatan surat tanggapan atas keberatan;

• Nomor surat tanggapan atas keberatan;

• Tanggapan/jawaban tertulis atasan PPID atas

keberatan yang diajukan;

• Perintah atasan PPID yang bersangkutan apabila

keberatan dikabulkan baik sebagian atau seluruhnya;

• Jangka waktu pelaksanaan perintah

PENGELOLAAN KEBERATAN OLEH PPID

• Mengumumkan tata cara keberatan, alamat, dan nomor kontak PPID. • Menggunakan sarana komunikasi yang dianggap efektif dalam menerima

keberatan sesuai dengan kemampuan sumber daya yang dimilikinya.

• PPID wajib membantu mengisikan formulir keberatan dan ditandatangani

oleh pemohon informasi atau penerima kuasa yang mengajukan keberatan dalam hal permohonan diajukan secara lisan.

• PPID wajib memberikan salinan formulir keberatan sebagai tanda terima

pengajuan keberatan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anotasi UU Keterbukaan Informasi Publik, Komisi Informasi Pusat RI, Jakarta, 2010 Panduan Pelayanan Informasi Publik, Komisi Informasi Pusat RI, 2010

Standar Operasional dan Prosedur Pelayanan dan Penanganan Pengaduan Masyarakat, World Bank, Jakarta, 2012

Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik

Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal

Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Layanan Informasi Publik

Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi

Dan Dokumentasi Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri Dan Pemerintah Daerah

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Pedoman Organisasi Dan Tatakerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu Di Daerah

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Per/21/M.Pan/11/2008 Tentang Pedoman Penyusunan Standar Operational Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 Tahun 2009 Tentang Sistem Pelayanan Informasi Dan Perizinan Investasi Secara Elektronik


(6)