Sistem Pemilihan Umum Menurut Undang-undang No. 3 Tahun 1999.

293 hanya mendapat 11 kursi, yang berarti kehilangan 45 kursi dibandingkan Pemilu 1992. Dalam hubungan dengan perolehan suara dan kursi pada Pemilu 1992 dan 1997 dapat diperhatikan pada tabel di bawah ini : Tabel 3.8. Perolehan Suara dan Kursi Peserta Pemilu 1992 dan Pemilu 1997 Perolehan Suara dan Kursi 1992 1997 No. Partai Golongan Politik Suara Kursi Suara Kursi 1. 2. 3. PPP Golkar PDI 16.624.647 66.599.331 14.565.556 17,01 68,10 14,89 62 282 56 25.340.028 84.187.907 3.463.225 22,43 74,51 3,06 89 325 11 Jumlah 97.789.534 100,00 400 112.991.150 100,00 425 Sumber : http:www.kpu.go.idSejarahsejarah list.php.

5. Sistem Pemilihan Umum Menurut Undang-undang No. 3 Tahun 1999.

Setelah pengunduran diri Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 dan menyerahkan kekuasaan Presiden Republik Indonesia kepada B.J. Habibie berdasarkan Pasal 8 UUD 1945 telah melahirkan Era Reformasi menggantikan Orde Baru. Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional dalam berbagai bidang kehidupan, baik di bidang ekonomi, politik, hukum, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan. Dalam hubungan ini, maka salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka mewujudkan agenda reformasi adalah penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR pada 10-13 Nopember 1998, yang telah menghasilkan 12 Ketetapan MPR. Salah satu Ketetapan MPR yang sangat penting dalam rangka reformasi di bidang politik adalah adanya paradigma yuridis politis berdasarkan Ketetapan MPR No. XIVMPR1998 Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 294 yang mengubah dan menambah atas Ketetapan MPR No. IIIMPR1988 tentang Pemilihan Umum. Terdapat beberapa prinsip yang sangat mendasar di dalam Ketetapan MPR No. XIVMPR1998, yaitu : Pertama, asas pemilihan umum. Dalam Ketetapan MPR ini ditegaskan bahwa pemilihan umum selain didasarkan pada asas langsung, umum, bebas dan rahasia juga harus diselenggarakan secara demokratis, jujur dan adil. Kedua, peserta pemilihan umum. Dalam hubungan ini peserta pemilu terdiri dari partai-partai politik yang memenuhi persyaratan, yang mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Pengaturan ini berarti membuka kemungkinan sistem multi partai yang tidak hanya terdiri dari Golongan Karya dan Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia, sebagaimana pemilihan umum yang diselenggarakan sejak Pemilu 1977 sampai dengan Pemilu 1997. Ketiga, penyelenggara pemilihan umum. Pemilihan umum diselenggarakan oleh badan penyelenggara pemilihan umum yang bebas dan mandiri, yang terdiri atas unsur partai politik peserta pemilu dan pemerintah, yang bertanggung jawab kepada Presiden. Ketentuan ini berusaha menghilangkan dominasi birokrasi sebagai penyelenggara pemilihan umum yang dapat mengakibatkan distorsi pelaksanaan. Keempat, pengawas pemilihan umum. Ketetapan MPR No. XIVMPR1998 mengamanatkan adanya Badan Pengawas Pemilu yang mandiri serta lembaga- lembaga independen dapat melakukan pemantauan. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 295 Kelima, pengurangan anggota ABRI yang diangkat. Dalam Ketetapan ini diamanatkan pengurangan anggota ABRI yang diangkat dalam DPR dan DPRD secara bertahap yang diatur dengan undang-undang. Implementasi dari paradigma yuridis politis ini, maka untuk mendukung penyelenggaraan pemilihan umum pertama pada masa transisi demokrasi 3 tiga paket undang-undang bidang politik, yaitu Undang-undang No. 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik, Undang-undang No. 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum, dan Undang-undang No. 4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Dalam konteks Undang-undang No. 2 Tahun 1999 pada pokoknya merupakan norma yang memberikan kesempatan yang lebih luas kepada warga negara Republik Indonesia untuk mendirikan partai politik yang mandiri sebagai perwujudan kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dalam mengembangkan kehidupan demokrasi yang menjunjung kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia 469 . Ketentuan tentang pembentukan partai politik ini juga mengakui pluralisme masyarakat yang ada di Indonesia sesuai dengan asas atau ciri, aspirasi dan program partai politik yang didirikan dengan keanggotaan bersifat terbuka untuk setiap Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, sepanjang tidak bertentangan dengan 469 Perhatikan Konsideran huruf c dan Pasal 1 Undang-undang No. 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 296 Pancasila dan tidak membahayakan persatuan dan kesatuan nasional 470 . Realitas yang demikian mengandung arti bahwa pada era reformasi telah memberikan kebebasan berekspresi serta berlangsungnya kontrol masyarakat terhadap pemerintah, sehingga secara perlahan telah tercipta capacity building of democracy. 471 Namun demikian lanjut Faisal Siagian dan Anwari WMK, pada era ini pula terdapat bayang-bayang gagalnya konsolidasi demokrasi karena partai-partai politik berusaha berebut pengaruh yang semata bernuansa kekuasaan politik dengan toleransi yang rendah diantara mereka, padahal konsolidasi demokrasi sangat dibutuhkan dalam membangun civil society, 472 akibatnya dapat diperhatikan munculnya fragmentasi partai yang melahirkan beberapa partai baru. Kondisi ini juga dapat terjadi akibat undang-undang memberikan bantuan tahunan dari anggaran negara yang ditetapkan berdasarkan perolehan suara dalam pemilihan umum sebelumnya. Pengaturan yang demikian bila dihubungkan dengan fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat atau menurut Roscoe Pound disebut sebagai law is a tool of social engineering, maka hukum tidak hanya berfungsi untuk menjadi alat memelihara ketertiban, melainkan harus membantu proses perubahan masyarakat 473 . Dalam konteks ini, maka pemberian bantuan kepada 470 Perhatikan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang No. 2 Tahun 1999. 471 Faisal Siagian dan Anwari, WMK, Partai Politik Pasca Orde Baru, dalam Maruto MD dan Anwari WMK Ed., Reformasi Politik…, op.cit., hlm. 124. 472 Ibid. 473 Perhatikan Pasal 12 Undang-undang No. 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik. Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Bandung: Bina Cipta, 1970, hlm. 13. Perhatikan juga Marzuki, Eksistensi Hukum di dalam Pembaharuan Masyarakat, dalam Jurnal Hukum Kaidah, Vol. 1 No.2, Medan: Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, Februari 2002, hlm. 87-88. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 297 partai politik oleh negara tentunya kurang mendukung untuk mewujudkan kemandirian partai politik, bahkan cenderung menciptakan polirasasi partai. Undang-undang No. 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum merupakan salah satu perubahan menuju demokratisasi, dengan adanya berbagai perubahan dari pemilihan umum sebelumnya, diantaranya : Pertama, pemilu 1999 merupakan pemilu multi partai, setelah selama masa Orde Baru terjadi proses kanalisasi partai, sehingga hanya beberapa partai saja yang bisa ikut di dalam proses pemilu 474 . Kendati juga harus disadari, banyaknya partai yang ikut serta dalam pemilu bila tidak disertai dengan kualitas penyelenggaraan yang lebih baik, justru akan menyebabkan kualitas pemilu malah kian merosot. Kedua, pelaksanaan kampanye pemilu 1999, ada ruang yang cukup untuk mengekspresikan berbagai hal yang ingin diajukan oleh para peserta pemilu, kendati masih dibatasi beberapa rambu tertentu 475 . Proses seperti ini menghidupkan dinamika politik dan sebagiannya mendorong proses pendidikan politik, sehingga dapat dijadikan sebagai pintu masuk untuk meletakkan dasar-dasar penting proses demokratisasi. Ketiga, Kelembagaan Penyelenggara Pemilu, terdapat perubahan mendasar dalam konteks lembaga Komisi Pemilihan Umum KPU. Anggota KPU terdiri dari 474 Perhatikan Pasal 39 dan Pasal 40 Undang-undang No. 3 Tahun 1999 Tentang Pemilu. Lihat Bambang Widjoyanto, Dinamika Pemilu di Indonesia, dalam Jurnal PSPK, Jakarta: Edisi 3, Juni-Juli 2002, hlm. 35-36. Pada Pemilu yang diselenggarakan pada 7 Juni 1999 diikuti sebanyak 48 partai politik peserta pemilu. 475 Perhatikan Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 Undang-undang No. 3 Tahun 1999. Bambang Widjoyanto, Ibid. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 298 wakil-wakil partai dan pemerintah 476 . Dari satu sisi, komposisi ini memberikan peluang pada partai politik untuk mulai menyelenggarakan Pemilu dan ikut mengontrol proses penyelenggaraannya. Tapi, di sisi lainnya, diperlukan kemampuan untuk mengelola segala dinamika yang muncul dari berbagai kepentingan partai yang sedemikian beragam. Keempat, Pengawasan dan Pemantauan Pemilu. Dalam rangka mengawasi penyelenggaraan pemilu dibentuk Panitia Pengawas, dan juga diberikan keleluasaan kepada lembaga-lembaga pemantau pemilu baik dari dalam maupun luar negeri untuk melakukan pemantauan dengan mendaftarkan diri pada KPU 477 . Selain itu juga dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1999 indikator pelaksanaan pemilu yang demokratis juga tampak pada : larangan bagi Pegawai Negeri Sipil PNS menjadi pengurus partai politik atau menggunakan fasilitas negara untuk golongan tertentu, 478 diselenggarakan pada hari libur atau hari yang diliburkan, dan dilaksanakan secara demokratis dan transparan melalui penerapan asas jujur dan adil di samping asas langsung, umum, bebas dan rahasia: 479 Asas jujur dimaksudkan bahwa dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum; Penyelenggarapelaksana, Pemerintah dan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum, 476 Perhatikan Bab III Penyelenggaraan dan Organisasi, Pasal 8 sd Pasal 23 Undang-undang No. 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum. 477 Perhatikan Pasal 1, Bab IV Pengawasan dan Pemantauan Pemilu, Pasal 24 sd Pasal 27 Undang-undang No. 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum. 478 Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 5 Tahun 1999 Jo. Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1999 Tentang Pegawai Negeri Sipil yang Menjadi Anggota Partai Politik. 479 Perhatikan Pasal 1 beserta Penjelasan Umum angka 3 Undang-undang No. 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 299 termasuk Pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Asas adil, berarti dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum, setiap Pemilih dan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun. Sedangkan asas langsung, mengandung pengertian bahwa rakyat pemilih mempunyai hak secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Asas umum, berarti pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tujuh belas tahun dan telahpernah kawin berhak ikut memilih dalam pemilihan umum. Warga negara yang sudah berumur 21 dua puluh satu tahun berhak dipilih. Jadi pemilihan umum yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi pengecualian berdasarkan acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan dan status sosial. Sementara itu asas bebas bermakna setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya. Asas rahasia, artinya dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 300 dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun. Pemilihan Umum ini dimaksudkan untuk memilih anggota DPR dan DPRD baik Tingkat I maupun Tingkat II 480 , diluar anggota lembaga perwakilan rakyat yang diangkat. Jumlah anggota partai politik hasil pemilihan umum untuk menjadi anggota DPR sebanyak 462 orang, dan 38 orang anggota ABRI yang diangkat, sehingga keseluruhan anggota DPR berjumlah 500 orang 481 . Demikian juga halnya dengan anggota DPRD I dan DPRD II didasarkan pada pemilihan dan pengangkatan, untuk anggota DPRD I jumlah keseluruhan ditetapkan sekurang-kurangnya 45 orang dan sebanyak-banyaknya 100 orang, sedangkan untuk DPRD II ditetapkan sekurang- kurangnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya 45 orang, termasuk 10 yang berasal dari ABRI baik untuk DPRD I maupun DPRD II. 482 Undang-undang No. 3 Tahun 1999 sebagai paradigma yuridis politis penyelenggaraan pemilihan umum, menggunakan sistem pemilihan umum proporsional dengan stelsel daftar Pasal 1 ayat 7. Penggunaan stelsel daftar ini menggambarkan adanya pengakuan terhadap stelsel organisasi yang ikut serta dalam kehidupan ketatanegaraan pemilihan umum. Dalam list system ini, para calon partai disusun secara sistematis, berurutan dari nomor terkecil sampai terbesar dengan ketentuan calon terpilih adalah nomor urut teratas sesuai daftar calon tetap DCT 480 Setelah terbitnya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah istilah DPRD I dan DPRD II telah diubah dengan DPRD Provinsi, DPRD KabupatenKota. 481 Pasal 11 Undang-undang No. 4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. 482 Pasal 18 dan Pasal 25 Undang-undang No. 4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 301 bukan atas pilihan rakyat. Dengan adanya stelsel daftar tidak dapat dihindari akan terjadi dominasi atau kekuasaan partai yang sangat besar terhadap calon, baik dalam rekruitmen, penentuan urutan calon, kinerja di lembaga perwakilan rakyat DPR dan DPRD 483 maupun proses pendidikan politk. Oleh karena itu hubungan wakil terpilih dengan konsituen harus melewati partai, sehingga calon terpilih ini cenderung menjadi wakil partai daripada wakil rakyat. Dikombinasikannya sistem pemilihan proporsional dengan stelsel daftar dimaksudkan untuk keperluan teknis. Dengan stelsel daftar pemilih memberikan suara kepada salah satu daftar calon yang diajukan oleh partai politik, sehingga memilih salah satu daftar calon identik dengan memilih salah satu daftar calon yang diajukan oleh partai politik peserta pemilu. Namun demikian, apabila dicermati ketentuan Undang-undang No. 3 Tahun 1999 selain menggunakan sistem pemilihan proporsional, juga terdapat varian sistem distrik melalui penegasan daerah pemilihan yang merupakan district magnitude, sebagaimana ketentuan Pasal 3 : 1 Untuk pemilihan anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II masing-masing ditetapkan Daerah Pemilihan sesuai dengan tingkatannya. 2 a. Untuk pemilihan anggota DPR, Daerah Pemilihannya adalah Daerah Tingkat I. b. Untuk pemilihan anggota DPRD I, Daerah Tingkat I merupakan satu Daerah Pemilihan. c. Untuk pemilihan anggota DPRD II, Daerah Tingkat II merupakan satu Daerah Pemilihan. 483 Pasal 41 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 302 Ketentuan ini lebih lanjut ditegaskan dalam Pasal 4 ayat 1, Pasal 5 ayat 3 dan Pasal 6 ayat 3 Undang-undang No. 3 Tahun 1999 yang menyebutkan : Pasal 4 ayat 1 : “Jumlah kursi anggota DPR untuk setiap Daerah Pemilihan ditetapkan berdasarkan pada jumlah penduduk di Daerah Tingkat I, dengan ketentuan setiap Daerah Tingkat II mendapat sekurang-kurangnya 1 satu kursi”. Pasal 5 ayat 3 : “Setiap Daerah Tingkat mendapat sekurang- kurangnya 1 satu kursi untuk anggota DPRD I”, dan Pasal 6 ayat 3 : Setiap wilayah kecamatan mendapat sekurang-kurangnya 1 satu kursi untuk anggota DPRD II. Oleh karena itu, ketentuan bahwa tiap 400.000 penduduk mempunyai satu wakil di DPR mendapat variasi bahwa tiap Daerah Tingkat II sekurang-kurangnya mempunyai seorang wakil walaupun pada kenyataannya banyak daerah Tingkat II di luar Pulau Jawa berpenduduk kurang dari 400.000 orang. Selain itu, Pasal 39 Undang-undang No. 3 Tahun 1999 juga mengatur electoral threshold untuk dapat mengikuti pemilu 2004, yaitu tiap partai harus mendapat 2 kursi di DPR atau 3 kursi DPRD I dan DPRD II tersebar minimal ½ jumlah Propinsi dan ½ jumlah kabupatenkotamadya di seluruh Indonesia. Apabila tidak berhasil memenuhi quota tersebut, maka seharusnya bergabung dengan partai lain. Pada saat dilakukan Pemilu 1999, jumlah penduduk Indonesia tercatat 209.389.000 jiwa, dan sebanyak 116.254.217 orang terdaftar sebagai pemilih. Suara sah secara nasional yang diperebutkan oleh 48 partai politik yang terdaftar pada Pemilihan Umum 1999 untuk kursi anggota DPR yang berjumlah 462 kursi adalah 105.786.661 suara, dengan hasil pemilihan sebagai berikut tanpa Stembus Accord : PDIP, 35.689.073 suara atau 153 kursi; Golkar, 23.741.749 suara atau 120 kursi; PPP, 11.329.905 suara atau 58 kursi; PKB, 13.336.982 suara atau 51 kursi; PAN, 7.528.956 suara atau 34 kursi; PBB, 2.049.708 suara atau 13 kursi; Partai Keadilan, 1.436.565 suara atau 7 kursi; PKP, 1.065.686 suara atau 4 kursi; PNU, 679.179 suara atau 5 kursi; PDKB, 550.846 suara atau 5 kursi; PBI, 364.291 suara atau 1 kursi; PDI, 345.720 suara atau 2 kursi; PP, 655.052 suara atau 1 kursi; PDR, Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 303 427.854 suara atau 1 kursi; PSII, 375.920 atau 1 kursi; PNI Front Marhaenis, 365.176 suara atau 1 kursi; PNI Massa Marhaen, 345.629 atau 1 kursi; IPKI, 328.654 suara atau 1 kursi; PKU, 300.064 suara atau 1 kursi; Masyumi, 456.718 suara atau 1 kursi; PKD, 216.675 suara atau 1 kursi; sedangkan partai-partai lain tidak mendapatkan suara PNI Supeni, Krisna, Partai KAMI, PUI, PAY, Partai Republik, Partai MKGR, PIB, Partai SUNI, PCD, PSII 1905, Masyumi Baru, PNBI, PUDI, PBN, PKM, PND, PADI, PRD, PPI, PID, Murba, SPSI, PUMI, PSP, PARI, PILAR Jumlah suara yang tidak menghasilkan kursi mencapai 9.700.658 suara atau 9,17 persen dari suara sah 484 . Pemilu 1999 menjadi pemilu yang penting untuk diperhatikan. Sekalipun oleh banyak kalangan dinilai sebagai pemilu yang demokratis dan damai, bahkan dianggap menyamai pemilu 1955, tapi sebenarnya pemilu 1999 belum banyak memberikan nilai positif pada perkembangan demokrasi, apalagi kedaulatan rakyat. Sedikitnya ada tiga kelemahan dari sistem yang diterapkan pada pemilu 1999, yaitu 485 Pertama, calon legislatif caleg dari partai pemenang tidak selalu menjadi anggota DPR termasuk DPRD, penulis. Pasalnya, siapa yang akan menjadi wakil di DPRDPRD lebih ditentukan oleh pengurus pusat partai, dan kebanyakan dipilih dari anggota pengurus pusat. Kedua, nama caleg di suatu daerah pemilihan kurang disosialisasikan karena sempitnya waktu, dan daftar nama mereka yang diumumkan di setiap tempat pemungutan suara TPS kurang diperhatikan oleh pemilih. Kecenderungannya, pemilih lebih memilih nama partai ketimbang nama caleg. Ketiga, wakil yang akhirnya ditentukan oleh pengurus pusat, dan bukan berasal dari daerah pemilihan semula, tidak memahami dan mendalami masalah lokal. Akhirnya, perlu waktu untuk mempelajari masalah-masalah daerahnya sekaligus memperkenalkan dirinya kepada konstituen. 484 Komisi Pemilihan Umum, http:www.kpu.go.idSejarah-list.php, hlm. 12-13. 485 Setiawan Hawe ed., Meliput Pemilu, Panduan untuk Jurnalis, Jakarta: Lembaga Studi Pers dan Pembangunan LSPP, 2004, hlm. 28-29. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 304

E. Paradigma Sistem Pemilihan Umum Berdasarkan Undang-Undang Dasar