304
E. Paradigma Sistem Pemilihan Umum Berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam kehidupan ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar tertulis adalah merupakan norma yang sangat fundamental bagi negara, karena
mengatur hal-hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan, meliputi: bentuk dan susunan negara, alat-alat perlengkapan negara
serta wewenangnya, hubungan antara alat perlengkapan negara yang satu dengan alat perlengkapan negara yang lain, serta jaminan perlindungan terhadap hak asasi
manusia dan warga negara. Atas dasar hal tersebut, maka Undang-Undang Dasar pada hakikatnya
merupakan puncak konseptualisasi pemikiran, cita-cita dan tujuan bangsa-bangsa yang bersangkutan dilengkapi dengan landasan-landasan ideal, struktural dan
landasan operasional pengelolaan kehidupan bangsa itu secara garis besar broadlines
486
. UUD 1945 sebagai landasan konstitusional ketatanegaraan Indonesia “produk
pada masanya”
487
, ternyata dalam perjalanan sejarah memperlihatkan berbagai kelemahan, diantaranya adalah kekuasaan eksekutif yang sangat dominan executive
heavy tanpa diimbangi oleh “checks and balances system” yang memadai, sehingga sangat memungkinkan penyalahgunaan kekuasaan, sebagaimana dikemukakan oleh
486
M. Solly Lubis, Sistem Nasional, op.cit., hlm. 4-5.
487
Dalam hubungan ini, Sri Soemantri Martosuwignjo menyatakan “dapatkah generasi yang hidup sekarang ini mengikat generasi yang akan datang ?, dalam Sri Soemantri M, Prosedur dan
Sistem …, op.cit., hlm. 7.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
305
Lord Acton : “power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely”. Kelemahan lain dapat diperhatikan dari adanya berbagai pasal dalam Batang Tubuh
UUD 1945 yang menimbulkan penafsiran “ambivalen”, serta pengaturan hak asasi manusia dan warga negara yang sangat “sumir”
488
. Berbagai kelemahan dimaksud mempunyai implikasi terhadap penyelenggaraan
pemerintahan yang berpuncak pada bergulirnya wacana reformasi pada tahun 1998, termasuk amandemen terhadap UUD 1945, yang dalam rezim Soeharto “sedikit
banyak disakralkan”, sehingga sangat sulit dilakukan perubahan terhadapnya.
489
Realitas demikian memberi makna bahwa perubahan substansial terhadap UUD 1945 adalah merupakan “suatu keniscayaan” yang harus dilakukan dalam
rangka terwujudnya Indonesia yang demokratis. Bahkan jauh sebelumnya, sebenarnya hal ini telah disadari oleh Soekarno yang secara eksplisit dalam salah satu
pidatonya pada saat penyusunan UUD 1945, pernah mengatakan: “Undang-undang Dasar yang kita buat sekarang ini adalah Undang-undang Dasar kilat dan sementara.
Nanti kalau kita telah bernegara dalam suasana yang lebih tentram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat
undang-undang dasar yang lebih lengkap dan sempurna”. Berdasarkan hal tersebut setelah era reformasi pasca pengunduran diri
Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, tuntutan amandemen UUD 1945 terus
488
Marzuki, Reformasi Sistem Pemerintahan dan Sistem Ketatanegaraan: Antara Perubahan UUD 1945 Hasil Amandemen dan Usul Komisi Konstitusi, Makalah Disampaikan pada Seminar Sehari
“Reformasi Sistem Pemerintahan dan Sistem Ketatanegaraan: Antara UUD 1945 Hasil Amandemen dan Usul Komisi Konstitusi, Medan: Persahi, Sabtu 04 September 2004, hlm. 1-2.
489
Perhatikan antara lain Ketetapan MPR No. IVMPR1983 Tentang Referendum.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
306
berkembang, baik di kalangan masyarakat, kekuatan sosial politik, termasuk dalam Pemilihan Umum 1999 yang kemudian berkembang menjadi sikap politik fraksi-
fraksi MPR. Dalam perkembangannya kemudian MPR sebagai lembaga negara
berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945 sebelum diubah berwenang menetapkan dan mengubah Undang-Undang Dasar, dan membahas amandemen
konstitusi tersebut. Rancangan Perubahan UUD 1945 untuk pertama kalinya dipersiapkan oleh Panitia Ad Hoc III Badan Pekerja MPR untuk dibahas dan
diputuskan dalam Sidang Umum MPR tahun 1999 dalam waktu yang sangat singkat, yakni hanya satu minggu, dibandingkan dengan materi yang demikian penting serta
untuk pertama kalinya akan dilakukan selama 53 tahun negara Indonesia berdiri.
490
Namun demikian, dalam jangka waktu yang singkat tersebut, Panitia Ad Hoc III Badan Pekerja MPR telah berhasil merumuskan rancangan perubahan konstitusi.
Kemudian pada Sidang Umum MPR tahun 1999, MPR telah menghasilkan putusan berupa Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan pada tanggal
19 Oktober 1999, merupakan materi muatan yang sangat mendasar, yakni mengenai pembatasan kekuasaan presiden dan pemberdayaan lembaga perwakilan rakyat
DPR. Agenda Perubahan UUD 1945 ini kemudian dilanjutkan oleh Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR yang mempersiapkan rancangan Perubahan UUD 1945 untuk
490
Sekretariat Jenderal MPR RI, Bahan Penjelasan dalam Memasyarakatkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2002,
hlm. 28-29.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
307
dibahas dan diputuskan pada masa Sidang Tahunan MPR tahun 2000, 2001, dan 2002.
Dewasa ini amandemen terhadap UUD 1945 telah berjalan mulus sejak Perubahan Pertama, Kedua, dan Ketiga. Akan tetapi pada Agenda Perubahan
Keempat
491
terjadi pro dan kontra
492
atas perubahan UUD 1945, yang pada pokoknya disebabkan oleh 3 tiga hal :
Pertama, MPR sebagai institusi formal yang berwenang mengamandemen UUD 1945 tidak memperoleh legitimasi publik yang signifikan dan
dikhawatirkan melahirkan bias-bias politik. Kedua, perubahan yang dilakukan secara parsial ternyata tidak mampu memperbaiki kekurangan yang ada,
karena tidak didasari pada pemikiran yang sistematik dan komprehensif, bahkan cenderung menimbulkan masalah baru. Ketiga, penyerapan aspirasi
masyarakat kurang terakomodasi dalam proses amandemen.
493
Taufiqurrohman Syahuri dalam hubungan dengan pro dan kontra terhadap amandemen tersebut, mengemukakan :
Menjelang Sidang Tahunan MPR tahun 2002 yang salah satu agendanya adalah mengubah undang-undang dasar, munculnya gejala ke arah penundaan
perubahan UUD 1945, dengan isu sentral penghentian amandemen UUD 1945. Beberapa pihak yang mengusulkan agar amandemen dihentikan antara
lain: Try Soetrisno, Menteri Pertahanan, Matori Abdul Djalil, Ketua Gerakan Nurani Parlemen GNP yang juga tokoh senior Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan PDI-P, Amin Aryoso, dan Forum Kajian Ilmiah Konstitusi. Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Soetjipto, mengatakan setuju,
PDI Perjuangan tidak menghendaki amandemen UUD 1945.
494
491
Perubahan Keempat ini sudah ditetapkan oleh MPR pada tanggal 10 Agustus 2002.
492
Bahkan sampai dengan saat ini kehendak untuk merubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia masih banyak disuarakan oleh tokoh-tokoh politik, LSM, maupun kalangan
akademisi.
493
Marzuki, Reformasi Sistem Pemerintahan …, op.cit., hlm. 2.
494
Taufiqurrohman Syahuri, op.cit.,hlm. 161. Perhatikan juga Bambang Widjojanto dkk, Ed., Konstitusi Baru melalui Komisi Konstitusi Independen, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002,
hlm. 52-59.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
308
Pro dan kontra itu akhirnya mereda dengan sendirinya setelah perubahan Keempat UUD 1945 berhasil ditetapkan, serta dikeluarkannya Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat No. IMPR2002 Tentang Pembentukan Komisi Konstitusi.
495
Berdasarkan kedua pandangan tersebut di atas, tidaklah terlalu naif sekiranya timbul kegamangan di kalangan MPR. Tingkat resistensi masyarakat khususnya
kelompok elit tertentu terhadap hasil amandemen UUD 1945 oleh MPR, itupun tidak dapat dihindarkan. Namun, meskipun semula MPR tidak menghendaki, hanya dengan
membentuk Komisi Konstitusi itulah keraguan akan hasil amandemen dihindarkan. Karena itu, MPR pun mengeluarkan Tap No. IMPR2002 Tentang Pembentukan
Komisi Konstitusi. Selanjutnya MPR juga mengeluarkan Keputusan MPR Nomor IVMPR2003 Tentang Tugas, Fungsi Serta Kewenangan Komisi Konstitusi. Dengan
dibentuknya Komisi Konstitusi, secara yuridis dan politis mendapatkan pengakuan masyarakat dengan harapan bahwa hasil amandemen UUD 1945 mendapatkan
dukungan akademik yang tangguh dan aspiratif serta antisipatif bagi kemajuan zaman Indonesia ke depan.
496
Meskipun telah empat kali dilakukan perubahan terhadap UUD 1945, akan tetapi dalam rapat Panitia Ad Hoc III Badan Pekerja MPR pada masa Sidang Umum
MPR tahun 1999 sebelum menyepakati materi rancangan perubahan Undang-Undang
495
Taufiqurrahman Syahuri, Ibid., hlm. 163.
496
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Naskah Akademik Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Usulan Komisi Konstitusi, Jakarta: Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2004, hlm. 5.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
309
Dasar 1945, telah dirumuskan suatu kesepakatan dasar yang dicapai oleh fraksi-fraksi MPR berkaitan dengan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, yaitu :
1. Tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Tetap mempertahankan sistem pemerintahan presidensial.
4. Penjelasan Undang-undang dasar 1945 yang memuat hal-hal normatif
dimasukkan ke dalam pasal-pasal. 5.
Perubahan dilakukan dengan cara “adendum”
497
. Berdasarkan hal tersebut, Pancasila sebagai kesepakatan luhur yang
merupakan dasar negara yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, diyakini bahwa: “undang-undang dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya”, sehingga tiap pasal dalam UUD 1945 niscaya merupakan hasil transformasian sila-sila Pancasila yang tertuang sebagai
Pokok-pokok Pikiran dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 sekaligus merupakan embanan terselenggaranya fungsi-fungsi negara sebagai dasar negara.
Transformasian Pancasila sebagai dasar negara sebagai tataran filosofis pada fungsi- fungsi negara menyajikan nalaran relasi antara ideologi Pancasila dengan struktur
ketatanegaraan. Oleh karena itu terhadap paradigma ini layak disebut dengan predikat paradigma yuridis filosofis
498
. Berdasarkan paradigma ini, Perubahan UUD 1945 tidak dapat menyentuh
Pembukaan yang memuat Pancasila. Oleh sebab itu, empat kali Perubahan UUD 1945 menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tetap
497
Sekretariat Jenderal MPR RI, Bahan Penjelasan …, op.cit., hlm. 30-31.
498
Mochammad Isnaeni Ramdhan, Kronologi Perubahan ……, op.cit., hlm. 38-39.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
310
menggunakan paradigma yuridis filosofis Pancasila, karena nilai-nilai dalam Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan mengakomodasi prinsip dan paham
demokrasi dan kedaulatan rakyat, sekaligus merupakan kristalisasi pandangan hidup dan kesadaran sebagai bangsa dari masyarakat Indonesia. Nilai-nilai dalam dasar
negara tersebut tetap relevan dan visioner, sehingga semua komponen bangsa berkebulatan hati untuk mempertahankannya.
Berkaitan dengan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, maka apabila muncul kehendak untuk merubah Pancasila berarti mengganti dasar negara
Republik Indonesia, karena Pancasila dalam teori Hukum Tata Negara, sebagaimana dirumuskan oleh Hans Kelsen dalam Stufentheorie merupakan Grundnorm norma
dasar. Grundnorm tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dasar berlakunya, sehingga kita perlu menerimanya sebagai sesuatu yang tidak dapat diperdebatkan lagi. Ini
dibutuhkan agar tidak menggoyahkan lapis-lapis bangunan tata hukum yang pada akhirnya menggantungkan atau mendasarkan diri kepadanya. Dalam teori ilmu
ketatanegaraan yang diterima secara universal dianut suatu paham bahwa “mengubah grundnorm suatu negara berarti mengubah negara”
499
. Apabila ditelusuri lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai paradigma yuridis konstitusional, maka berhubungan dengan pemilihan umum terdapat perbedaan yang mendasar dengan
UUD 1945, karena Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur secara eksplisit tentang pemilihan umum, sedangkan UUD 1945 hanya
499
Ibid., hlm. 32. Perhatikan juga Marzuki, Kedudukan Pancasila ……, op.cit., hlm. 39-40.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
311
mengatur secara implisit keberadaan pemilu, seperti Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 2 ayat 1 UUD 1945 yang mengatur tentang MPR dan DPR serta Presiden yang dipilih
sekali dalam lima tahun. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
merupakan Perubahan UUD 1945 mengatur materi muatan pemilihan umum di dalam Bab VIIB Tentang Pemilihan Umum, Pasal 22E sebagai berikut :
1 Pemilihan umum dilaksankan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. 2
Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3 Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
4 Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Daerah adalah perseorangan. 5
Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
6 Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-
undang.
Berdasarkan pengaturan yang demikian, maka paradigma yuridis politis tentang pemilihan umum hanya diatur berdasarkan undang-undang, dan tidak lagi
melalui Ketetapan MPR Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara
500
maupun Ketetapan MPR Tentang Pemilihan Umum sebagaimana pada masa berlakunya UUD
1945 Periode Kedua. Bahkan keberadaan Ketetapan MPR dewasa ini dalam Undang-
500
Dalam konteks ini Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengubah Pasal 3 UUD 1945 : “MPR menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar
daripada haluan negara”, sehingga berbunyi : Pasal 3 ayat 1 MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar, 2 MPR melantik Presiden danatau Wakil Presiden, dan 3
MPR hanya dapat memberhentikan Presiden danatau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
312
undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak lagi merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang diatur
secara hierarki dalam Pasal 7 ayat 1 yang menyebutkan : “Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut” :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-undangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah.
Perlu dicatat di sini bahwa selama empat kali amandemen UUD 1945, reformasi pemilu selalu dijadikan tema sentral. Sebegitu jauh, ada empat hal yang
berkaitan langsung dengan pemilu yang diatur dalam amandemen, yaitu 1 pemilihan presiden secara langsung, 2 lahirnya DPD badan legislatif produk terbaru, 3
Mahkamah Konstitusi, dan 4 terbentuknya Komisi Pemilihan Umum yang permanen dan independen.
501
Untuk menjamin agar pemilu benar-benar sesuai dengan perubahan konstitusi, DPR bersama-sama Presiden telah menyetujui dan mengesahkan Undang-undang No.
31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, Undang-undang No. 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, Undang-undang No. 24 Tahun
2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Undang-undang No. 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta Undang-undang No. 23
Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Undang-undang
501
Setiawan Hawe, Ed., op.cit., hlm. 29.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
313
tersebut dikenal dengan Lima Paket undang-undang politik. Perangkat hukum yang baru ini menetapkan berbagai peraturan menyangkut pemilu dan partai politik, serta
mengatur peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat dalam pemilu. Paket Undang-undang politik telah menjadi keputusan institusional
terpenting dalam kehidupan demokrasi. Dengan demikian, pemilu perlu diselenggarakan secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya
dan dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dengan kata lain pemilu 2004, yang memilih anggota badan legislatif dan
pemimpin tertinggi dalam badan eksekutif harus mampu menjamin prinsip keterwakilan, akuntabilitas dan legitimasi.
502
. Undang-undang No. 31 Tahun 2002 pada dasarnya memuat materi yang
hampir sama dengan Undang-undang No. 2 Tahun 1999, hanya saja terdapat materi muatan baru berupa penyelesaian sengketa partai politik, pembubaran dan
penggabungan partai politik, serta lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap partai politik Pasal 16, Pasal 20 sd Pasal 21 dan Pasal 24.
Sistem pemilihan umum yang digunakan untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupatenkota adalah menggunakan sistem
proporsional dengan daftar calon terbuka.
503
Mekanismenya mensyaratkan pemilih untuk mencoblos satu tanda gambar partai politik dan nama seorang calon yang
502
Ibid., hlm. 30.
503
Pasal 6 ayat 1 Undang-undang No. 12 Tahun 2003.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
314
terdapat di bawahnya.
504
Ketentuan ini masih diikuti dengan ketentuan lain yang menyebutkan bahwa pemilih masih diperbolehkan mencoblos hanya tanda gambar
partai, tanpa harus mencoblos salah satu nama calon legislatif. Sebaliknya, jika hanya mencoblos calon legislatif tanpa mencoblos tanda gambar partai,
pencoblosan itu dinilai tidak sah. Dalam konteks Undang-undang No. 12 Tahun 2003, ditetapkan daerah
pemilihan yang merupakan district magnitude sebagaimana ketentuan Pasal 46 yang berbunyi:
1 Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
KabupatenKota, masing-masing ditetapkan Daerah Pemilihan sebagai berikut :
a. Daerah Pemilihan anggota DPR adalah Provinsi atau bagian-
bagian provinsi; b.
Daerah Pemilihan anggota DPRD Provinsi adalah Kabupaten Kota atau gabungan KabupatenKota sebagai daerah pemilihan;
c. Daerah Pemilihan anggota DPRD KabupatenKota adalah
Kecamatan atau gabungan Kecamatan sebagai Daerah Pemilihan. 2
Penetapan daerah pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD KabupatenKota ditentukan oleh KPU dengan ketentuan setiap
daerah pemilihan mendapatkan alokasi kursi antara 3 tiga sampai dengan 12 dua belas kursi.
Jumlah kursi untuk DPR ditetapkan sebanyak 550 kursi, dengan jumlah kursi anggota DPR untuk setiap provinsi ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk
dengan memperhatikan perimbangan yang wajar.
505
Sedangkan jumlah kursi untuk DPRD Provinsi adalah sekurang-kurangnya 35 tiga puluh lima kursi dan
sebanyak-banyaknya 100 seratus kursi, dan untuk DPRD Kabupaten Kota
504
Pasal 84 ayat 1 Undang-undang No. 12 Tahun 2003.
505
Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang No. 12 Tahun 2003
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
315
sekurang-kurangnya 20 dua puluh kursi dan sebanyak-banyaknya 45 empat puluh lima kursi yang didasarkan pada jumlah penduduk.
506
Seorang calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD KabupatenKota hanya dapat dicalonkan dalam satu
lembaga perwakilan pada satu daerah pemilihan. Berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 2003, penghitungan perolehan
kursi legislatif setiap partai politik terbagi kedalam dua tahap: Tahap pertama: menghitung seluruh suara sah yang diperoleh sebuah partai politik
di suatu daerah pemilihan. Total perolehan suara akan dibagi dengan BPP Bilangan Pembagi Pemilih yang diketahui dari hasil pembagian jumlah
suara yang sah dengan jatah kursi di daerah pemilihan. Partai politik yang perolehan suaranya sama dengan BPP dan kelipatannya akan langsung
memperoleh kursi. Kelebihan suara dan suara sah yang diperoleh sebuah partai politik tapi kurang dari BPP akan menjadi sisa suara. Tahap kedua,
menghitung sisa suara. Pada tahap ini sisa kursi yang tidak terdistribusikan karena sisakelebihan suaranya tidak mencapai BPP akan diberikan kepada
partai politik yang memperoleh sisa suara terbanyak. Jika jumlah kursi sisa lebih dari satu, dan tidak ada lagi sisa suara yang mencapai BPP, kursi itu
akan dibagikan kepada partai politik berdasarkan urutan sisa suara terbanyak. Setelah semua kursi di suatu daerah telah habis, sisa suara yang
lain “hangus”. Tidak ada aturan penggabungan suara dengan daerah pemilihan lain, baik dalam satu partai politik maupun gabungan partai
politik. Stembus Accord dilarang.
507
Calon DPRDPRD yang perolehan suaranya mencapai BPP, langsung ditetapkan sebagai calon terpilih. Calon yang perolehan suaranya tidak mencapai
BPP tidak memperoleh kursi. Namun calon yang perolehan suaranya tidak mencapai BPP, masih mempunyai kemungkinan untuk menjadi calon terpilih jika
suara sah yang diperoleh partainya melebihi BPP. Jika terjadi demikian nomor urut
506
Pasal 49 dan Pasal 50 Undang-undang No. 12 Tahun 2003
507
Pasal 105 dan Pasal 107 ayat 1 Undang-undang No. 12 Tahun 2003. Perhatikan Setiawan, Hawe ed., op.cit., hlm. 36
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
316
calon yang menentukan.
508
Pada titik inilah konservatisme politik dimainkan oleh partai politik besar dalam melahirkan undang-undang pemilu yang baru. Aturan ini
akan dimanfatkan oleh partai besar untuk tetap mempertahankan pilihan subyektifnya terhadap calon anggota legislatif.
509
Ignas Kleden dalam hubungan ini mengemukakan masih ada beberapa keadaan yang belum memungkinkan “sifat langsung” rekrutmen politik ini terwujud
sepenuhnya pada Pemilu 2004, dengan menyebutkan : Ketentuan UU Pemilu bahwa terpilihnya seorang calon legislatif ditetapkan
pertama-tama berdasarkan angka BPP yang sangat jarang tercapai, sementara mereka yang tidak mencapai angka BPP akan dipilih berdasarkan
nomor urut pada pencalonan dan bukannya berdasarkan banyaknya suara yang diperoleh sementara nomor urut tersebut ditentukan oleh masing-
masing partai peserta pemilu, jelas mengurangi tingkat kelangsungan pemilihan oleh rakyat.
510
Selain pemilihan anggota DPR dan DPRD, pemilu legislatif juga dimaksudkan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah DPD sebagai
lembaga baru hasil Perubahan UUD 1945. Dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2003, sistem pemilihan anggota DPD menggunakan sistem distrik berwakil
banyak
511
dan suara tunggal yang tidak dapat dialihkan single non transferable
508
Pasal 107 ayat 2 Undang-undang No. 12 Tahun 2003.
509
Setiawan, Hawe Ed., loc.cit.
510
Ignas Kleden, “Pemilu 2004 Seberapa Langsung Pemilihan Langsung”, dalam Syamsudin Haris Ed., Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai, Proses Nominasi dan Seleksi Calon
Legislatif Pemilu 2004, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005, hlm. xi-xii.
511
Pasal 6 ayat 2 Undang-undang No. 12 Tahun 2003.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
317
vote. Daerah pemilihan untuk anggota DPD adalah provinsi. Jumlah anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan empat orang.
512
Dalam proses pemungutan suara pemilih hanya boleh mencoblos satu calon anggota DPD yang terdapat pada kertas suara. Calon anggota DPD terpilih
didasarkan pada perolehan suara terbanyak di provinsi yang bersangkutan. Jika di urutan keempat ada dua calon yang jumlah perolehan suaranya sama, maka calon
dengan penyebaran perolehan suara yang lebih merata di seluruh kabupatenkota di provinsi tersebut yang ditetapkan sebagai calon terpilih.
513
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diperhatikan perbandingan penyelenggaraan pemilu 1999 dan 2004 sebagaimana tabel berikut ini:
514
512
Pasal 51 dan Pasal 52 Undang-undang No. 12 Tahun 2003.
513
Pasal 84 ayat 2 dan Pasal 109 Undang-undang No. 12 Tahun 2003.
514
Setiawan Hawe Ed., op.cit., hlm. 30-31.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
318
Tabel 3.9. Perbandingan Penyelenggaraan Pemilu 1999 dan 2004
Pemilu 1999 Pemilu 2004
Memilih anggota DPRMPR, DPRD tingkat I, dan DPRD tingkat II
TUJUAN PEMILU Memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD
KabupatenKota, dan DPD Memilih Presiden dan wakil Presiden
Pemilihannya terpisah dari pemilihan legislatif UUD 1945
LANDASAN KONSTITUSI
UUD 1945 Amandemen ke-1-4 UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
UU No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik 1.
UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum
2. UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai
Politik 3.
UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPRDPR, DPRD I, dan
DPRD II DASAR HUKUM
UU No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
Komisi Pemilihan Umum KPU yang dibentuk dengan Keppres No. 77M1999.
Keanggotaannya terdiri dari lima wakil pemerintahan dan 48 wakil parpol peserta
pemilu yang ditunjuk oleh masing-masing partai PENYELENGGARA
Komisi Pemilihan Umum KPU yang dibentuk dengan Keppres No. 702001 Keanggotaan terdiri
dari 11 orang non pemerintahan dan non-partai politik kebanyakan akademis. Perekrutan
anggota melewati fit and proper test oleh DPR Partai Politik untuk DPR, DPRD Provinsi, dan
DPRD kota Perseorangan untuk DPD
Ada 48 partai politik yang dinyatakan berhak ikut pemilu, Parpol peserta pemilu ini
merupakan hasil saringan dari 141 parpol yang terdaftar di Departemen Kehakiman
PESERTA PEMILU Pasangan Calon yang diusulkan Partai Politik
untuk pemilihan Presiden Ada tujuh tahap yang ditetapkan : 1 pendaftaran
pemilih dan pendaftaran penduduk berkelanjutan P4B yang dimulai sejak 1 April 2003, 2
pemetaan daerah pemilihan dan pemetaan jumlah kursi DPR dan DPRD, 3 pencalonan anggota
Dewan Perwakilan Daerah DPD, 4 pendaftaran, verifikasi dan penetapan partai
politik peserta pemilu, 5 pengumuman daftar calon anggota legislatif, 6 kampanye partai
politik, 7 pengumuman suara pada 5 April 2004 Ada tujuh tahap yang ditetapkan : 1
pendaftaran dan penelitian partai politik peserta pemilu serta penentuan nomor urutnya, 2
pendaftaran pemilih, 3 Pencalonan anggota DPRDPRD IDPRD II, 4 kampanye pemilu,
5 pemungutan dan penghitungan suara di tempat pemungutan suara TPS, 6 penetapan
anggota DPRDPRD IDPRD II hasil pemilu, dan 7 pengucapan sumpahjanji anggota
TAHAPAN PEMILU
Untuk pemilihan presiden : 1 Pendaftaran pemilih mengikuti pemilihan
legislatif, 2 pencalonan, 3 kampanye pengumuman, 4 kampanye, 5 pemungutan
suara terdiri dari putaran pertama dan putaran kedua.
Pendaftaran dilakukan Panitia Pendaftaran Pantarlih dan dibantu petugas Pantarlih
biasanya melibatkan ketua RT MEKANISME
PENDAFTARAN PEMILIH
Pendataran dilakukan petugas yang dikoordinasikan oleh KPU bekerja sama dengan
Badan Pusat Statistik BPS, Departemen Dalam Negeri, dan pemerintah daerah dalam paket
Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan P4B. Pelaksanaan pengambilan
data dilakukan oleh tenaga pencatat yang direkrut BPS.
Secara formal KPU menetapkan masa pendaftaran sebulan, dari tanggal 5 April hingga
7 Mei 1999. dalam kenyataan masih ada daerah yang belum menerima formulir pendaftaran
meskipun waktu pendaftaran telah habis. KPU memutuskan untuk perpanjang waktu
pendaftaran di Timtim, Aceh, Maluku dan Irian Jaya
WAKTU PENDAFTARAN
PEMILIH Secara formal KPU menetapkan masa pendaftar
pemilih dari 1 April hingga 30 April 2003
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
319
Pada penyelenggaraan Pemilu tanggal 5 April 2004, partai politik peserta pemilu sebanyak 24 partai, dengan pemilih terdaftar berjumlah 148.000.369 jiwa,
yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 124.420.339 84 jiwa. Suara yang sah sebesar 113.462.414 91,19 dan suara tidak sah sebesar 10.957.924 8,81.
Jumlah pemilih yang hanya memilih tanda gambar partai politik saja ada sebanyak 54.188.481 47,734 dan yang memilih tanda gambar dan nama calon sebanyak
59.310.274 52,266. Terdapat 23.580.030 16 pemilih terdaftar yang tidak menggunakan hak pilihnya.
515
Dalam Pemilu 2004 untuk memilih anggota DPR, parta Golkar muncul sebagai pemenang dengan perolehan suara 24.480.757 suara 21,57
dengan 127 kursi, menyusul PDIP, 21.026.629 suara 18,53 dengan 109 kursi, PPP, 9.248.764 suara 8,15 dengan 58 kursi, PKB, 11.989.564
suara 10,56 dengan 52 kursi, Partai Demokrat, 8.455.225 suara 7,45 dengan 56 kursi, PAN, 7.303.324 suara 6,44 dengan 53 kursi, PKS
8.325.020 suara 7,34 dengan 45 kursi. Selain itu terdapat beberapa partai yang memperoleh kursi, masing-masing: PBR 14 kursi, PDS 13
kursi, PBB 11 kursi, PPDK 4 kursi, Partai Pelopor 3 kursi, PKPB 2 kursi, dan beberapa partai yang masing-masing memperoleh 1 satu kursi,
yaitu Partai Marhaenisme, PKPI, PPDI, PPNUI. Disamping itu terdapat beberapa partai yang tidak memperoleh kursi : PBSD, Partai Merdeka, PPIB,
PNBK, Partai Patriot Pancasila, PSI, dan PPD.
516
Berdasarkan data tersebut ternyata dominasi partai lebih dominan untuk menentukan anggota yang akan duduk di DPR, dengan banyaknya pemilih yang
hanya memilih tanda gambar, apalagi dihubungkan dengan persyaratan setiap calon harus memenuhi Bilangan Pembagi Pemilih yang sangat sulit untuk dicapai.
Sementara itu, untuk anggota DPD, pada saat Pemilu 2004 terdiri atas 32 Provinsi
515
Lembaga Informasi Nasional, Hasil Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2004, Jakarta: Lembaga Informasi Nasional, 2004, hlm. vi.
516
Ibid., hlm. 1-3.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
320
yang masing-masing berjumlah 4 orang, sehingga keseluruhan anggota DPD terpilih berjumlah 128 orang. Untuk Provinsi Sumatera Utara terpilih : Drs. H.
Abd. Halim Harahap, Ir. Nurdin Tampubolon, Raja Inal Siregar, Drs. H. Yopie Sangkot Batubara
517
. Berhubung Drs. H. Abdul Halim Harahap dan Raja Inal Siregar meninggal dunia, kemudian diganti oleh nomor urut di bawahnya, yaitu Drs.
Parlindungan Purba dan Lundu Panjaitan, SH. Memperhatikan keseluruhan kajian sistem pemilihan umum berdasarkan
pendekatan paradigmatik melalui priodisasi UUD atau konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, maka konstruksi hukum pemilihan umum dapat digambarkan
sebagai berikut :
517
Ibid., hlm. 97-102.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
321
Tabel 3.10.Konstruksi Hukum Sistem Pemilihan Umum Paradigmatik
Paradigma Yuridis Politis
Paradigma Pemilu
Periode UUDKonstitusi
Paradigma Yuridis
Filosofis Paradigma Yuridis
Konstitusional
Landasan Yuridis Sistem Pemilu
Keterangan
UUD 1945 Priode I
Pancasila Pasal 1 ayat 2 dan
Pasal 2 ayat 1 UUD 1945
1. Maklumat Wapres No. X
tgl 16-10-1945 2.
Maklumat Wapres tgl 03- 11-1945
3. UU No. 271948 jo UU
No. 121949 Pemilu Bertingkat
Tidak ada Pemilu
Konstitusi RIS 1949
Pancasila Pasal 34 dan Pasal III
Konstitusi RIS 1949 - -
Tidak ada Pemilu
UUD 1950 Pancasila
Pasal 35, Pasal 57 dan Pasal 135 UUDS 1950
UU No. 71953 Proporsional
- Stelsel Daftar
- Stelsel Perorangan
29-9-1955; DPR
15-12-1955; Konstituante
UUD 1945 Priode II
Pancasila Pasal 1 ayat 2 dan
Pasal 2 ayat 1 UUD 1945
Orde Lama 1959 sd 1966 - Manifesto Politik
Orde Baru 1966 sd 1998 Pemilu 1971 :
1. TAP MPRS No. XIMPRS
1966 jo TAP MPRS No. XLIIMPRS1966
2. UU No. 151969 jo UU
No. 161969 Pemilu 1977 :
1. TAP MPR No.
IVMPR1973 2.
UU No. 41975 jo UU No. 31975 jo
UU No. 51975 Pemilu 1982 :
1. TAP MPR No. IVMPR
1978 jo TAP MPR No. VIIMPR 1978
2. UU No. 21980 jo
UU No. 31975 jo UU No. 51975
Pemilu 1987 : 1.
TAP MPR No. IIMPR 1983 jo TAP MPR No.
IIIMPR1983 2.
UU No. 11985 jo UU No. 21985 jo
UU No. 31985 Pemilu 1992 dan 1997 :
1. TAP MPR No. IIMPR
1988 jo TAP MPR No. IIIMPR1988
2. UU No. 11985 jo
UU No. 21985 jo UU No. 31985
Orde Reformasi : 1.
TAP MPR No. XIVMPR1998
2. UU No. 31999 jo
UU No. 21999 jo UU No. 41999
- Proporsional
Stelsel Daftar Proporsional
Stelsel Daftar Proporsional
Stelsel Daftar Proporsional
Stelsel Daftar Proporsional
Stelsel Daftar Proporsional
Stelsel Daftar Tidak ada
Pemilu 5 Juli 1971
2 Mei 1977 4 Mei 1982
23 April 1987 9 Juni 1992
29 Mei 1997 7 Juni 1999
UUD tahun 1945
Pancasila Pasal 22 E UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
UU No. 122003 jo UU No. 312002 jo
UU No. 222003 Proporsional
- Stelsel Daftar Terbuka; DPR dan DPRD
- Distrik berwakil banyak; DPD
5 April 2004
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
BAB IV PERKEMBANGAN GARIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEBAGAI BADAN LEGISLATIF DAERAH DALAM
KETATANEGARAAN INDONESIA
Semenjak lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1945, prinsip penyelenggaraan otonomi daerah telah menjiwai ketatanegaraan Indonesia
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 UUD 1945 beserta hasil perubahannya berdasarkan Pasal 18 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyebutkan : 1
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
2 Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
3 Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4 Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. 5
Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat.
6 Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. 7
Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan ketentuan tersebut, menunjukkan adanya perhatian yang sangat besar dari para founding fathers terhadap bentuk dan susunan pemerintahan daerah
322
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
323
sebagaimana yang tertuang dalam amanat konstitusi, termasuk lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD sebagai perwakilan rakyat tingkat daerah
dipandang sangat penting dalam mewujudkan pembangunan daerah yang dilaksanakan secara demokratis atas dasar permusyawaratan. Dengan perkataan lain,
keberadaan lembaga DPRD merupakan wujud untuk menegakkan dan membina kehidupan demokrasi di Negara Republik Indonesia yang didasarkan pada Pancasila
dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang secara tegas menganut prinsip demokrasi yang diberi nama “kedaulatan rakyat” atau “kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” atau “kedaulatan berada di tangan rakyat”.
518
Berdasarkan amanat konstitusi tersebut, berarti keberadaan DPRD merupakan wujud negara demokrasi yang mengharuskan adanya sistem perwakilan serta
pemilihan umum dengan suara terbanyak, sehingga bermakna adanya keikutsertaan rakyat dalam pengambilan keputusan di dalam suatu daerah atau wilayah masing-
masing. Oleh sebab itu, UUD Negara Republik Indonesia 1945 sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 ayat 3 menghendaki adanya DPRD yang didasarkan
pada pemilihan umum. Konstelasi di atas menunjukkan bahwa DPRD adalah merupakan bagian yang
integral dalam sistem demokrasi Pancasila, yang pada hakekatnya merupakan perwujudan keikutsertaan masyarakat Daerah melalui lembaga legislatif Daerah
518
Hal ini dapat diperhatikan dari rumusan Pancasila Sila ke 4 dan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 Alinea IV serta Pasal 1 ayat 2
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
324
dalam turut mengatur jalannya penyelenggaraan pemerintahan di Daerah, baik dengan cara ikut merumuskan berbagai kebijaksanaan maupun melalui fungsi
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan Daerah.
519
Menyadari hal demikian, tidak mengherankan jika undang-undang yang pertama lahir setelah Proklamasi adalah Undang-undang No. 1 Tahun 1945 yang
memuat ketentuan tentang susunan DPRD, yang pada waktu itu merupakan peningkatan fungsi dari Komite Nasional Daerah KND yang telah terbentuk
sebelumnya,
520
antara lain menegaskan bahwa kedudukan dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah BPRD adalah menjalankan pekerjaan mengatur rumah
tangga daerahnya bersama-sama dengan Kepala Daerah dalam rangka otonomi daerah.
Otonomi daerah sendiri dimaknai dengan pemberian kebebasan dan kemandirian verijheid dan zelfstandigheid untuk mengatur dan mengurus rumah
tangga sendiri atas sebagian urusan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Kebebasan dan kemandirian dalam otonomi yang didasarkan
pada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukanlah kemerdekaan independency, akan tetapi kebebasan dan kemandirian dalam ikatan kesatuan yang
lebih besar. Otonomi sekedar sub sistem dari sistem kesatuan yang lebih besar.
519
Marzuki, Pengaturan Hak Penyelidikan Sebagai Upaya Meningkatkan Fungsi DPRD dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Bandung: Thesis, PPS-UNPAD, 1997, hlm. 61.
520
Menteri Dalam Negeri, Implementasi Demokrasi Pancasila di Dalam Melaksanakan Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Jakarta: Direktorat Jenderal Sosial Politik Departemen
Dalam Negeri, 1992, hlm. 5-6.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
325
Dilihat dari segi Hukum Tata Negara khususnya teori bentuk negara otonomi adalah sub sistem dari negara kesatuan unitary state, eenheidsstaat. Otonomi adalah
fenomena negara kesatuan. Segala pengertian begrip dan isi materie otonomi adalah pengertian dan isi negara kesatuan. Negara Kesatuan merupakan landasan
batas pengertian dan isi otonomi.
521
M. Solly Lubis berkenaan dengan penyelenggaran otonomi daerah pada saat membahas draft perubahan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 bersama dengan
kalangan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri mengemukakan antara lain :
1. Prinsip otonomi daerah lebih diarahkan kepada terwujudnya pemerintahan
yang demokratis, terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik, mempertinggi tingkat kesejahteraan rakyat dan kemandirian
perkembangan pembangunan daerah serta terwujudnya keserasian antara Pemerintah Pusat dan Daerah
2. Hal-hal yang mendasar dalam undang-undang ini adalah memberdayakan
masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif, dan meningkatkan peran dan fungsi lembaga
perwakilan rakyat daerah.
522
Dengan demikian, otonomi daerah bukanlah semata-mata bernuansa technical administration atau practical administration saja, akan tetapi juga harus dilihat
sebagai process of political. Ini berarti otonomi daerah sangat erat kaitannya dengan demokrasi di tingkat lokal local democracy yang arahnya kepada pemberdayaan
empowering atau kemandirian daerah.
521
Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945 Perumusan dan Undang-undang Pelaksanaannya, Karawang: UNSIKA, 1993, hlm. 2.
522
M. Solly Lubis, Otonomi Daerah, Seminar Pengkajian Daerah Pengembangan Aspirasi Daerah Sumatera Utara, Medan: Universitas Sumatera Utara Bekerjasama Dengan Dewan Pertahanan
Keamanan Nasional, 13 Maret 1999, hlm. 6-7.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
326
Penyelenggaraan otonomi berkaitan sekali dengan sifat mampu able, capable dari daerah untuk mengatur sendiri masalah-masalah, tentunya didasari pada
dukungan Pemerintah Pusat dan daerah lain. Dalam kaitan ini, pelaksanaan otonomi daerah menurut M. Solly Lubis dapat dilihat dari beberapa sudut tinjauan:
523
Pertama, segi politik. Dilihat dari segi politik, desentralisasi bertujuan menghindarkan penumpukan atau konsentrasi kekuasaan di satu pihak saja yang pada
akhirnya dapat menimbulkan tirani atau diktatur. Oleh karena itu, penerapan desentralisasi dipandang sebagai usaha pendemokrasian democratiseering untuk
mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan dan sebagai training untuk mempergunakan hak-hak demokrasi.
Kedua, segi teknis-administratif. Dalam hal ini yang diharapkan daya guna dan hasil guna pemerintahan. Bertalian dengan alasan-alasan teknik dan segi
doelmatigheid keserasian dengan tujuan; efisiensi merupakan tinjauan administatif. Yang dimaksud dengan administrasi disini, ialah segenap proses penyelenggaraan
yang teratur dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian maka desentralisasi merupakan keharusan yang
terdapat pada semua organisasi. Dalam kerangka pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, administrasi yang dimaksud ialah administrasi pemerintahan,
sebagai proses penyelenggaraan kekuasaan secara tertib melalui aparat pemerintah pusat dan daerah untuk mencapai tujuan nasional
523
M. Solly Lubis, Perkembangan Garis Politik dan Perundang-undangan Pemerintahan Daerah, Bandung: Alumni, 1983, hlm. 87-104.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
327
Ketiga, segi kultural, yaitu adanya perhatian terhadap keberadaan dan aspirasi masyarakat sesuai dengan kekhususan dan spesifikasi daerah masing-masing, seperti
faktor alam, anthropologi budaya, penduduk, aktivitas ekonomi, watak kebudayaan daerah, latar belakang sejarah dan sebagainya.
Keempat, segi pembangunan ekonomi. Pemberian otonomi secara langsung memperhatikan, melancarkan dan memeratakan pembangunan. Khusus pada negara
kita yang berpegang pada konsepsi wawasan nusantara sebagai asas dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, tingkat perkembangan otonomi itu diatur sedemikain
sehingga menunjukkan keserasian dan keseimbangan di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh daerah-daerah dalam pengembangan
kehidupan ekonominya. Berdasarkan realitas tersebut, penyelenggaraan otonomi dalam rangka
mengatur dan mengurus dirinya sendiri, membawa konsekuensi dibentuk DPRD, yang merupakan refleksi pendemokrasian sebagai wujud keikutsertaan rakyat dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah, sekaligus merupakan suatu rangkaian kegiatan politik untuk menampung keinginan dan aspirasi masyarakat, yang pada
gilirannya ikut berpartisipasi di dalam proses perumusan dan kebijakan pemerintahan.
524
524
Marzuki, Susunan, Kedudukan dan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sebagai Lembaga Perwakilan Rakyat, Makalah disampaikan pada “Orientasi Pembekalan DPRD Gayo Lues,
Medan: Sekretariat DPRD Gayo Lues, 15 sd 20 September 2003, hlm. 2.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
328
John Stuart Mill mengemukakan 2 dua argumen pentingnya lembaga perwakilan rakyat pada tingkat daerah Consideration on Representative
Government, yaitu : “First, that local political institutions would be an essential element in a
system of democratic government, because they widen the opportunity to participate and provide the capacity to educate the citizen in the practice of
politics government. Second, that substantial scope for local administration made practical sense because local interest, knowledge and capacity to
oversee made the prospect of achieving efficient and effective service provision much more likely: ”In the details of management, therefore, the
local bodies will generally have the advantage” Pertama, institusi politik lokal merupakan unsur penting dalam suatu sistem pemerintahan demokrasi,
karena mereka memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dan mengadakan pendidikan kepada warga negara dalam praktek politik pemerintahan. Kedua,
lingkup substansi pemerintah lokal memberi pengertian praktek, karena kepentingan lokal, pengetahuan dan kemampuan untuk melihat prospek
pemerintahan yang efektif dan efisien jauh lebih mungkin dalam rangka keberhasilan pelayanan: Dalam seluk beluk manajemen, oleh karena itu,
merupakan keuntungan pemerintah lokal secara umum.
525
Melalui badan perwakilan, warga negara di daerah diberikan alat yang lebih langsung untuk mempengaruhi proses pembangunan dan pelayanan dibanding kalau
ia harus secara langsung berhadapan dengan birokrasi ke pusat. Sama halnya, melalui penggunaan badan perwakilan daerah, pemerintah pusat mempunyai suatu media
untuk mengamankan keinginan dan dukungan masyarakat daerah.
526
Dalam hubungannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah ini, H. M. Laica Marzuki mengemukakan :
525
Desmond King dan Gerry Stoker, Eds., Rethinking Local Democracy, London: Macmillan Press Ltd, 1996, hlm. 5.
526
S.H. Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002, hlm. 32.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
329
Pemerintahan daerah yang bersih pertama-tama harus dipahami dalam makna rechtmatige bestuur atau rechtmatigeheid van bestuur. Rechtmatigeheid atau
sifat kesesuaian hukum sutau lembaga pemerintahan daerah harus beranjak dari peraturan perundang-undangan algemene verbindende voorschriften
yang mengatur tatanan institusi pemerintahan itu, sehingga terwujud bangunan pemerintahan daerah in het werkelijkheid.
527
Oleh karena itu, dalam perkembangannya, kedudukan dan fungsi DPRD mengalami berbagai pergeseran sesuai dengan perubahan dan perkembangan
peraturan perundang-undangan pemerintahan daerah. Pergeseran dan perubahan ini merupakan gambaran proses perkembangan dan pertumbuhan sistem ketatanegaraan
Indonesia dalam rangka merwujudkan cita-cita pembentukan pemerintahan daerah yang otonom guna pelaksanaan desentralisasi dan tugas pembantuan.
A. Pengaturan DPRD Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1945.