534
B. Pelaksanaan Fungsi DPRD sebagai Implementasi Keterwakilan Politik
Masyarakat di Provinsi Sumatera Utara
Salah satu aspek konstitusional penyelenggaraan negara dan pemerintahan di Indonesia adalah berkaitan dengan penyelenggaraan otonomi sebagai sub sistem
negara kesatuan. Otonomi sendiri dimaknai dengan pemberian kebebasan dan kemandirian vrijheid dan zelfstandigheid untuk mengatur dan mengurus rumah
tangga sendiri atas sebagian urusan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, penyelenggaraan otonomi dalam rangka mengatur dan mengurus dirinya sendiri membawa konsekuensi dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah DPRD yang merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai wujud pendemokrasian dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan Pemerintah
Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah, yang secara yuridis konstitusional diatur dalam Pasal 18 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sejalan dengan sistem demokrasi perwakilan, maka secara kelembagaan perlu ada badan perwakilan rakyat daerah yang dibentuk berdasarkan mekanisme
demokratik melalui lembaga pemilihan umum. Dalam hubungan ini, maka berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum anggota
DPR, DPD, dan DPRD, disebutkan jumlah anggota DPRD Provinsi sebanyak 35 sd 100 kursi, sedangkan DPRD Kabupaten dan Kota berjumlah 20 sd 45 kursi yang
disesuaikan dengan jumlah penduduk tia-tiap daerah Pasal 49 dan Pasal 50. Di dalam ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang No. 3 Tahun 1999 Tentang
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
535
Pemilu jo. Pasal 18 ayat 3 Undang-undang No. 4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD, disebutkan jumlah anggota DPRD I adalah antara
45 sd 100 orang, sedangkan DPRD II antara 20 sd 45 orang, termasuk 10 anggota ABRI yang diangkat Pasal 5 dan Pasal 6, sehingga dengan demikian anggota DPRD
tersebut tidak hanya yang berasal dari pemilihan umum. Sementara itu, dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,
DPD, dan DPRD, disebutkan bahwa keanggotaan DPRD terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan pemilihan umum Pasal 52
dan Pasal 68.
738
DPRD dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai wahana untuk melaksanakan demokrasi yang setara dan menjadi mitra Pemerintah Daerah.
739
Memperhatikan kedudukan tersebut, maka keberadaan DPRD merupakan suatu keniscayaan, karena
lembaga ini diperlukan untuk merumuskan dan menyusun berbagai kebijakan publik public policy maupun legislasi yang diperlukan oleh warga masyarakat melalui
perwakilannya sebagai wujud kedaulatan rakyat.
738
Bandingkan dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD disebutkan bahwa susunan anggota DPRD terdiri atas anggota partai politik
hasil pemilu dan anggota ABRI yang diangkat Pasal 18 dan Pasal 25
739
Kedudukan ini dapat dilihat pada Pasal 16 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah Jo. Pasal 76 Undang-undang No. 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD jo. Pasal 40 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
536
Berdasarkan hal yang demikian, maka DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat mempunyai dua macam peranan: Pertama, menentukan policy kebijakan
dan membuat peraturan daerah legislasi. Kedua, melakukan kontrol pengawasan terhadap badan eksekutif daerah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan yang telah
ditetapkan.
740
Dalam hubungan ini dapat diperhatikan sejak era reformasi, terdapat penataan kembali tatanan hubungan pusat dan daerah dalam rangka otonomi, yang ditandai
dengan lahirnya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004, dengan memberi otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab. penguatan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian diganti
dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004, yang merupakan upaya menata kembali tatanan otonomi daerah dengan memberikan otonomi luas, nyata dan bertanggung
jawab, sehingga berimplikasi terhadap penguatan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat, terutama dalam menangkap aspirasi yang berkembang dalam masyarakat
daerah, dan kemudian menurunkannya ke dalam berbagai bentuk kebijakan publik di daerah bersama-sama dengan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Dalam hubungan ini, maka dalam Pasal 22 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai
kewajiban :
740
Pasal 41 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 menyebutkan DPRD memiliki tiga fungsi: legislasi, anggaran , dan pengawasan.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
537
a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b.
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; c.
mengembangkan kehidupan demokrasi; d.
mewujudkan keadilan dan pemerataan; e.
meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; f.
menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; g.
menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak h.
mengembangkan sistem jaminan sosial; i.
menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j.
mengembangkan sumber daya produktif di daerah; k.
melestarikan lingkungan hidup l.
mengelola administrasi kependudukan; m.
melestarikan nilai sosial budaya; n.
membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan
o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Oleh sebab itu undang-undang ini merupakan kebijakan desentralisasi “local democracy model” yang mengedepankan nilai-nilai demokrasi dan lokalitas. Lebih
dari itu, model ini juga memberikan apresiasi atau penghargaan yang tinggi kepada keanekeragaman lokal dan perbedaan sistem. Dengan demikian, masyarakat lokal
memiliki kapasitas dan legitimasi untuk membuat pilihan-pilihan lokal dan mengembangkan aspirasi-aspirasi lokal. Pola kebijakan ini adalah merupakan revisi
atas model “the structural efficiency model” yang dijalankan dengan “center oriented” dalam mengontrol pemerintahan daerah guna menjamin efisiensi dan
mengamankan kemajuan ekonomi, pendesakan kepada “uniformity dan conformity” dan sifat monopolistik dengan mengabaikan aspirasi, nilai-nilai dan keragaman
daerah
741
, yang diterapkan berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1974.
741
Indra J. Piliang, dkk, op.cit., hlm. 22-23.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
538
Leemans dalam hubungan dengan perspektif “structural efficiency model” ini mengemukakan adanya beberapa kecenderungan yang antara lain: mengorbankan
demokrasi dengan cara membatasi peran dan partisipasi lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai lembaga penentu kebijakan dan kontrol, keengganan pusat untuk
menyerahkan wewenang dan discretion yang lebih besar kepada daerah otonom, dan kecenderungan untuk mengedepankan dekonsentrasi daripada desentralisasi.
742
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1974, DPRD bukanlah berkedudukan sebagai “badan legislatif”, tetapi bersama dengan kepala daerah merupakan
pemerintah daerah local government. Pada akhirnya, orientasi lembaga perwakilan rakyat daerah hanya mengedepankan kepentingan pusat daripada konsituennya,
sehingga tidak mengherankan jika muncul penilaian DPRD tidak lebih sebagai lembaga “stempel” yang melestarikan kebijakan pemerintah pusat.
Dalam kebijakan desentralisasi “local democracy model”, institusi lembaga perwakilan rakyat daerah atau DPRD memiliki fungsi dan peranan yang sangat
penting, tidak menjadi “tukang stempel” dari kebijakan pemerintah
743
, tetapi sebagai institusi yang mewadahi dan memperjuangkan aspirasi masyarakat daerah. Oleh
karena itu, DPRD diharapkan dapat lebih leluasa mengaktualisasikan kehendak rakyat yang diwakilinya, dan lebih dapat mengoptimalkan fungsi pengawasan yang
melekat pada DPRD sebagai wakil rakyat.
742
Ibid.
743
Kasyful Anwar, Pandangan Empirik Mengenai Hubungan Legislatif-Eksekutif di Daerah Propinsi Kalimantan Timur, dalam Sadu Wasistiono dan Ondo Riyani Ed., op.cit., hlm. 55.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
539
Realitas di atas dapat diperhatikan dari adanya berbagai tugas dan wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada DPRD, sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 18 ayat 1 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 jo. Pasal 34 ayat 2 Undang- undang No. 4 Tahun 1999 meliputi :
a. memilih GubernurWakil Gubernur, BupatiWakil Bupati, dan
WalikotaWakil Walikota; b.
memilih anggota MPR dari Utusan Daerah; c.
mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian GubernurWakil Gubernur, BupatiWakil Bupati, atau WalikotaWakil Walikota;
d. bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota membentuk Peraturan
Daerah e.
bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
f. melaksanakan pengawasan terhadap:
1 pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lain;
2 pelaksanaan keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota;
3 pelaksanaan Aanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
4 kebijakan Pemerintah Daerah; dan
5 pelaksanaan kerja sama internasional di daerah;
g. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah terhadap
rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan Daerah; dan
h. menampung dan menindaklanjuti aspirasi Daerah.
Demikian juga dalam konteks Undang-undang No. 32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah saat ini, secara eksplisit disebutkan tugas dan
wewenang DPRD, dalam Pasal 42 sebagai berikut:
744
1 DPRD mempunyai tugas dan wewenang :
a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat
persetujuan bersama; b.
membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah;
744
Perhatikan juga Pasal 62 dan Pasal 78 Undang-undang No. 22 Tahun 2003.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
540
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan
perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program
pembangunan daerah dan kerja sama internasional di daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerahwakil
kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur
bagi DPRD KabupatenKota;
e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan
wakil kepala daerah; f.
memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional
yang dilakukan oleh pemerintah daerah; h.
meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah; k.
memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
2 Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat 1, DPRD
melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan berbagai tugas dan wewenang DPRD tersebut akan menjadi ukuran untuk melihat keberadaan lembaga ini dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Oleh karena itu, untuk dapat mengaplikasikan berbagai tugas dan wewenang dimaksud sesuai dengan fungsi yang melekat pada DPRD, maka DPRD pada
hakekatnya mempunyai bermacam-macam hak, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 ayat 1 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 jo. Pasal 34 ayat 3 Undang-undang
No. 4 Tahun 1999, meliputi : a.
meminta pertanggungjawaban Gubernur, Bupati, dan Walikota; b.
meminta keterangan kepada Pemerintah Daerah; c.
mengadakan penyelidikan;
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
541
d. mengadakan perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah;
e. mengajukan pernyataan pendapat;
f. mengajukan Rancangan Peraturan daerah;
g. menentukan Anggaran Belanja DPRD; dan
h. menetapkan Peraturan Tata Tertib DPRD.
Sedangkan dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004, secara eksplisit disebutkan hak DPRD meliputi: interpelasi, angket dan hak menyatakan pendapat.
Disamping itu juga diatur hak-hak anggota DPRD meliputi: mengajukan rancangan Perda, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan
dipilih, membela diri, imunitas, protokoler, keuangan dan administratif.
745
Namun demikian, dalam rangka akuntabilitas DPRD dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Anggota DPRD mempunyai kewajiban
746
: a.
mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menaati segala peraturan perundang-undangan;
b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah; c.
mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
e. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat; f.
mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
g. memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku
anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya;
h. menaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, Sumpahjanji anggota DPRD
i. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang
terkait.
745
Hal ini diatur dalam Pasal 43 dan Pasal 44 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 jo. Pasal 63, Pasal 64, Pasal 77 dan Pasal 78 Undang-undang No. 22 Tahun 2003.
746
Perhatikan Pasal 45 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 jo. Pasal 65 dan Pasal 81 Undang-undang No. 22 Tahun 2003. Bandingkan juga dengan Pasal 22 Undang-undng No. 22 Tahun
1999.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
542
Berdasarkan hak-hak yang melekat pada DPRD, baik sebagai lembaga maupun sebagai anggota DPRD tersebut kiranya menunjukkan bahwa hak-hak
dimaksud sebenarnya cukup luas untuk memungkinkan DPRD menjalankan fungsinya sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah, sehingga mampu melahirkan
inputs dan outputs yang diperlukan bagi kepentingan masyarakat. Dalam konteks ini, maka implementasi pelaksanaan tugas dan wewenang
DPRD-DPRD pada Provinsi Sumatera Utara dapat diperhatikan dalam penggunaan berbagai hak-hak konstitusional yang melekat pada DPRD hasil Pemilu 1999 maupun
hasil Pemilu 2004, sebagaimana sampel penelitian ini. Dalam hubungan ini, apabila diamati lebih lanjut keberadaan anggota DPRD pada Provinsi Sumatera Utara dari
segi tingkat pendidikan, maka tampak adanya peningkatan yang signifikan, sebagaimana tabel berikut ini:
Tabel 5.19. Jumlah Anggota DPRD-DPRD Pada Provinsi Sumatera Utara Hasil Pemilu 1999 Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Provinsi,
KabupatenKota
SLTP SLTA D2D3 S1 S2
S3 Jlh
1. Sumut
2 20
4 53
5 1
85 2.
Langkat -
32 2
11 -
- 45
3. Deli
Serdang -
26 4
13 2
- 45
4. Mandailing
Natal 2 28
1 3
1 -
35 5.
Medan 3
17 2
22 1
- 45
6. Tebing
Tinggi 5
10 5
5 -
- 25
Sumber : Sekretariat DPRD, Sampel Penelitian, 2007.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
543
Tabel 5.20. Jumlah Anggota DPRD-DPRD Pada Provinsi Sumatera Utara Hasil Pemilu 2004 Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Provinsi,
KabupatenKota
SLTA D2D3 S1 S2
S3 Jlh
1. Sumut
18 5
53 9
- 85
2. Langkat
27 2
16 -
- 45
3. Deli
Serdang 22
4 16
2 1
45 4.
Mandailing Natal 20
2 11
2 -
35 5.
Medan 10
5 26
4 -
45 6.
Tebing Tinggi
17 1
7 -
- 25
Sumber : Sekretariat DPRD, Sampel Penelitian, 2007. Memperhatikan keberadaan DPRD tersebut, maka keterwakilan politik
masyarakat political representativeness pada DPRD selain dilihat dari segi formil, juga yang sangat esensial adalah keterwakilan politik dari segi materil dalam arti
tertampungnya aspirasi konstituen dan tersalurnya aspirasi menjadi butir-butir kebijakan. Dalam hubungan ini, maka parameter keterwakilan politik masyarakat
pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara dapat diukur dari berbagai pelaksanaan fungsi konstitusionalnya. Salah satu fungsi yang utama untuk
dilaksanakan oleh DPRD, khususnya pada Provinsi Sumatera Utara adalah fungsi legislasi, karena melalui legislasi inilah berbagai kebijakan daerah dituangkan untuk
mewujudkan tujuan pemberian otonomi, yaitu membuat kebijakaan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat
yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
747
747
Tujuan Pemberian Otonomi ini dapat diperhatikan dalam Penjelasan Umum angka 1 huruf b Undang-undang No. 32 Tahun 2004
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
544
Berkenaan dengan perumusan peraturan daerah sebagai produk atau output dari proses politik atau hasil pertimbangan dan perumusan kebijakan publik product
of political decision making; formulationof public policy, dan juga merupakan politik hukum legal policy, yakni garis atau dasar kebijakan untuk menentukan peraturan
daerah yang seharusnya berlaku, M. Solly Lubis mengemukakan:
748
Di negara-negara demokrasi, masukan inputs yang menjadi pertimbangan untuk penentuan hukum itu, bersumber dari dan merupakan aspirasi
masyarakatnyarakyat, meliputi berbagai kepentingan hidup mereka. Aspirasi disalurkan melalui wakil-wakil yang benar-benar jeli dan responsif terhadap
tuntutan hati nurani masyarakat yang diwakilinya, diproses dalam forum legislatif, kemudian muncul sebagai outputs dalam bentuk-bentuk peraturan
hukum yang akan berlaku dan diterapkan kepada semua pihak yang terkait.
Oleh sebab itu, dalam mekanisme yang demikian, dituntut beberapa macam kemampuan di pihak wakil rakyat, antara lain:
1. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan masyarakat yang diwakilinya
untuk memahami dan menyerap hasrat, aspirasi dan tuntutan-tuntutan mereka, dengan sikap yang benar-benar representatif dan terbuka.
2. Keterbukaan, diperlukan karena aspirasi masyarakat itu kadang-kadang
muncul dalam bentuk usulan, tapi juga dalam bentuk kritik, baik terhadap pemerintah sebagai pengemban kepentingan masyarakat dan
sebagai penegak hukum, dan mungkin juga terhadap aturan hukum yang sedang berlaku yang mereka nilai tidak mencerminkan kepentingan dan
aspirasi mereka.
3. Kemampuan untuk vokal menyampaikan butir-butir usul mengenai
kepentingan masyarakat yang diwakilinya itu di forum perwakilan rakyatlegislatif, dengan sikap representatif, sistematis, radikal.
4. Kemampuan untuk membuat rumusan atau artikulasi atas aspirasi-
aspirasi yang disepakati untuk dituangkan dalam bentukaturan hukum. Misalnya undang-undang, peraturan daerah.
5. Kemampuan dalam arti penguasaan pengetahuan dasar teoritis dan
pengalaman praktis mengenai telaahan strategi telstra, perencanaan
748
M. Solly Lubis, Politik dan Hukum di Era Reformasi, Bandung: CV Mandar Maju, 2000, hlm. 23.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
545
strategi renstra, monitoring strategis monstra, politik strategis polstra, perkiraan strategis kirstra, pengendalian dan penangkalan.
749
Dalam konteks ini, dari berbagai data yang diperoleh pada DPRD-DPRD yang dijadikan sampel penelitian, maka dilihat dari berbagai materi muatan
Peraturan Daerah yang dilahirkan, maka dapat diklasifikasikan ke dalam 3 tiga materi muatan. Pertama, materi muatan yang berkaitan dengan susunan organisasi
dan tata kerja perangkat-perangkat daerah serta yang mengatur tentang berbagai kelembagaan pemerintahan daerah, dikelompokkan ke dalam Peraturan Daerah
bersifat kelembagaan. Kedua, materi muatan yang berhubungan dengan pajak dan retribusi daerah, atau dikelompokkan ke dalam Peraturan Daerah yang bersifat
pungutan. Ketiga, materi muatan yang terkait langsung dengan pembangunan kehidupan kemasyarakatan, yang dikelompokkan ke dalam Peraturan Daerah yang
bersifat pemberdayaan empowering. Berdasarkan klasifikasi atau pengelompokan Peraturan Daerah tersebut,
maka dapat diperhatikan pelaksanaan fungsi legislasi yang dilakukan oleh DPRD- DPRD pada Provinsi Sumatera Utara yang dijadikan sampel penelitian, baik pada
periode 1999-2004 maupun DPRD periode 2004-2009 sampai dengan Desember 2006. Provinsi Sumatera Utara, misalnya dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
749
Ibid., hlm. 23-24.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
546
Tabel 5.21. Produk Peraturan Daerah pada DPRD-DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 1999-2004 dan Periode 2004-2009
Produk Peraturan Daerah pada DPRD periode 1999-2004
Produk Peraturan Daerah pada DPRD periode 2004-2009 sampai Desember
2006 No.
Provinsi, KabupatenKota
Kelembagaan Pungutan Pemberdayaan Kelembagaan Pungutan Pemberdayaan
1. Provinsi Sumut
10 13 18 4 6 10
2. Kabupaten
Langkat
11 38 12 5 10 12
3. Kabupaten Deli
Serdang
7 22 17 10 27 24
4. Kabupaten
Madina
61 42 18 24 32 9
5. Kota Medan
18 30 17 3 - 7
6. Kota Tebing
Tinggi
6 40 19 16 4 7
Jumlah
113 185 101 62 79 69
Sumber : Sekretariat DPRD, Sampel Penelitian, diolah, 2007 Berdasarkan data tersebut, untuk DPRD Provinsi Sumatera Utara, dari 41
Peraturan Daerah yang dihasilkan, terdapat 18 Peraturan Daerah yang terkait dengan pemberdayaan. Dalam hubungan ini sudah termasuk Perda tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah serta perubahannya, Propeda, Renstra dan Rencana Tata Ruang Provinsi Sumatera Utara. Dalam konteks ini, Perda tentang APBD
terdapat 3 buah Perda setiap tahun, dan untuk tahun 2000 Perda yang dihasilkan hanya 3 buah Perda: Perda No. 1 Tahun 2000 Tentang Perubahan APBD Provinsi
Sumatera Utara Tahun Anggaran 1999-2000, Perda No. 2 Tahun 2000 Tentang Penetapan APBD Provinsi sumatera Utara Tahun 2000, dan Perda No. 3 Tahun 2000
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
547
Tentang Sisa Perhitungan APBD Tahun Anggaran 1999-2000.
750
Sedangkan untuk periode 2004-2009 sampai dengan Desember 2006 terdapat 20 Perda, 4 Perda terkait
kelembagaan, 6 Perda berkenaan dengan pungutan, sedangkan pemberdayaan sebanyak 10 Perda, dan sudah termasuk 7 Perda tentang APBD dan Perubahannya, dan terdapat 3
tiga Perda, yaitu Perda No. 5 Tahun 2004 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak, Perda No. 6 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Perdagangan Traficking Perempuan dan Anak dan Perda No. 7 Tahun 2004 Tentang Pengembangan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah. Selain itu, untuk
tahun 2007 telah disetujui 8 delapan buah Perda yang dapat diklasifikasikan 1 satu buah Perda kelembagaan, 6 enam buah Perda pungutan, dan 1 satu buah Perda
bersifat pemberdayaan, yaitu Tentang Pengawasan Pengadaan dan Peredaran Garam di Provinsi Sumatera Utara. Dengan demikian, praktis Perda yang dihasilkan masih lebih
dominan bersifat pungutan dan kelembagaan. Dalam hubungannya dengan fungsi legislasi ini, FITRA Forum Indonesia untuk
Transparansi AnggaranIndonesia Forum for Budget Transparancy dalam evaluasi kinerja DPRD Propinsi Sumatera Utara Tahun 2005 menyebutkan :
Menurut catatan di FITRA, tahun ini belum ada produk Perda yang lahir yang punya keberpihakan kepada masyarakat. Dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yakni tahun 2004 masih lumayan ada beberapa Perda yang lahir dan punya keberpihakan pada masalah yang dihadapi masyarakat, misalnya Perda
750
Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Utara, Memori Pelaksanaan Tugas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Masa Bhakti 1999-2004, Medan: Sekretariat
DPRD Provinsi Sumatera Utara, Agustus 2004, hlm. 372-376.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
548
No. 6 Tahun 2004 soal trafficking yang selama ini menjadi persolan anak dan perempuan dan sebagainya.
751
Sedangkan untuk Kabupaten Langkat dari 61 Perda yang dihasilkan terdapat 12 dua belas Perda yang dikelompokkan dalam pemberdayaan, termasuk APBD dan
Perubahannya, Perda tentang Tata Ruang, Propeda 2001-2005 dan Renstra 2001-2005 Kabupaten Langkat. Dalam hubungan ini, dapat diperhatikan kecenderungan Perda yang
dihasilkan adalah bersifat pungutan, sebanyak 38 tiga puluh delapan Perda ditambah dengan kelembagaan sebanyak 11 sebelas Perda. Sedangkan untuk periode 2004-2009
sampai dengan Desember 2006, terdapat 27 Perda dengan klasifikasi 5 lima Perda kelembagaan, 10 sepuluh Perda pungutan dan 12 dua belas Perda bersifat
pemberdayaan. Dengan demikian tidak terdapat Perda yang signifikan terkait dengan pemberdayaan masyarakat, melainkan juga didominasi oleh Perda jenis pungutan dan
kelembagaan. Untuk Kabupaten Deli Serdang berdasarkan data yang diperoleh, untuk
periode 1999-2004, terdapat 46 Perda yang diterbitkan, dengan kategori 7 tujuh Perda tentang kelembagaan, 22 dua puluh dua Perda tentang pungutan, dan 17
tujuh belas Perda pemberdayaan. Perda terkait pemberdayaan ini juga sudah termasuk APBD dan Perubahannya serta terkait dengan tata ruang. Sedangkan untuk
periode 2004-2009, sampai dengan Desember 2006, terdapat 61 Perda, dengan kategori 10 sepuluh Perda kelembagaan, 27 dua puluh tujuh Perda tentang
751
Elfenda Ananda, Sekretaris Eksekutif FITRA Sumut, Catatan Kinerja DPRD SUMUT Tahun 2005, Medan: FITRA Sumut, Desember 2005, hlm. 1.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
549
pungutan dan 24 dua puluh empat Perda tentang pemberdayaan. Dalam konteks ini juga mengindikasikan bahwa Perda yang dihasilkan itu masih terkait dengan
pungutan dan kelembagaan, akan tetapi untuk Deli Serdang terdapat beberapa Perda yang menyentuh langsung pemberdayaan masyarakat, yaitu Perda Tentang
Pembinaan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, Perda Tentang Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir Perkuatan Modal KSPUSP Koperasi yang Bersumber dari APBD
Deli Serdang, dan Perda tentang Alokasi Dana Desa. Disamping itu, Kabupaten Mandailing Natal, yang merupakan pemekaran dari
Kabupaten Tapanuli Selatan, pada priode 1999-2004 telah melahirkan produk Perda sebanyak 122 buah Perda, dengan perincian 61 Perda tentang kelembagaan, 43 Perda
tentang pungutan dan 18 Perda tentang pemberdayaan. Keadaan ini tidak terlepas dari penataan Mandailing Natal sebagai Kabupaten Baru, sehingga banyak menghasilkan
produk Perda tentang kelembagaan. Sama halnya dengan Kabupaten Deli Serdang, Perda yang dilahirkan di Kabupaten Mandailing Natal terdapat beberapa Perda yang
bernuansa pemberdayaan masyarakat sesuai dengan homogenitas masyarakatnya, yaitu Perda No. 8 Tahun 2000 Tentang Pemberdayaan, Pelestarian dan
Pengembangan Adat Istiadat dan Lembaga Adat, Perda No. 5 Tahun 2003 Tentang Pandai Baca Huruf Al-Qur’an Bagi Murid Sekolah Dasar, Siswa Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama dan Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, serta Calon Pengantin, Perda No. 6 Tahun 2003 Tentang Berpakaian Muslim dan Muslimah, serta Perda No.
7 Tahun 2003 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Masyarakat. Untuk periode 2004-2009 sampai dengan Desember 2006, terdapat 65 buah Perda, yang
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
550
dapat diklasifikasikan 24 Perda terkait kelembagaan, 32 Perda bersifat pungutan dan 9 Perda pemberdayaan. Bahkan untuk Tahun 2007 telah ditetapkan 37 Perda
meliputi 22 Perda kelembagaan, 7 Perda bersifat pungutan dan 8 Perda tentang pemberdayaan. Realitas ini menunjukkan di Kabupaten Mandailing Natal juga belum
ada keseimbangan pembentukan Perda pemberdayaan dengan Perda yang berkaitan dengan kelembagaan dan pungutan.
Berdasarkan amatan data sebagaimana tersebut pada tabel 5.21, untuk Kota Medan, selama periode 1999-2004 terdapat 55 Perda, yang dapat diklasifikasikan ke
dalam 18 Perda kelembagaan, 30 Perda bersifat pungutan dan 17 Perda berkaitan dengan pemberdayaan. Dalam hubungan ini hanya 2 Perda yang secara khusus terkait
langsung dengan masyarakat, yaitu Perda No. 6 Tahun 2003 Tentang Larangan Gelandangan dan Pengemis Serta Praktek Tuna Susila di Kota Medan dan Perda No.
1 Tahun 2004 Tentang Kewajiban Menyediakan Fasilitas Pengamanan Pada Objek Vital dan Fasilitas Publik di Kota Medan. Bahkan untuk periode 2004-2009 sampai
dengan Desember 2006 hanya terdapat 10 Sepuluh Perda yang dihasilkan, termasuk Perda tentang APBD Kota Medan dan Perubahannya, serta Perda Tentang
Kedudukan dan Protokoler Keuangan dan Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Medan serta Perda tentang Satuan Polisi Pamong Praja dan Perda Tentang Bantuan
Keuangan Partai Politik. Disamping itu, data yang diperoleh untuk Kota Tebing Tinggi terdapat 65
Perda, dalam hal ini 6 Perda berkaitan dengan kelembagaan, 40 Perda bersifat pungutan, dan 19 Perda bersifat pemberdayaan, diantaranya Perda tentang APBD dan
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
551
Perubahannya, Perda tentang Tata Ruang, Perda tentang Propeda dan Renstra Tebing Tinggi 2001-2005. Sementra itu untuk Periode 2004-2009 sampai dengan Desember
2006 terdapat 27 Perda, terdiri atas 16 Perda Tentang Kelembagaan, 4 Perda yang bersifat pungutan, dan 7 Perda bersifat pemberdayaan.
Dalam hubungan dengan pembentukan Perda tersebut, hampir semua Perda yang lahir adalah merupakan prakarsa Kepala Daerah. Hanya terdapat beberapa Perda
yang merupakan inisiatif DPRD, yaitu Perda Tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD, baik untuk Provinsi Sumatera Utara
maupun untuk Kabupaten dan Kota yang dijadikan sampel penelitian. Akan tetapi terdapat beberapa Perda yang berasal dari inisiatif DPRD, diantaranya Kabupaten
Deli Serdang terdapat Perda tentang Alokasi Dana Desa dan terdapat 3 buah Perda yang sedang dikaji ulang oleh DPRD Deli Serdang yaitu Perda Tentang Pajak Luas
dan KemewahanPenghiasan Kuburan, Perda Tentang Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol dan Perda Tentang Pajak Hiburan di Kabupaten Deli Serdang,
disebabkan adanya berbagai aspirasi masyarakat yang masuk ke DPRD Deli Serdang.
752
Di Kabupaten Mandailing Natal terdapat Perda tentang Pemanfaatan dan Retribusi Hasil Hutan, Kayu Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal. Di samping
itu, Anggota DPRD Kota Medan pernah mengajukan inisiatif untuk revisi Perda
752
Keputusan DPRD Kabupaten Deli Serdang No. 21KDPRDTahun 2006 tertanggal 29 Nopember 2006 Tentang Panitia Khusus Pembahasan 3 Tiga Buah Perda Tentang Pajak Luas dan
KemewahanPenghiasan Kuburan, Perda Tentang Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol dan Perda Tentang Pajak Hiburan di Kabupaten Deli Serdang.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
552
No. 21 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, akan tetapi sampai dengan saat ini tidak ditindaklanjuti oleh eksekutif untuk pembahasan selanjutnya.
Berdasarkan keseluruhan Perda tersebut, menunjukkan bahwa Perda yang dihasilkan oleh DPRD-DPRD pada Provinsi Sumatera Utara masih lebih banyak
terkait dengan kelembagaan dan pungutan, meskipun hal dimaksud tentunya juga merupakan bagian dari pemberdayaan Daerah, akan tetapi dilihat dari aspek
keterwakilan politik masyarakat sebagai refleksi hasil Pemilu belum memenuhi berbagai kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang diwakilinya.
Dalam hubungan ini, menurut M. Solly Lubis telah terjadi kerunyaman transisional, yang ditandai antara lain dengan timbulnya kecenderungan
KabupatenKota untuk mengeruk sebanyak mungkin sumber PAD, seakan-akan kepentingan kesejahteraan masyarakat dinomorduakan, dan belum tentu terjamin
bahwa pungutan-pungutan itu akan membalik feed back sebagai biaya penanggulangan kepentingan kesejahteraan rakyat public service. Bahkan
akhir-akhir ini, berkembang pula kecenderungan pihak legislatif untuk meningkatkan Anggaran Belanja, bukan untuk sebanyak mungkin di
kembalikan kepada masyarakat lewat pembangunan public service, tetapi untuk meningkatkan honorarium sebagai anggota legislatif daerah melalui biaya rutin.
753
753
M. Solly Lubis, Masalah-masalah Hukum dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Makalah Disampaikan Pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII dengan Tema “Penegakan Hukum dalam Era
Pembangunan Berkelanjutan, Denpasar: BPHN-Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 14-18 Juli 2003, hlm. 9.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
553
Berdasarkan konstelasi yang demikian, Perda Tentang APBD selain merupakan pelaksanaan fungsi DPRD di bidang legislasi juga implementasi dari fungsi anggaran,
yang dikelompokkan sebagai bagian dari Perda pemberdayaan, karena menyangkut kebijakan ekonomi, politik, pendidikan, sosial budaya dan sebagainya di daerah,
ternyata juga belum sepenuhnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bahkan dalam evaluasi FITRA Forum Indonesia untuk Transparansi
AnggaranIndonesian Forum for Budget Transparancy terhadap APBD Kota Medan Tahun 2004, menyebutkan:
Penyusunan APBD Kota Medan tahun 2004 ini merupakan produk ke V masa periode 1999-2004 DPRD Kota Medan. Dari kelima penyusunan APBD
tersebut nampak bahwa tidak ada prestasi gemilang yang dicapai kecuali menuai badai kritikan masyarakat dengan berbagai macam kasus, yakni mulai
dari tahun 2000 dimana ada kasus mobil mewah sampai dengan tahun 2004 mereka juga diberikan anggaran Purna Bakti dengan total keseluruhan Rp. 4,5
milyar. Padahal kalau dilihat ke belakang bagaimana proses penyusunan APBD tahun 2004 juga sangat singkat. Proses penyusunan yang disampaikan oleh
DPRD melalui rapat-rapat komisi bahwa ada 9 sembilan kali melakukan rapat-rapat anggaran mulai dari penyampaian nota keuangan tanggal 15
Desember 2003 sampai dengan disahkannya pada tanggal 30 Desember 2003. Jadi bisa disimpulkan bahwa uang rakyat yang dikelola dalam APBD senilai
Rp. 1,150 triliun hanya diputuskan dalam waktu singkat 2 minggu dan diputuskan oleh 45 orang wakil rakyat.
754
Oleh karena itu, rakyat yang mengantarkan para wakilnya duduk di lembaga legislatif melalui Pemilu 1999 yang disebut-sebut paling demokratis di Indonesia,
dikecewakan oleh begitu banyak perilaku wakil rakyat yang menyimpang dari janji- janji mereka sebelum terpilih. Sebagai sebuah kebijakan strategis tahunan dalam
754
Elfenda Ananda, Sekretaris Eksekutif FITRA Sumut, Kredibilitas DPRD Kian Ambruk, Posisi Rakyat Semakin Terpuruk, Medan: FITRA Sumut, 30 Desember 2003, hlm. 1.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
554
menentukan arah pembangunan daerah ini, sesuai dengan aturan yang ada, masyarakat seharusnya dilibatkan, baik dalam proses penyusunan, pengesahan, implementasi,
kontrol, dan evaluasi. Namun dalam prakteknya, pihak DPRD serta eksekutif masih mendominasi dengan mengabaikan hak masyarakat untuk tujuan bagaimana agar
APBD mengakomodasi kepentingan DPRD dan eksekutif. Bukti bahwa APBD lebih mengakomodasi kepentingan DPRD dilihat dengan anggaran purna bakti senilai 4,5
milyar dan belanja aparatur yang masih di mark up seperti pembelian note book dispenda senilai Rp. 50 juta, serta pemeliharaan komputer senilai 2,9 milyar, sehingga
fraksi-fraksi di DPRD juga telah mengabaikan kepentingan publik secara luas dalam upaya membuat anggaran tersebut transparan, partisipatif dan akuntabel.
755
Realitas di atas juga dibenarkan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan yang menolak APBD 2005, karena APBD tersebut tidak memihak kepada
rakyat, dengan menyebutkan:
756
Secara garis besar, belanja APBD terdiri atas belanja aparatur dan belanja publik. Belanja aparatur adalah penggunaan anggaran bagi aparatur
pemerintah seperti membayar gaji, kegiatan dalam rangka tugas, pembelian barang untuk keperluan tugas aparatur pemerintah dan lain-lain. Sedangkan
belanja publik adalah penggunaan anggaran yang diperuntukkan untuk kepentingan publikmasyarakat atau kegiatan yang terkait dengan publik
seperti penmbangunan jalan, jembatan, parit, sekolah dan lain-lain. Berdasarkan data yang diperoleh dari APBD 2005 Kota Medan, sebahagian
besar belanja diperuntukkan untuk belanja aparatur, yaitu sebesar Rp. 701.486.922.640 + 63,7 sedangkan belanja publik hanya sebesar Rp.
393.025.615.460 + 36,7.
755
Ibid., hlm. 1-4.
756
Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan, Kenapa Fraksi PKS DPRD Medan Menolak APBD 2005 ?, Medan: Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan, 2005, hlm. 1.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
555
Realitas yang demikian juga disebutkan oleh 70 mantan anggota dan anggota DPRD Periode 2004-2009, baik Provinsi Sumatera Utara maupun KabupatenKota
yang menjadi responden penelitian, sebanyak 47 responden 67,1 menyatakan struktur anggaran APBD masih lebih banyak dimaksudkan untuk belanja aparatur,
sedangkan 7 responden 10 menyebutkan struktur anggaran APBD adalah lebih dominan untuk pemberdayaan masyarakat, sedangkan 13 responden 18,6
berpendapat struktur anggaran APBD dimaksudkan untuk keseimbangan antara belanja aparatur dan pemberdayaan masyarakat belanja publik, sementara itu
terdapat 3 responden 4,3 tidak memberikan jawaban. Namun demikian, patut menjadi perhatian adanya perubahan paradigma
anggota DPRD dalam menyahuti aspirasi masyarakat, sebagaimana dalam penyusunan APBD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006 mengalami perombakan
mendasar yang dinilai substansial setelah melalui pembahasan cukup alot antara legislatif dan eksekutif selama hampir 49 hari kerja, dengan indikator basis yang
cukup terukur, yakni parameter belanja publik meningkat tajam dan persentase belanja aparatur turun.
757
Secara umum Sekdaprovsu menguraikan perombakan substansial pada APBD 2006 Sumut yang telah disetujui oleh dewan dan saat ini sedang diajukan
kepada pihak Mendagri untuk dievaluasi sebelum ditetapkan dalam lembaran daerah terutama tergambar pada sektor rekapitulasi belanja aparatur dan
belanja publik yang semakin terukur kepada keberpihakan anggaran terhadap kepentingan publik. Dari total APBD APBD Rp. 2,276 triliun, sebesar 71,78
persen atau Rp. 1,634 triliun ditujukan untuk belanja publik, sehingga keberpihakan anggaran terhadap publik semakin terukur dan signifikan
757
Belanja Publik Meningkat Tajam Jadi Rp. 1,63 Trilyun, Persentase Belanja Aparatur Turun, Medan: Harian Analisa, Jum’at 17 Februari 2006, hlm. 30.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
556
mengingat anggaran publik secara umum memang dialokasikan untuk kepentingan-kepentingan yang ada hubungannya dengan kebutuhan
masyarakat, sedangkan anggaran belanja aparatur hanya 28,22 persen atau sekita Rp. 642,43 milyar.
758
Lebih lanjut, apabila diamati APBD Kota Medan Tahun Anggaran 2005, menunjukkan belum adanya keberpihakan yang signifikan untuk mengalokasikan
anggaran bagi kepentingan masyarakat publik. Keadaan ini dapat diamati dari Rencana Anggaran Satuan Unit Kerja RASK Kota Medan berdasarkan indikator
belanja publik pada beberapa unit kerja dari total anggaran sebesar Rp. 1.135,936.662.100,- sebagai berikut :
Tabel 5.22 Belanja Publik Pada Lima Satuan Unit Kerja Kota Medan Tahun Anggaran 2005
No Unit Kerja Belanja Publik
Rp Belanja Aparatur
Rp Total
Persentase 1.
Kantor Koperasi 525.000.000 705.688.309
1.230.688.309 0,1
2. Dinas Kesehatan
5.075.000.000 35.375.772.376 40.450.772.376
1,2 3.
Dinas Pendidikan 18.147.805.000 274.902.736.104
293.050.541.104 4,6
4. Dinas Pekerjaan Umum
38.539.581.750 4.571.800.179 43.111.381.929
9,8 5.
Dinas Pertamanan 114. 096.853.954 8.404.970.065
122.501.824.019 29
Sumber: Fraksi PKS DPRD Kota Medan, 2005
. Keadaan ini menunjukkan kepentingan konstituen di lapangan belum terealisir
secara konkrit, karena posisi anggaran yang sebenarnya tidak mengakar pada masyarakat, seperti pertamanan lebih besar dari anggaran yang langsung menyentuh
kebijakan dan kepentingan publik, diantaranya pendidikan dan kesehatan.
758
Ibid.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
557
Bahkan realitas yang demikian dapat diperbandingkan besarnya peruntukan belanja publik pada APBD Kota Medan selama 5 tahun Tahun Anggaran 2001-2005
pada 5 lima Dinas sebagai berikut:
Tabel 5.23. Perbandingan Belanja Publik 5 Dinas Selama 5 Tahun Terakhir
APBD THN
Dinas PU Dinas
Kesehatan Dinas Koperasi
Dinas Pendidikan
Total Anggaran
4 Dinas Dinas
Pertamanan 2001
9.289.726.000 231.840.000 18.520.000
4.604.991.000 14.145.077.000 6.376.521.000
2002 26.938.727.000
2.718.875.000 20.368.000
4.475.038.000 34.153.008.000
11.288.715.000 2003
60.401.222.000 6.804.468.000
105.492.000 3.013.366.000
70.324.548.000 96.782.872.300
2004 37.005.058.500 4.012.000.000 2.137.712.600 14.182.719.000 57.337.490.100 119.835.362.039 2005
38.539.581.750 5.075.000.000
525.000.000 18.147.805.000
62.287.386.750 114.096.853.954
Sumber Data: Fraksi PKS DPRD Kota Medan, 2005.
Indikator tersebut menunjukkan dalam perspektif pembangunan daerah, keterwakilan kepentingan masyarakat belum terealisasi secara baik dalam
memperjuangkan peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat sebagai salah satu tujuan pemberian otonomi
759
, dan juga merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh DPRD berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004, terutama dalam sektor pendidikan dan kesehatan yang sangat urgen bagi masyarakat.
Akibatnya pembangunan yang dilaksanakan belum sepenuhnya berorientasi kepada kepentingan masyarakat, khususnya dalam pemberdayaan dan menumbuhkan
prakarsa dan kreativitas rakyat. padahal sumber anggaran tersebut pada pokoknya lebih banyak berasal dari masyarakat.
759
Hal ini antara lain dapat diperhatikan pada Pasal 22, Pasal 45 dan Penjelasan Umum Undang-undang No. 32 Tahun 2004.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
558
Demikian juga pada Provinsi Sumatera Utara, berdasarkan pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD Provinsi Sumatera Utara, pelaksanaan anggaran sering
terjadi belum sesuai dengan sasaran, terutama yang berkaitan dengan pelayanan publik. Pada Tahun Anggaran 2005 untuk Provinsi Sumatera Utara, dalam
pelaksanaan proyek pembangunan di sektor pendidikan masih sangat memperihatinkan, baik dalam pembangunan sarana dan prasarana maupun
peningkatan mutu sekolah, bahkan cenderung mengalami kemunduran.
760
Di bidang pembangunan jalan dan jembatan juga tidak sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat, hampir di setiap daerah kabupaten dan kota
kondisi jalan banyak yang rusak maupun rusak berat, dan terdapat beberapa ruas jalan yang sampai saat ini belum dapat diperbaiki, sehingga sangat menyulitkan
sarana transportasi di Provinsi Sumatera Utara yang tentunya berdampak kepada masyarakat, bahkan tidak jarang terdapat perbedaan antara rencana dan realisasi
pembangunan jalan dan jembatan, termasuk kualitas pengaspalan.
761
Di bidang pelayanan kesehatan juga belum dapat dilakukan secara maksimal, baik karena sarana dan prasarana yang belum lengkap maupun
kurangnya tenaga medis. Demikian juga sektor pengairan pada Tahun Anggaran 2005 juga mengalami hambatan, seperti Proyek Irigasi Batanggadis yang bernilai
Rp. 100 miliar di wilayah Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal sama sekali
760
Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Utara, Nota Jawaban Gubernur Sumatera Utara Terhadap Pemandangan Umum Anggota Dewan Atas Nama Fraksi-fraksi DPRD Provinsi Sumatera
Utara Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2005, Medan: Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Utara, 2006, hlm. 15, 42, dan 74.
761
Ibid., hlm. 70, 110 dan 159.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
559
tidak berfungsi, sehingga ribuan penduduk daerah itu berharap, Tim DPRD Sumut segera mendesak pemerintah untuk kembali menganggarkan dana perbaikannya.
762
Untuk kondisi Provinsi Sumatera Utara dan Aceh, berkenaan dengan listrik penerangan masih menghadapi kendala, sehingga telah sampai meresahkan
masyarakat, akibat seringnya pemadaman dan belum tuntasnya perbaikan, padahal telah berulangkali menjadi sorotan DPRD baik Provinsi maupun Kabupaten dan
Kota, akan tetapi belum ada realisasinya.
763
Berdasarkan realitas yang demikian, dalam pembangunan di Provinsi Sumatera Utara, dalam pelaksanaannya ternyata masih lemah koordinasi antara
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan Pemerintah KabupatenKota baik dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek, sehingga adakalanya manfaat program proyek
kurang sinkron dengan daerah setempat dibandingkan dengan yang lebih urgen, bahkan tidak tepat sasaran.
759
Konteks yang demikian, berarti keterwakilan kepentingan rakyat secara materil belum sepenuhnya terealisir, sehingga tidak mengherankan apabila muncul
apatisme masyarakat terhadap pemilu secara umum maupun lembaga perwakilan rakyat secara khusus. Dalam hubungan dengan keterwakilan politik ini, M. Solly
Lubis mengemukakan sebagai berikut:
762
“Proyek Irigasi Batang Gadis Mubazir”, Medan: Harian Waspada, Jum’at, 29 Juli 2005, hlm. 20. Perhatikan juga Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Utara, Laporan Kunjungan Kerja Tim
IV DPRD Provinsi Sumatera Utara ke Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padangsidempuan, Kabupaten Mandailing Natal, Kota Sibolga serta Kabupaten Nias dan Nias Selatan, Medan:
Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Utara, 8 Agustus 2005, hlm. 37-39.
763
Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Utara, Nota Jawaban …, op.cit., hlm. 70
764
Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Utara, Laporan Kunjungan …, op.cit., hlm. 37.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
560
Adalah selalu menjadi tuntutan politis masyarakat class action apakah harapan semula masyarakat yang memilih itu konstituen telah benar-benar
terealisir secara konkrit di lapangan, misalnya: pelayanan pendidikan, kesehatan, rasa aman dan nyaman, irigasi, jalan raya, pupuk dan bibit yang
bukan palsu, entas kemiskinan dan pengangguran, dan sebagainya, sebagai buah upaya politis para wakil rakyat itu. Maka adalah sangat kontradiktif
kalau wakil rakyat itu asyik memikirkan laptop, dan dana asuransi, kenaikan honorarium yang terasa masih kurang-kurang saja atau menyusupkan biaya
kunjungan lapangan ke dalam mata anggaran biaya yang istilahnya “pengawasan” pembangunan dan sebagainya, ketimbang memikirkan nasib
rakyat yang memilihnya.
765
Selain fungsi legislasi dan anggaran, fungsi yang sangat penting dalam konteks lembaga perwakilan rakyat adalah fungsi di bidang pengawasan. Dalam
prakteknya, baik DPRD periode 1999-2004 maupun DPRD periode 2004-2009, berdasarkan hasil penelitian belum pernah menggunakan hak-hak konstitusional yang
melekat pada DPRD sebagai lembaga yang mempunyai implikasi terhadap pengawasan kinerja pemerintah, yaitu hak interpelasi, hak angket maupun hak
menyatakan pendapat, padahal untuk Provinsi Sumatera Utara masih banyak tuntutan dan aspirasi masyarakat yang harus ditindaklanjuti oleh DPRD, seperti pertanahan,
ketenagakerjaan, kesejahteraan rakyat, kerusakan hutan, illegal logging, aset daerah dan sebagainya.
Dalam hubungan ini, di DPRD Provinsi Sumatera Utara, beberapa anggota DPRD yang terdiri dari beberapa fraksi pernah mengajukan hak interpelasi, yang
menyangkut interpelasi Gubernur Sumatera Utara, akan tetapi sampai dengan saat ini
765
M. Solly Lubis, Membudayakan Sikap …, op.cit., hlm. 8.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
561
belum merupakan Hak Dewan, sehingga belum ditindaklanjuti
766
, sedangkan yang terkait langsung dengan masalah-masalah kemasyarakatan yang dipandang krusial
tidak pernah fungsi ini digunakan. Bahkan hal ini juga dikemukakan oleh anggota DPRD Propinsi Sumatera Utara, sebagaimana dikemukakan Rahmat P. Hasibuan
misalnya dari Partai Demokrat menyebutkan masalah yang diinterpelasi tidak terlalu penting, karena masih banyak persoalan rakyat di daerah ini lebih mendesak untuk
diatasi eksekutif dan legislatif secara bersama-sama, seperti keterpurukan petani jeruk di Tanah Karo, ratusan pengusaha konfeksi gulung tikar, banyaknya pulau-pulau di
Nias dan Nias Selatan yang belum terjamah pembangunan, bahkan juga masalah kemiskinan. Meski demikian Fraksi Demokrat menganggap usulan hak interpelasi
dalam tahap pembelajaran, karena anggota DPRD Sumut baru pertama kali menggunakan hak interpelasi.
767
Demikian juga untuk DPRD Kota Medan pernah beberapa anggota DPRD Kota Medan menandatangani usulan pengajuan hak interpelasi terkait dengan
pemindahan dan pengalihan 4 empat sekolah Dasar Negeri kepada pihak ketiga, yaitu SDN 060950, SDN 060898, dan SDN 060788, pada bulan April 2005.
Sedangkan 1 satu SDN lainnya, yaitu SDN 060850 di Jalan Mayor Brayan,
766
Wakil Ketua DPRD Sumut: Interpelasi Gubsu Jalan Terus, Anggota Panmus Harus Tahu Tugas dan Fungsinya, Medan: Harian Analisa, Kamis, 31 Agustus 2006, hlm. 4.
767
Fraksi Partai Demokrat DPRD Sumut: Lebih Penting Atasi Penderitaan Rakyat, Ketimbang Ajukan Hak Interpelasi, Medan: Harian Analisa, Selasa 29 Agustus 2006, hlm. 6.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
562
Kecamatan Medan Barat, telah dikosongkan tanpa sepengetahuan DPRD Medan
768
, akan tetapi usulan ini sampai dengan saat ini belum menjadi hak DPRD Kota Medan.
Berdasarkan realitas tersebut, pengawasan terhadap kinerja pemerintah secara umum telah dilakukan oleh DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara selaku wakil
rakyat berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh maupun atas laporan masyarakat, seperti halnya adanya kredit fiktif di Bank Sumut
769
, keberadaan aset-aset Pemko Medan dipertanyakan anggota DPRD
770
, DPRD Tebing Tinggi menilai kinerja aparat kurang efektif dalam menghasilkan PAD dan DPRD Tebing Tinggi
mensinyalir banyak aset Pemko tidak jelas
771
, Tim I B DPRD Sumut dalam kunjungan kerjanya ke Serdang Bedagei menemukan proyek Dinas Perikanan dan
Dinas Peternakan Sumut sebagai proyek mubazir dan akal-akalan, karena nilai proyek dengan hasil fisik serta manfaatnya tidak menyentuh dengan kebutuhan rakyat
772
, bahkan banyak temuan-temuan penyimpangan terutama dalam pelaksanaan APBD
yang dilakukan oleh DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. Oleh karena itu, apabila penyimpangan tersebut menyangkut hal yang urgen dan strategis dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta berdampak luas pada
768
F-PKS DPRD Kota Medan Minta Hak Interpelasi Tetap Dilanjutkan, Medan: Harian Analisa, Kamis 16 Pebruari 2006, hlm. 5.
769
F-PAN DPRD Sumut Soroti Kredit Fiktif Rp. 23 Milyar di Bank Sumut, Medan: Harian Analisa, Jumat, 3 Februari 2006, hlm. 4.
770
Keberadaan Aset-aset Pemko Medan Dipertanyakan, Medan: Harian Analisa, Selasa, 25 Oktober 2005, hlm. 5.
771
DPRD Tebing Tinggi Nilai, Kinerja Aparat Kurang Efektif Hasil PAD Ada Kebocoran, Medan: Analisa, Senin, 27 Februari 2006, hlm. 16 dan DPRD Tebing Tinggi Sinyalir Banyak Aset
Pemko Tidak Jelas, Medan: Harian Analisa, Senin, 19 Desember 2005, hlm. 16.
772
Tim I B DPRD Sumut Temukan Proyek Akal-akalan di Dinas Perikanan dan Dinas Peternakan, Medan: Harian Analisa, Sabtu, 30 Juli 2005, hlm. 1.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
563
kehidupan masyarakat, daerah maupun negara, maka tentunya harus ditindaklanjuti dengan penggunaan hak-hak konstitusional DPRD dalam bidang pengawasan.
Dalam hubungan dengan pelaksanaan pengawasan ini Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Sumut FITRA Sumut menyebutkan :
Selain itu, di sisi pengawasan kita melihat masih belum maksimal, pengawasan soal kebijakan Perda dan peraturan perundang-undangan,
keputusan kepala daerah dan APBD banyak yang masih belum dapat diawasi dan dikontrol. Pengawasan lebih banyak sifatnya situasional, dimana
menjelang LKPJ Laporan Keterangan Pertanggungjawaban, penulis maupun saat adanya demo. Tentunya pada saat-saat seperti ini saja pengawasan
tersebut sangatlah banyak titik lemah. Disamping keterbatasan personil yang melakukan pengawasan. Seharusnya dengan menyadari keterbatasan tersebut
DPRD SU bisa membangun komunikasi dengan masyarakat dalam melakukan pengawasan secara bersama-sama, misalnya proyek-proyek pembangunan
baik APBD maupun APBN, sehingga masyarakat bisa melakukan pengawasan sendiri dan akan melaporkan penyimpangan kepada wakilnya
apabila terjadi penyimpangan
773
. Sayangnya, menurut FITRA Sumut, sejauh ini kita belum melihat hal tersebut
dilakukan oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara. Wakil rakyat tersebut enggan menginformasikan keberadaan proyek-proyek tersebut, atau mungkin karena ada juga
yang terlibat di dalamnya ikut bermain proyek. Banyaknya temuan penyimpangan proyek baik itu mark up, asal jadi dan sebagainya pada saat kunjungan lapangan
proyek APBD 2004 tentunya bisa jadi pelajaran bagi DPRD Provinsi Sumatera Utara, bahwasanya ada keterbatasan kemampuan mereka dalam melakukan pengawasan
pembangunan khusunya proyek-proyek di APBD dan APBN. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan otomatis sangat membantu kerja-kerja DPRD Provinsi
773
Elfenda Ananda, Catatan Kinerja …, op.cit., hlm. 2.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
564
Sumatera Utara dalam melakukan pengawasan, sementara ini kinerja anggota DPRD justru terlihat masih membela kepentingannya dan kepentingan partainya. Sementara
masyarakat pemilih yang mengantarkannya duduk di singgasana terhormat itu belum menerima imbalan atas pilihannya. Kita masih makan jani-janji kosong. Pemilihan
langsung belum disadari sepenuhnya oleh kalangan anggota DPRD. Mereka lupa kalau kedudukan yang mereka jalani saat ini adalah atas pilihan rakyat, bukan pilihan
partai, tetapi keberpihakan kepada rakyat masih sebatas menjadi harapan.
774
R. Timur Panjaitan, anggota Komisi II DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 1999-2004 mengemukakan :
Sepanjang penilaian saya yang duduk sebagai anggota dewan selama 5 tahun 1999-2004, adalah harus kita akui tidak efektifnya kinerja dewan, karena
belum ada political will yang penuh dari seluruh anggota DPRD Sumut untuk melaksanakan tugas. Hal ini bisa terlihat dalam pembagian kerja komisi,
perencanaan dan pelaksanaan fungsi dewan yang belum sepenuhnya terjadi. Kalau kita jujur, di DPRD Sumut kinerja itu tidak sepenuhnya terjadi karena
ada kepentingan oknum apakah anggota dewan, pimpinan Komisi, anggota komisi, fraksi dalam sejumlah masalah dan pengambilan kebijakan.
Akibatnya kinerja tidak sepenuhnya terlaksana sebagaimana diatur dalam undang-undang, sehingga tiga fungsi dewan, yakni anggaran, pengawasan dan
legislasi belum sepenuhnya dapat dilaksanakan secara maksimal.
775
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kinerja DPRD belum maksimal dalam melaksanakan fungsi yang diembannya. Pertama, faktor orientasi masuk ke
legislatif bukan dilatari oleh sikap pemihakan kepada rakyat, melainkan karena orientasi material. Oleh karena itu, dalam setiap sikap dan perilaku sebagian anggota
DPRD, selalu menampilkan gaya hidup selebritis daripada sebagai pembela
774
Ibid.
775
Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Utara, Memori Pelaksanaan …, op.cit., hlm. 380.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
565
kepentingan rakyat. Kedua, tingkat kesadaran dan tanggung jawab sebagai wakil rakyat sangat rendah. Hal itu dapat dibuktikan dari tingkat kehadiran pada rapat-rapat
komisi, fraksi, pansus maupun paripurna yang digelar oleh DPRD. Ketiga, yang tidak kalah penting adalah kualitas SDM anggota legislatif itu sendiri. Inilah masalah yang
perlu mendapat perhatian utama oleh setiap pimpinan dewan dan ketua-ketua fraksi di DPRD.
776
Berbagai hasil survei, polling dan penelitian yang pernah dilakukan terhadap partai politik dan lembaga legislatif memperlihatkan merosotnya tingkat kepercayaan
publik, terutama terhadap partai-partai besar yang berkuasa baik di legislatif maupun eksekutif. Merosotnya kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif tampaknya
tidak hanya berkaitan dengan berbagai kebijakan politik yang mengabaikan kepentingan publik, melainkan juga karena kecenderungan meningkatnya fenomena
politik uang money politics dalam relasi legislatif-eksekutif, terutama di tingkat lokal. Di tingkat lokal, baik DPRD Provinsi maupun KabupatenKota, pergantian
kepala daerah dan penyampaian laporan pertanggung jawaban LPJ kepala daerah, menjadi momentum bagi anggota DPRD untuk “menjual” suara mereka kepada
kepala daerah agar pihak yang terakhir memperoleh dukungan politik dari DPRD.
777
Pola hubungan seperti ini terjadi karena faktor legalistik, yaitu belum adanya revisi terhadap Undang-undang No. 22 Tahun 1999, yang menekankan pemilihan
776
Zulfan Heri, Esai-Esai Politik Lokal: Legislator Menuai Kritik, Pekanbaru: ISDP Indonesian Society for Democracy and Peace, 2005, hlm. 80.
777
Syamsuddin Haris Ed., Pemilu Langsung ……, op.cit., hlm. 4
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
566
kepala daerah diselenggarakan dan dilakukan secara elitis oleh DPRD.
778
Oleh karena itu, terkait dengan proses pemilihan kepala daerah pada saat berlakunya Undang-
undang No. 22 Tahun 1999, Muhammad Safri Lubis mengemukakan: Dalam pemilihan ini, rakyat dapat dikatakan hanya sebagai penonton yang
menyaksikan dari luar pagar seluruh yang berjalan di gedung perwakilan rakyat untuk memilih pemimpin yang akan menjalankan roda pemerintahan di
daerahnya. Sistem ini dapat dikatakan seperti membeli kucing dalam karung, karena kebanyakan dari mereka lebih mementingkan kebijakan yang telah
digariskan oleh partainya ketika telah dipilih.
779
Memperhatikan konstelasi yang demikian, dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, konstruksi hubungan legislatif dengan
eksekutif dalam penyelenggaraan otonomi daerah sudah dilandasi pada bentuk hubungan searah positif, artinya baik eksekutif maupun legislatif memiliki visi yang
sama dalam menjalankan pemerintahan dan bertujuan untuk kemaslahatan Daerah itu sendiri good governance, yang pada prinsipnya memiliki ciri-ciri: transparan,
demokratis, baik, berkeadilan, bertanggung jawab dan objektif.
780
Sejalan dengan realitas tersebut, dalam rangka menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat maupun pengawasan secara
umum, untuk DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara tentu berlangsung dengan baik. Hal ini dilakukan melalui berbagai sidang-sidang alat kelengkapan DPRD,
seperti sidang komisi, pansus, bahkan juga melalui sidang pimpinan, dan juga melalui
778
Laode Ida, Mengkonstruk Pola Hubungan Baru Kepala Daerah-DPRD, dalam Indra J. Piliang, dkk, Otonomi Daerah …, op.cit., hlm. 283.
779
Muhammad Safri Lubis, Kepala Daerah dan Teknologi Informasi, Medan: Harian Analisa, Sabtu, 9 Juli 2005, hlm. 16.
780
J. Kaloh, op.cit., hlm. 148.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
567
pranata reses atau fraksi yang ada di DPRD. Pada DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 1999-2004, secara jelas tercatat berbagai kegiatan DPRD, mulai dari kegiatan
Pimpinan DPRD, kegiatan komisi, kegiatan kunjungan kerja dan kegiatan menerima aspirasi masyarakat
781
, yang sangat beragam, mulai dari pertanahan, pemerintahan, ketenagakerjaan, penyakit-penyakit masyarakat dan sebagainya. Akan tetapi juga
tidak jarang warga masyarakat mengeluhkan berbagai kegiatan maupun pelaksanaan fungsi DPRD, seperti halnya sejumlah Usaha Kecil dan Menengah di Deli Serdang
menilai disahkannya Perda Izin Bangunan bukan merupakan hasil pertimbangan yang cermat dan sama sekali tidak mencerminkan aspirasi pelaku Usaha Kecil dan
Menengah
782
, termasuk kekecewaan masyarakat kepada DPRD, karena janji-janji memperbaiki fasilitas pelayanan publik tidak pernah terealisir
783
. Bahkan Konsorsium Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dan Kelompok Wartawan
menyebutkan akan menjajaki kerjasama memantau tindak tanduk anggota dewan wakil rakyat yang “mengemis” proyek. Hal ini dilakukan menurut Idris Hasibuan,
Ketua Pokja PWI unit Pemprovsu karena adanya semacam ancaman beberapa anggota DPRD Sumut akan membeberkan kerabat pejabat Pemprovsu yang
memonopoli proyek. Sikap anggota dewan ini pada awalnya mendapat dukungan dari pejabat Pemprovsu, akan tetapi kenyataannya tampaknya berbalik arah. Prilaku
sejumlah anggota dewan ini ditengarai selama ini “mengemis proyek di lingkungan
781
Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Utara, Memori Pelaksanaan …,op.cit., hlm. 78-337.
782
Perda Tidak Aspiratif dan Kecewakan Pengusaha Kecil, Medan: Harian Analisa, Selasa, 29 Agustus 2006, hlm. 24.
783
Masyarakat Kecewa Reses Anggota DPRD Medan Tidak ada Manfaatnya, Medan: Harian Analisa, Rabu, 28 Desember 2005, hlm. 5.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
568
Pemprovsu”.
784
Kekecewaan masyarakat adakalanya juga dipicu oleh tindakan segelintir anggota dewan, seperti halnya di Tapanuli Selatan, massa melakukukan
demo karena adanya oknum dewan yang dinilai bersikap premanisme dalam menyikapi kemelut yang terjadi di lembaga DPRD Tapanuli Selatan, bahkan aksi
brutal dan premanisme dengan pemukulan dilakukan oleh anggota DPRD Tapanuli Selatan kepada anggota DPRD yang lain hanya disebabkan perbedaan pendapat,
785
sehingga realitas-realitas yang demikian dapat memperburuk citra DPRD sebagai wakil rakyat, padahal sebenarnya banyak berbagai kegiatan yang dilakukan oleh
anggota DPRD yang sangat penting bagi masyarakat. Bahkan dalam Tajuk Rencana Waspada, terkait dengan demo sebahagian
anggota DPRD di Jakarta terkait dengan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2006 menyebutkan DPRD Kehilangan “Sense of Morality” dengan menyebutkan :
“Pada saat ini diperkirakan 100 juta rakyat kita hidup miskin. Bahkan, sebahagian sudah tidak mampu membeli beras karena harganya terus
melambung. Pengangguran semakin tinggi, lapangan kerja semakin sulit, bencana dan wabah penyakit silih berganti di berbagai daerah sehingga
banyak yang terpaksa makan ubi dan “nasi aking” serta kekurangan gizi. Namun, di saat itu pula anggota DPRD yang bergaji puluhan juta rupiah
sebulan masih ngotot menolak mengembalikan uang tunjangan komunikasi insentif. Mereka bahkan tidak perduli dengan aspirasi rakyat yang
memilihnya. Sikap arogan itulah yang mereka perlihatkan dengan melakukan aksi demo ke DPR-RI Senayan Jakarta…. Mereka tidak memiliki “sense of
morality” dan entah kemana diletakkan yang namanya etika dan hati nurani. Kita prihatin melihat sikap mereka yang sama sekali jauh dari
kepentingan rakyat, hanya semata-mata ingin mengeruk keuntungan pribadi
784
Wakil Rakyat “Ngemis” Proyek, Medan: Harian Sore Garuda, Senin, 25 Oktober 2004, hlm. 2.
785
Massa Demo ke DPRD Tapsel. Kecam Ketua Dewan Bersikap Premanisme, Medan: Harian Analisa, Rabu, 6 Oktober 2004, hlm. 15. Rapat Revisi Usulan Pemekaran Tapsel Rusuh,
Sekretaris Golkar Tapsel Mengamuk Pukul Anggota Fraksi PKS, Medan: Harian Analisa, Senin 23 April 2007, hlm. 15.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
569
mumpung masih menjadi anggota dewan selama lima tahun sehingga segala- galanya dimanfaatkan”.
786
Berdasarkan berbagai implementasi fungsi konstitusional DPRD tersebut,
menunjukkan bahwa DPRD hasil Pemilu 1999 maupun hasil Pemilu 2004, dalam mekanisme pembuatan keputusan politik political decision belum berjalan dengan
baik sesuai dengan fungsinya mulai dari penyerapan aspirasi masyarakat untuk dirumuskan dan direkomendasikan oleh infrastruktur politik kepada struktur politik
untuk diwujudkan kembali kepada masyarakat, sebagaimana bagan berikut ini
787
:
Skema 5.1. Mekanisme Pembuatan Keputusan Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Resolusi Rekomendasi
Usul Pernyataan politik
Political Statement
Infra Struktur Politik 1.
Partai Politik 2.
Ormas Supra Struktur Politik
1. DPRD dan
2.
Kepala Daerah
Akibatnya, dalam tataran pragmatis, masyarakat adakalanya mencari jalan sendiri dalam menyalurkan aspirasi baik berupa tuntutan maupun dukungannya atas
786
DPRD Kehilangan “Sense of Morality”, Medan: Harian Waspada, Rabu, 14 Februari 2007 hlm. 4.
787
M. Solly Lubis, Dimensi-dimensi Manajemen Pembangunan, Bandung: CV Mandar Maju, 1996, hlm. 25.
Keputusan Politik Perda, Peraturan Kepala
Daerah Aspirasi
- Tuntutan
- Dukungan
Masyarakat dalam konteks pemerintahan dan
pembangunan daerah
Konsultasi Koordinasi
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
570
kebijakan pemerintahan daerah melalui unjuk rasa, demonstrasi atau disebut sekarang ini dengan istilah “parlemen jalanan” karena tidak berperannya saluran komunikasi
yang seharusnya, baik pada infra struktur politik maupun pada supra struktur politik, yang tidak jarang diwarnai oleh kekerasan dan pengrusakan fasilitas-fasilitas publik
yang dapat mengganggu stabilitas daerah, sehingga menurut M. Solly Lubis terjadi “kegoncangan atau keresahan sosial”.
788
Karena salah satu penyebab dan faktor utama mengakibatkan keresahan sosial ialah kurang peka dan tanggapnya lembaga-
lembaga rakyat, maka hendaknya DPRD buat masa yang akan datang lebih mencerminkan kepekaan ini mengingat tuntutan keadilan sosial yang makin
meningkat di seluruh bidang kehidupan masyarakat.
789
Oleh karena itu, menurut Abdul Wahab Dalimunthe, Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2004-2009 pada saat menutup acara “Pengembangan
Wawasan Pimpinan dan Anggota DPRD Sumatera Utara”, anggota dewan harus mampu mengukur kinerjanya masing-masing sebagai wakil rakyat, dan anggota
DPRD Sumatera Utara harus memiliki wawasan dan kepekaan yang tinggi dalam menghadapi permasalahan rakyat, dan diharapkan mampu melaksanakan segala tugas
dan tanggung jawab mengemban amanah rakyat.
790
Realitas ini menunjukkan akuntabilitas elit politik terhadap masyarakat belum mengalami perbaikan secara signifikan, namun ke depan sudah mulai terbentuk
788
M. Solly Lubis, Sistem Nasional …, op.cit., hlm. 52.
789
Ibid.
790
Anggota Dewan Harus Mampu Ukur Kinerjanya sebagai Wakil Rakyat, Medan: Harian Analisa, Rabu, 20 September 2006, hlm. 25.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
571
paradigma baru dalam rangka penyelenggaraan otonomi. Keadaan ini tentunya juga dapat disebabkan oleh sistem pemilihan umum yang diberlakukan baik pada masa
Pemilu 1999 maupun pada Pemilu 2004, sebagaimana dikemukakan oleh Ridaya Laodengkowe, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch ICW, bahwa dalam
konteks desentralisasi dan demokratisasi terdapat beberapa hambatan: 1.
Rekrutmen politik yang buruk dalam pemilu. 2.
Buruknya representativeness: tidak ada akuntabilitas politik tidak ada mekanisme pertanggungjawaban politik ke konstituen, oligarki di
lingkungan partai mekanisme-mekanisme internal partai tidak demokratis.
3. Lemahnya watak publik dari kebijakan publik kebijakan publik lebih
berpihak pada modal dibandingkan kepentingan publik.
791
Sejalan dengan pandangan di atas, Zulfan Heri menyebutkan belum efektifnya kinerja DPRD dilatari oleh beberapa hal. Pertama, sistem rekrutmen calon anggota
parlemen yang dilakukan oleh partai politik belum berlangsung secara demokratis dan mempertimbangkan kualitas figur. Kedua, sistem pemilu yang ada, belum
mendekatkan calon wakil rakyat dengan para konstituen masa pemilih.
792
Memperhatikan berbagai implementasi pelaksanaan fungsi DPRD tersebut, maka sebenarnya keberadaan anggota lembaga perwakilan rakyat ke depan tidaklah
semata-mata harus berasal dari partai politik, sehingga tercipta keseimbangan equilibrium dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat, tetapi juga harus
memberikan kesempatan kepada calon perseorangan. Pengalaman Pemilu 1955
791
Ridaya Laodengkowe, Korupsi APBD; Pemantauan dan Pengungkapannya oleh Masyarakat Sipil, Makalah Disampaikan dalam Seminar Nasional “Komitmen Pemberantasan Korupsi
di Sumatera Utara”, Medan: IMPAS-UMSU, 28 Desember 2006, hlm. 5.
792
Zulfan Heri, op.cit., hlm. 84.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
572
ternyata telah membuktikan calon independen juga menjadi pilihan rakyat dengan melihat kualitas, integritas maupun komitmennya untuk membangun bangsa dan
negara, tentunya dalam konteks ini penyelenggaran otonomi daerah. Dalam hubungan ini, Nurul Azhar Lubis, anggota DPRD Kabupaten Langkat
mengemukakan: Selama anggota DPRD itu berasal dari partai politik, maka konsekuensinya
anggota DPRD itu akan lebih memperjuangkan partai politik daripada kepentingan rakyat, karena hal itu merupakan tuntutan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga partai politik yang bersangkutan, maka oleh karena itu harus dimungkinkan calon independen agar terdapat perimbangan di
DPRD.
793
Berkenaan dengan calon perseorangan ini, dilihat dari sudut pandang nilai- nilai demokrasi adalah merupakan suatu keniscayaan, sebagaimana disebutkan oleh
Seymour Martin Lipzig, yang menyebutkan: Hak demokrasi itu tidak boleh dibatasi oleh apapun, termasuk untuk memilih
pemimpin. Berbagai pembatasan terhadap akses demokrasi itu adalah penghianatan demokrasi, padahal demokrasi itu sendiri harus memberikan
kompetisi yang bebas bagi seluruh warga negara untuk bersaing pada jabatan- jabatan politik dan pemerintahan.
794
Berdasarkan pandangan tersebut, apabila demokrasi hendak diterapkan secara sungguh-gungguh, dalam artian substansial, maka calon perseorangan, tanpa
menggunakan mekanisme kepartaian, tetapi dengan memanfaatkan mekanisme kemasyarakatan dan atau kemampuan atau kekuatan pribadi menjadi esensi
793
Wawancara dengan Nurul Azhar Lubis, anggota DPRD Kabupaten Langkat Periode 1999- 2004 dan Periode 2004-2009 dari Fraksi Persatuan Pembangunan, 19 Ferbuari 2007.
794
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 5PUU-52007, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi RI, tanggal 23 Juli 2007, hlm. 13.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
573
demokrasi baik untuk pemilu nasional maupun lokal, seperti halnya untuk pemilu anggota legislatif dan pemimpin eksekutif. Di berbagai negara, calon perseorangan
ini dibutuhkan untuk menampung aspirasi golongan minoritas, sekalipun keberhasilannya lebih sukar tercapai dalam pemilu nasional daripada pemilu lokal.
Arbi Sanit, sehubungan dengan calon pemilu independen
795
, mengemukakan diperlukan dalam pemilu di Indonesia, dengan beberapa alasan sebagai berikut:
796
Pertama, untuk mengoperasikan paradigma kolektivisme Pembukaan UUD dan paradigma individualisme ketentuan HAM dalam UUD melalui lembaga
pemilu. Calon pemilu dari partai merupakan operasional dari kolektivisme yang terdiri dari perwakilan golongan yang disimbolkan oleh partai. Sedangkan calon
independen adalah individu yang memperjuangkan haknya. Dengan begitu, maka pemilu menyelesaikan masalah yang dihadirkan oleh Amandemen UUD, yaitu
konflik yang mungkin dilandasi oleh kedua paradigma kenegaraan tersebut. Pemilu menghadirkan penyerasian konflik kolektivisme dengan individualisme.
Kedua, Lembaga calon independen memberikan peluang kepada upaya orang yang tidak menjadi anggota atau simpatisan partai, untuk menggunakan haknya ikut
pemilu, dan berkuasa di dalam negara, apabila memperoleh suara pemilih sebagaimana dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila sedikit orang yang tidak berpartai, maka calon independen mewakili kelompok minoritas. Dan apabila banyak orang yang berpartai, maka calon
795
Menurut hemat Penulis, istilah yang digunakan lebih tepat “calon perseorangan”.
796
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Putusan Mahkamah …, op.cit., hlm. 18-20.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
574
independen berfungsi sebagai katup penyelamat bagi kemungkinan tingginya angka Golput, yaitu orang yang tidak menggunakan hak pilih karena merasa tidak punya
pilihan. Ketiga, partai politik sejauh ini mengalami krisis calon pemimpin
sebagaimana dibuktikan oleh kesulitan memajukan calon yang berkualifikasi tinggi dalam kapabilitas kepemimpinan dan dalam kadar popularitasnya. Hal itu berakar
pada sistem kaderisasi yang belum efektif, karena kaderisasi masih berlangsung secara tradisional melalui Sistem Magang. Sesungguhnya krisis kualitas dan kuantitas
calon pemimpin partai itu, memotivasi partai untuk memanipulasi kedaulatan rakyat, karena dengan memajukan calon asalan secara monopolistik, mengkondisikan pemilih
untuk tidak punya pilihan secara rasional. Dalam konteks ini calon independen sesungguhnya membantu partai untuk memungkinkan tersedianya calon popular dan
kapabel dengan konsekuensi kekecewaan rakyat kepada partai tidak berubah menjadi dendam politik.
Keempat, lagi pula hadirnya calon independen bisa jadi memotivasi partai untuk mrngembangkan sistem kader yang efektif, untuk keberhasilan memenangkan
kompetisi politik. Memang sejauh ini di dalam pemilu berlangsung kompetisi antar partai, akan tetapi di samping sudah terbiasa, persaingan itu tertutup di kalangan
partai. Calon independen membuka kompetisi itu seluas mungkin, sehingga mempertajam upaya untuk meningkatkan kualitas Pemilu.
Kelima, sejatinya adalah saatnya urgen untuk menanggulangi “krisis” pemimpin dan kepemimpinan politik dan Pemerintahan Indonesia yang semakin
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
575
kambuh karena berlangsung dalam waktu yang lama. Selama ini tugas partai politik untuk mengatasinya boleh dikatakan gagal, dan tidak bisa solusi atas masalah ini
sepenuhnya mengandalkan partai politik. Apalagi bila hendak mengatasinya secara cepat dan mendasar. Maka strategi memperluas basis penyiapan calon pemimpin,
tentulah merupakan pilihan yang tepat, terutama dalam situasi negara dan masyarakat dewasa ini. Dengan begitu lembaga calon independen Pemilu dan Pilkada, akan lebih
memberi harapan bagi perbaikan demokrasi dan negara. Akan tetapi apabila diamati UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
ternyata tidak memberi ruang bagi anggota masyarakat untuk menjadi anggota legislatif, yang menurut hemat penulis merupakan pengebirian terhadap hak-hak
konstitusional rakyat, sebagaimana pembatasan dalam ketentuan Pasal 22E ayat 3 yang menyebutkan : “Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Partai Politik”. Ketentuan konstitusi ini menunjukkan bahwa Perubahan UUD 1945 yang
dilakukan oleh MPR Periode 1999-2004 syarat dengan muatan-muatan kepentingan politik, padahal dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia telah pernah diselenggarakan
pemilihan umum anggota DPR dan anggota Konstituante yang memungkinkan calon independen sebagai peserta pemilihan, sehingga seharusnya memberikan
pembelajaran yang baik untuk merumuskan Perubahan UUD 1945 yang diharapkan berlaku untuk masa waktu yang panjang. Oleh sebab itu tidak mengherankan, apabila
sampai dengan saat ini baik kalangan akademis, praktisi maupun lembaga-lembaga negara dan berbagai LSM yang menghendaki adanya Perubahan Kelima UUD 1945.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
576
C. Optimalisasi Peran DPRD dalam Mewujudkan Keterwakilan Politik