337
Undang-undang ini menetapkan adanya 3 jenis daerah keresidenan, kabupaten dan kota yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga
daerahnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 UUD 1945 dengan istilah “daerah besar dan kecil.
536
2. Struktur Pemerintahan Daerah
Struktur atau susunan pemerintahan daerah merupakan bangunan untuk mengorganisasikan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Dalam struktur
organisasi ini ditetapkan badan-badan yang menjalankan kekuasaan pemerintahan daerah serta hubungan kerja diantara badan-badan tersebut, sehingga dapat diketahui
kedudukan masing-masing badan tersebut dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Menurut S.H. Sarundajang, dalam membicarakan struktur organisasi harus dibedakan dalam 2 dua bentuk, yaitu:
537
Pertama, struktur statis formal, yaitu serangkaian peraturan dan bagan organisasi yang membentuk kerangka dan badannya, sehingga dapat diketahui
dengan mudah susunan organisasi serta fungsi dan wewenang badan tersebut. Kedua, struktur kinetis informal, merupakan badan hidup yang rumit dan
paling baik dideskripsikan. Dalam hal ini, deskripsi dan analisis struktur organisasi nampaknya memberikan pilihan antara klasifikasi menurut kerangka dan badan atau
identifikasi menurut kinerjanya performance, tanpa terikat dengan klasifikasi badan-badan tertentu.
536
M. Solly Lubis, Perkembangan Garis Politik ….., op.cit., hlm. 132.
537
S.H. Sarundajang, op.cit., hlm. 91.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
338
Apabila diperhatikan pengaturan KND berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1945, ternyata hanya memuat enam pasal dengan tidak diberi penjelasan.
Karena kemudian ternyata timbul beberapa persoalan mengenai pengertian- pengertian ketentuan yang terdapat di dalamnya, maka akhirnya oleh Kementerian
Dalam Negeri diedarkan Penjelasan tertulis. Dalam Penjelasan ini diterangkan sejarah terjadinya undang-undang tersebut serta penafsiran tiap-tiap pasalnya
538
. Undang-undang No. 1 Tahun 1945 tersebut mengatur penyelenggaraan
desentralisasi dalam Negara Republik Indonesia dengan ciri-ciri sebagai berikut
539
: a.
Daerah yang ditetapkan menjadi daerah otonom ialah keresidenan, kota, dan kabupaten. Ketiga provinsi di Jawa yang walaupun pada masa Hindi
Belanda merupakan daerah otonom tidak dibangun kembali
540
, b.
Bentuk Susunan Pemerintah Daerah terdiri atas Badan Perwakilan Rakyat Daerah beranggotakan maksimum 100 orang untuk keresidenan dan 60
untuk kotakabupaten dan Badan Eksekutif 6 orang. Kedua Badan ini dipimpin oleh Kepala Daerah yang selain organ daerah juga merupakan
pejabat Pemerintah Pusat di daerah yang bersangkutan.
c. Wewenang BPRD sebagai badan legislatif meliputi otonomi mengatur
rumah tangga daerah, medebeind menjalankan peraturan-peraturan atasan dan wewenang diantara otonomi dan medebewind. Sedang Badan
Eksekutif menjalankan pemerintahan sehari-hari bestuur
d. Daerah-daerah itu diberi otonomi Indonesia yang berdasarkan kedaulatan
rakyat. Otonomi ini luas sifatnya karena merupakan wewenang mengatur semua urusan daerah asal tidak bertentangan dengan perundang-undangan
yang lebih tinggi tingkatannya.
e. Daerah-daerah mempunyai keuangan sendiri dengan kemungkinan
mendapat bantuan dari Pemerintah Pusat.
538
Ibid., hlm. 128.
539
The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik Indonesia, Jilid I, Yogyakarta: Liberty, 1993, hlm. 59-60.
540
Dalam hal ini terdapat pengecualian, yaitu Provinsi Sumatera yang merupakan Daerah Otonom berdasarkan Maklumat Gubernur Sumatera No. 8MGS tertanggal 12 April 1946 jo. Peraturan
Pemerintah No. 8 tertanggal 28 April 1947.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
339
Dalam konteks ini, maka terdapat dua jenis pemerintahan di daerah, yaitu Pemerintahan yang memiliki KND adalah pemerintahan daerah otonom yang berhak
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri otonomi, yakni karesidenan, kota, kabupaten atau daerah lain yang mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri,
sedangkan daerah lainnya seperti provinsi kecuali Sumatera
541
, kewedanaan dan kecamatan yang tidak memiliki KND sepenuhnya diperlakukan sebagai wilayah
administratif. Dalam hal ini daerah-daerah menjalankan sistem otonomi formal secara kolegial, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 : “Komite Nasional Daerah menjadi
Badan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersama-sama dan dipimpin Kepala Daerah menjalankan pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya, asal tidak bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang lebih luas dari padanya”.
Berdasarkan Maklumat Gubernur Sumatera No. 8MGS tertanggal 12 April 1946 tersebut, maka untuk Provinsi Sumatera dibentuklah sebuah DPRD dengan
nama Dewan Perwakilan Sumatera. Dewan ini beranggotakan 100 orang yang mewakili keresidenan-keresidenan menurut perbandingan jumlah penduduk daripada
541
Berdasarkan Maklumat Gubernur Sumatera No. 8MGS tanggal 12 April 1946 ditetapkan bahwa di Sumatera KND dibentuk di provinsi, keresidenan, kota otonom dan daerah-daerah lain yang
dianggap perlu. Perhatikan I Gede Pantja Astawa, Politik Hukum Pemerintahan di Daerah Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, dalam Arief Sidharta, B. dkk ed., Butir-butir Gagasan tentang
Penyelenggaraan Hukum dan Pemerintahan yang Layak, Sebuah Tandamata 70 Tahun Prof.Dr. Ateng Syafrudin, SH, Guru, Ilmuwan dan Praktisi, Bandung: Universitas Katolik Parahyangan, 1996, hlm.
96-97.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
340
tiap-tiap keresidenan setiap 100.000 penduduk memperoleh 1 wakil. Dewan Perwakilan Sumatera dilantik pada 17 April 1946
542
. Lebih lanjut tentang keberadaan Provinsi Sumatera sebagai daerah otonom,
M. Solly Lubis mengemukakan : Pembentukan Dewan Perwakilan Sumatera dalam prakteknya menjadikan
Provinsi Sumatera seperti daerah otonom. Untuk memberikan ketegasan bagi pemerintahan daerah yang sudah berjalan itu, pada 28 April 1947 ditetapkanlah
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1947. Dalam Peraturan Pemerintah ini dengan tegas-tegas dinyatakan bahwa Provinsi Sumatera merupakan suatu
daerah otonom Pasal 1. Pimpinan pemerintahan Provinsi Sumatera dijalankan oleh Gubernur bersama-sama Badan Perwakilan Daerah dan Badan Eksekutif
Pasal 2. Pemerintah Daerah Sumatera berhubungan langsung dengan pemerintah pusat dan berdiri di bawah semua menteri, masing-masing dalam
tugas pekerjaan kementerian itu sendiri-sendiri pasal 3.
543
Memperhatikan perkembangan yang agak berbeda antara provinsi di Jawa dengan di Sumatera, Bagir Manan menyebutkan :
Baik Maklumat Gubernur Sumatera tanggal 12 April 1946 maupun Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1947 nyata-nyata bertentangan dengan Undang-
undang No. 1 Tahun 1945. Tetapi peraturan-peraturan tersebut tetap berlaku. Barangkali suasana revolusioner, suasana abnormal belum memungkinkan
sama sekali untuk sangat menekankan pada aspek rechtsmatigheid, melainkan doelmatigheid yaitu mewujudkan dukungan rakyat sebesar-besarnya terhadap
pemerintahan RI dan mengatasi berbagai kesulitan nyata yang sedang dihadapi. Sebagai akibatnya, maka ada dua macam Provinsi yaitu Provinsi
Otonom di Sumatera dan Provinsi Administratif didaerah-daerah lain.
544
Meskipun tidak dinyatakan secara tegas, namun ada tiga alat kelengkapan organ pemerintahan daerah, yaitu :
542
M. Solly Lubis, Perkembangan Garis Politik ….., op.cit., hlm. 240
543
Ibid., hlm. 241-242.
544
Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994, hlm. 126-127.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
341
1 KND sebagai DPRD Sementara yang bersama-sama dan dipimpin Kepala
Daerah menjalankan fungsi legislatif. 2
Badan terdiri dari sebanyak-banyaknya 5 orang yang dipilih dari dan oleh anggota KND sebagai “badan eksekutif” bersama-sama dan dipimpin
oleh Kepala Daerah menjalankan pemerintahan sehari-hari di bidang otonomi dan tugas pembantuan
3 Kepala Daerah yang diangkat oleh pemerintah pusat menjalankan urusan
pemerintahan pusat di daerah, kecuali urusan-urusan yang dijalankan oleh kantor-kantor Departemen di daerah.
2.1. Badan Legislatif Daerah Berdasarkan pengaturan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1945,
maka sebagai organ legislatif daerah, KND yang diubah sifatnya menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah BPRD mempunyai wewenang yang
meliputi : a.
Wewenang membuat peraturan-peraturan untuk kepentingan daerahnya otonomi
b. Membantu menjalankan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh
pemerintah dari tingkat yang lebih tinggi daripadanya medebewind dan selfgovernment
c. Membuat peraturan mengenai suatu hal yang diperintahkan oleh
undang-undang umum, dengan pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atasan wewenang diantara otonomi dan selfgovernment.
d. Meminta pertanggungjawaban Badan Eksekutif Daerah dan Kepala
Daerah bertanggungjawab kepada KND dalam pelaksanaan tugas otonomi dan medebewind.
545
545
Hal ini dapat diperhatikan dalam Penjelasan Tertulis Kementerian Dalam Negeri atas Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang No. 1 Tahun 1945.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
342
Dengan diubahnya peranan KND menjadi badan legislatif dengan bentuk BPRD, maka BPRD inilah selanjutnya membuat Peraturan-peraturan
Daerah Perda, dan dihindarkanlah nama-nama yang beraneka seperti sebelumnya diberikan pada peraturan-peraturan daerah misalnya Maklumat,
Aturan, Peraturan, bahkan ada daerah yang menamakan peraturannya sebagai undang-undang. Namun demikian, pada saat-saat permulaan belum ada
bentuk yang pasti dan seragam mengenai bentuk Peraturan Daerah itu.
546
Selain dari hal tersebut di atas, pengaturan lainnya yang terdapat dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1945 beserta Penjelasannya adalah:
547
1. Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah dijabat oleh Kepala
Daerah. 2.
Komite Nasional Daerah memilih beberapa orang, sebanyak- banyaknya 5 lima orang sebagai badan eksekutif, yang bersama-
sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah, melaksanakan pemerintahan daerah.
3. Ketua Komite Nasional Daerah yang lama harus diangkat menjadi
wakil ketua badan legislatif dan badan eksekutif. 4.
Apabila Kepala Daerah berhalangan melakukan kewajibannya, kedudukannya sebagai ketua badan legislatif diwakili oleh wakil
ketua ketua KND yang lama, tetapi kedudukannya selaku ketua badan eksekutif digantikan oleh Wakil Kepala Daerah, yaitu wakil
residen bagi karesidenan, patih bagi kabupaten, dan wakil walikota bagi kota-kota.
5. Untuk pertama kalinya wewenang legislatif daerah dirumuskan
secara nyata yang pada dasarnya cukup luas. 6.
Seluruh biaya lembaga legislatif daerah ditanggung oleh daerah yang bersangkutan
546
Bagir Manan, Hubungan Antara …, op.cit., hlm. 131.
547
B.N. Marbun, op.cit., hlm. 24.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
343
Bersamaan dengan adanya perubahan KND menjadi BPRD, umumnya KND yang sudah ada, berjalan terus. Akan tetapi ada juga daerah yang
membentuk KND baru, atau menambah anggota yang masih kurang atau mengisi lowongan yang ada, sedangkan tata cara penyusunan badan-badan
tersebut diserahkan kepada daerah. Dengan demikian, semenjak keluarnya Undang-undang No. 1 Tahun
1945 beserta Penjelasannya, telah digariskan dengan sengaja bahwa lembaga legislatif daerah adalah juga bagian dari eksekutif daerah. Ketentuan ini
membedakan ruang lingkup tugas dan wewenang badan legislatif pusat, yaitu DPR yang bukan merupakan bagian dari eksekutif dalam arti Pemerintah.
2.2. Lembaga Eksekutif Daerah Kepala Daerah dan Badan Eksekutif Daerah
Dalam konteks Undang-undang No. 1 Tahun 1945, Badan Eksekutif Daerah terdiri atas Kepala Daerah dan Badan Eksekutif Daerah. Kepala
Daerah ini diangkat oleh pemerintah pusat untuk menjalankan urusan pemerintah pusat di daerah serta urusan rumah tangga daerah.
Menurut undang-undang ini Kepala Daerah yang memimpin KND dan Badan Eksekutif Daerah adalah pejabat pemerintah pusat di daerah. Dalam
Penjelasan disebutkan Kepala Daerah adalah “Ketua dan anggota badan eksekutif, sedangkan dalam hubungan dengan KND badan legislatif Kepala
Daerah “hanya menjadi Ketua saja”. Kedudukan Kepala Daerah dalam dua
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
344
alat perlengkapan pemerintahan daerah tersebut, dapat diperkirakan mempunyai pengaruh yang sangat penting bahkan mungkin menentukan.
Dalam kenyataannya, kedua badan eksekutif dan legislatif daerah berada pada satu tangan. Selain itu, Kepala Daerah sebagai Pejabat Pusat juga
menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan pusat di daerah. Dengan demikian dapat pula disimpulkan bahwa dalam diri Kepala Daerah menyatu
tugas, wewenang dan tanggung jawab menyelenggarakan semua urusan pemerintahan, baik urusan-urusan rumah tangga daerah maupun urusan
pemerintah pusat di daerah.
548
Hal ini mengakibatkan timbulnya susunan pemerintahan daerah yang dualistik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom, yaitu :
Pertama, penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah KND, Badan Eksekutif Daerah, dan Kepala Daerah, Kedua, penyelenggaraan urusan
pemerintahan lainnya yang dilakukan oleh Kepala Daerah terlepas dari KND dan Badan Eksekutif Daerah. Dengan struktur yang demikian, jelas
kedudukan Kepala Daerah sangat dominan, sehingga dapat disebutkan penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat bergantung pada kemauan
Kepala Daerah, maka oleh karena itu prinsip demokrasi di daerah belum dimungkinkan, dan bahkan kontrol dari KND hampir tidak terlihat sama
sekali dan sangat lemah.
548
Bagir Manan, Hubungan Antara ……., op.cit., hlm. 131-132.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
345
Sementara itu, berkenaan dengan Badan Eksekutif Daerah dalam konteks Undang-undang No. 1 Tahun 1945, hanya ditentukan bahwa Badan
Eksekutif Daerah dipilih oleh KND sebanyak-banyaknya 5 lima orang yang bersama-sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah menjalankan
pemerintahan sehari-hari dalam daerah itu Pasal 3. Dengan demikian, Badan Eksekutif Daerah membantu Kepala Daerah dalam menjalankan urusan rumah
tangga daerah otonomi dan tugas pembantuan medebewind. Bagir Manan dalam hal ini menyimpulkan bahwa Undang-undang No.
1 Tahun 1945 mengandung beberapa aspek : a.
Persoalan dasar yang dihadapi oleh Undang-undang No. 1 Tahun 1945 tidak hanya berkaitan dengan sifat dualistik pemerintahan
dalam lingkungan daerah otonom, melainkan juga karena ketidakjelasan tugas, wewenang dan tanggung jawab daerah otonom.
Tidak adanya kepastian mengenai urusan rumah tangga daerah yang memadai untuk mewujudkan otonomi Indonesia yang berdasarkan
kedaulatan rakyat.
b. Bahwa Kepala Daerah sebagai pejabat Pusat, selain menjalankan
urusan pemerintahan pusat juga memimpin badan legislatif daerah KND dan badan eksekutif daerah, mempunyai kedudukan yang
sangat dominan untuk mengendalikan pemerintahan daerah otonom agar berjalan sesuai dengan kebijaksanaan Pusat.
c. Dipersatukannya pimpinan pemerintahan otonom dalam diri Kepala
Daerah ditambah dengan ketidakjelasan urusan rumah tangga daerah akan mewujudkan kecenderungan penyelenggaraan pemerintahan
sentralistik dan memudarkan unsur-unsur desentralisasi
549
. Dengan demikian, keinginan pembentuk Undang-undang No. 1 Tahun
1945 menerapkan politik desentralisasi tampak nyata dari adanya perubahan kedudukan KND menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah, sekaligus tersirat
549
Ibid.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
346
keinginan untuk mewujudkan demokrasi dalam tata pemerintahan daerah. Namun di lain pihak, tersirat pula keinginan pembentuk Undang-undang No.
1 Tahun 1945 memberikan peluang bagi pemerintah pusat untuk melakukan pengawasan kepada KND melalui politik dekonsentrasi. Hal itu tampak jelas
dari kedudukan Kepala Daerah sebagai ketua badan eksekutif dan KND, selain sebagai pejabat pusat yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
pusat di daerah.
550
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Undang-undang No. 1 Tahun 1945 belum berhasil mengurangi corak pemerintahan yang
sentralistik, baik karena KND yang tidak menjalankan fungsi sebagaimana mestinya maupun karena kedudukan dan peran Kepala Daerah yang
menjalankan pemerintahan sendiri dan mengambil bagian terbesar dalam penyelenggaran pemerintahan daerah.
Ateng Syafrudin dalam hubungan ini mengemukakan tidak berhasil menemukan aturan-aturan pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1945
yang memuat syarat keanggotaan KND, tugas, kewajiban dan wewenangnya, hubungan kewenangan Kepala Daerah dengan Badan Perwakilan Rakyat
Daerah serta antara BPRD dengan Badan Eksekutif Daerah, pembatasan rangkap jabatan dan lain-lain
551
. Dengan demikian pada masa itu belum ada ketentuan yang rinci mengenai BPRD, sehingga mengalami hambatan dalam
praktek.
550
I Gde Pantja Astawa, Politik Hukum Pemerintahan di Daerah Berdasarkan Pasal 18 UUD 1945, dalam Arif Sidharta, B., op.cit., hlm. 97-98.
551
Ateng Syafrudin, op.cit., hlm. 14.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
347
Berdasarkan pengaturan tersebut, ada beberapa hal yang perlu dicatat mengenai sistem pemerintahan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1945:
Pertama, penegasan atas sistem pemerintahan yang bertingkat dimana pemerintahan yang lebih tinggi berhak melakukan pengawasan atas satuan
pemerintahan lebih rendah. Hal itu terlihat dengan jelas dalam Penjelasan undang-undang ini. Kedua, semangat penyelenggaraan pemerintahan daerah
masih merupakan warisan kolonial. Komite Nasional Daerah yang kemudian diganti dengan Badan Perwakilan Rakyat Daerah BPRD mempunyai
Badan Eksekutif yang berjumlah 5 lima orang dan dipilih dari anggota BPRD. Yang menjadi Ketua BPRD dan Badan Pekerjanya adalah Kepala
Daerah. Ketiga, terdapat dualisme dalam pemerintahan Daerah, di satu pihak Kepala Daerah yang memimpin sebuah badan eksekutif dan juga BPRD
memiliki Badan Eksekutif yang mempunyai kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sekalipun yang menjadi Ketua dari Badan
tersebut adalah Kepala Daerah.
552
Berdasarkan hal tersebut, dalam konteks Undang-undang No. 1 Tahun 1945 Kepala Daerah menjadi “primus inter pares” dari semua
kekuatan-kekuatan politik di Daerah. Kondisi ini dapat dipahami terutama sekali tahap-tahap awal kemerdekaan. Pada masa tersebut, Pemerintah Pusat
pun masih mencari-cari bentuk yang sesuai bagi sistem pemerintahan akibat persaingan kekuatan-kekuatan politik yang berbeda pada tingkat nasional,
antara tekanan untuk menegakkan demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin.
553
Dengan demikian, meskipun pemerintahan dilaksanakan secara kolektif melalui Badan Eksekutif dan KND, tetapi Kepala Daerah tetap
552
H.R. Syaukani, dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 62-63.
553
Tjahya Supriatna, Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah, Jakarta: Bumi Aksara, 1993, hlm. 46.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
348
memegang kekuasaan politik yang terkuat mengingat fungsinya sebagai Kepala Badan Eksekutif Daerah dan KND, di samping peranannya sebagai
wakil Pemerintah Pusat di Daerah.
B. Pengaturan DPRD Berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1948.