276
3. Ada yang menghendaki pembagian pertama pada Dati II, baru
kemudian sisanya dibagi secara nasional. d.
Pengangkatan : 1.
Ada yang menghendaki pengangkatan hanya untuk ABRI saja. 2.
Ada yang menghendaki pengangkatan untuk ABRI dan Non ABRI Setelah mengalami proses pembahasan yang cukup panjang atas RUU bidang
politik tersebut + 3 tahun dalam rangka melaksanakan amanat Sidang Umum MPRS IV dan V, maka akhirnya dalam rapat pleno DPRGR tanggal 22 Nopember 1969
RUU ini diterima dan disetujui menjadi undang-undang dan disahkan oleh Presiden pada tanggal 17 Desember 1969, yaitu : Undang-undang No. 15 Tahun 1969 tentang
Pemilihan Umum Anggota-anggota Badan permusyawaratanPerwakilan Rakyat, dan Undang-undang No. 16 Tahun 1969 tentang susunan dan Kedudukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Berdasarkan paradigma yuridis politis, maka dapat diperhatikan berbagai sistem pemilihan umum pada masa Orde Baru sebagai berikut :
1. Sistem Pemilihan Umum Menurut Undang-undang No. 15 tahun 1969.
Pada pemilihan umum 1971 berdasarkan Undang-undang No 15 Tahun 1969, dapat diperhatikan pemilihan umum dilaksanakan berdasarkan sistem perwakilan
berimbang proportional representation dengan stelsel daftar. Pemakaian sistem perwakilan berimbang ini secara eksplisit ditentukan di dalam Pasal 23 dan
Penjelasan Umum butir 4. Pasal 23 berbunyi : “Untuk menetapkan hasil pemilihan bagi DPR, DPRD I dan DPRD II digunakan sistem perwakilan berimbang”,
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
277
Sedangkan di dalam Penjelasan Umum angka 4 ditegaskan bahwa “Untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD dipakai sistem perwakilan berimbang dengan
stelsel daftar. Dengan demikian maka besarnyakekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD adalah sejauh mungkin berimbang dengan besarnya dukungan dalam
masyarakat pemilih. Untuk mencapai tujuan ini suatu organisasi yang nama-nama calonnya disusun dalam sesuatu daftar calon mendapat jumlah kursi berdasarkan
suatu bilangan Pembagi Pemilih, ialah suatu bilangan yang diperoleh dengan membagi jumlah seluruh suara yang masuk dengan jumlah kursi yang tersedia.
Sistem daftar begitu pula sistem pemilihan umum menggambarkan adanya pengakuan terhadap stelsel organisasi yang ikut serta dalam kehidupan ketatanegaraan. Tiap-tiap
Daerah Tingkat II mendapat sekurang-kurangnya seorang wakil, yang ditetapkan berdasarkan sistem perwakilan berimbang.
Sementara itu daerah pemilihan dan jumlah kursi ditentukan dalam Pasal 4 yang menyebutkan :
1 a. Untuk pemilihan anggota DPR, daerah pemilihan adalah Daerah
Tingkat I; b. Untuk pemilihan anggota DPRD I, Daerah Tingkat I merupakan 1
satu daerah pemilihan; c. Untuk pemilihan anggota DPRD II, Daerah Tingkat II merupakan 1
satu daerah pemilihan ; 2
Warganegara Republik Indonesia yang berada di luar negeri dianggap penduduk daerah pemilihan di mana berdiri gedung Departemen Luar
Negeri Republik Indonesia.
Di dalam ketentuan Pasal 5 ayat 2 huruf a dan b Undang-undang No. 15 Tahun 1969 ditentukan beberapa hal :
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
278
a. Jumlah wakil dalam tiap daerah pemilihan sekurang-kurangnya sama
dengan jumlah Daerah Tingkat II, yang ada dalam daerah pemilihan yang bersangkutan;
b. Tiap Daerah Tingkat II sekurang-kurangnya mempunyai seorang wakil.
Berdasarkan Penjelasan dan Ketentuan Pasal 5 Undang-undang No. 15 Tahun 1969 tersebut, maka dalam penyelenggaraan sistem proporsional di Indonesia daerah
pemilihan ditentukan Daerah Tingkat I. Sedangkan Daerah Tingkat II sekurang- kurangnya mempunyai seorang wakil, sehingga ketentuan ini menurut Bintan R.
Saragih mirip dengan sistem pemilihan distrik, karena itu disebut sistem ini bervariasi dengan sistem distrik.
450
Cara penentuan jumlah kursi yang dapat diperebutkan untuk setiap daerah pemilihan adalah penentuan harga setiap 1 kursi dengan 400.000 suara dan jumlah
Daerah Tingkat II untuk setiap daerah pemilihan, dengan ketentuan bahwa tiap-tiap daerah pemilihan mempunyai wakil sekurang-kurangnya sebanyak Daerah Tingkat II
yang terdapat dalam daerah tingkat I tersebut, dan tiap-tiap daerah Tingkat II mempunyai sekurang-kurangnya seorang wakil.
Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap, ini dalam hal ada partai yang melakukan stembus accord. Tetapi di daerah pemilihan
yang tidak terdapat partai yang melakukan stembus accord, pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap.
450
Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan ……, op.cit., hlm. 185.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
279
Dengan demikian tahap pembagian kursi berdasarkan Undang-undang No. 15 Tahun 1969 pada Pemilu 1971 adalah sebagai berikut
451
: Pertama, pembagian kursi di darah pemilihan yang tidak terdapat partai yang
melakukan stembus accord, terdiri atas dua tahap : Tahap I, suara partai dibagi dengan kiesquetient di daerah pemilihan. Tahap II, setelah pembagian pertama, sisa
kursi dibagikan langsung kepada partai yang memiliki sisa suara terbesar. Kedua, pembagian kursi di daerah pemilihan yang terdapat beberapa partai
melakukan stembus accord, terdiri atas tiga tahap : Tahap pertama, sama dengan partai yang tidak melakukan stembus accord, pertama sekali dilakukan melalui
pembagian suara partai dengan kiesquetient di daerah pemilihan. Tahap kedua, apabila ada partai yang melakukan stembus accord, maka jumlah sisa suara partai-
partai yang menggabungkan sisa suara itu dibagi dengan kisquetient. Pada tahap ketiga, apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing satu kursi diserahkan
kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk gabungan sisa suara partai yang melakukan stembus accord dari perolehan kursi pembagian tahap kedua.
Saat dilakukan pemilihan umum 1971, penduduk Indonesia berjumlah 114.890.347 jiwa, dengan pemilih terdaftar sebanyak 58.558.542 orang. Sedangkan
suara sah berjumlah 54.669.509 suara, dan kursi Dewan Perwakilan Rakyat yang tersedia adalah 360 orang. Cara pembagian kursi dalam Pemilu 1971 menyebabkan
tidak selarasnya hasil perolehan suara secara nasional dengan perolehan keseluruhan kursi oleh suatu partai. Hal ini dapat diperhatikan dalam perolehan kursi antara PNI
451
Komisi Pemilihan Umum., http:www.kpu.go.idSejarah-list.php, hlm. 6.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
280
dan Parmusi. PNI yang secara nasional suaranya lebih besar dari Parmusi, tetapi memperoleh kursi lebih kecil dibanding Parmusi, sebagaimana terlihat pada tabel
berikut ini
452
:
Tabel 3.4. Perolehan Suara dan Pembagian Kursi pada Pemilu 1971 No. Partai
Suara Kursi
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
9. 10.
Golkar NU
Parmusi PNI
PSII Parkindo
Katolik Perti
IPKI Murba
34.348.673 10.213.650
2.930.746 3.793.266
1.308.237 733.359
603.740 381.309
338.403 48.126
62,82 18,68
5,36 6,93
2,39 1,34
1,10 0,69
0,61 0,08
236 58
24 20
10 7
3 2
- -
Jumlah 54.669.509 100,00
360 Sumber : http:www.kpu.go.idSejarahsejarah list.php
Dalam rangka penyelenggaraan pemilihan umum 1971, Undang-undang No. 15 Tahun 1969 juga disebutkan asas-asas dalam Pemilu, yaitu asas demokrasi yang
dijiwai semangat PancasilaUUD 1945. Selain itu, apabila diperhatikan ketentuan dalam Pasal 1 ayat 1 juga terdapat beberapa asas yang digunakan, akan tetapi
undang-undang ini menyebut dengan istilah “cara”, yaitu langsung, umum, bebas dan rahasia.
453
Asas ini diambil dari ketentuan Pasal 1 Ketetapan MPRS No. XIMPRS1966 Tentang Pemilihan Umum Jo. Ketetapan MPRS No. XLIIMPRS 1968 tentang
Perubahan Ketetapan MPRS No. XIMPRS1966 Tentang Pemilihan Umum yang
452
Ibid.
453
Perhatikan Pasal 1 dan Pasal 3 Undang-undang No. 15 Tahun 1969.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
281
menjadi dasar disusunnya Undang-undang tentang Pemilihan Umum. Di dalam Ketetapan MPRS tersebut istilah yang digunakan bukan “asas” atau “cara” melainkan
sifat, sehingga berbunyi : “Pemilihan Umum yang bersifat langsung, umum, bebas dan rahasia diselenggarakan dengan pungutan suara selambat-lambatnya pada 5 Juli
1971”.
2. Sistem Pemilihan Umum Menurut Undang-undang No. 4 Tahun 1975.