Sistem Proporsional Multi Member Constituency

173 Haiti, Iran dan kepulauan Komoro. Demikian pula negara-negara bekas Bolok Soviet, seperti Belarus, Kyrgyztan, Macedonia, Moldova, Tajikistan, Ukraina dan Uzbekiztan.

1.2. Sistem Proporsional Multi Member Constituency

Sistem ini pada dasarnya dimaksudkan untuk menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik. Sistem perwakilan proporsional ini adalah sistem dimana persentase kursi di badan perwakilan rakyat yang dibagikan kepada tiap- tiap partai politik disesuaikan dengan persentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik itu. Apabila sebuah partai besar memperoleh suara 40 persen, maka partai tersebut juga harus mendapatkan kursi 40 persen, demikian juga sebuah partai kecil dengan 10 persen suara harus mendapatkan 10 persen kursi. 279 Untuk kepentingan ini ditentukan suatu perimbangan, seperti 1: 4000.000, yang berarti setiap 4000.000 pemilih memperoleh satu wakil pada parlemen. Vernon Bogdanor dalam kaitan dengan sistem pemilihan proporsional ini mengemukakan sebagai berikut : “Proportional representation is in fact a generic term denoting a number of different systems sharing only the common aim of proportionality between seats and votes. This common aim, however, does not prevent the various proportional systems diverging considerably, one from another; and their political consequences, therefore, can be quite different Sistem proporsional, kenyatannya adalah istilah umum yang menunjukkan sistem pembagian jumlah suara yang tidak sama, yang secara umum bertujuan untuk 279 Peter Harris dan Ben Reilly Ed., Demokrasi dan Konflik yang Mengakar : Sejumlah Pilihan untuk Negosiator, Jakarta: International IDEA, 2000, hlm. 197. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 174 memberikan proporsionalitas diantara suara dan kursi. Tujuan umum ini, ternyata juga tidak mencegah adanya variasi sistem proporsional yang berbeda antara satu dengan yang lain; dan juga mempunyai konsekuensi politik yang sangat berbeda. 280 Oleh karena itu, dalam sistem ini, masyarakat pemilih dibagi dalam beberapa unit besar wilayah dalam suatu negara. Suatu wilayah negara merupakan suatu daerah pemilihan, maka sisa suara di suatu daerah dapat ditambahkan dengan suara yang diperoleh dari daerah pemilihan lainnya Stembus Accord, sehingga besar kemungkinan setiap organisasi peserta pemilihan umum memperoleh kursi atau wakil di parlemen. Sistem perwakilan berimbang ini sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain antara lain dengan sistem daftar list system. Sistem daftar banyak variasinya, tetapi umumnya dalam sistem daftar setiap partai atau golongan mengajukan satu daftar calon dan si pemilih memilih satu partai dengan semua calon yang diajukan oleh partai itu untuk bermacam-macam kursi yang sedang diperebutkan. 281 Oleh karena itu, dalam tataran teoritis, sistem ini mengandung beberapa kelebihan, diantaranya adalah: Pertama, dalam hubungan anggota lembaga perwakilan rakyat yang terpilih dengan partai politik, sistem ini dianggap lebih representatif, karena 280 Hilaire Barnett, op.cit., hlm. 445. 281 Saifullah Yusuf dan Fahruddin Salim, op.cit., hlm. 107. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 175 jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat dalam pemilihan umum. Kedua, dalam hubungannya dengan suara para pemilih, sistem ini dipandang lebih demokratis, dalam arti lebih egalitarian karena asas one man one vote dilaksanakan secara penuh, praktis tanpa ada suara yang hilang. Implikasinya semua golongan dalam masyarakat, termasuk kelompok minoritas mempunyai peluang untuk terwakili dalam parlemen, sehingga dianggap memenuhi asas keadilan sense of justice. Ketiga, sistem ini tidak ada distorsi, dalam arti tidak ada suara yang terbuang, melainkan dapat digabungkan dengan suara dari daerah pemilihan lainnya. 282 Akan tetapi ternyata sistem ini juga mengandung berbagai kelemahan atau kekurangan, sebagai berikut : Pertama, Sistem ini mempermudah fragmentasi partai politik, sehingga mengakibatkan timbulnya partai politik baru. Oleh karena itu, sistem ini tidak menjurus kepada integrasi bermacam-macam golongan dalam masyarakat, melainkan kecenderungan untuk mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong untuk memanfaatkan persamaan-persamaan. Kedua, wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatan dengan warga yang telah memilihnya, baik karena luasnya wilayah pemilihan sehingga sulit 282 Miriam Budiardjo, Demokrasi di Indonesia …, op.cit., hlm. 252. Perhatikan juga Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-pilar …, op.cit., hlm. 225-226 Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 176 untuk dikenal banyak orang maupun karena dominannya peran partai daripada kualitas, integritas dan popularitas seseorang, sehingga wakil yang terpilih lebih terikat kepada partai politik yang mancalonkan dan kurang loyalitas kepada masyarakat yang memilihnya. Ketiga, Banyaknya partai politik mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil, lebih-lebih dalam sistem pemerintahan parlementer. Hal ini disebabkan karena pembentukan pemerintahan atau kabinet harus didasarkan atas kerjasama koalisi antara dua partai politik atau lebih. Dalam prakteknya pada berbagai negara, menurut Douglas J. Amy, Proportional Representatation Voting System ini dapat dikelompokkan ke dalam 3 varian, yaitu Party List, Mixed Member Proportional, dan Single Transferable Vote Choice Voting. 283 1.2.1. Party List Representasi Proporsional Daftar Sistem ini adalah merupakan salah satu penggolongan jenis pemilihan proporsional, dalam bentuk yang paling sederhana, dari sistem ini pemilih menentukan partai pilihannya, maka kursi yang diperebutkan didistribusikan sesuai porsi suara yang diperoleh. Sebagai contoh jika terdapat 5 partai politik A, B, C, D, E , dan A memperoleh 25 suara, B memperoleh 35 suara, C memperoleh 10 suara, D memperoleh 15 suara dan E memperoleh 15 suara 283 Douglas J. Amy, Proportional Representation Voting Systems, http:www.mtholyoke.edu acadpolitdamyBeginningReadingPRsystems.htm., hlm. 12 . Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 177 memperebutkan 100 kursi, maka A memperoleh 25 kursi, B memperoleh 35 kursi, C memperoleh 10 kursi, D memperoleh 15 kursi dan E memperoleh 15 kursi. Selain dalam bentuknya yang paling sederhana sebagaimana tersebut di atas yang biasa disebut Closed List PR Proporsional stelsel daftar tertutup, sistem ini memiliki beberapa varian lain, yaitu Open List PR Proporsional daftar terbuka dan Free List PR Proporsional daftar bebas. Dalam daftar terbuka pemilih boleh menentukan urutan dalam daftar partai, sedangakan sistem bebas, pemilih boleh menentukan sendiri daftar pilihannya yang tidak harus berasal dari satu partai. Douglas J. Amy berkaitan dengan negara-negara pengguna sistem ini mengemukakan : Over 80 of the PR systems used worldwide are some form of party list voting. It remains the system used in most European democracies and in many newly democratized countries, including South Africa Lebih 80 dari sistem proporsional yang digunakan di seluruh dunia adalah bentuk pemilihan Party List. Sistem ini digunakan pada negara-negara Eropa dan beberapa negara berkembang, termasuk Afrika Selatan. 284 Indonesia termasuk pengguna sistem ini. 284 Ibid. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 178 1.2.2. Mixed Member Proportional Sistem ini adalah merupakan kombinasi antara sistem distrik dengan sistem proporsional. Oleh karena itu, sistem ini adalah penggabungan ciri- ciri positif dari sistem pemilu model mayoritas dan representasi proporsional. 285 Douglas J. Amy berkenaan dengan sistem pemilihan ini mengemukakan: 286 Half of the members of the legislature are elected in single member district plurality contest. The other half are elected by a party list vote and added on to the district members so that each party has its appropriate share of seats in the legislature. Proponents claim that mixed member proportional voting MMP is the best of both worlds: providing the geographical representation and close constituency ties of single member plurality voting along with the fairness and diversity of representation that comes with PR voting. Setengah dari anggota legislatif dipilih berdasarkan sistem distrik. Setengah lainnya dipilih berdasarkan representasi proporsional daftar dan ditambah dengan sistem distrik yang setiap partai memperoleh pembagian yang tepat untuk duduk pada lembaga legislatif. Para pendukungnya mengklaim bahwa Mixed Member Proportional paling baik kedua di dunia: memberikan representasi geografis dan menutup pemilihan dengan sistem distrik dengan representasi yang berbeda dan wajar menjadi sistem proporsional. Sistem ini antara lain diselenggarakan di Jerman, Selandia Baru dan Bolivia. 285 ACE Project, op.cit., hlm. 105. 286 Douglas J. Amy, op.cit., hlm. 14. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 179 1.2.3. Single Transferable Vote STV Pada abad kesembilan belas Thomas Hare dan Cal Andru dari Denmark secara sendiri-sendiri menciptakan prinsip-prinsip dasar sistem tersebut. STV menggunakan distrik wakil majemuk dimana pemilih mengurutkan caleg berdasarkan kesukaan preferensi mereka dalam kertas suara sama seperti Alternative Vote. Pada kebanyakan kasus, penomoran urut ini seperti tidak wajib dilakukan, dan para pemilih tidak diminta untuk mengurutkan semua caleg, kalau mau mereka dapat menandai satu caleg saja. Sesudah jumlah total suara preferensi pertama dihitung, penghitungan kemudian beralih untuk menghitung kuota suara yang diperlukan untuk pemilihan seorang caleg. Kuota dihitung berdasarkan rumus yang sederhana: Jumlah suara Kuota = ---------------- + 1 Jumlah kursi +1 Langkah pertama adalah menghitung jumlah total preferensi pertama bagi masing-masing caleg. Setiap caleg yang memperoleh suara preferensi pertama melebihi kuota langsung terpilih. Jika tiada satu calegpun yang mencapai kuota, caleg yang memperoleh suara yang terendah tadi dicoret dari daftar, dan suara preferensi keduanya dibagikan lagi kepada para caleg yang tertinggal. Pada saat yang sama, jumlah kelebihan suara caleg terpilih yakni suara diatas kertas kuota dibagikan lagi menurut preferensi kedua pada kertas suara. Agar adil semua kertas suara caleg dibagi lagi tetapi Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 180 masing-masing menurut persentase dari satu suara, sehingga jumlah total suara yang dibagikan sama dengan sisa surplus suara. Misalnya jika seorang caleg memperoleh 100 suara, dan surplus suaranya 10 suara, maka setiap kertas suara akan dibagikan dengan nilai 110 suara. Proses ini diteruskan sampai semua kursi untuk sebuah daerah pemilihan terisi. 287 Sistem ini digunakan di Australia, Irlandia dan Malta dan Estonia.

1.3. Sistem Semi Proporsional