Eksekutif Daerah Kepala Daerah dan Badan Pemerintah Harian

406 Daerah berdasarkan petunjuk Menteri Dalam Negeri Pasal 56, sedangkan bagi Kepala Daerah tidak diatur mengenai kelalaian melaksanakan tugas, karena kedudukan Kepala Daerah yang juga alat Pusat di Daerah. Bahkan DPRD dalam membuat berbagai peraturan daerah maupun berbagai keputusan oleh undang-undang harus dengan sepengetahuan Kepala Daerah, karena setiap peraturan dan keputusan tersebut harus ditandatangani juga contra sign oleh Kepala Daerah Pasal 54 ayat 2. Berdasarkan pengaturan tersebut, maka DPRD pada dasarnya dalam berbagai kewenangan selalu berada dalam bayang-bayang Kepala Daerah. Dengan perkataan lain tugas dan kewenangan yang melekat pada DPRD tidak lebih dari sekedar formalitas belaka atau pelengkap demokrasi semata 613 .

2.2 Eksekutif Daerah Kepala Daerah dan Badan Pemerintah Harian

2.21. Kepala Daerah Menurut undang-undang ini kedudukan Kepala Daerah menjadi lebih kuat dari DPRD, karena bukan Kepala Daerah yang bertanggung jawab kepada DPRD, tetapi Pimpinan DPRD berkewajiban mempertanggung jawabkan kepada Kepala Daerah, dan Kepala Daerah bukan lagi diposisikan sebagai Ketua DPRD sebagaimana pernah diatur dalam Penpres No. 5 Tahun 1960. 613 Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah …, op.cit., hlm. 177. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 407 Walaupun Pasal 5 ayat 1 Undang-undang No. 18 Tahun 1965 ini menyebutkan Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD, tetapi dalam Penjelasan angka II disebutkan bahwa kekuasaan pemerintahan di daerah diletakkan dalam tangan Kepala Daerah dan dibantu oleh Wakil Kepala Daerah serta Badan Pemerintah Harian BPH. Sesuai dengan dasar pikiran Undang-undang No. 18 Tahun 1965, yang menghendaki peniadaan sistem dualisme dalam pimpinan pemerintahan di daerah, maka Kepala Daerah mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai alat pemerintah pusat dan juga sebagai alat pemerintah daerah. Dalam hubungannya dengan kedudukan Kepala Daerah ini, Ateng Syafrudin mengemukakan : Berlandaskan pemikiran kepada otonomi seluas-luasnya dan demokrasi terpimpin, Undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, yaitu Undang-undang No. 18 Tahun 1965 sepanjang mengenai status Kepala daerah melanjutkan ketentuan tentang pengintegrasian Kepala Daerah sebagai alat Pemerintah Pusat dengan alat Pemerintah Daerah, sehingga Kepala Daerah itu mempunyai dwi status. 614 Sehubungan dengan kedudukan yang demikian, maka oleh karena itu tugas dan wewenang Kepala Daerah dapat dikategorikan kepada 2 dua aspek : Pertama, sebagai alat Pemerintah Pusat, maka Kepala Daerah itu bertugas dan berwenang sebagai berikut Pasal 44 ayat 2 : 614 Ateng Syafrudin, Pengaturan Koordinasi Pemerintahan di Daerah, Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti, 1993, hlm. 206. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 408 1. memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisionil di daerahnya, dengan mengindahkan wewenang-wewenang yang ada pada pejabat- pejabat yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. menyelenggarakan koordinasi antara jawatan-jawatan Pemerintah Pusat di daerah dan antara jawatan-jawatan tersebut dengan Pemerintah Daerah 3. melakukan pengawasan atas jalannya Pemerintah daerah 4. menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh Pemerintah Pusat. Dalam hubungan ini menurut Ateng Syafrudin terdapat 14 empat belas sebutan yang melekat pada Kepala Daerah selaku perangkat pusat, dengan rincian berikut: 615 1. sebagai wakil dari daerahnya di dalam dan di luar pengadilan; 2. sebagai penanggung jawab umum daerahnya; 3. sebagai pimpinan penyelenggara eksekutif pemerintahan daerah; 4. sebagai kepercayaan Presiden selaku Pemerintah Pusat untuk daerahnya; 5. sebagai sesepuh, pamong dan pengayom, pelindung daerahnya; 6. sebagai mata rantai kegiatan pemerintahan pusat di daerah; 7. sebagai pembimbing semua instansi dan lembaga-lembaga pemerintah di daerahnya; 8. sebagai pengurus dan penjamin keamanan dan ketertiban umum daerah; 9. penjaga keseimbangan yang harmonis dari pelbagai kepentingan baik antara pusat dan daerah maupun antara seluruh lapisan dan golongan masyarakat di daerahnya; 10. sebagai pusat daya upaya kegiatan daerah; 11. sebagai pengawas jalannya pemerintahan daerah; 12. sebagai pembina kontinuitas pembangunan daerah; 13. sebagai pendukung dan penegak kewibawaan pemerintah; 14. sebagai penegak hukum yang bijaksana. Kedua, sebagai alat Pemerintah Daerah, Kepala Daerah bertugas dan berwenang sebagai berikut : 615 Ibid. hlm. 206-207 Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 409 1. Memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintah daerah, baik di bidang urusan rumah tangga daerah maupun di bidang pembantuan Pasal 44 ayat 3; 2. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan Pasal 46; 3. Melaksankan kewenangan pemerintah daerah atas petunjuk Menteri Dalam Negeri, jika DPRD bersangkutan melalaikan tugas kewenangannya Pasal 56 ayat 2; 4. Menjalankan tugas dan kewenangan DPRD daerah bersangkutan, apabila karena sesuatu hal DPRD tersebut berhalangan Pasal 56 ayat 3; 5. Meminta pertanggungjawaban Pimpinan DPRD bersangkutan atas pelaksanaan tugasnya Pasal 8 ; 2.2.2. Badan Pemerintah Harian Mengingat posisi Kepala Daerah yang sangat dominan dalam penyelengaraan pemerintahan di daerah, maka undang-undang ini menentukan adanya Wakil Kepala Daerah dan Badan Pemerintah Harian sebagai pembantu Kepala Daerah. 616 Pasal 47 undang-undang ini menentukan bahwa Wakil Kepala daerah juga merupakan alat pemerintah pusat dan sekaligus alat pemerintah daerah, yang berfungsi membantu Kepala Daerah dalam menjalankan tugas kewenangannya sehari-hari menurut pedoman yang diberikan oleh Menteri Dalam Negeri. Apabila dipandang perlu, Kepala Daerah dapat menyerahkan kepada Wakil Kepala Daerah untuk atas namanya memberikan keterangan dihadapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Memperhatikan kedudukan ini, maka konsekuensi yuridisnya Wakil Kepala daerah menjalankan tugas dan kewenangan Kepala Daerah apabila 616 Dalam hal ini, Wakil Kepala Daerah merupakan struktur baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yang belum pernah diatur pada ketentuan sebelumnya. Perhatikan Andi Mustari Pide, op.cit., hlm. 111. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 410 Kepala Daerah berhalangan, atau apabila berhalangan tetap, maka Wakil Kepala Daerah menggantikannya sampai habis masa jabatannya. Kecuali Pemerintah pusat menentukan lain. Sedangkan Badan Pemerintah Harian bertugas memberikan pertimbangan kepada Kepala Daerah baik diminta ataupun tidak, serta menjalankan tugas yang diberikan oleh Kepala daerah, sehingga institusi BPH ini hanya merupakan lembaga penasehat belaka. Susunan yang demikian memperlihatkan bahwa di dalam undang- undang ini terdapat dua jabatan yang membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan pemerintahan sehari-hari, yaitu Wakil Kepala Daerah dan BPH. Walaupun keduanya menyandang posisi sebagai pembantu Kepala Daerah, terdapat perbedaan yang sangat prinsipil, yaitu bahwa kata “dibantu” pada Wakil Kepala Daerah secara otomatis dapat melakukan kewenangan-kewenangan Kepala Daerah, jika Kepala Daerah tidak dapat melaksanakan kewenangannya, juga dapat menggantikan posisi Kepala Daerah bila Kepala Daerah meninggal dunia atau diberhentikan berhalangan tetap, sedangkan BPH tidak dapat menggantikan posisi yang demikian. Realitas tersebut menunjukkan, akibat penerapan demokrasi terpimpin telah terjadi pergeseran peraturan perundang-undangan yang mengatur struktur dan kewenangan penyelenggara pemerintahan daerah, yang memberikan kedudukan kepada Kepala Daerah sebagai pemegang Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 411 kekuasaan tertinggi 617 . Pentingnya kedudukan Kepala Daerah sebagai pemusatan pimpinan pemerintahan daerah maupun pemerintahan pusat di daerah oleh Penjelasan undang-undang ini disebutkan merupakan “kedudukan khas” dalam susunan ketatanegaraan. Bahkan DPRD yang merupakan institusi pendemokrasian di daerah yang pada dasarnya dipilih berdasarkan pemilihan umum, berada di bawah Kepala Daerah sebagaimana diperhatikan dari kewenangan Kepala Daerah dalam 2 dua hal, yaitu pertama, berwenang meminta pertanggung jawaban Pimpinan DPRD, dan kedua berwenang menggantikan kedudukan DPRD apabila DPRD melalaikan kewajiban atau tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah. Oleh sebab itu, dilihat dari sudut ketatanegaraan menurut Andi Mustari Pide 618 terdapat dua hal yang menarik dari Undang-undang No. 18 Tahun 1965 yang dianggap kurang sinkron dengan kekuasaan Kepala Daerah yang sangat besar dan dianutnya otonomi riil dan seluas-luasnya. Di satu pihak disebutkan perlunya pemusatan pimpinan pada Kepala Daerah untuk mempertahankan negara kesatuan, dan dilain pihak disebutkan bahwa kebijaksanaan politik untuk memberikan otonomi yang seluas-luasnya dan riil kepada daerah perlu diimbangi dengan sistem pengawasan yang berdaya guna. 617 Perhatikan Ateng Syafrudin, DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah …, op.cit., hlm. 21. 618 Andi Mustari Pide, op.cit., hlm. 15-16. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 412 Secara teoritis sebenarnya bila otonomi seluas-luasnya diselenggarakan, maka DPRD seharusnya diberi posisi yang kuat kedudukannya dan besar kekuasaannya, bukan Kepala Daerah atau paling tidak kedudukan diantara keduanya seimbang balances, sedangkan bila kekuasaan terpusat pada kepala daerah baik sebagai alat pemerintah pusat maupun alat pemerintah, maka otonomi yang diberikan bukan otonomi seluas-luasnya, malahan ada upaya penguatan dekonsentrasi. Oleh sebab itu sulit dimengerti maksud pemberian otonomi riil dan seluas-luasnya dalam undang-undang ini, apalagi adanya pertanggung jawaban DPRD kepada Kepala Daerah, akan tetapi hal seperti itulah yang dikehendaki oleh sistem ketatanegaraan pada saat itu. 619

F. Pengaturan DPRD Berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1974.