112
tertulis, dia memberi garis pedoman yang harus dilaksanakan oleh badan-badan yang lain, seperti eksekutif dan badan yudikatif.
202
Dengan perkataan lain, dalam negara- negara yang berbentuk demokrasi, pembentukan lembaga perwakilan rakyat
merupakan sarana dalam rangka kenegaraan untuk membentuk dan menyatakan kehendak rakyat, yang diperlukan sebagai dasar kekuasaan dalam sistem demokrasi
guna melaksanakan pemerintahan yang didasarkan pada kedaulatan rakyat.
C. Sistem Kepartaian dan Partisipasi Politik.
Dalam negara demokrasi modern, partai politik merupakan salah satu unsur demokrasi sebagai suatu sistem pengorganisasian masyarakat negara yang dilakukan
oleh masyarakat sendiri atau dengan persetujuan masyarakat, dimana keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata,
dan dijamin atas dasar gagasan kenegaraan tertentu.
203
Dewasa ini, sulit membayangkan adanya negara modern tanpa eksistensi partai politik. Partai politik bukan hanya berperan sebagai saluran aspirasi
politik berbagai kelompok masyarakat dan sebagai wahana untuk mengartikulasikan tuntutan politik dalam sistem politik secara keseluruhan,
tetapi juga berfungsi sebagai satu-satunya jenis organisasi yang berkompetisi untuk membentuk kabinet pemerintahan. Singkatnya tak ada negara modern
tanpa partai politik.
204
Stanley Rothman, Howard Scarrow dan Martin Schain dalam bukunya “European Society and Politics” mengemukakan : “All democratic societies
202
Sri Soemantri M., Pengantar Perbandingan ……, op.cit., hlm. 69.
203
H. Amirmachmud, H., Pembangunan Politik Dalam Negeri Indonesia, Jakarta: PT Gramedia, 1986, hlm. 82.
204
Denny, J.A., Tipologi Partai Politik dan Prospeknya di Indonesia, dalam Maruto M.D. dan Anwari WMK, Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat, Kendala dan Peluang Menuju
Demokrasi, Jakarta: LP3ES, 2002, hlm. 93.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
113
characterized by competitive party systems face the problem of creating machinery for reflecting the expressed preferences of voters. Ideally, representation on decision-
making bodies should accurately reflect all the opinions that exist within the society itself Semua masyarakat demokratis ditandai dengan adanya sistem kompetisi
diantara partai-partai politik sebagai mesin dalam rangka menciptakan cerminan pilihan dari para pemilih. Idealnya, pengambilan keputusan yang representatif harus
secara jelas mencerminkan semua pendapat yang ada di dalam masyarakat itu sendiri”.
205
Oleh karena itu, partai politik dapat diartikan sebagai organisasi manusia yang menjadi penggandeng antara rakyat dengan badan-badan pemerintah, yang pada
akhirnya melaksanakan atau mengontrol pelaksanaan kehendak rakyat sebagaimana diwujudkan dalam hukum dan kebijakan.
206
Sigmund Neumann dalam hubungan ini memberikan defenisi partai politik sebagai berikut :
Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan
perhatiannya pada pengendalian kekuasaan pemerintahan dan bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang
mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian partai politik merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan
dan ideologi-ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang menghubungkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat
politik yang lebih luas.
207
205
Stanley Rothman, dkk., European Society and Politics, New York: West Publishing Co,, 1979, hlm. 126.
206
S. Pamudji, Perbandingan Pemerintahan, Jakarta: Bina Aksara, 1983, hlm. 22.
207
Sigmund Neumann, “Modern Political Parties, Comparative Politics : A Reader”, The Free Press of Glencoe, 1963, dalam Miriam Budiardjo Ed., Partisipasi Politik dan Partai Politik
Sebuah Bunga Rampai, Jakarta: PT Gramedia, 1982, hlm. 14.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
114
Sejalan dengan pandangan yang demikian, berkenaan dengan partai politk J.S. Bali mengemukakan :
However, the word political denotes two broad meanings, one, it has to be a party which has some political aims and objects ultimately with a view to
gaining power, secondly, a political party must represent a section of the people without which it cannot be called a Political Party. A political party
is an association or a body of citizens who collect together under a certain banner of aims and objects for the purpose of forming the ultimate aim of
contesting elections Bagaimanapun, kata politik secara garis besar mengandung dua pengertian, pertama, adanya partai politik yang bertujuan
untuk memperoleh kekuasaan, kedua, partai politik harus merepresentasikan sebagaian masyarakat, tanpa ini tidak dapat dinamakan Partai Politik. Partai
politik adalah kumpulan dari kelompok warga negara yang mempunyai cita- cita dan tujuan tertentu, dan akhirnya bertujuan ikut serta dalam pemilihan
umum.
208
Sementara itu, Miriam Budiardjo mengemukakan bahwa “partai politik” adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, melaksanakan kebijakan-
kebijakan mereka”
209
.Giovanni Sartori dalam kaitan ini mendefenisikan partai politik sebagai “any politics group that presents at elections, and in capable of placing
throught elections, candidates for public offices Beberapa kelompok politik yang ikut dalam pemilihan umum, dan mampu menempatkan orang-orangnya untuk duduk
dalam pemerintahan
”210
.
208
J.S. Bali, “Political Parties and Electoral Reforms”, dalam, Subhash C. Kashyap Ed., Perspectives on the Constitution, New Delhi: Shipra Publications, 1998, hlm. 201.
209
Miriam Budiardjo Ed., Partisipasi dan Partai Politik …, op.cit., hlm. 14.
210
Riswandha Imawan, “Kelompok Kepentingan dan Kelompok Penekan di Indonesia”, dalam Riza Noer Arfani Ed., Demokrasi Indonesia Kontemporer, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1996, hlm. 161.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
115
Oleh karena itu, dalam negara demokrasi, partai politik merupakan perantara utama yang menghubungkan kekuasaan dan ideologi-ideologi yang berkembang
dalam masyarakat dengan lembaga-lembaga formal. Partai politik ini berusaha mempertemukan kepentingan-kepentingan masyarakat luas dengan lembaga-lembaga
yang melaksanakan kebijakan-kebijakan publik public policy. Berdasarkan konsepsi tentang partai politik tersebut, sebagai organisasi sosial
yang tumbuh dalam tataran praktik mempunyai klasifikasi yang berbeda-beda dilihat dari berbagai sudut pandang. Oleh karena itu, klasifikasi atau sistem kepartaian
cukup rumit untuk dirumuskan, karena kesulitan dalam menentukan pendekatan yang digunakan untuk mengadakan klasifikasi sistem kepartaian, sehingga diantara para
sarjana mengadakan klasifikasi dari pelbagai cara. Dalam konteks yang demikian, membicarakan sistem kepartaian terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu
interaksi antara partai-partai politik sistem kepartaian dalam menentukan unit secara individual, yang disebut sebagai party unit, dan pola interaksi yang kompetitif. Oleh
karena itu perlu memusatkan perhatian pada pola kompetisi yang mencirikan interaksi antara unit-unitnya.
211
Untuk menganalisis sistem kepartaian secara komprehensif terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan : Pertama, jumlah unit yang berinteraksi, yaitu
meninjau sistem kepartaian atas dasar tipologi numerik numeric typology. Kedua, distribusi kekuatan antar partai. Kekuatan partai politik dalam hubungan ini pertama-
211
Daniel Dhakidae, “Partai Politik dan Sistem Kepartaian di Indonesia”, dalam Farchan Bulkin, Analisa Kekuatan Politik di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1985, hlm. 194.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
116
tama dilihat dalam perhitungan kuantitatif dalam jumlah suara yang diperoleh melalui pemilihan umum atau jumlah perwakilan yang dimenangkan sebagai kelanjutannya di
dalam dewan perwakilan rakyat. Dalam hubungan itu, tentu saja ada partai-partai tertentu yang senantiasa memiliki kecenderungan untuk memenangkan pemilihan
umum, partai-partai besar yang tidak bisa memiliki mayoritas tunggal absolut, akan tetapi dengan bantuan partai lain dibawah koalisi akan mendapat suara mayoritas.
Namun demikian tolok ukur kuantitatif semacam ini bukan satu-satunya yang menentukan. Distribusi kekuatan juga pada gilirannya akan memperhatikan peranan
yang aktual dan potensial dari partai-partai di dalam pemerintahan dan dalam oposisi. Ketiga, integrasi sistem kepartaian party system integration. Dalam faktor integrasi
ini, pendekatan yang digunakan adalah ukuran jarak politik partai-partai, sehingga terdapat beberapa kriteria yang menjadi pertimbangan : 1 perbedaan dalam orientasi
dasar weltanschauliche Grundlagen, 2 perbedaan dalam tujuan konkrit yang dikejar, 3 perbedaan dalam cara mengejar tujuan yang ditentukan, 4 perbedaan
dalam menilai kepribadian politik, 5 perbedaan dalam komposisi partai atau fraksi, serta 6 perbedaan dinamika suatu sistem kepartaian party system dynamics.
212
Bila dilihat dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya, secara umum partai politik menurut Duverger dapat dibagi dalam dua jenis yaitu partai “cabang”
atau partai massa dan tipe “kaukus” atau partai kader
213
. Partai massa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota, oleh karena itu partai massa
212
Ibid., hlm. 195-197.
213
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar ……, op.cit., hlm. 166.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
117
biasanya terdiri dari pendukung-pendukung yang berasal dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang sepakat untuk bernaung dibawahnya dalam memperjuangkan
program partai. Dengan beraneka ragamnya kelompok yang bernaung di bawah partai massa ini menimbulkan kerawanan partai, karena masing-masing atau kelompok
tersebut cenderung untuk memaksakan kepentingannya, terutama pada saat-saat krisis, sehingga persatuan dalam partai dapat menjadi lemah atau hilang sama sekali
yang dapat mengakibatkan salah satu golongan memisahkan diri dan mendirikan partai baru.
Bagi partai massa yang penting bukanlah kualitas tetapi kuantitas anggota. Bukan co-optation yang menjadi cara dalam rektrutmen anggota, melainkan wide
open to all people. Perhatian partai bukan pada kaum elite tetapi pada massa. Partai massa merupakan bagian dari lahirnya sosialisme yang berfungsi memberikan
pendidikan politik bagi kelas pekerja.
214
Sedangkan tipe “kaukus” atau partai kader mengutamakan keketatan organisasi dan disiplin kerja dari anggota-anggotanya. Pimpinan partai biasanya
menjaga kemurnian doktrin politik yang dianut dengan jalan mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat anggota yang menyeleweng dari garis partai
yang sudah ditetapkan. Kaukus sendiri adalah istilah untuk menggambarkan berperannya kelompok, komite, atau klik tertentu, dimana desentralisasi menjadi jiwa
dalam pengelolaan partai. Partai politik dengan tipologi demikian tidak berupaya
214
Denny J.A., “Tipologi Partai Politik dan Prospeknya di Indonesia”, dalam Maruto M.D. dan Anwari, WMK, Reformasi Politik …, op.cit., hlm. 95.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
118
untuk memperbanyak jumlah anggotanya, dan hanya memiliki sejumlah anggota yang kecil dan terbatas.
Meskipun kecil jumlah anggotanya, partai kader sesungguhnya memiliki kekuatan yang bersumber bukan dari kuantitas melainkan dari kualitas anggotanya.
Partai semacam ini merupakan kumpulan orang-orang terkemuka notable yang disegani secara politik, dan para aktivis di dalamnya adalah mereka yang memiliki
pengaruh dalam kehidupan masyarakat. Para aktivis partai direkrut secara co-optation dan formal nomination, tidak melalui registrasi secara terbuka untuk semua orang.
Menurut Duverger, ada dua macam partai kader, yaitu yang konservatif dan yang liberal. Keanggotaan partai kader yang konservatif terdiri dari kaum aristokrat,
industrialis besar, bankir dan agamawan. Sementara keanggotaan dari yang liberal meliputi kaum pedagang, industrialis menengah, pegawai pemerintah, pengacara,
wartawan, dan penulis. Partai kader mengalami penurunan peran tatkala hak suara dalam pengelolaan politik mulai menyentuh rakyat kebanyakan.
215
Klasifikasi lainnya dapat dilihat dari segi sifat dan orientasinya, dalam hal ini partai-partai dapat dibagi dalam dua jenis yaitu “partai lindungan patronage party dan
partai ideologi atau partai azas weltanschauungs partei atau programmatic party
216
. Partai lindungan umumnya memiliki organisasi nasional yang kendor, disiplin yang
lemah dan biasanya tidak terlalu mementingkan pemungutan iuran secara teratur. Maksud utama ialah memenangkan pemilihan umum untuk anggota-anggotanya yang
215
Ibid., hlm. 94-95.
216
Miriam Budiardjo, loc.cit.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
119
dicalonkan, karena itu hanya giat pada masa menjelang pemilihan umum. Contoh Partai Demokrat dan Partai Republik di Amerika Serikat.
Sementara itu, partai ideologi atau partai azas biasanya mempunyai pandangan hidup yang digariskan dalam kebijaksanaan pimpinan dan berpedoman
pada disiplin partai yang kuat dan mengikat. Terhadap calon anggota diadakan saringan, sedangkan untuk menjadi pimpinan partai disyaratkan lulus melalui
beberapa tahapan evaluasi. Untuk memperkuat ikatan dan kemurnian ideologi, maka dipungut iuran secara teratur dan disebarkan organ-organ partai yang memuat ajaran-
ajaran, serta keputusan-keputusan yang telah dicapai oleh pimpinan. Kedalam klasifikasi ini dapat digolongkan seperti Sosialisme, Komunisme, Fasisme, dan
Kristen Demokrat. David E. Apter dalam bukunya “Introduction to Political Analysis”
membedakan partai politik antara partai-partai demokratis dengan partai-partai totaliter. Partai-partai demokratis bersifat majemuk, sedangkan partai-partai totaliter
menerima ide mengenai kebenaran dari satu partai saja. Perbedaan ini dapat diperhatikan sebagai berikut :
217
217
David, E. Apter., Pengantar Analisa Politik terjemahan, Jakarta: LP3ES, 1985, hlm. 153.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
120
Tabel 2.1. Hubungan dan ciri-ciri partai
Unit Partai-partai Demokratis
Partai-partai Totaliter
Majemuk : bersaing dengan partai- partai lain
Monopolistis : berusaha melenyapkan partai-partai lain
Komunitas Perwakilan : berusaha menampung
pandangan-pandangan yang berbeda untuk memenangkan seluas mungkin
pengikut Mengarahkan : berusaha menggabungkan
keluhan-keluhan untuk menggulingkan orde yang ada; atau, jika berkuasa, mengarahkan
komunitas menuju sasaran-sasaran yang diletakkan oleh partai itu
Pemerintah Konstitusional : tindakan partai dibatasi oleh aturan-aturan konstitusi,
konvensi, dan pemilihan Ekstrakonstitusional : menerima ketertiban
hukum hanya selama dipaksakan. Jika memerintah, partai itu akan mengarahkan
pemerintah dan konstitusi untuk melayani tujuan-tujuan partai. Partai menempatkan
Negara di bawah dirinya
Mengingat betapa rumit dan aneka ragamnya klasifikasi partai politik, para serjana termasuk penulis lebih cenderung untuk menggunakan klasifikasi yang
dikemukakan oleh Maurice Duverger dalam bukunya “Political Parties”, yaitu pembagian berdasarkan jumlah partai yang terlibat dalam arena politik yaitu : sistem
partai tunggal, sistem dua partai, serta sistem multi partai. Rusadi Kantaprawira dalam hubungan ini mengemukakan secara konseptual,
yang dimaksud dengan sistem kepartaian itu ialah suatu kondisi yang menunjukkan terbentuknya mayoritas mutlak di dalam lembaga perwakilan rakyat, dengan
perkataan lain membicarakan komposisi di dalam lembaga perwakilan rakyat itu, sebenarnya sama saja dengan membicarakan sistem kepartaian. Artinya apabila
mayoritas mutlak untuk mengambil keputusan di dalam lembaga perwakilan rakyat ini selalu dibentuk atas dasar kerja sama antar minimal dua kekuatan, maka disebut
sebagai sistem multi partai. Kemudian apabila mayoritas termaksud selalu dipegang oleh salah satu dari dua partai terbesar secara bergantian istilah Maurice Duverger :
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
121
“mouvement pendulaire”, maka disebut sebagai sistem dua partai. Sedangkan apabila mayoritas mutlak tersebut selalu dikuasai oleh satu-satunya partai atau satu-satunya
partai terbesar yang ada, maka dapat dikenal sebagai sistem satu partai atau mungkin juga sistem satu partai tak kentara.
218
Sistem Partai Tunggal
Istilah ini dipakai untuk partai yang benar-benar merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara maupun untuk partai yang mempunyai kedudukan dominan
diantara beberapa partai lainnya. Suasana kepartaian dalam sistem partai tunggal dinamakan non-kompetitif, karena partai-partai yang ada harus menerima pimpinan
dari partai yang dominan dan tidak dibenarkan bersaing secara merdeka melawan partai berkuasa. Kecenderungan untuk menganut pola sistem partai tunggal di
beberapa negara pada umumnya disebabkan negara-negara sering dihadapkan dengan masalah bagaimana mengintegrasikan golongan, daerah, serta suku bangsa yang
berbeda corak sosial dan pandangan hidupnya. Dalam hubungan ini dikuatirkan bila keanekaragaman sosial dan budaya ini dibiarkan, besar kemungkinan akan terjadi
gejolak-gejolak sosial politik yang menghambat usaha-usaha pembangunan. Termasuk ke dalam kategori partai tunggal adalah tipe partai komunis dan tipe
partai fasis. Dalam sistem partai ini baik komunis maupun fasis, oposisi tidak diperkenankan. Semua organisasi bawahan berfungsi sebagai pelaksana
kebijaksanaan pimpinan partai dan berfungsi sebagai penggerak dan pembimbing masyarakat dan menekankan perpaduan antara kepentingan partai dengan
218
Rusadi Kantaprawira, Pengaruh Pemilihan Umum ….., op.cit., hlm. 67.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
122
kepentingan seluruh rakyat. Pola partai tunggal terdapat di negara-negara Eropa, Amerika Latin, Asia Afrika, dimana model partai komunis Rusia banyak dipakai
sebagai panutan, seperti Vietnam, Anggola, Kuba dan lain-lainnya. Sistem Dua Partai
Konsep dwi partai biasanya diartikan adanya dua partai atau adanya dua atau beberapa partai dengan peranan dominan dari dua partai. Dalam sistem ini partai-
partai dengan jelas dibagi dalam partai yang berkuasa karena menang dalam pemilihan umum dan partai oposisi karena kalah dalam pemilihan umum. Partai-
partai yang kalah berperan sebagai pengecam utama yang setia loyal opposition terhadap kebijaksanaan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian
bahwa peranan ini sewaktu-waktu dapat bertukar tangan. Dalam konsepsi ini, diperlukan tiga persyaratan agar sistem dua partai dapat
berjalan dengan baik yaitu : “adanya homogenitas sosial, konsensus nasional yang berkadar tinggi dan kontinuitas sejarah. Sistem dua partai pada umumnya diperkuat
dengan digunakannya sistem pemilihan distrik, dimana di dalam suatu daerahwilayah pemilihan hanya dapat dipilih satu wakil saja. Melalui sistem
pemilihan ini mempunyai kecenderungan untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan partai kecil, sehingga dengan demikian dapat memperkokoh
kedudukan sistem politik yang dianut oleh negara tersebut. Dewasa ini hanya beberapa negara yang menganut sistem dwi partai, antara
lain Inggris Parta Konservatif dan Partai Buruh serta beberapa partai lainnya, seperti
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
123
Partai Liberal dan Partai Komunis dan Amerika Serikat Partai Demokrat dan Partai Republik.
Sistem Multi Partai
Konsep multi partai sendiri menunjukkan bahwa terdapat banyak partai yang ikut ambil bagian dalam arena politik. Adanya banyak partai yang diakui secara sah
sebagai kekuatan sosio ekonomis dalam masyarakat. Pola multi partai pada umumnya berkembang dalam masyarakat yang beraneka ragam, yang terdiri dari berbagai
lapisan dan golongan sosial maupun ekonomi, seperti suku, agama, adat istiadat, ras dan kebudayaan.
Priyanee Wijesekera dan Diana Reynolds dalam hubungan ini mengemukakan sebagai berikut :
Although the modern concept of democracy has a distinctive cultural element, its roots lie in the Wests established systems of social pluralism and social
justice; a shared understanding of the role of civil society and a common belief in the rule of law, along with centuries of experience of working
effectively with elected representative bodies. The ‘third wave’ of democratization has been characterized by the near universal acceptance of
the concept of democracy, with tipically the multi-party variety being seen as being the single most desirable and effective means of governance
meskipun dalam konsep demokrasi modern mempunyai unsur budaya tersendiri, akarnya berasal dari sistem yang digunakan di Barat dalam rangka
mewujudkan keadilan sosial dalam masyarakat yang majemuk; sebagai suatu pemahaman bersama berkaitan dengan peran masyarakat sipil dalam prinsip
negara hukum, yang berdasarkan pengalaman berabad-abad sangat efektif dalam memilih lembaga perwakilan. Gelombang ketiga demokratisasi
ditandai dengan penerimaan secara universal konsep demokrasi dengan tipe multi partai sebagai satu-satunya pilihan yang efektif dalam membentuk
pemerintahan
219
.
219
Priyanee Wijesekera dan Diana Reynolds, Parliaments and Governments …, op.cit., hlm. 11.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
124
Dalam masyarakat majemuk, biasanya anggota masyarakat cenderung mempunyai loyalitas dan mengidentifikasikan dirinya pada ikatan-ikatan primordial
suku, agama, ras daripada ikatan-ikatan organisasi yang belum mereka kenal baik, bahkan mungkin masih sangat asing baginya. Tetapi mereka juga dihadapkan pada
tuntutan perubahan bahwa mereka harus mempunyai institusi modern yang berfungsi sebagai wadah dan sebagai alat untuk menyalurkan berbagai tuntutan mereka pada
pusat pengambilan keputusan politik dan pusat kekuasaan pemerintahan negara. Oleh karena itu mereka mengelompokkan dirinya ke dalam partai yang
bercirikan dan berorientasikan pada ciri-ciri primordial tadi sebagai sarana untuk menyalurkan aspirasi politiknya dalam kehidupan politik bangsa, baik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sistem ini dapat terbentuk apabila mayoritas mutlak dalam lembaga
perwakilan rakyat dibentuk atas kerja sama dua kekuatan atau lebih. Mayoritas mutlak demikian tidak pernah terwujud tanpa melalui kerja sama, koalisi, atau aliansi.
Kerja sama pada dasarnya dapat saja berakhir apabila unsur-unsur yang membentuk kerja sama tersebut pecah. Oleh karena itu, mayoritas yang demikian selalu rawan
vulnerable; kwetsbaar, karena selalu disandarkan pada janji-janji kerja sama yang dasarnya kurang kuat atau non-permanen. Mayoritas seperti itu mudah pecah fragile
majority akibat berbagai soal, baik besar maupun kecil.
220
Pada konsep multi partai ada kecenderungan, bahwa oposisi kurang berperan bila dibandingkan dengan sistem dwi partai. Partai oposisi kurang giat membuat
220
Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia …, op.cit., hlm. 66.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
125
program-program pemerintah yang ditantangnya, karena setiap saat suatu partai bisa keluar dari koalisi yang satu lalu bergabung dengan partai lainnya membentuk koalisi
baru. Oleh karena itu pemerintah di negara-negara yang menganut sistem multi partai sering tidak stabil.
Pola multi partai umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan perwakilan berimbang proportional refresentation yang memberi kesempatan luas bagi
pertumbuhan partai-partai dan golongan-golongan kecil.
221
Melalui sistem ini partai- partai kecil dapat menarik keuntungan dari ketentuan bahwa kelebihan suara yang
diperolehnya di suatu daerah pemilihan dapat ditarik ke daerah pemilihan lain untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memenangkan satu kursi stembus
accord. Pada negara-negara yang menganut sistem banyak partai pada umumnya
memberikan peluang besar kepada partai politik untuk bebas berkembang, dimana masing-masing partai politik mempunyai asas maupun tujuan yang berbeda secara
prinsipil. Namun pada kenyataannya ada juga negara yang memakai sistem banyak partai, tetapi tidak menganut perbedaan yang prinsipil mengenai asas maupun
tujuannya. Negara-negara yang menganut pola multi partai dapat kita temukan antara lain : Indonesia, Malaysia, Belanda, Prancis, Swedia dan sebagainya.
Dalam kehidupan modern peranan dan fungsi partai politik sangat besar, baik dalam negara yang menganut sistem politik demokrasi maupun totaliter. Dalam hal
221
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar ……., op.cit., hlm. 170.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
126
ini partai politik diharapkan mampu mengorganisir pendapat umum dan mengkomunikasikannya pada pusat pengambilan keputusan dan pusat pemerintahan.
Partai politik berusaha menjelaskan kepada pengikut-pengikutnya tentang arti dan makna masyarakat luas, bahkan apabila ia merubah suatu tatanan atau orde yang
sedang berlaku dengan sesuatu lainnya. Dengan perkataan lain ingin mengadakan perubahan struktural, dimana struktur yang baru sifat-sifatnya sangat berbeda dengan
struktur yang lama. Jadi dalam sistem politik apapun partai politik mempunyai fungsi-fungsi politik tertentu, seperti fungsi integrasi, komunikasi, partisipasi,
rekrutmen, fungsi pengatur konflik dan lain-lainnya. Kegiatan utama partai politik menurut Ranney adalah memilih calon, melakukan kampanye dalam pemilu dan
mengelola pemerintahan.
222
Dalam konteks masyarakat demokratis, partai politik merupakan organ penting yang mempunyai berbagai kegiatan sebagai berikut :
Pertama, menggiatkan pendidikan politik. Melalui kegiatan ini, partai politik membantu meningkatkan kesadaran politik, mendorong berpikir tentang berbagai
isu, serta menggalakkan ketertiban politik. Kedua, mempertautkan rakyat dengan pemerintah. Partai harus menjaga hubungan dengan para pemilih untuk
memenangkan suara dan mencapai kekuasaan pemerintahan. Selama pemilu, bahkan antar pemilu, partai harus dapat membawa tuntutan warga masyarakat kepada
pimpinan pemerintahan. Dengan adanya jaminan komunikasi antara pemerintahan
222
Austin Ranney, Governing an Introduction to Political Science, New Jersey: Prentice Hall International, Englewood Cliff, 1990, hlm. 112. Perhatikan M. Rusli Karim, Pemilu Demokratis …,
op.cit., hlm. 8.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
127
dengan warga masyarakat memungkinkan pemimpin politik tetap diterima oleh para pemilih. Ketiga, partai politik merekonsiliasi tuntutan-tuntutan yang berbeda guna
mengembangkan kepentingan umum. Keempat, melakukan rekruitmen politik. Kelima, mengelola pemerintahan.
223
Sejalan dengan pandangan yang demikian, Herman Finer dalam bukunya “The Major Government of Modern Europe” mengemukakan beberapa fungsi partai
politik : a
menjadi penghubung antara para pemilih yang terpencar di segala pelosok dengan kekuasaan;
b menerima anggota-anggota partai dan berjuang melawan sikap apatis para
pemilih; c
merumuskan kebijakan umum dengan konfrensi-konfrensi nasional; d
memilih pemimpin-pemimpin, juru bicara dan calon-calon pejabat untuk mengisi jabatan-jabatan politis;
e menyelenggarakan kampanye pemilihan;
f menerima kekuasaan dan tanggung jawab;
g terus menerus bertindak sebagai perantara antara massa, kelompok-
kelompok dan badan-badan legislatif serta eksekutif.
224
M. Solly Lubis dalam bukunya “Serba-Serbi Politik dan Hukum”, menyebutkan bahwa fungsi partai atau tugas pokok organisasi sosial politik pada
umumnya adalah: a.
Sebagai sarana komunikasi politik b.
Sebagai sarana sosialisasi politik c.
Sebagai sarana rekrutmen politik d.
Sebagai sarana pengatur konflik politik e.
Sebagai sarana pendidikan politik.
225
223
M. Rusli Karim, Pemilu Demokratis …, op.cit., hlm. 32-33.
224
S. Pamudji, Perbandingan …, op.cit., hlm. 23.
225
M. Solly Lubis, Serba Serbi Politik dan Hukum, Bandung: C.V. Mandar Maju, 1989, hlm. 84.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
128
Sebagai sarana komunikasi politik partai politik menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa, sehingga
kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Partai politik menampung suara-suara yang terdengar dalam masyarakat dan memprosesnya sebagai
penggabungan kepentingan interest aggregation yang kemudian diolah menjadi rumusan kepentingan interest articulation. Rumusan kepentingan ini kemudian
diteruskan oleh partai politik kepada lembaga-lembaga formal, yaitu badan perwakilan rakyat. Dilain pihak partai politik juga berfungsi untuk
memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Dengan demikian terjadi arus informasi serta dialog dari atas ke bawah
top down dan dari bawah ke atas bottom up, dan partai politik memainkan peranan sebagai penghubung antara yang memerintah dengan yang diperintah, antara
pemerintah dengan warga masyarakat. Sebagai sarana sosialisasi politik, partai politik berperan mengembangkan
sikap dan orientasi warga masyarakat terhadap fenomena dan gejala-gejala politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Biasanya proses
sosialisasi ini berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Dengan kata lain sosialisasi politik tersebut adalah proses penerimaan dan
penghayatan seperangkat nilai, orientasi, pandangan dari masyarakat yang mencakup pewarisan norma-norma dan orientasi dari satu generasi ke generasi lainnya. Dan
sebagai suatu kekuatan politik, setiap partai politik berusaha mendapatkan dukungan kekuatan politik dari massa pengikutnya sebanyak mungkin untuk menguasai
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
129
pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum, untuk kemudian berperan menentukan rumusan kebijakan negara. Untuk itu, partai berusaha menciptakan
image bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum, bukan hanya terbatas pada kepentingan anggota-anggotanya saja. Proses sosialisasi politik ini diselenggarakan
melalui ceramah, penerangan, kursus kader, penataran dan sebagainya. Fungsi sosialisasi politik ini sangat penting, karena melalui sosialisasi
masyarakat mengetahui kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai public service dan aspirasi masyarakat direalisasikan oleh pemerintah. Alfian menekankan
sosialisasi politik dalam 2 dua aspek : Pertama, sosialisasi politik adalah merupakan bahagian langsung dari
kehidupan masyarakat sehari-hari, sehingga akan berjalan secara terus menerus. Kedua, sosialiasi politik merupakan proses transformasi nilai-nilai
yang terkandung dalam suatu sistem politik ideal yang hendak dibangun. Hasil penghayatan itu akan melahirkan sikap dan tingkah laku politik baru
mendukung sistem yang ideal tersebut, dan bersamaan dengan itu lahir pula kebudayaan politik baru.
226
Namun demikian ada beberapa hambatan dalam menyelenggarakan sosialisasi politik, terutama di negara-negara berkembang, yaitu:
1 tidak diperkenankannya oposisi menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan masalah politik; 2 tidak dikehendakinya partai politik
bebas di dalam negara, sebagaimana yang terjadi di negara-negara yang dikendalikan oleh elit penguasa; 3 adanya sikap hati-hati dari para peninjau
politik, baik dalam berbicara maupun dalam menulis, hal ini berkaitan dengan terlalu kuatnya kontrol dari pemerintah; 4 sering diberangusnya media pers;
dan 5 kurang diletakkannya pemilihan umum pada porsi yang wajar.
227
226
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 1983, hlm. 235.
227
A. Malik Haramain, dan M.F. Nurhuda Y., Mengawal Taransisi …, op.cit., hlm. 130-131.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
130
Sebagai sarana rekrutmen politik, partai politik itu berusaha mencari dan menghimpun orang-orang yang berbakat untuk aktif dalam kegiatan politik, sebagai
anggota partai politik. Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik. Caranya ialah melalui kontrak pribadi, persuasi dan lain-lain. Juga diusahakan
menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di masa mendatang akan menggantikan pimpinan lama selection of leadership.
Hubungan antara pemimpin dengan pengikutnya merupakan keniscayaan dalam melakukan komunikasi dua arah. Dengan komunikasi dua arah ini, maka akan
tetap terbuka lebar tugas dari partai politik dalam memilih dan menyeleksi para wakil yang dikehendaki oleh rakyat. Oleh karena itu, partai politik dalam pengertian
modern adalah sebagai suatu kelompok yang mengajukan calon-calon bagi jabatan publik untuk dipilih oleh rakyat, sehingga dapat mengontrol atau mempengaruhi
tindakan pemerintah. Dalam mengimplementasikan fungsi ini kompetisi di maksudkan untuk memperoleh suara sebanyak–banyaknya, yang pada gilirannya
pemimpin dapat terekrut dan ditentukan oleh jumlah pendukungnya. Sebagai sarana pengatur konflik, partai politik berusaha mengendalikan
konflik-konflik politik yang terjadi di dalam masyarakat supaya perkembangannya tidak melewati batas kewajaran. Misalnya informasi yang diberikan justru
menimbulkan kegelisahan dan perpecahan dalam masyarakat, yang dikejar bukan kepentingan nasional akan tetapi kepentingan partai yang sempit dengan akibat
pengkotakan politik atau konflik tidak terselesaikan, akan tetapi malah dipertajam.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
131
Oleh karena itu, dalam negara demokratis yang masyarakatnya bersifat terbuka, adanya persaingan dan perbedaan pendapat adalah merupakan hal yang
wajar. Akan tetapi dalam masyarakat yang heterogen sifatnya, maka perbedaan pendapat ini baik yang didasarkan pada perbedaan etnis, status sosial ekonomi atau
agama mudah sekali mengundang konflik. Pertikaian-pertikaian semacam ini dapat diatasi dengan bantuan partai politik, sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian
rupa sehingga akibat-akibat negatifnya seminimal mungkin. Dipihak lain dapat diperhatikan bahwa sering partai politik malahan
mempertajam pertentangan yang ada. Kalau hal yang demikian terjadi dalam suatu masyarakat, yang kadar konsensus nasional rendah, peranan semacam ini dapat
membahayakan stabilitas politik.
228
Berdasarkan hal yang demikian, perbedaan kepentingan, perbedaan pendapat atau ide bisa dimasukkan ke dalam konsep konflik, walaupun dengan kadar yang
rendah. Bilamana perbedaan kepentingan dan ide tersebut menjelma menjadi pertentangan kepentingan dan ide, maka kadar konfliknya menjadi lebih tinggi.
Selanjutnya, pada tingkat tertinggi konflik muncul dalam bentuk konfrontasi atau bentrokan fisik yang bisa merobek-robek masyarakat itu sendiri.
Alfian dalam konteks ini mengemukakan pandangannya tentang konflik sebagai berikut :
Menenggang adanya konflik sampai batas-batas tertentu, seperti memperkenankan perbedaan pendapat atau ide, mungkin bisa merangsang
228
Saifullah Yusuf dan Fahruddin Salim, Pergulatan Indonesia Membangun Demokrasi, Jakarta: Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, 2000, hlm. 79-80.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
132
masyarakat untuk lebih kreatif dan cerdas. Kalau itu betul, maka konflik semacam itu tampak mengandung arti positif. Akan tetapi perbedaan pendapat
atau ide yang berlarut-larut dapat pula meningkatkan kadar konflik yang akhirnya bisa merusak masyarakat itu sendiri. Dalam suasana seperti itu akan
amat terasa pentingnya arti konsensus untuk menjaga agar konflik tidak sampai memperlihatkan wajah negatif. Konsensus, dalam hubungan ini,
berarti kemampuan untuk menjinakkan konflik sehingga masyarakat akan mengambil manfaat dari segi yang baiknya dan membuang aspeknya yang
buruk.
229
Untuk itu, maka partai politik dalam negara yang demokratis harus mampu melaksanakan fungsinya dalam dua hal pokok, yaitu : Pertama, mengatur
keinginan dan aspirasi golongan-golongan dalam masyarakat. Kedua, berusaha menyelenggarakan integrasi warga negara ke dalam masyarakat umum melalui
konsensus.
230
Sebagai sarana pendidikan politik, partai politik menyelenggarakan pendidikan bagi anggota-anggota, bahkan masyarakat luas, agar tercipta kondisi
masyarakat politik yang benar-benar paham dan mengerti tentang politik baik dalam arti konsepsional maupun segi operasionalnya, mulai dari aspek ideologis, aspek
struktural, hingga aspek operasionalnya. Dengan pendidikan politik yang dilaksanakan diharapkan baik anggota partai maupun warga masyarakat menjadi
lebih sadar akan hak dan tanggungjawabnya sebagai warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Fungsi pendidikan politik ini sangat penting
artinya di negara-negara berkembang untuk memupuk identitas nasional dan integrasi nasional.
229
Alfian, Pemikiran dan Perubahan …, op.cit., hlm. 60.
230
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar …., op.cit., hlm. 166.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
133
Keberhasilan pendidikan politik antara lain ditentukan oleh adanya suatu perspektif yang jelas yang bisa diperoleh melalui dua dimensi:
Dimensi pertama, berupa gambaran yang jelas tentang sistem politik ideal yang diinginkan. Melalui dimensi ini akan kelihatan tujuan yang dikehendaki
dari sistem politik ideal tersebut dari masyarakat yang menginginkannya. Dimensi kedua, ialah realita atau keadaan sebenarnya dari masyarakat itu
sendiri yang langsung dapat diperbandingkan dengan tuntutan-tuntutan sistem politik ideal tersebut. Melalui perbandingan itulah akan diperoleh suatu
perspektif yang jelas bagi pendidikan politik yang selanjutnya akan dapat dipakai untuk menjuruskannya.
231
Berdasarkan uraian di atas jelas kiranya fungsi partai politik mempunyai arti penting dalam pembangunan, terutama pembangunan politik dalam setiap negara
demokrasi. Partai politik aktif mengajak warga masyarakat agar lebih sadar dalam berpolitik melalui wadah partai politik, dan ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan
politik kenegaraan. Akan tetapi dalam praktek, kelalaian sebagian besar partai politik untuk
memenuhi fungsi-fungsinya yang selalu digaungkan lewat teori politik, salah satu yang paling tertinggal dan disia-siakan ialah pendidikan politik kader cader political
education, dan rata-rata partai politik itu lebih banyak menyibukkan diri pada saat- saat sekitar pemilihan umum dan mengatur pembagian kursi per-caleg-an secara
kuantitatif dan kurang pertimbangan kualitatif.
232
Oleh karena itu, meskipun ada jaminan konstitusional bagi semua orang untuk mendirikan partai politik, akan tetapi perlu adanya pembatasan-pembatasan
231
Alfian, op.cit., hlm. 236.
232
M. Solly Lubis, Politik dan Hukum di Era Reformasi, Bandung: CV Mandar Maju, 2000, hlm. 21.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
134
jumlah partai politik. Apabila jumlah partai politik tidak dibatasi, maka jumlah yang terlalu banyak akan menurunkan citra partai itu sendiri secara keseluruhan di mata
rakyat. Jika legitimasi lembaga kepartaian buruk di mata rakyat dan tidak dipercaya, niscaya citra demokrasi dimata rakyat juga menjadi rusak. Akibatnya kepercayaan
dan apresiasi publik terhadap ide demokrasi dapat mengalami kemerosotan yang pada gilirannya dapat menjadi lahan subur bagi munculnya otoritarianisme ataupun
totalitarianisme baru di masa depan. Konteks yang demikian menunjukkan, demi demokrasi itu sendiri, maka
jumlah partai politik harus dibatasi. Akan tetapi pembatasannya haruslah objektif dan ilmiah. Menurut Jimly Asshiddiqie ada beberapa kemungkinan yang dapat diterapkan:
a penetapan sistem pemilihan umum yang menjamin rakyat dapat
menentukan pilihannnya secara langsung dengan memilih ‘orang’ bukan memilih tanda gambar partai seperti yang terdapat dalam sistem yang dikenal
dengan ‘sistem distrik’. Sistem ini dengan sendirinya akan mendorong terjadinya kerjasama, ‘koalisi’ atau bahkan ‘merger’ antar partai politik,
sehingga dalam jangka panjang dapat mendorong jumlah partai secara alamiah; b penentuan adanya ‘electoral tresshold’ berdasarkan hasil
perolehan dukungan suara dari pemilihan umum sebelumnya. Dengan adanya pembatasan 2 persen, 3 persen, ataupun 5 persen, maka dengan sendirinya,
pada masa pemilihan umum berikutnya, akan banyak partai politik yang membubarkan diri dengan sendirinya; c kebijakan memberikan bantuan
kepada partai politik yang dapat memancing dan mendorong minat orang mendirikan partai dengan harapan dapat memperoleh dana bantuan dari
pemerintah, bertentangan dengan kebutuhan untuk mengendalikan jumlah partai politik, dan karena itu sebaiknya dihentikan.
233
233
Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945, Makalah Disampaikan Pada Seminar Pembangunan Hukum Nasioanl VIII, Denpasar:
Badan Pembinaan Hukum Nasional Deperteman Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 14-18 Juli 2003, hlm. 23-24.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
135
Di samping itu, untuk memperkuat derajat pelembagaan partai politk, disiplin internal partai perlu ditingkatkan, yaitu:
a sistem hukum dan etika internal perlu dibudayakan dengan memperkuat
infra struktur Dewan Kehormatan yang dapat menjaga agar anggaran rumah tangga dan anggaran dasar serta kode etik partai politik ditegakkan dengan
sebaik-baiknya; b perlunya mekanisme yang menjamin agar anggota partai politik yang melanggar disiplin partai dapat ditindak oleh pimpinan partai
yang bersangkutan yang dapat berakibat parada pemberhentian status yang bersangkutan sebagai anggota parlemen; c setiap partai politik harus
didorong untuk mentradisikan penyelenggaraan aktivitas rutin ke dalam, baik kegiatan penguatan kelembagaan dan kultur demokrasi internal, maupun
kegiatan-kegiatan yang bersifat pendidikan politik dan pemberdayaan anggota.
234
Berdasarkan pandangan terhadap konsepsi partai politik tersebut, menunjukkan bahwa kegiatan seseorang dalam partai politik merupakan salah satu bentuk partisipasi
politik. Partisipasi politik mencakup semua kegiatan sukarela sebagai sarana bagi seseorang untuk turut serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan
turut serta secara langsung atau tidak langsung dalam menentukan kebijakan umum public policy.
Herbert Mc Closky dalam International Encyclopedia of the Social Sciences menyebutkan : the term “political participation” will refer to those voluntary activities
by which members of a society share in the selection of rulers and, directly or indirectly, in the formation of public policy istilah partisipasi politik mengacu pada
234
Ibid.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
136
aktivitas suka rela oleh setiap anggota masyarakat dalam pemilihan para pemimpin, dan langsung atau tidak langsung ikut serta dalam pembuatan kebijakan publik.
235
Dalam arti yang bersamaan, H. Nie dan Sidney Verba dalam Handbook of Political Science mengemukakan :
By political participation we refer to those legal activities by private citizens which are more or less directly aimed at influencing the selection of
governmental personnel andor the actions they take partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga yang legal yang sedikit banyak langsung
bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara danatau
tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka
236
. Di negara-negara demokratis, pemikiran yang mendasari konsep partisipasi
politik ialah kedaulatan ada di tangan rakyat, yang melaksanakannya melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk
menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan. Jadi partisipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggara kekuasaan politik.
Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik, seperti melalui partai politik dan pemilihan umum, terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan
bersama tersebut kebutuhan dan kepentingan akan tersalur atau sekurang-kurangnya diperhatikan dan sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan-tindakan dari mereka
235
Herbert McClosky, International Encyclopedia of the Social Sciences, New York: The Macmillan Company and The Free Press, 1972, hlm. 252. Perhatikan Miriam Budiardjo, Demokrasi
di Indonesia, Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm. 183-184.
236
Ibid.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
137
yang berwenang untuk membuat kebijakan-kebijakan. Masyarakat percaya bahwa kegiatan yang mereka lakukan mempunyai efek political efficacy.
237
Oleh karena itu, dalam negara-negara demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat lebih baik. Dalam alam pemikiran ini tingginya
tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga negara mengikuti dan memahami masalah-masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan tersebut.
Sebaliknya tingkat partisipasi rendah dianggap sebagai pertanda kurang baik, karena diartikan bahwa banyak warga negara tidak menaruh perhatian terhadap masalah
kenegaraan. Lagi pula dikuatirkan bahwa jika kurang banyak pendapat dikemukakan, pimpinan negara akan kurang tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat
dan cenderung untuk melayani kepentingan beberapa kelompok saja. Para sarjana yang mengamati demokrasi Barat juga cenderung berpendapat
bahwa dinamika partisipasi politik hanya terbatas pada kegiatan suka rela saja, yaitu kegiatan yang dilakukan tanpa paksaan atau tekanan dari siapapun atau hanya
mencakup kegiatan yang bersifat positif. Akan tetapi diantara para sarjana yang banyak mempelajari negara komunis dan masyarakat-masyarakat sedang berkembang
cenderung untuk berpendapat bahwa kegiatan yang tidak suka relapun tercakup. Karena sukar sekali untuk membedakan antara kegiatan yang benar-benar suka rela
dan kegiatan yang dipaksakan secara terselubung, baik oleh penguasa maupun
237
Eko Prasojo, Demokrasi di Negeri Mimpi : Catatan Kritis terhadap Pemilu 2004 dan Good Governance, Depok: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Politik Universitas
Indonesia, 2005, hlm. 135
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
138
kelompok lain. Dengan demikian kegiatan yang ada unsur destruktifnya seperti demonstrasi, teror, dan lain-lain dapat merupakan suatu bentuk partisipasi.
Dalam hubungan ini terdapat dua faktor yang menentukan tingkat partisipasi politik masyarakat, yaitu tingkat pengetahuan atau kesadaran politik dan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik yang berlaku. Menurut Jeffery M. Paige melalui kedua faktor tersebut dapat dibedakan 4 empat macam partisipasi
masyarakat dalam politik yaitu : Pertama, apabila pengetahuan atau kesadaran politik masyarakat tinggi dan
kepercayaan mereka terhadap sistem politik yang berlaku juga tinggi, maka akan melahirkan partisipasi aktif. Partisipasi masyarakat yang demikian
merupakan partisipasi yang sehat, karena masyarakat loyal dan mendukung sistem politik yang ada. Loyalitas dan dukungan tersebut dapat bertahan
karena sistem politik yang berlaku bukan saja memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif, tetapi juga karena sistem politik tersebut
responsif terhadap tuntutan-tuntutan masyarakat yang wajar dan bertanggungjawab. Keadaan tersebut dengan sendirinya akan memperkuat
kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik yang berlaku serta terhadap pemerintahan yang berkuasa di dalamnya. Partisipasi yang demikian hanya
mungkin terjadi dalam suatu sistem politik yang demokratis. Kedua, apabila pengetahuan dan kesadaran politik masyarakat tinggi, akan
tetapi kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik rendah, maka akan melahirkan militan radikal. Keadaan ini menimbulkan sikap dan tingkah laku
yang membangkang dissident disertai sikap kurang atau tidak responsif dari pemerintahan yang berkuasa, dalam sistem politik tersebut munculnya sikap
radikal dan tingkah laku membangkang dalam masyarakat antara lain dipengaruhi oleh adanya anggapan dan keyakinan dalam masyarakat antara
lain dipengaruhi oleh adanya anggapan dan keyakinan dalam masyarakat bahwa dalam praktek-praktek politik yang terjadi tidak lagi mencerminkan
sistem politik ideal yang didambakan. Ketiga, apabila pengetahuan dan kesadaran politik yang rendah, akan tetapi
kepercayaan kepada sistem politik tinggi, maka akan melahirkan partisipasi yang tidak aktif pasif. Dalam konteks ini masyarakat tidak aktif berpolitik,
tetapi secara diam-diam masyarakat dapat menerima sistem politik yang berlaku. Tipe ini biasanya terjadi dalam sistem politik yang tradisionil.
Keempat, apabila pengetahuan dan kesadaran politik masyarakat rendah dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik juga rendah, maka akan
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
139
melahirkan partisipasi politik cendrung pasif-tertekan apatis. Dalam hal ini walaupun masyarakat bersikap pasif, namun dalam kepasifan tersebut
masyarakat merasa tertekan, terutama oleh perlakuan sewenang-wenang dari pemerintahan yang berkuasa. Masyarakat merasa asing, dikucilkan dan
mungkin dimusuhi dalam Negara mereka sendiri. Partisipasi tipe ini sering terjadi dalam sistem politik yang totaliter
238
. Oleh sebab itu, Huntington dan Nelson membedakan antara partisipasi yang
bersifat otonom autonomous participation dan partisipasi yang dimobilisasi atau dikerahkan oleh pihak lain mobilized participation. Dalam hubungan ini dapat
dikatakan bahwa dalam setiap kegiatan partisipasi ada unsur tekanan atau manipulasi, akan tetapi di negara demokrasi Barat tekanan semacam ini jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan di negara-negara komunis. Di negara-negara berkembang terdapat kombinasi unsur-unsur sukarela dan unsur manipulasi dengan berbagai bobot
dan rasio.
239
Untuk merealisasikan hak berpartisipasi dalam politik, masyarakat dan negara mengembangkan berbagai wadah mulai dari kelompok kepentingan, organisasi
kemasyarakatan, partai politik dan lembaga perwakilan rakyat sampai kepada sistem perwakilan politik yang otonom dan fungsional. Selain dari itu, kesempatan untuk
berpartisipasi dalam politik terbuka luas bukan saja karena sumber daya politik terdistribusi secara relatif, akan tetapi juga karena terbukanya akses masyarakat luas
terhadap saluran dan mekanisme komunikasi politik.
238
Alfian., Pemikiran dan Perubahan …, op.cit., hlm. 255-257. Perhatikan juga Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 1999, hlm. 144.
239
Saifullah Yusuf dan Fahruddin Salim, op.cit., hlm. 97.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
140
Dalam rangka pembangunan politik lewat pematangan wadah partisipasi politik secara menyeluruh, dapat dikembangkan institusi politik, basis sosial, dan
proses partisipasi politik menuju demokrasi secara menyeluruh dan kait mengkait. Secara praksis pengembangan pewadahan partisipasi politik itu terdiri dari
memandirikan dan memfungsikan lembaga-lembaga politik untuk partisipasi, mengembangkan sistem perwakilan politik yang mandiri dan responsif,
memberdayakan masyarakat hingga kuat secara politis, mengoperasikan mekanisme keterkaitan etik dengan kegiatan politik, memanfaatkan kompetisi dan tawar
menawar dagang sapi politik sebagai mekanisme partisipasi, menggunakan argumentasi dan opini publik dengan alternatif kekuatan massa sebagai dasar
kekuatan dalam kompetisi dan tawar menawar politik, dan mewajibkan semua peserta partisipasi untuk menghasilkan persetujuan sebagai produk dari proses politik
partisipasi.
240
D. Teori dan Sistem Pemilihan Umum