BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemilihan umum pemilu sebagai proses seleksi terhadap lahirnya pemimpin dalam rangka perwujudan demokrasi diharapkan menjadi refresentasi
dari rakyat, karena pemilu merupakan satu rangkaian kegiatan politik untuk menampung kepentingan masyarakat, yang kemudian dirumuskan dalam berbagai
bentuk kebijaksanaan policy. Dengan kata lain, pemilu adalah sarana demokrasi untuk membentuk sistem
kekuasaan negara yang berkedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan yang digariskan oleh UUD. Kekuasaan negara yang lahir melalui pemilu adalah kekuasaan
negara yang lahir dari bawah menurut kehendak rakyat dan dipergunakan sesuai dengan keinginan rakyat, oleh rakyat, menurut sistem permusyawaratan perwakilan.
1
Pemilihan umum ini mengimplikasikan terselenggaranya mekanisme pemerintahan secara tertib, teratur dan damai serta lahirnya masyarakat yang dapat
menghormati opini orang lain. Di samping itu lebih lanjut akan lahir suatu masyarakat yang mempunyai tingkat kritisme yang tinggi, dalam arti bersifat selektif atau biasa
memilih yang dianggap terbaik menurut keyakinannya.
2
1
M. Solly Lubis, Kajian Normatif Pemilu Sebagai Sarana Demokrasi Dalam Kerangka UUD 1945, Makalah dalam Simposium Pemilu Sebagai Sarana Demokrasi Dalam Kerangka UUD
1945, Medan: Fakultas Hukum UISU, 14 Desember 1991, hlm. 2.
2
Rusadi Kantaprawira, Pengaruh Pemilihan Umum Terhadap Perilaku Politik Dewan Perwakilan Rakyai Republik Indonesia : Dimensi Budaya Politik dan Budaya Hukum, Bandung:
Disertasi, Universitas Padjadjaran, 1992, hlm. 6.
1
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
2
Lyman Tower Sargent, dalam kaitan ini menyatakan bahwa suatu negara demokrasi harus memenuhi beberapa unsur:
3
1. Citizen involvement in political decision making warga negara terlibat
dalam pengambilan keputusan politik; 2.
Some degree of equality among citizens Adanya persamaan derajat diantara warga negara ;
3. Some degree of liberty or freedom granted to or retained by citizens
Adanya jaminan persamaan kemerdekaan atau kebebasan bagi warga negara ;
4. A system of representation Adanya sistem perwakilan;
5. An electoral system-majority rule Adanya aturan sistem pemilihan
umum.
Sejalan dengan pandangan tersebut, Danohoe mengemukakan bahwa di dalam demokrasi yang bersifat universal harus mengandung unsur-unsur:
1 the contest of regular free and fair elections by many parties conducted by secret ballot on the basis of universal adult suffrage Adanya aturan
pemilihan umum yang bebas dan jujur oleh beberapa partai yang diselenggarakan dengan surat suara rahasia bagi orang dewasa yang
mempunyai hak pilih secara universal;
2 there is separation of powers, an independent judiciary and free press Adanya pemisahan kekuasaan, peradilan yang merdeka dan kebebasan
pers; 3 there is respect for the rule of law Adanya penghormatan terhadap aturan-
aturan hukum; 4 human rights and the rights of minorities are respected Adanya
penghormatan terhadap hak asasi manusia dan hak-hak golongan minoritas ; 5 an independent, efficient and accountable civil service exercises prudent
management of public resources Adanya pemerintahan yang mandiri, efisien dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan umum.
4
Memperhatikan berbagai unsur tersebut, berarti sistem pemilihan umum dan
sistem perwakilan adalah merupakan conditio sine quanon bagi suatu negara
3
Lyman Tower Sargent, Contemporary Political Ideologies, Chicago: The Dorsey Press, 1984, hlm. 32- 33.
4
Priyanee Wijesekera dan Diana Reynolds. Parliaments and Government In The Next Millenium, London: Cavendish Publishing Limited, 1999, hlm. 4.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
3
demokrasi modern, artinya rakyat memilih seseorang untuk mewakilinya dalam rangka keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, sekaligus
merupakan suatu rangkaian kegiatan politik untuk menampung kepentingan atau aspirasi masyarakat. Dalam konteks manusia sebagai individu warga negara, maka
pemilihan umum berarti proses penyerahan sementara hak politiknya kepada wakil rakyat. Hak tersebut adalah hak berdaulat untuk turut serta menjalankan
penyelenggaraan negara.
5
Hak politik
oleh Hans Kelsen dalam bukunya General Theory of Law and
State, di defenisikan sebagai hak untuk turut serta dalam pembentukan kehendak negara
6
. Dalam hubungan ini, Hans Raj Jhingta mengemukakan: The essence of a democratic election is freedom of choice. In modern times
elections have been primarily associated with the system of representative form of government. In all democratic countries of the world the electoral system
were established on the basis of the natural right of the individuals Esensi dari pemilihan umum yang demokratis adalah kebebasan untuk memilih. Dewasa
ini pemilihan umum merupakan lembaga utama untuk membentuk sistem perwakilan dalam pemerintahan. Pada seluruh negara-negara demokratis di
dunia, sistem pemilihan umum menjadi hak asasi setiap individu.
7
Realitas tersebut dapat diartikan bahwa hak politik yang utama adalah hak untuk memberikan suara atau hak untuk turut serta dalam pemilihan anggota badan
legislatif. Jadi, hak politik berkaitan dengan hak seorang warga negara untuk memberikan suaranya dalam pemilihan umum di dalam negara yang demokratis.
5
Miriam, Budiardjo, Hak Asasi Manusia Dalam Dimensi Global, Jakarta: Jurnal Ilmu Politik, No. 10, 1990, hlm. 37.
6
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, New York: Russel Russel, 1973, hlm. 236.
7
Hans Raj Jhingta, Corrupt Practices In Elections A Study Under The Representation of the People Act. 1951, New Delhi: Deep Deep Publications, 1996, hlm. 1.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
4
Apabila hak memberikan suara adalah nilai demokrasi yang paling mendasar, maka hak agar suara tersebut dicatat secara akurat adalah nilai paling penting kedua
dalam demokrasi. Pergantian dan perubahan penduduk dalam teknologi dan sikap sosial sering menuntut penyesuaian dalam aturan-aturan permainan politik, sehingga
membuatnya penting untuk proses kajian dan revisi terperinci selanjutnya. Sementara itu, hak memberikan suara yang tidak terlindungi secara konstitusional sangat mudah
dimanipulasi oleh para politisi terpilih.
8
Sejalan dengan hal tersebut, Rusadi Kantaprawira menyatakan: “pemilihan umum sudah menjadi kegaliban-positif” di dalam negara yang menganut kedaulatan
rakyat. Pemilihan umum itu merupakan wahana untuk melakukan seleksi ke arah pengisian jabatan-jabatan politik, terutama untuk mengimplementasikan fungsi
legislatif”.
9
Henry B. Mayo dalam buku An lntroduction to Democratic Theory memberi defenisi mengenai pemerintahan demokrasi sebagai berikut:
Sistem pemerintahan yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif
oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan
politik A democratic political system is one in which public policies are made on a majority basis, by representatives subject to effective popular control at
periodic elections which are conducted on the principle of political equality and under conditions of political freedom.
10
8
International IDEA, Melanjutkan Dialog Menuju Reformasi Konstitusi di Indonesia, Jakarta: International IDEA, 2001, hlm. 17.
9
Rusadi Kantaprawira, Birokrasi dan Pemilihan Umum 1997, Makalah pada Seminar Nasional XV Dinamika Pemilihan Umum 1997 dalam Kongres Nasional IV Asosiasi Ilmu
Politik Indonesia AIPI, Bandung: Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, 23-25 September 1997, hlm. 1.
10
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: P.T. Gramedia, 1983, hlm. 61.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
5
Konteks yang demikian berarti pemilihan umum adalah institusi pokok pemerintahan perwakilan yang demokratis, karena dalam suatu negara demokratis,
wewenang pemerintah hanya diperoleh atas persetujuan dari mereka yang diperintah. Mekanisme untuk menerjemahkan persetujuan itu menjadi wewenang pemerintah
adalah pelaksanaan pemilihan yang bebas dan jujur.
11
Keberadaan lembaga perwakilan dimaksudkan untuk menetapkan atau menjamin penyelenggaraan negara tidak absolut, tetapi demokratis berkedaulatan
rakyat. Oleh karena itu, pemilihan umum adalah merupakan salah satu sarana untuk membentuk lembaga perwakilan rakyat dalam mewujudkan cita-cita demokrasi atau
kedaulatan rakyat. Lebih lanjut Dahlan Thaib mengemukakan bahwa dalam masyarakat
demokratis, pemilihan umum merupakan suatu proses pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan
konstitusi. Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa pemilihan umum merupakan kegiatan politik yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan kekuasaan
dalam sebuah negara yang menganut prinsip-prinsip demokrasi.
12
Pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak dapat dilepaskan dari pemilihan umum, karena pemilihan umum pemilu merupakan konsekuensi logis dianutnya prinsip
kedaulatan rakyat demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prinsip
11
United States Information Agency USIA, What is Democracy ?, English Teaching Forum, New Jersey: Prentice Hall, 1991, hlm. 16.
12
Dahlan Thaib, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004 Perspektif Hukum Tata Negara, Makalah disampaikan dalam Workshop dan Pelatihan Pengawasan Jajaran Panwaslu se
Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta: 28-29 Mei 2004, hlm.1.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
6
dasar kehidupan kenegaraan yang demokratis adalah setiap warga negara berhak ikut aktif dalam proses politik.
13
Untuk itu, kualitas partai politik, baik keorganisasiannya maupun kiprahnya dalam kehidupan politik, sangat menentukan terciptanya wakil-wakil rakyat yang
bermutu dan bertanggungjawab. Demikian pula pemilihan umum melakukan proses seleksi yang menyeberangkan tokoh-tokoh dari sektor kehidupan politik
masyarakat ke sektor pemerintahan yang resmi sifatnya.
14
Dalam Ilmu Hukum Tata Negara, pemilihan umum merupakan salah satu cara pengisian jabatan untuk memilih wakil-wakil rakyat dalam suatu negara
demokratis. Dengan perkataan lain, objek kajian Hukum Tata Negara sebagai hukum yang mengatur keorganisasian negara dan cara menjalankan pemerintahan,
menurut Maurice Duverger diantaranya mencakup persoalan cara rakyat menjalankan hak-hak ketatanegaraan, seperti sistem perwakilan di dalam negara,
sistem pemilihan umum, parlemen, menteri-menteri, kepala pemerintahan chef de lEtat, dan sebagainya.
15
Bahkan Marcel Prelot dalam bukunya Institutions Politiques et Droit Constitutionnel mengemukakan bahwa soal-soal
kewarganegaraan, hak-hak warga negara dan penduduk, pemilihan umum dan kepartaian merupakan kajian dari hukum ketatanegaraan kerakyatan le droit
13
Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, Yogyakarta: Liberty, 1993, hlm. 94.
14
Rusadi Kantaprawira. Anjakan Analisis Politik dan Ketatatanegaraan Atas Dasar Daur Keparlemenan , dalam Bagir Manan Ed., Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia dan Negara
Hukum, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996, hlm. 255.
15
Maurice Duverger, Droit Constitutionnel et Institution Politiques, dalam Usep Ranawijaya, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-dasarnya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hlm. 16- l 7.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
7
constitutionnel demotique yang mengenai susunan dari masyarakat negara determine la composition meme de la societe etatique.
16
Lebih lanjut Maurice Duverger dalam bukunya yang berjudul lEs Regimes des Politiques menyatakan sebagai berikut :
Cara pengisian jabatan demokratis dibagi menjadi dua, yakni demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Yang dimaksud demokrasi langsung
merupakan cara pengisian jabatan dengan rakyat secara langsung memilih seseorang untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu dalam pemerintahan,
sedangkan demokrasi perwakilan merupakan cara pengisian jabatan dengan rakyat memilih seseorang atau partai politik untuk memilih seseorang
menduduki jabatan tertentu guna menyelenggarakan tugas-tugas kelembagaan negara seperti kekuasaan legistatif, kekuasaan eksekutif, dan
kekuasaan yudikatif.
17
Realitas tersebut berarti, otoritas pengisian jabatan tertentu dalam pemerintahan dilegitimasi berdasarkan perwakilan melalui pemilihan umum. Yang dipikirkan dalam
hal ini ialah suatu kelompok yang mengorganisasi diri dan dengan demikian menentukan batas otoritas yang dipercayakan oleh kelompok itu kepada wakil-
wakilnya. Rakyat negara memberikan mandatnya yang terbatas dalam konstitusi.
18
16
Ibid., hlm. 17-18. Dalam hubungan ini Marcel Prelot membagi hukum publik kedalam hukum publik ketatanegaraan droit public constitutionnel, yaitu hukum mengenai susunan negara la
structure de 1’Etat dan hukum publik perhubungan droit public relationnel, yaitu hubungan negara dengan perorangan atau persekutuan swasta collectivites non etatiques. Sedangkan droit public
constitutionnel, meliputi : hukum ketatanegaraan politik le droit constitutionnel politique, hukum ketatanegaraan administrasi le droit constitutionnel administratif, hukum ketatanegaraan peradilan
Ie droit constitutionnel judiciaire on juridictionnel, dan hukum ketatanegaraan kerakyatan le droit constitutionnel demotique.
17
Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Naskah Akademik Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Usulan Komisi Konstitusi, Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2004, hlm. 92.
18
J.H.A. Logemann, Over de Theorie van een Stellig Staatsrecht Tentang Teori Suatu Hnkum Tata Negara Positif, terjemahan Makkatutu dan J.C. Pangkerego,Jakarta: PT. Ichtiar
Baru-van Hoeve, 1975, hlm. 102.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
8
Namun demikian, pemilihan umum juga tidak terlepas kaitannya dengan ilmu Politik, karena di dalam suatu pemilihan umum dapat diamati secara empiris
adanya perilaku politik tertentu dan orientasinya terhadap isu-isu politik yang bersangkutan dengan masalah kekuasaan, pengambilan keputusan dan pencapaian
tujuan kemasyarakatan serta masalah penyelesaian konflik dan pembentukan konsensus.
19
Dengan demikian, apabila pemilihan umum dalam Hukum Tata Negara ditinjau sebagai bentukan formil yang dibatasi oleh hukum yang berlaku juridical
approach,sehingga berkaitan dengan hukum konstitusionil, maka Ilmu Politik meskipun tetap mengindahkan juridical approach, yang menunjukkan struktur formil
dari lembaga-lembaga politik, tetapi terutama sekali memperhatikan bagaimana pelaksanaan dan aktivitas dari lembaga tersebut dalam kenyataannya. Sebagai akibat
approach seperti ini, Ilmu Politik juga mencakup dalam penyelidikannya faktor- faktor kekuasaan riil yang ada di dalam masyarakat, seperti penyelidikan pressure
groups, pendapat umum, propaganda, lobbying, dan lain-lain yang turut membentuk dan menentukan hakekat lembaga-lembaga itu.
20
Maurice Deverger dalam hubungan ini mengemukakan :... as a general rule, political institutions are viewed more from a legal then from a sociological angle;
constitutional law is studied rather than political science … pada umumnya, institusi
19
Rusadi Kantaprawira, Pengaruh Pemilihan Umum…, op.cit., hlm. 47. Perhatikan juga Miriam Budiardjo, Dasar-dasar…, op.cit., hlm. 9, diantaranya menyebutkan bahwa konsep-konsep
pokok dalam Ilmu Politik berkenaan dengan : negara state, kekuasaan power, pengambilan keputusan decision making, kebijaksanaan policy, beleid dan pembagian distribustion dan
alokasi allocation.
20
F. Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, Bandung: Binacipta, 1982, hlm. 29-30.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
9
politik dapat dipandang dari segi hukum melalui tinjauan sosiologi, hukum tata negara dipelajari dari sudut pandang ilmu politik.
21
Dengan demikian menurut Rusadi Kantaprawira, Hukum Tata Negara dalam konteks pemilihan umum mempunyai pertautan interdependensi dengan Ilmu
Politik, sebagai berikut: Apabila dikaji, maka pemilihan umum itu sebenarnya merupakan institusi
yang berusaha mengadakan perkaitan kembali terugkoppeling antara pelaku- pelaku politik dalarn masyarakat dengan pelaku-pelaku politik dalam struktur
pemerintahan yang formal sifatnya, sehingga terdapat hubungan kejiwaan antar keduanya. Dengan perkataan yang demikian ini, lembaga-lembaga
negara akan mempunyai keabsahan dan kewenangan untuk bertindak atas nama dan untuk kepentingan masyarakat yang menjadi bumi-nya.
22
Di Indonesia, pemilihan umum merupakan penafsiran normatif dari UUD 1945 agar pencapaian masyarakat demokratik mungkin tercipta. Masyarakat
demokratik ini merupakan penafsiran dari pelaksanaan kedaulatan rakyat. Dalam hal ini kedaulatan rakyat hanya mungkin berjalan secara optimal apabila masyarakatnya
mempunyai kecenderungan kuat ke arah budaya politik partisipan, maupun keharusan-keharusan lain seperti kesadaran hukum dan keseyogiaan dalam berprilaku
untuk senantiasa dapat menakar dengan tepat berbagai hal memerlukan keseimbangan. Harmoni tersebut antara lain berwujud sebagai keserasian antara
kepentingan individu dengan masyarakat, antara aspek kehidupan kerohanian dan kebendaan, antara kepentingan pusat dan daerah dan sebagainya.
23
21
Ibid..
22
Rusadi Kantaprawira, Pengaruh Pemilihan …, loc.cit.
23
Ibid, hlm. 51.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
10
Secara yuridis konstitusional, berkenaan dengan Pemilihan Umum di Indonesia dewasa ini diatur secara eksplisit dalam Pasal 22 E UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan : 1 Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. 2
Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3 Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai Politik
4 Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
5 Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
6 Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang- undang.
Bahkan landasan yuridis konstitusional pemilihan umum, juga diatur dalam berbagai UUD atau Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, karena pemilu
merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang harus dilindungi secara konstitusional demokrasi konstitusional. Hal ini dapat diperhatikan dalam Pasal 34
Konstitusi RIS 1949 dan Pasal 35 UUDS 1950 yang menyebutkan : Kemauan Rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa; kemauan itu dinyatakan dalam pemilihan
berkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang sedapat mungkin bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia
ataupun menurut cara yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara.
24
24
Dalam rumusan UUDS 1950 terdapat sedikit perbedaan dengan rumusan Konstitusi RIS 1949, yaitu kata sedapat mungkin yang diatur dalam Pasal 34 Konstitusi RIS 1949
dihilangkan.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
11
Sejarah ketatanegaraan Indonesia telah membuktikan dalam kurun waktu 1945 sampai dengan 2004, telah diselenggarakan pemilihan umum sebanyak 7 tujuh
kali, yaitu pertama kali 1955 dalam rangka UUDS 1950, dan sebanyak 8 delapan kali dalam rangka UUD 1945, baik pada masa sebelum maupun sesudah Perubahan
UUD 1945, yang antara lain dimaksudkan untuk memilih lembaga perwakilan rakyat DPR dan DPRD.
25
Konsekuensi dari pemilihan umum yang melahirkan lembaga perwakilan rakyat, maka esensinya baik sebagai badan legislatif maupun sebagai forum
perwakilan rakyat menurut M. Solly Lubis mempunyai dua macam peranan, yaitu : a sebagai badan yang berwenang dalam perundang-undangan wet geving; law
making, dan b sebagai badan pengawas kontrol terhadap badan eksekutif.
26
Memperhatikan sendi negara demokrasi dimaksud, maka UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengamanatkan pembentukan berbagai
lembaga perwakilan rakyat di Indonesia, yang meliputi MPR terdiri dari DPR dan DPD serta DPRD untuk Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
Dalam sistem pemerintahan daerah keberadaan DPRD secara yuridis konstitusional diatur dalam Pasal 18 ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang menyebutkan : Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
25
Pada pemilu 1955, selain diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, juga memilih anggota Konstituante, sedangkan pemilu 2004, selain memilih anggota DPR,
DPD, dan DPRD, secara tersendiri juga telah diselenggarakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
26
M. Solly Lubis, Asas-asas Hukum Tata Negara, Bandung: Alumni, 1980, hlm. 83.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
12
memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
Keberadaan DPRD yang demikian tidak terlepas dari hakikat otonomi daerah dalam mewujudkan desentralisasi atau proses pendemokrasian pemerintahan dengan
keterlibatan langsung masyarakat melalui pendekatan lembaga perwakilan DPRD
27
, guna mengatur dan mengurus urusan rumah tangga satuan pemerintahan yang lebih
rendah secara bebas dan mandiri. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pemerintahan daerah seyogianya
berlangsung sekaligus dua alur kebijakan: 1.
Berlangsungnya kekuasaan dan kewenangan Pemerintah Pusat di daerah secara berwibawa legally and legitimated, punya macht kewenangan
dan gezag kewibawaan.
2. Berlangsungnya pendemokrasian pemerintahan dan pembangunan di
daerah yang berarti akomodatif dan aspiratif.
28
Atas dasar hal tersebut, Bagir Manan
29
mengemukakan paling tidak ada 3 tiga faktor utama yang menunjukkan keterkaitan antara susunan pemerintahan
daerah dengan pendemokrasian pemerintahan:
1
Sebagai upaya untuk mewujudkan prinsip kebebasan liberty, 2 Sebagai upaya untuk menumbuhkan suatu kebiasaan habit agar rakyat
memutus sendiri berbagai macam kepentingan umum yang bersangkutan langsung dengan mereka. Membiasakan rakyat mengurus dan mengatur
sendiri urusan-urusan pemerintahan yang bersifat lokal, bukan hanya
27
J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan tantangan Global, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hlm. 29.
28
M. Solly Lubis, Hubungan Pusat dan Daerah Otonom, Makalah Disajikan Pada “Pertemuan Ahli Hukum Tata Negara, Melanjutkan Perubahan UUD Negara RI 1945”, Bukittinggi:
Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Andalas dengan DPD Dewan Perwakilan Daerah RI, 11-13 Mei 2007, hlm. 9.
29
Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Jakarta: Sinar Harapan, 1994, hlm. 34
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
13
sekedar sebagai wahana latihan yang baik, tetapi menyangkut segi yang sangat esensial dalam suatu masyarakat demokratik,
3 Sebagai upaya memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya terhadap masyarakat yang mempunyai berbagai tuntutan yang berbeda.
Garis-Garis Besar Haluan Negara GBHN tahun 1999-2004 sebenarnya sudah mengamanatkan perlunya pemberdayaan DPRD, sebagaimana disebutkan
bahwa arah kebijakan Pembangunan Daerah antara lain adalah : Memberdayakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka melaksanakan fungsi dan perannya
guna memantapkan penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab”.
30
Dalam hubungan ini, lahirnya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan Undang-undang No. 32 Tahun
2004, sebagai bagian dari reformasi politik telah merubah peran DPRD yang sebelumnya dianggap hanya merupakan stempel pemerintah menjadi pihak yang
mengawasi pemerintah. Hal ini sebagai konsekuensi dari terlepasnya pengaruh pemerintah dalam rekrutmen anggota-anggota legislatif, sehingga para anggota yang
terpilih lebih berorientasi kepada masyarakat pemilihnya daripada pihak eksekutif. Berdasarkan hal-hal tersebut, lahirlah berbagai mekanisme demokratik seperti
sistem pemilihan anggota perwakilan, sistem pemilihan penyelenggara pemerintahan gubernur, bupati, dan walikota, sistem hubungan tanggung jawab antara badan
perwakilan dengan penyelenggara permerintahan dan sebagainya.
30
Hal ini dapat diperhatikan dalam Ketetapan MPR No. IVMPR1999 Tentang GBHN Tahun 1999-2004. Bab IV Arah Kebijakan, Huruf G Pembangunan Daerah, angka 1 Umum huruf
f.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
14
Di Wilayah Provinsi Sumatera Utara, selain Provinsi Sumatera Utara, pada Pemilu 1999 terdiri atas 13 Kabupaten, dan 6 Kota
31
, yang merupakan daerah otonom, tentunya juga mempunyai DPRD sebagai wakil rakyat dalam rangka
mewujudkan otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab. Dalam hubungan ini dapat diperhatikan jumlah Kabupaten dan Kota di
wilayah Provinsi Sumatera Utara, sebagaimana Tabel berikut ini :
Tabel 1.1. Perbandingan KabupatenKota Pada Pemilu 1999 dengan Pemilu 2004
No. KabupatenKota Pada Pemilu 1999 No.
KabupatenKota Pada Pemilu 2004
1. Kota Medan
1. Kota Medan
2. Kota Tebing Tinggi 2.
Kota Tebing Tinggi 3.
Kota Binjai 3. Kota Binjai
4. Kota Pematang Siantar 4.
Kota Pematang Siantar 5.
Kota Sibolga 5. Kota Sibolga
6. Kota Tanjung Balai
6. Kota Tanjung Balai
7. Kabupaten Deli Serdang
7. Kota Padang Sidimpuan
8. Kabupaten Asahan
8. Kabupaten Asahan
9. Kabupaten Dairi
9. Kabupaten Dairi
10. Kabupaten Karo
10. Kabupaten Karo
11. Kabupaten Labuhan Batu
11. Kabupaten Labuhan Batu
12. Kabupaten Langkat 12.
Kabupaten Langkat 13.
Kabupaten Mandailing Natal 13.
Kabupaten Mandailing Natal 14.
Kabupaten Nias 14.
Kabupaten Nias 15.
Kabupaten Simalungun 15.
Kabupaten Simalungun 16.
Kabupaten Tapanuli Selatan 16.
Kabupaten Tapanuli Selatan 17.
Kabupaten Tapanuli Tengah 17.
Kabupaten Tapanuli Tengah 18.
Kabupaten Tapanuli Utara 18.
Kabupaten Tapanuli Utara 19.
Kabupaten Toba Samosir 19.
Kabupaten Toba Samosir 20.
Kabupaten Samosir 21.
Kabupaten Humbang Hasundutan 22.
Kabupaten Nias Selatan 23.
Kabupaten Deli Serdang 24.
Kabupaten Pakpak Bharat 25.
Kabupaten Serdang Bedagei
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah, 2003.
31
Sementara Pada Pemilu 2004, di Wilayah Provinsi Sumatera Utara terdapat 18 Kabupaten, dan 7 Kota.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
15
Berdasarkan data tersebut, tentunya Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang bersifat pluralistik, baik dilihat dari segi geografis maupun keadaan
sosial masyarakatnya, sehingga menunjukkan terdapat keanekaragaman penduduk Sumatera Utara, baik dari segi tingkat pendidikan yang berbeda serta pekerjaan yang
beraneka ragam seperti petani dan nelayan, pedagang, Pegawai Negeri Sipil PNS, pengusaha, buruh, dan sebagainya.
Berdasarkan berbagai indikator di atas, dapat diperhatikan Provinsi Sumatera Utara yang sangat pluralistik, apabila dipetakan dari segi pembagian daerah
kabupaten dan kota mempunyai karakteristik tersendiri dilihat dari kehidupan sosial, ada yang cenderung homogen, seperti Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten
Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir. Akan tetapi juga terdapat daerah-daerah yang bersifat pluralistik, sebagaimana antara lain Kabupaten Deli Serdang, Kota
Medan, Kota Pematang Siantar, sehingga tentunya juga akan mempengaruhi prilaku politik dan prilaku hukum DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara dalarn
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Akan tetapi, realita secara formal menunjukkan, Lembaga Perwakilan Rakyat
baca, DPRD sebagai hasil pemilihan umum 1999 belum mencerminkan keterwakilan politik masyarakat, karena tidak banyak memenuhi aspirasi masyarakat,
bahkan lebih banyak terlibat dalam memperjuangkan kepentingan mereka beserta kelompoknya, sehingga lembaga perwakilan rakyat identik dengan wakil partai
politik atau kelompok tertentu.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
16
Kondisi ini dapat diperhatikan dari fenomena yang terjadi pada DPRD, seperti perkelahian yang belum pernah terjadi dalam sejarah DPRD di Provinsi
Sumatera Utara, sebagaimana terjadi pada pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Dairi Periode 2004-2009 yang diwarnai kerusuhan, mulai dari caci maki, pukul
meja di ruang sidang. Bahkan ada beberapa anggota dewan yang saling lempar botol air mineral antara lain Fraksi Partai Golkar dengan Fraksi PDIP.
32
Demikian juga dengan berbagai unjuk rasa yang dilakukan oleh warga masyarakat yang
disebabkan aspirasi mereka tidak ditanggapi secara baik oleh anggota DPRD, seperti soal limbah, pemerasan, dan penggusuran yang terjadi di Kecamatan Medan
Sunggal, ternyata di Gedung DPRD Medan warga mengaku kecewa melihat kinerja Dewan, karena tidak satupun dari mereka yang bersedia menerima aspirasi warga
33
, bahkan dalam pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah DPRD sering
mengabaikan aspirasi masyarakat, sehingga tidak begitu tersentuh oleh DPRD padahal mereka mewakili rakyat.
Kehadiran para anggota DPRD juga menjadi sorotan, pihak yang diharapkan menjadi tempat menyalurkan aspirasi masyarakat, ternyata sikapnya seakan tidak
perduli dengan rakyat, sebagaimana antara lain terjadi pada DPRD Kabupaten Deli Serdang, akibat tidak ada satupun anggota dewan yang masuk di ruang komisi I
DPRD Deli Serdang di Lubuk Pakam, akhirnya ruangan itu dijadikan ajang
32
Pilkada Dairi Rusuh , Medan : Harian Waspada, Selasa 27 Januari 2004, hlm. 1-2.
33
Hal ini antara lain dapat diperhatikan : Dua Gelombang Pengunjuk Rasa Serbu Kantor Bupati dan DPRD Langkat, Medan : Harian Waspada, Selasa, 8 Juli 2003, hlm. 6, dan Soal
Penggusuran dan Kasus Kampar Warga Sunggal dan Mahasiswa Demo di DPRD, Medan: Harian Waspada, Sabtu, 21 Februari 2004, hlm. 5.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
17
pertengkaran dua pengurus tanah garapan di lahan eks PTPN II Selambo.
34
Bahkan masyarakat Medan Area menilai anggota DPRD Medan hanya bisa menebar janji. Sudah begitu banyak janji yang mereka terima, namun hingga kini
belum ada yang ditepati. Kenyataan ini membuat warga menuding anggota dewan, terutama dari Daerah Pemilihan Dapem I sebagai pembohong. Pernyataan tersebut
dikemukakan warga dalam pertemuan dengan para anggota DPRD Medan Daerah Pemilihan I pada saat mereka melakukan kunjungan kerja ke sejumlah wilayah di
kawasan tersebut.
35
Dalam konteks yang demikian, Pemerintah dan DPRD semestinya dapat berperan dan berfungsi untuk melaksanakan dengan sungguh-sungguh tahap
”memperjuangkan pengakomodasian kepentingan rakyat”, sehingga Pemerintah Daerah melaksanakan kebijakan yang menyentuh aspirasi rakyat.
36
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila Rektor USU Chairuddin P. Lubis diwakili Pembantu Rektor III John Tafbu Ritonga, pada Seminar Pemilihan Umum
menegaskan, reformasi tahun 1998 sama sekali tidak menghasilkan perbaikan bagi kehidupan wong cilik ordinary people, melainkan semakin buruk.
37
Lebih lanjut Rektor Universitas Sumatera Utara dalam kaitan ini menyatakan sebagai berikut:
34
Tak Ada Anggota Dewan, Ruang Komisi I DPRD DS Jadi Ajang Pertengkaran, Medan: Harian Sore Garuda, Senin, 1 Maret 2004, hlm. 1.
35
“Keluhan Tak Direspon: DPRD Medan Dituding Pembohong”, Medan: Harian Andalas, Sabtu, 19 Mei 2007, hlm. 3.
36
J. Kaloh, Mencari Bentuk ..., op.cit., hlm. 51.
37
Rektor USU Pada Seminar Pemilu: Reformasi Tak Perbaiki Kehidupan Wong Cilik, Medan : Harian Waspada, Minggu, 8 Februari 2004, hlm. 3.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
18
Setelah reformasi tahun 1997 kata Rektor, angka pengangguran di Indonesia bertambah. Angka orang miskin meningkat dari 22 juta menjadi 39 juta jiwa
dan pendapatan per kapita masyarakat menurun dari Rp. 8,4 juta menjadi Rp. 7 juta. Pemilu 2004 merupakan critical moment momen kritis. Apabila
voters pemilih tidak cerdas dan cermat menetapkan pilihannya pada Pemilu 5 April 2004, 4 Juli dan 4 September nanti akan memperlambat dan
memperburuk pemulihan pembangunan ekonomi. Dikatakannya, Pemilu 2004 langsung memilih legislator dan Presiden, orang yang akan membuat dan
mengawasi serta menyusun pemerintahan. Salah pilih akan membuat kebijakan UU yang salah kaprah serta pemerintahan yang tidak becus dan
cuma bisa ngomong dan berdebat.
38
Sejalan dengan hal yang demikian, J. Kaloh mengemukakan kondisi politik daerah sebagai berikut:
... , seringkali pendemokrasian jalannya Pemerintahan Daerah dikemas oleh kepentingan elit politik semata, sehingga tidak jarang banyak partai politik
dan anggota DPRD Daerah tidak mampu melaksanakan fungsinya untuk melakukan agregasi dan artikulasi kepentingan para pemilihnya, malahan
yang banyak terjadi adalah menyuarakan kepentingan pribadi semata. Dalam keadaan sedemikian ini sangat mungkin terjadi biaya tinggi high cost yang
pada akhirnya gerak pemerintahan berjalan di tempat”.
39
Sementara itu, tugas dan wewenang DPRD sedemikian luas, meliputi berbagai hal, antara lain sebagai berikut:
40
a. memilih GubernurWakil Gubernur, BupatiWakil Bupati, dan WalikotaWakil Walikota;
b. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian GubernurWakil
Gubernur, BupatiWakil Bupati, atau WalikotaWakil Walikota; c.
bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota membentuk Peraturan Daerah;
38
Ibid.
39
J. Kaloh, Mencari Bentuk …, loc. cit.
40
Perhatikan Pasal 18 ayat 1 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 34 ayat 2 Undang-undang No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR. DPR
dan DPRD. Bandingkan juga dengan Pasal 62 dan Pasal 78 Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Bandingkan juga dengan Pasal 42 Undang-
undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
19
d. bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
e. melaksanakan pengawasan terhadap : 1 pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan lain;
2 pelaksanaan Keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota; 3 pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
4 kebijakan Pemerintah Daerah; 5 pelaksanaan kerja sama internasional di Daerah;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan Daerah;
g. menampung dan menindaklanjuti aspirasi Daerah dan masyarakat; Selain itu, secara normatif DPRD mempunyai beberapa kewajiban yang
diatur dalam Pasal 22 Undang-undang No. 22 Tahun 1999, yang meliputi: a. mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, b. mengamalkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, serta mentaati
segala peraturan perundang-undangan, c. membina demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,
d. meningkatkan kesejahteraan rakyat di Daerah berdasarkan demokrasi ekonomi, dan
e. memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan pengaduan masyarakat, serta memfasilitasi tindak lanjut
penyelesaiannya.
41
Akan tetapi dalam praktek, kewenangan tersebut belum mampu di implementasikan oleh DPRD, disebabkan berbagai hambatan baik internal maupun
41
Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004, rumusannya mengalami perubahan, sebagaimana Pasal 45 bukan lagi kewajiban DPRD, melainkan kewajiban anggota DPRD, yang meliputi : a.
mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD 1945, dan menaati segala peraturan perundang-undangan, b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, c. mempertahankan dan
memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, d. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah, e. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti
aspirasi masyarakat, f. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan, g. memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai
wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya, h. menaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, dan sumpahjanji anggota DPRD, dan i. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja
dengan lembaga yang terkait.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
20
eksternal. Hambatan internal diantaranya adalah : peraturan tata tertib DPRD, sarana dan prasarana serta kualitas anggota DPRD. Demikian juga halnya dengan hambatan
eksternal, seperti iklim politik yang berlaku, mekanisme sistem pemilihan umum maupun hubungan antara eksekutif dengan DPRD.
Kondisi ini mengakibatkan keberadaan DPRD senantiasa mendapat sorotan masyarakat, baik sebagai anggota maupun lembaga. Konstelasi demikian dapat
diperhatikan dari fenomena masyarakat yang tidak lagi percaya sepenuhnya kepada Lembaga Perwakilan Rakyat, karena sebagai lembaga politik tidak mampu bertindak
atas nama rakyat untuk menentukan kebijaksanaan guna mencapai tujuan dan kepentingan masyarakat, padahal keberadaan Undang-undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 mengamanatkan pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa
dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif, dan meningkatkan peran dan fungsi lembaga perwakilan rakyat.
42
Realitas politik menunjukkan DPRD belum dapat melaksanakan fungsinya secara optimal dalam mewakili masyarakat. Dalam kaitan ini, Andi Anhar Chalid
Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Riau mengemukakan: Bahwa secara jujur harus diakui kemampuan anggota DPRD hasil Pemilu
1999 masih memerlukan sentuhan-sentuhan intensif agar lebih kompeten dan profesional. Kemampuan tersebut dapat diamati dari segi penguasaan visi,
kematangan politik, pengetahuan tentang konsepsi dan teknis pemerintahan dan demokrasi serta ketrampilan lain yang bersifat mendukung.
42
M. Solly Lubis, Otonomi Daerah, Seminar Pengkajian Daerah, Pengembangan Aspirasi Daerah Sumatera Utara Dalam Rangka Ketahanan Nasional, Medan: Kerjasama USU-Dewan
Pertahanan Keamanan Nasional, 13 Maret 1999, hlm. 7.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
21
Penyelenggaraan pemerintahan yang ideal ditandai bukan hanya semata-mata telah memenuhi kaidah demokrasi, melainkan juga ia harus memenuhi ukuran
efektivitas. Untuk memenuhi kaidah efektivitas, mensyaratkan dikuasainya pengetahuan dan keahlian yang berkaitan dengan bidang tugas legislatif,
seperti mekanisme kerja kelegislatifan, kebijakan publik, teknis pengawasan, penyusunan anggaran dan sebagainya.
43
Apabila DPR termasuk DPRD tidak dapat berfungsi, dan mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat semakin berlarut-larut, akan menimbulkan masalah
besar bagi kehidupan ketatanegaraan, karena bisa terjadi rakyat menyalurkan aspirasinya sendiri dengan caranya sendiri melalui unjuk rasa dan demonstrasi yang
menjurus kepada anarki, yang dapat berakibat keadaan ketatanegaraan yang ekstra konstitusional, bahkan bisa mengarah kepada revolusi.
44
Pemilu yang terdistorsi pada akhirnya hanya menghasilkan lembaga perwakilan yang terdistorsi pula. Itulah yang terjadi dalam pemilihan anggota DPRD
ternyata telah menghilangkan makna representitas keterwakilan rakyat dalam Lembaga Perwakilan Rakyat. Akhirnya dapat diduga bila produk legislasif lembaga
ini tidak dapat menyentuh nurani apalagi ruh aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, pemberdayaan empowering Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah DPRD sangat menentukan dalam upaya melaksanakan otonomi baru. Pemberdayaan adalah upaya agar DPRD mampu melaksanakan tugas dan tanggung
43
Andi Anhar Chalid, Pandangan Empirik Mengenai Hubungan Legislatif-Eksekutif di Daerah Kabupaten Kepulauan Riau, dalam Sadu Wasistiono dan Ondo Riyani Eds., Etika
Hubungan Legislatif-Eksekutif dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Bandung: Fokusmedia, 2003, hlm. 79-80.
44
Bintan R. Saragih, Kapabilitas DPR dalam Pemantapan Good Governance , Makalah pada Seminar Hukum Nasional VII Reformasi Hukum Menuju Masyarakat Madani, Jakarta:
BPHN-Departemen Kehakiman RI, 12-15 Oktober 1999, hlm. 10.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
22
jawab secara wajar, baik sebagai mitra eksekutif maupun sebagai pengemban pelaksanaan kedaulatan rakyat.
45
Namun patut disadari, untuk berperan dan berfungsinya DPRD dalam menegakkan keserasian antara kepentingan anggota masyarakat yang diwakilinya
dengan kepentingan berbagai kelompok dan lembaga baik di tingkat Nasional maupun pada tingkat Daerah, menurut Arbi Sanit ada beberapa faktor yang
mempengaruhinya: Pertama, integritas dan kemampuan atau ketrampilan anggota Badan
Legislatif. Kedua, pola hubungan anggota badan tersebut dengan anggota masyarakat yang mereka wakili yang tercermin di dalam sistem perwakilan
yang berlaku. Ketiga, struktur organisasi Badan Legislatif yang merupakan kerangka formal bagi kegiatan anggota dalam bertindak sebagai wakil rakyat.
Dan keempat, ialah hubungan yang tercermin dalam pengaruh timbal balik antara Badan Legislatif dengan Eksekutif dan lembaga-lembaga lainnya
sebagai unit-unit pemerintahan di tingkat daerah, serta hubungan badan tersebut dengan lembaga-lembaga yang sama di tingkat yang lebih tinggi
hirarkinya.
46
Kondisi ini juga terjadi pada Lembaga Perwakilan Rakyat tingkat Pusat, sebagaimana jajak pendapat Kompas: “Menakar dan Menilai Keputusan MPR”,
yang juga sebagian besar anggotanya adalah berasal dari DPR hasil pemilihan umum menunjukkan bahwa di mata publik, kondisi tersebut menjauhkan MPR dari suara
rakyat. Agenda-agenda yang berkaitan dengan persoalan bangsa kurang mendapat proporsi perhatian yang layak, sehingga kinerja lembaga pemegang kedaulatan rakyat
ini oleh sebagian besar 73 persen responden dirasa tidak memuaskan. Menurut
45
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat Studi Hukum PSH Fakultas Hukum UII, 2002, hlm. 62.
46
Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia, Jakarta: P.T. Rajawali Pers, 1985, hlm. 205.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
23
mereka, MPR sekarang ini bukan lagi penjelmaan dari 200 juta lebih rakyat Indonesia, melainkan jelmaan dari kelompok-kelompok politik yang dominan di
dalamnya.
47
Selain itu, dalam jumlah yang sama responden juga memberi sinyalemen bahwa dalam berpendapat anggota MPR lebih mementingkan sensasi daripada
keseriusan membahas substansi permasalahan yang dihadapi. Sehingga responden merasa bahwa pendapat-pendapat yang keluar dari mulut anggota MPR kebanyakan
tidak berbobot. Mayoritas 80 persen responden mengaku bahwa perdebatan yang terjadi dalam ST MPR kali ini lebih banyak didorong keinginan untuk memenangkan
kepentingan masing-masing kelompokindividu daripada mencari solusi yang terbaik bagi bangsa. Mayoritas 79 persen responden tidak puas dengan upaya anggota MPR
dalam menyalurkan aspirasi masyarakat.
48
Berkenaan dengan hal tersebut, Fathullah, pengamat politik CIDES Indonesia secara gamblang menyatakan tentang prilaku anggota Dewan :
Sekali lagi harus kita katakan sejujurnya, kendati sangat pahit dan terpaksa menggunakan bahasa yang lantang untuk mengingatkan bahwa dunia
perpolitikan di Indonesia saat ini diwarnai oleh para politikus hitam yang memainkan politik hitamnya. Mereka ini bergentayangan menaburkan
malapetaka yang tiada habis-habisnya dengan mempermainkan politik untuk kepentingan diri sendiri atau kelompoknya, memanipulasi kekuasaan,
menggerogoti uang dan memeras keringat rakyat, memutarbalikkan kepentingan atas nama rakyat, serta berprilaku anomali, bahkan lebih jelek
dari itu.
49
47
Jajak Pendapat Kompas: Menakar dan Menilai Keputusan MPR, Jakarta: Harian Kompas, Senin 12 Agustus 2002, hlm. 8.
48
Ibid.
49
Fathullah, Keadaan Darurat Politik Indonesia, Jakarta: Harian Media Indonesia, Selasa 9 September 2003, hlm. 15.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
24
Dalam kaitan ini, masa depan DPR dan DPRD akan sangat bergantug terhadap perubahan mendasar tentang sistem pemilihan umum, sistem kepartaian, dan
sistem keparlemenan yang dapat lebih mendewasakan perilaku mayoritas di dalam DPR dan DPRD, sehingga menimbulkan hubungan kedekatan antara pemilih dengan
para wakilnya. Oleh karena itu, sesudah Pemilu Tahun 1999 dan berikutnya, perlu disadari
bersama sejauh mana makna Pemilu itu sebagai koridor yang menjadi alur lintas perilaku dan kegiatan politik kita menuju sistem politik yang baru nanti. Sesudah
pemilu akan banyak lagi hal-hal dan masalah yang akan dibenahi dalam sistem itu, baik segi paradigma, maupun segi kelembagaan dan tata krama politik yang
seyogyanya dikembangkan nanti, menurut konsensus nasional.
50
Konstelasi yang demikian sangat penting artinya, terutama bila dihubungkan dengan Perubahan UUD
1945 yang telah memposisikan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai bagian dari institusi politik.
Di dalam sistem pemilihan umum yang memperhitungkan keterkaitan antara wakil dengan konsituennya atau yang memperhitungkan wakil-wakil realnya yang
tercantum dalam daftar calon dengan para pemilihnya, akan membawa konsekuensi perhatian atau porsi aktivitas yang lebih besar harus diberikan oleh DPRD kepada
masyarakat luas, sehingga sesuai dengan predikatnya sebagai lembaga perwakilan
50
M. Solly Lubis, Mencari format Konstitusionalisme Yang Baru Sebagai Landasan Paradigmatik Sistem Manajemen Nasional, Pidato Pumabakti sebagai Guru Besar Tetap Fakultas
Hukum dan Program Pascasarjana PPs Universitas Sumatera Utara USU, di Balai Raya Tiara Convention Centre, Medan: Universitas Sumatera Utara, 21 Februari 2002, hlm. 19.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
25
rakyat. Uraian di atas menunjukkan bahwa kapabilitas DPRD sekarang ini belum mampu menciptakan keterwakilan politik masyarakat, karena belum secara penuh
bertindak sebagai wakil anggota masyarakat. Salah satu sumber ketidakmampuan memperkecil jarak perwakilan di Indonesia
berasal dari pemilihan umum, karena pemilihan umum yang diselenggarakan tidak menghasilkan wakil anggota masyarakat yang bertanggung jawab kepada pemilihnya.
Bahkan dapat dikemukakan bahwa wakil rakyat yang dihasilkan melalui pemilihan umum selama ini belum mampu menghayati kepentingan masyarakat yang
diwakilinya. Mereka belum mampu meletakkan sikap, pendirian dan tingkah laku mereka pada posisi yang seimbang diantara kepentingan anggota masyarakat yang
diwakilinya dengan kepentingan pemegang kekuasaan yang otoritas. Apalagi untuk berpihak kepada anggota masyarakat yang diwakilinya dan yang memberikan
kepercayaan kepada mereka.
51
Dalam real politik, kekuasaan yang telah dilahirkan rakyat, dan dari rakyat ternyata dalam permainan politik kekuasaan telah
mengakibatkan rakyat menderita dan ditinggalkan. Lima tahun kemudian dan pemilu dilaksanakan lagi, barulah rakyat seperti
memperoleh haknya kembali untuk menentukan hitam putihnya kekuasaan, melalui pemenang pemilu. Tetapi setelah pemilu selesai rakyat tidak mempunyai kekuasaan
apa-apa lagi, karena permainan politik sudah terlepas dari realitas hidupnya dan rakyat tidak dapat lagi menentukan ke arah mana kekuasaan itu akan dikelola dan
diaktualisasikan para pemenang pemilu.
51
Arbi Sanit, Perwakilan Politik …, op.cit., hlm. 193
.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
26
Akibatnya dari pemilu ke pemilu nasib rakyat tetap saja menderita dan tidak berubah menjadi lebih baik. Oleh karena itu, kekuasaan yang diberikan rakyat
seharusnya menjadi perwujudan dari kekuasaan hati nurani rakyat. Dan suara hati nurani rakyat, dimanapun, kapanpun, dan dari siapapun adalah suara untuk keadilan
dan kemakmuran. Hal ini berarti, sistem pemilihan umum yang didasarkan pada sistem
proporsional
52
, yang diselenggarakan dalam suasana iklim politik dan pengaturan yang baru pada tahun 1999 dipandang belum menunjukkan hubungan yang signifikan
dengan perwujudan kedaulatan rakyat, sehingga masalah pemilihan umum, khususnya sistem pemilihan umum di Indonesia, masih belum ideal, karena itu masih merupakan
objek yang dapat diteliti atau dikaji secara lebih mendalam, apalagi pemilihan umum dewasa ini sudah diatur secara konstitusiona1.
53
Di Indonesia berarti sistem pemilihan umum tidak hanya semata-mata dilihat pada pilihan antara sistem distrik dengan sistem proporsional, akan tetapi harus
memperhatikan kaitannya dengan perwujudan kedaulatan rakyat. Untuk penerapannya, sistem pemilihan umum tidak bersifat konstan, karena dipengaruhi
oleh banyak faktor atau kepentingan.
52
Pasal 1 ayat 7 dan Penjelasan Umum angka 4 Undang-undang No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
53
Dalam Perubahan Ketiga UUD 1945, pengaturan tentang Pemilihan Umum diatur dalam Bab VII B, Pasal 22 E, dan terdiri dari 6 ayat. Ketentuan ini mengamanatkan penyelenggaraan
pemilihan umum setiap lima tahun sekali secara langsung, umum, bebas, rahasia. jujur, dan adil untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
27
Kondisi ini dapat diperhatikan dari Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, yang menunjukkan semakin tipis peluang bagi rakyat
untuk memilih wakilnya yang duduk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD secara langsung lewat sistem distrik, karena undang-undang tersebut
masih mempertahankan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka dalam Pemilihan Umum Pemilu DPRD Tahun 2004.
54
Oleh sebab itu, yang diperkirakan lebih menunjukkan pengaruhnya terhadap prilaku politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah regulasi tentang pemilihan
umum dan pengangkatan. Secara sistemik, regulasi itu merupakan masukan instrumental yang memberikan warna terhadap komposisi, afinitas, ketergantungan,
tingkat kognisi, afeksi dan konasi atau aktivitas para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
55
Dengan demikian, Pemilu seharusnya menjadi pernyataan suara hati nurani rakyat, sehingga pemenang pemilu dalam mengelola kekuasaan selalu terikat untuk
mewujudkan keadilan dan kemakmuran rakyatnya. Bukan untuk kekuasaan yang diperebutkan diantara kalangan mereka sendiri. Kekuasaan hati nurani harus
menjiwai setiap aturan permainan dan keputusan politik, karena kekuasaan yang mereka peroleh pada hakikatnya merupakan perwujudan suara hati nurani rakyat.
54
Hal ini diatur dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-undang No. 12 Tahun 2003 yang menyebutkan :Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
KabupatenKota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka.
55
Rusadi Kantaprawira, Pengaruh Pemilihan Umum …, op.cit., hlm. 19.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
28
Untuk itu, pemilu seharusnya tidak semata-mata hanya permainan politik yang tidak terkait realisasinya dengan nurani rakyat dalam menata dan mengelola kekuasaan.
Jika keadaan sekarang ini dibiarkan terus, akan meluas apatisme politik rakyat. Akhirnya rakyat akan hidup dengan dunianya sendiri, dengan caranya sendiri.
Sebaliknya, elite politik akan hidup dengan cara dan dunianya sendiri. Keduanya tidak ada hubungannya sama sekali. Dalam keadaan itulah pemilu hanya menjadi basa-basi
politik, akibatnya kualitas politik akan turun dan kehilangan makna, sedangkan dukungan rakyat hanya semu belaka dan akan terus menurun kuantitas dan kualitasnya.
Sekarang ini kita menyaksikan berpuluh-puluh Partai Politik Parpol sebagai kekuatan politik mencuat dan muncul ke permukaan sistem politik, khususnya untuk
membuka saluran aspirasi yang selama ini dirasakan tersendat. Menurut sejarah, gejolak politis seperti ini bukan baru kali ini terjadi di tanah air, terbukti pada masa
multipartai tahun 50-an juga telah terjadi, hingga tiba pada titik kritis konstituante yang gagal menciptakan UUD yang baru.
56
Memperhatikan fenomena tersebut, maka konstitusi seharusnya menetapkan kerangka untuk politik yang demokratis. Konstitusi tersebut harus menyatakan
bagaimana fungsi sistem pemilihan, dengan kata lain bagaimana aspirasi rakyat diartikulasikan melalui sistem politik. Untuk memberi keyakinan pada rakyat, dalam
tugasnya mereka perlu disediakan suatu sistem yang tidak memungkinkan pelanggaran terhadap hak-hak minoritas oposisi. Dalam hal ini, pelaksanaan terbaik
yang terjadi akhir-akhir ini merefleksikan perhatian bahwa sistem pemilihan harus
56
M. Solly Lubis, Mencari Format …, op.cit., hlm. 24.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
29
menghasilkan legislatif yang menyeluruh dimana seluruh pilihan politik rakyat secara proporsional terwakili sementara dalam waktu yang bersamaan memastikan
adanya pemilihan yang reguler dan priodik.
57
Untuk mewujudkan pemilu yang benar-benar demokratis, terdapat beberapa standar yang harus menjadi acuan:
58
Pertama, pelaksanaan pemilihan umum harus memberikan peluang sepenuhnya kepada semua partai politik untuk bersaing secara bebas, jujur dan adil.
Kedua, pelaksanaan pemilu betul-betul dimaksudkan untuk memilih wakil- wakil rakyat yang berkualitas, memiliki integritas moral dan yang paling penting
wakil-wakil tersebut betul-betul mencerminkan kehendak rakyat. Ketiga, pelaksanaan pemilu harus melibatkan semua warga negara tanpa
diskriminasi sedikitpun, sehingga rakyat benar-benar mempunyai kepercayaan bahwa dirinya adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat.
Keempat, pemilu dilaksanakan dengan perangkat peraturan yang mendukung asas kebebasan dan kejujuran, sehingga dengan adanya undang-undang yang lebih
memberi kesempatan kebebasan pada warga negara, peluang ke arah pemilu yang demokratis dapat dicapai.
Kelima, pelaksanaan pemilu hendaknya mempertimbangkan instrumen dan penyelenggaranya, karena sangat mungkin kepentingan-kepentingan penyelenggara
lembaga akan mengganggu kemurnian pemilu.
57
International IDEA, op. cit., hlm. 71
.
58
A. Malik Haramain dan M.F. Nurhuda Y., Mengawal Transisi, Refleksi Atas
Pemantauan Pemilu 99, Jakarta: JAMPPI-PB PMII dan UNDP, 2000, hlm. 109-111.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
30
Keenam, pada persoalan yang lebih filosofis, pemilu hendaknya lebih ditekankan pada manifestasi hak masyarakat, guna menciptakan partisipasi
masyarakat dalam pemerintahan. Dalam kaitan ini, maka kerangka hukum yang membentuk sistem pemilu
adalah merupakan faktor penting untuk menciptakan pemilu yang demokratis dalam rangka menciptakan keterwakilan politik rakyat di dalam lembaga perwakilan rakyat,
disamping faktor-faktor lain seperti, penyelenggara dan pemilih dalam pemilu. Ternyata, kerangka hukum pemilu 2004 memberi peluang untuk praktik
melanggengkan kebiasaan lama dalam pemilu. Ini terlihat antara lain pada akomodasi suara sah dalam pemilu anggota DPR : coblos tanda gambar partai saja,
atau coblos tanda gambar partai dan nama calon dalam kolom tanda gambar yang sama.
59
Bahkan dalam pengaturan lebih lanjut tentang penentuan calon wakil partai politik yang terpilih, ditentukan melalui penetapan bilangan pembagi pemilih BPP,
yakni seorang calon wakil akan secara otomatis terpilih jika suara yang dikumpulkan memenuhi jumlah BPP yang kisarannya antara 325.000 hingga 425.000. Jika dalam
satu kolom tanda gambar partai tidak terdapat calon yang memenuhi BPP, calon- calon terpilih ditentukan oleh partai politik yang bersangkutan.
60
Ketentuan yang demikian menunjukkan bahwa pada akhirnya stelsel daftar terbuka yang digunakan dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang
59
T.A. Legowo, “Dilema Pemilu 2004”, Jakarta: Harian Kompas, Sabtu 4 Oktober 2003, hlm. 47.
60
Ibid.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
31
Pemilihan Umum tidak begitu bermakna dalam melahirkan anggota DPRD yang berkualitas. Di sisi lain pengaturan tersebut juga pada akhirnya akan menciptakan
ketergantungan calon anggota DPRD kepada partai politik daripada kepada pemilihnya rakyat.
Beranjak dari konstelasi yang demikian, Jimly Asshiddiqie berkenaan dengan sistem pemilihan umum maupun sistem kepartaian dalam hubungannya dengan esensi
keterwakilan rakyat mengemukakan: Jika sistem pemilihan umum yang dipakai adalah sistem suara berimbang
proporsional, maka derajat hubungan keterwakilan antara rakyat dan para wakilnya cenderung berjarak, tidak sedekat atau seakrab seperti dalam sistem
distrik. Dalam rangka sistem kepartaian, juga terdapat kecenderungan makin banyak partai dan makin luas terbukanya tingkat persaingan, maka makin
terbuka juga peluang aspirasi rakyat dapat sungguh-sungguh diperwakilkan oleh wakil rakyat. Walhasil, dalam sistem perwakilan rakyat melalui lembaga
parlemen itu selalu saja terdapat kemungkinan distorsi atau kelemahan- kelemahan. Karena itu, sistem perwakilan fisik saja dianggap tidak atau belum
tentu menjamin keterwakilan rakyat secara substantif, sehingga dikembangkan adanya pengertian representation in ideas yang tidak
tergantung hanya kepada mekanisme kelembagaan melalui parlemen.
61
Realitas di atas menunjukkan bahwa sistem pemilu belum memberikan akses yang kuat dalam melahirkan wakil rakyat yang representatif, yang tentunya
dikhawatirkan berimplikasi dalam penyelenggaraan negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat, tentunya dalam rangka melahirkan berbagai policy sebagai
wujud aspirasi dan tuntutan masyarakat.
61
Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, Yogyakarta: FH UII Press, 2004, hlm. 44.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
32
Dengan demikian, Indonesia sampai saat ini masih mencari format konstitusionalisme
62
yang akan dijadikan sebagai landasan paradigmatik dalam sistem pemilihan umum yang mampu melahirkan wakil rakyat yang representatif
yang pada gilirannya akan mencerminkan kehendak rakyat. Dalam situasi yang demikian, M. Solly Lubis lebih lanjut mengemukakan
sebagai berikut : Menurut sepanjang pengamatan saya, bangsa ini sedang mencari-cari dan
berusaha menemukan format konstitusionalisme yang baru bagi dirinya, untuk kepentingan penataan ulang sistem manajemen kehidupan bangsa ini di semua
bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam, termasuk mengenai pemerintahan dan otonomi Daerah.
63
Oleh karena itu, perlu kajian yang komprehensif tentang keberadaan lembaga perwakilan rakyat yang berpengaruh, seperti sistem pemilihan umum, pelaksanaan
fungsi lembaga perwakilan rakyat atau juga budaya hukum masyarakat, sehingga
Penulis tertarik untuk melakukan studi dalam bentuk Disertasi tentang Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat Pada
DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara Studi Konstitusional Peran DPRD pada Era Reformasi Pasca Pemilu 1999.
62
Istilah ini diadopsi oleh penulis dari Pidato Purna Bakti Prof Dr. M. Solly Lubis, SH dengan judul: Mencari Format Konstitusionalisme yang Baru sebagai Landasan Paradigmatik
Sistem Manajemen Nasional .
63
M. Solly Lubis, Masalah-masalah Hukum dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Makalah
Pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Denpasar: BPHN-Departemen Kehakiman dan HAM RI, 14-l 8 Juli 2003, hlm. 3.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
33
B. Perumusan Masalah