Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

34 solving dalam rangka menciptakan optimalisasi peran DPRD dalam mewujudkan keterwakilan politik masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat untuk memecahkan hal-hal yang menjadi permasalahan baik secara teoritis maupun secara praktis : 1. Secara teoritis, dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pengembangan studi tentang Sistem Pemilihan Umum dan DPRD di Indonesia. 2. Secara praktis, manfaat penelitian ini adalah : a. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh solusi secara integral dan komprehensif atas berbagai kelemahan inplementasi sistem pemilihan umum yang diterapkan di Indonesia. b. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada MPR, DPR, DPD dan Pemerintah dalam menyusun berbagai produk hukum bidang politik, termasuk DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

E. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 35 yang tertinggi. 64 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas. 65 Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis si penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan problem, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan yang mungkin disetujui atau tidak disetujui 66 , yang merupakan masukan eksternal dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai beberapa kegunaan sebagai berikut : l. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. 2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi- defenisi. 3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti. 4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang. 67 Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam disertasi ini, diantaranya adalah teori demokrasi sebagai asas yang dipergunakan dalam kehidupan ketatanegaraan dewasa ini banyak dianut 64 Satjipto Rahardjo, llmu Hukum, Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti, 1991, hlm. 254. 65 Ibid, hlm. 253. 66 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: CV. Mandar Maju, 1994, hlm. 80. 67 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, hlm. 121. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 36 oleh negara-negara di dunia, yakni suatu negara dengan sistem pemerintahan yang bersumber pada kedaulatan rakyat. Menurut paham kedaulatan rakyat, rakyat memerintah dan mengatur diri mereka sendiri demokrasi. Hanya rakyat yang berhak mengatur dan menentukan pembatasan-pembatasan terhadap diri mereka sendiri, dalam arti bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan pemerintah dan negara, oleh karena kebijaksanaan ini menentukan kehidupan rakyat. Dalam pandangan Rousseau demokrasi itu bersifat mutlak absolut dan tidak terbatas illimite. Kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat aux mains du people dan pelaksanaan demokrasi semurni-murninya adalah democratie directe langsung, walaupun Rousseau sendiri berkeyakinan bahwa democratie -directe- itu tidak dapat dilaksanakan dalam kebanyakan negara- negara. Demokrasi murni itu sesungguhnya tidak dapat dikaitkan dengan satu hal lain apapun juga dan tak dapat pula diserahkan atau diwakilkan kepada suatu instansibadan lain inalienable, sebab kehendak rakyat umum itu sesugguhnya tak dapat diperwakilkan la volonte generale ne se represente pas. 68 Sehubungan dengan hal tersebut di kalangan pemerintahan lazimnya berwujud demokrasi langsung atau directe democratie direct-democracy atau klassieke democratie, rakyat di dalam polis ikut serta secara langsung menentukan beleid, kebijaksanaan pemerintah atau adanya : direct government by all the people. 69 Dalam perkembangannya, demokrasi langsung ini makin sulit dilaksanakan, baik karena wilayah negara menjadi makin luas, penduduknya makin banyak, 68 Koentjoro Poerbopranoto, Sistem Pemerintahan Demokrasi, Bandung: P.T. Eresco, 1987, hlm. 22. 69 Sjachran Basah, Ilmu Negara Pengantar, Metode dan Sejarah Perkembangan, Bandung: Alumni, 1989, hlm. 83. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 37 maupun karena urusan pemerintahan makin rumit, sehingga tidak mungkin semua orang dapat duduk sebagai penyelenggara negara, maka lahirlah sistem perwakilan. Rakyat tidak lagi secara langsung menyelenggarakan pemerintahan, akan tetapi diselenggarakan oleh wakil-wakil rakyat yang bukan hanya memerintah atas nama rakyat, tetapi untuk rakyat for the people. Untuk rakyat, maksudnya pemerintahan dijalankan atau berjalan sesuai dengan kehendak rakyat. 70 Berkenaan dengan hal tersebut, C.F. Strong dalam bukunya Modern Political Constitution merumuskan demokrasi sebagai berikut : By democracy in this sense we therefore mean a system of government in which the majority of the rule grown members of political community participate through a method of representation which secures that the government is ultimately responsible for its actions to that majority. In other words, the contemporary constitutional state must be based on a system o democratic representation which guarantees the sovereignty of the people demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan, dalam hal mana mayoritas anggota masyarakat politik ikut berpartisipasi melalui cara perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah pada akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya kepada mayoritas itu. Dengan perkataan lain negara demokratis didasari oleh sistem perwakilan demokratis yang menjamin kedaulatan rakyat. 71 Sementara itu, Hans Kelsen mengemukakan tentang pengertian demokrasi sebagai berikut: Democracy means that the will which is represented in the legal order of the State is identical with the wills of subjects Demokrasi berarti bahwa kehendak yang dinyatakan dalam tata hukum negara identik dengan kehendak 70 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, “Mewujudkan Kedaulatan Rakyat Melalui Pemilihan Umum, dalam Bagir Manan ed., Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996, hlm. 57. 71 C.F. Strong, Modern Political Constitution, London: ELBS Jackson Ltd, 1961, hlm. 13. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 38 daripada subyek atau warga negara. 72 Ini berarti demokrasi mengandung makna bahwa setiap warga negara dilibatkan dalam pengambilan keputusan, adanya persamaan derajat, memperoleh jaminan kemerdekaan dan kebebasan, dilaksanakan dengan sistem perwakilan serta pemilihan umum dengan suara terbanyak. Memperhatikan realitas ini, maka demokrasi sebagai sebuah gagasan yang percaya pada prinsip kebebasan, kesetaraan dan kedaulatan manusia untuk mengambil keputusan menyangkut urusan publik, secara mendasar dikatakan paralel dengan prinsip-prinsip dasar ajaran Islam. Artinya, pada tataran prinsipil antara Islam dan demokrasi tidaklah bertentangan. Siti Musdah Mulia, dalam konteks hubungan demokrasi dengan prinsip dasar ajaran Islam mengemukakan: Sejumlah konsep ajaran Islam yang dipandang sejalan dengan prinsip demokrasi adalah: pertama, al-musawah egalitarianism. Bahwa manusia memiliki derajat dan posisi yang setara di hadapan Allah. Kedua, al-hurriyah kemerdekaan. Ketiga, al-ukhuwwah persaudaraan. Keempat, al’adalah keadilan yang berintikan pada pemenuhan hak asasi manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat negara. Kelima, al-syura musyawarah. Bahwa setiap warga masyarakat memiliki hak untuk ikut berpartisipasi di dalam urusan publik yang menyangkut kepentingan bersama. 73 Dengan demikian, demokrasi perwakilan ini dinamakan representative government atau juga disebut representative democracy, sebagaimana dikemukakan 72 Hans Kelsen, General Theory…, op.cit., hlm. 284. 73 Siti Musdah Mulia, Rekonstruksi Pemikiran Islam Tentang Perempuan Prospek dan Tantangannya Bagi Penerapan Syariah Islam di Aceh, Makalah Disampaikan Pada ”International Conference Islamic Syariah and The Challengge of The Global World”, Banda Aceh: Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry Darussalam, 19-21 Juli 2007, hlm. 17. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 39 dalam International Commission of Jurist dalam konfrensinya di Bangkok pada tahun 1965 yang menyebutkan: Representative government is a government deriving its power and authority from the people which power and authority are exercised through representative . freely chosen and responsible to them” Pemerintahan representatif adalah pemerintahan yang memperoleh kekuasaan dan kewenangan dari rakyat dan untuk rakyat melalui pemilihan yang bebas, sehingga bertanggung jawab kepada mereka. 74 Demokrasi yang demikian menurut E. Baker dalam bukunya Reflection on Government mempunyai konsekuensi-konsekuensi : 1. keharusan adanya lembaga perwakilan rakyat; 2. keharusan adanya seleksi, baik melalui pemilihan umum yang bebas dan rahasia maupun dengan cara lain; 3. keharusan adanya partai politik; 4. keharusan adanya lembaga yang mempunyai tugas pelaksanaan, dan yang bertanggung jawab kepada rakyat melalui badan perwakilan rakyat. 75 Sejalan dengan hal di atas, suatu negara merupakan penganut demokrasi menurut Arend Lijphart apabila dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1 Ada kebebasan untuk membentuk dan menjadi anggota perkumpulan; 2 Ada kebebasan menyatakan pendapat; 3 Ada hak untuk memberikan suara dalam pemungutan suara; 4 Ada kesempatan untuk dipilih atau menduduki berbagai jabatan pemerintahan atau negara; 5 Ada hak bagi para aktivis politik berkampanye untuk memperoleh dukungan atau suara; 6 Terdapat berbagai sumber informasi; 7 Ada pemilihan yang bebas dan jujur; 74 Sri Soemantri M., Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993, hlm. 12. 75 Sri Soemantri M., Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, Jakarta: C.V. Rajawali, 1984, hlm. 34-35. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 40 8 Semua lembaga yang bertugas merumuskan kebijaksanaan pemerintah harus tergantung pada keinginan rakyat. 76 Dengan demikian, pemilihan umum merupakan salah satu ciri adanya suatu kehendak rakyat dalam negara demokrasi. Di kebanyakan negara demokrasi dunia, syarat pemilihan umum dianggap sebagai lambang, sekaligus tolok ukur dari demokrasi. Hasil suatu pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan disertai dengan kebebasan berpendapat dan berserikat, dianggap akurat mencerminkan partisipasi dan aspirasi masyarakat. Salah satu unsur yang disebutkan oleh Arend Lijphard adalah keharusan adanya pemilihan umum untuk memilih para penyelenggara negara tertentu. Pemilihan umum bukan sekedar menunjukkan adanya hubungan antara yang memilih dan yang dipilih. Lebih dari itu, pemilihan umum menyiratkan hubungan bahwa yang dipilih bertanggungjawab kepada pemilih. Tidak ada pemerintahan yang demokratis yang tidak bertanggungjawab kepada pemilih. 77 Dalam pada itu, untuk mewujudkan sistem pemilihan umum yang didasarkan pada persamaan secara konstitusional, maka pemilihan umum menurut Hilaire Barnett harus didasarkan pada 4 empat prinsip: a that there is a full franchise, subject to limited restriction bahwa terdapat hak suara penuh dari setiap individu yang dibatasi oleh aturan-aturan hukum; b that the value of each vote cast is equal to that of every other vote bahwa nilai setiap suara sama dengan suara lainnya; 76 Arend Lijphard, Democracies, dalam Bagir Manan, Pemilihan Umum Sebagai Sarana Mewujudkan Kedaulatan Rakyat, Bandung: Program Pascasarjana UNPAD, 1995, hlm. 5-6. 77 Ibid., hlm. 6 Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 41 c that the conduct of election campaigns is regulated to ensure legality and fairness bahwa pelaksanaan kampanye diatur untuk menjamin legalitas dan kejujuran; d that the voting system is such as to produce both a legislative body representative of the electorate and a government with sufficient democratic support to be able to govern effectively bahwa pemungutan suara diselenggarakan untuk menghasilkan lembaga perwakilan yang representatif dari oprang-orang yang memilih dan dipilih yang dilakukan secara demokratis, sehingga dapat memerintah secara efektif 78 . Realitas demikian menunjukkan bahwa prinsip demokrasi mempunyai interdependensi dengan prinsip negara hukum rechtstaat. Dalam konsep negara hukum tercakup 4 empat tuntutan dasar : Pertama, tuntutan kepastian hukum yang menetapkan kebutuhan langsung masyarakat. Kedua, tuntutan bahwa hukum berlaku sama bagi segenap penduduk dan warga negara. Ketiga, legitimasi demokratis, artinya bahwa proses pembuatan atau penetapan hukum harus mengikutsertakan dan mendapat persetujuan rakyat. Keempat, negara hukum merupakan tuntutan akal budi, yaitu menjunjung tinggi martabat manusia dan masyarakat. 79 Di negara-negara Anglo Saxon berkembang pula suatu konsep negara hukum yang semula dipelopori oleh A.V. Dicey dengan sebutan Rule of Law, yang menekankan pada 3 tiga tolok ukur atau unsur utama, yaitu : 1 Supremasi hukum atau supremacy of law; 2 Persamaan di hadapan hukum atau equality before the law; 3 konstitusi yang didasarkan pada hak-hak perorangan atau the constitution based on individual rights. 80 78 Hilaire Barnett, Constitutional Administrative Law, London: Cavendish Publishing Limited, 2002, hlm. 423. 79 Djiwandono Soedjati, J. dan T.A. Legowo, Revitalisasi Sistem Politik lndonesia, Jakarta: CSIS, 1986, hlm. 39. 80 Muhammad Tahir Azhary, H., Negara Hukum Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, lmplementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, Jakarta: Kencana, 2003, hlm. 90. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 42 Teori negara hukum mengalami pertumbuhan menjelang abad XX yang ditandai dengan lahirnya konsepsi negara hukum modern modern welfare state 81 , yang pemerintahannya bukan lagi sebagai penjaga malam nachtwachterstaat melainkan turut serta secara aktif dalam pergaulan kemasyarakatan, sehingga kesejahteraan bagi semua orang terjamin. Hal ini berarti bahwa dengan pertumbuhan negara kesejahteraan modern, telah membawa pengaruh pada keterlibatan pemerintah dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, sehingga pemerintah mempunyai tugas servis publik bestuurszorg. Piet Thoenes, dalam hubungannya dengan welfare state mengemukakan sebagai berikut: The welfare state is a form of society characterized by a system of democratic, government sponsored welfare placed on a new footing and offering a guarantee of collective social care to its citizens, concurrently with the maintenance of a capitalist system of production negara kesejahteraan adalah bentuk masyarakat yang ditandai adanya suatu sistem demokratis, dengan didukung oleh pemerintah yang menempatkan kesejahteraan sebagai landasan baru, memberikan suatu jaminan perlindungan sosial yang kolektif pada warganya dengan mempertahankan secara sejalan seiring dengan sistem produksi kapitalis. 82 Lebih lanjut dalam International Commision of Jurist pada konfrensinya di Bangkok tahun 1965 menekankan bahwa di samping hak-hak politik bagi rakyat harus diakui pula adanya hak-hak sosial dan ekonomi. Komisi ini juga merumuskan syarat-syarat pemerintahan yang demokratis di bawah Rule of Law sebagai berikut: 81 E. Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan, 1990, hlm. 18. 82 Husni, Eksistensi Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan UUD 1945, Bandung: Disertasi, Universitas Padjadjaran, 2004, hlm. 26. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 43 1. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu, konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin. 2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak. 3. Pemilihan umum yang bebas. 4. Kebebasan menyatakan pendapat. 5. Kebebasan berserikatberorganisasi dan beroposisi. 6. Pendidikan kewarganegaraan. 83 Bersamaan dengan itu, negara Indonesia juga disebut sebagai negara hukum rechtstaat, bukan negara kekuasaan machtstaat 84 , sehingga sudah seharusnya lembaga perwakilan rakyat baik di pusat maupun di daerah, serta lembaga perwakilan daerah yang dipilih melalui pemilihan umum diberdayakan fungsinya dan pelembagaannya, agar dapat memperkuat sistem demokrasi yang berdasar atas hukum demokrasi konstitusional dan prinsip negara hukum yang demokratis tersebut. Namun demikian, harus pula ada jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat democratische rechtsstat. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat. Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka machtsstaat. Prinsip negara hukum tidak boleh ditegakkan dengan 83 Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Yogyakarta: Gama Media, 1999, hlm. 26. 84 Prinsip Indonesia sebagai negara hukum, secara yuridis konstitusional sebelum Perubahan UUD 1945 diatur dalam Penjelasan dan implementasinya pada rumusan Pasal-pasal UUD 1945, seperti Pasal 4, Pasal 27, Pasal 28 dsbnya. Sedangkan sesudah Perubahan UUD 1945 secara eksplisit prinsip negara hukum diatur dalam Pasal 1 ayat 3 :Negara Indonesia adalah negara Hukum . Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 44 mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar. 85 Prinsip kedaulatan rakyat itu selain diwujudkan dalam bentuk penataan peraturan perundang-undangan yang akan dihasilkannya, juga tercermin dalam struktur dan mekanisme kelembagaan negara dan pemerintahan yang menjamin tegaknya sistem hukum dan berfungsinya sistem demokrasi. 86 Realitas di atas menunjukkan bahwa negara yang menganut prinsip demokrasi konstitusional constitutional democratische dan prinsip negara hukum rechtsstaat haruslah didasari pada prinsip negara berdasar atas konstitusi contitutional system, sebagai perwujudan pembatasan kekuasaan melalui ketentuan-ketentuan konstitusi. Bagir Manan dalam konteks negara berdasar atas konstitusi menyebutkan bahwa konstitusionalisme selalu melahirkan apa yang lazim disebut Limited government. Dalam negara bersistem konstitusi setiap kekuasaan dibatasi. Pembatasan ini sangat penting karena kekuasaan itu mempunyia karakter untuk selalu meluaskan lingkupnya secara tidak terbatas. Dan kekuasaan tidak terbatas akan menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan misused of power dan kesewenang- wenangan arbitrary power. 87 Pada negara yang berdasarkan konstitusi memberlakukan konstitusi sebagai the higher law dan fundamental law. K.C. Wheare dalam konteks ini 85 Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945, Makalah Pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Denpasar: BPHN- Departemen Kehakiman dan HAM RI, 14-18 Juli 2003, hlm. 3. 86 Jimly Asshiddiqie, Pengorganisasian Kekuasaan Legislatif dan Eksekutif, Jakarta: Jurnal Keadilan. Vol. 2, No. 1 Tahun 2002, hlm. 6. 87 Bagir Manan, Dasar-dasar Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Menurut UUD 1945, Ceramah Ilmiah Dihadapan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Angkatan 1994, Bandung: Universitas Padjadjaran, 3 September 1994, hlm. 17. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 45 menyebutkan : The short explanation of this phenomenon is that in many countries a Constitution is thought of as an instrument by which government can be controlled. Constitution spring from a belief in limited government Secara singkat dapat dijelaskan bahwa di banyak negara Konstitusi adalah salah satu sarana yang digunakan untuk mengawasi pemerintahan. Konstitusi mendasari pemerintahan yang terbatas. 88 Sejalan dengan itu, menurut Carl J. Friedrich dalam bukunya Constitutional Government and Democracy 89 , konstitusionalisme ialah : Merupakan gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah. Secara historis, munculnya pemerintahan konstitusional senantiasa berhubungan dengan terbatasinya negara dan kekuasaan para pengelolanya. Karena itu, konstitusionalisme, abstraksi yang sedikit lebih tinggi daripada rule of law atau pun rechtsstaat, berarti paham negara terbatas dimana kekuasaan politik resmi dikelilingi oleh hukum yang jelas dan yang penerimaannya akan mengubah kekuasaan menjadi wewenang yang ditentukan secara hukum. 90 Negara berdasarkan konstitusi, mengandung sekurang-kurangnya dua makna: 91 88 K.C. Wheare, Modern Constitutions, New York: Oxford University Press, 1975, hlm. 7. 89 Dahlan Thaib, dkk, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hlm. 22. 90 Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, Jakarta: LP3ES, 1990, hlm. 514. 91 Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Yogyakarta: FH UII Press, 2003, hlm. 245 . Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 46 Pertama, pengaturan mengenai batas-batas atau pemerintahan dalam mencampuri kehidupan dan pergaulan masyarakat. Kedua, jaminan hukum akan hak-hak, baik sipil maupun hak pribadi individual rights, hak-hak politik political rights, maupun hak-hak sebagai sebuah kelompok atau hak- hak sosial sebagai hak asasi yang melekat secara alamiah pada setiap insan baik secara pribadi atau kelompok. Secara yuridis konstitusional, perlindungan hak-hak warga negara dalam bidang politik antara lain diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945: 92 - Pasal 27 ayat 1: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. - Pasal 28D ayat 1: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Ayat 3: Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. - Pasal 28I ayat 2: Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif itu. Bahkan implementasi dari landasan yuridis konstitusional ini telah dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 43 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 yang berbunyi sebagai berikut: 1 Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 2 Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung, atau dengan perantara wakil yang dipilihnya dengan bebas menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan; 3 Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan. 92 Sekretariat Jenderal MPR RI, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2002, hlm. 74-76. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 47 Realitas ini berarti pemilihan umum mutlak diperlukan oleh negara yang menganut paham demokrasi dalam kehidupan kenegaraannya, baik penganutan itu secara formal dianut secara tegas di dalam peraturan negara dan untuk performance, maupun yang menganutnya secara formal dan esensial sekaligus mengejawantahkan kriterianya di dalam praktek. 93 Di dalam demokrasi perwakilan, bangunan prinsip negara hukum adalah merupakan syarat mutlak, terutama dalam penyelenggaraan pemilihan umum untuk memilih wakil-wakil rakyat. Agar para wakil itu benar-benar bertindak atas nama rakyat, maka para wakil itu harus ditentukan oleh rakyat yang dalam pelaksanaannya biasanya menggunakan lembaga pemilihan umum. 94 Berdasarkan pemikiran yang demikian, maka pada umumnya pemilihan umum menjadi bagian penting dari suatu konstitusi, artinya di dalam wawasan konstitusional terdapat pula secara inheren prinsip tentang lembaga pemilihan umum. 95 Dalam hubungan ini, esensi pemilihan umum dalam sistem politik demokratis yang didasarkan pada prinsip negara hukum dan prinsip negara berdasarkan konstitusi mempunyai beberapa fungsi, meliputi: 96 Pertama, sarana legitimasi politik. Melalui pemilu keabsahan pemerintahan 93 Moh. Mahfud. MD, Perkembangan Politik Hukum, Studi tentang Pengaruh Konfigurasi Politik terhadap Produk Hukum di Indonesia, Yogyakarta: Disertasi, Universitas Gadjah Mada, 1993, hlm. 133. 94 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: C.V. Sinar Bakti, 1983, hlm. 329. 95 Moh. Mahfud, MD, Perkembangan Politik Hukum …, op.cit., hlm. 135. 96 Marzuki, Pemilu 2004, Jalan Menuju Demokratisasi Politik, Medan: Harian Analisa, Senin 28 April 2003, hlm. 8. Perhatikan juga A. Malik Haramain dan M.F. Nurhuda Y., Mengawal Transisi…, hlm. 46-47. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 48 yang berkuasa dapat ditegakkan, begitu juga program dan kebijakan yang dihasilkannya. Pemilu merupakan sarana paling demokratis untuk membentuk representative government. Pemilu merupakan the expression of democratic struggle dimana rakyat menentukan siapa saja yang memerintah serta apa yang dikehendaki rakyat untuk dilakukan oleh pemerintah. Kedua, pemilu berfungsi sebagai sarana peralihan pemerintahan secara aman dan tertib. Dalam hal ini pemilu diharapkan mampu menghasilkan regenerasi kepemimpinan secara pasti dan legitimate. Oleh karena itu pemilihan umum merupakan mekanisme politik untuk menjamin keberlangsungan pergantian pemerintahan secara teratur. Ketiga, sebagai penciptaan political representative keterwakilan politik untuk mengaktualisasikan aspirasi dan kepentingan rakyat. Dalam kaitan ini pemilihan umum tidak hanya berfungsi sebagai pengejawantahan dari berlakunya asas kedaulatan rakyat, namun yang lebih penting adalah membangun kepercayaan rakyat terhadap pemerintah untuk melaksanakan kebijakan dari program-programnya. Keempat, sebagai sarana sosialisasi dan pendidikan politik rakyat. Dalam fungsi ini pemilu diharapkan mampu mengimplementasikan kepada rakyat untuk memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya bagi masyarakat dimana ia berada. Sosialisasi dan pendidikan politik itu diharapkan mampu memberikan kepercayaan kepada masyarakat agar partisipasinya dapat dimanifestasikan dalam suasana yang bebas menyatakan pendapat, menyatakan dan mengakses informasi serta bebas berserikat. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 49 Dalam membahas tentang sistem pemilihan Umum, menurut Bintan R. Saragih, meliputi dua hal pokok, yaitu: Pertama, bagaimana melaksanakan sistem yang sudah ada aturan-aturannya secara umum diakui dan dianut oleh umumnya negara-negara demokrasi konstitusional. Ini sering disebut sebagai electoral laws yang mengatur sistem pemilu dan aturan-aturan yang menata bagaimana pemilu dijalankan, bagaimana distribusi hasil pemilu ditetapkan dan sebagainya. Mengenai yang pertama ini hampir tidak ada perbedaan pendapat apalagi mempermasalahkannya. Kalau sudah disepakati digunakan sistem distrik, maka semua akan sepakat yang dipilih orang bukan partai, demikian juga mengenai penetapan pemenangnya sudah disepakati aturannya. Bila yang digunakan sistem proporsional, maka semua sepakat bahwa yang dipilih adalah partai atau organisasi peserta pemilu. Kedua, bagaimana mekanisme melaksanakan suatu pemilu yang biasa disebut sebagai electoral process. Dalam electoral process ini ditentukan misalnya: siapa panitia penyelenggara pemilu, partai atau organisasi peserta pemilu, penentuan calon-calon, cara dan tempat berkampanye, kotak suara, tempat dan jumlah TPS, saksi, perpindahan pemilih dan sebagainya. 97 Secara teoritis dalam garis besarnya sistem pemilihan umum terdapat 2 dua model berkaitan dengan sistem pengisian keanggotaan lembaga perwakilan rakyat yang cukup banyak penganutnya, yaitu sistem organis dan sistem mekanis. 98 Sistem- sistem ini, tergantung pada bagaimana pandangan terhadap kedudukan dan keberadaan rakyat pemilih. Pada satu sisi, rakyat dapat dipandang sebagai anggota kelompok yang tidak berhak untuk menentukan siapa wakilnya. Namun, pada sisi lain, rakyat dapat dipandang sebagai individu yang bebas untuk menentukan pilihannya sekaligus mencalonkan diri sebagai calon wakil rakyat. Dalam sistem organis rakyat dipandang mempunyai hak pilih dipilih dan 97 Bintan R. Saragih, Masyarakat Indonesia dan Sistem Pemilu, dalam Bagir Manan Ed., Kedaulatan Rakyat …, op.cit., hlm. 307. 98 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum …, op.cit., hlm. 333. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 50 memilih dalam hubungannya dengan kelompok, bukan pribadi-pribadi yang bebas. Rakyat pemilih selalu diasosiasikan sebagai sejumlah individu yang hidup bersama dalam keanekaragaman persekutuan hidup. Dengan kata lain, masyarakat dipandang sebagai suatu organisme yang terdiri atas organ-organ yang mempunyai kedudukan dan fungsi tertentu dalam kesatuan organisme tersebut. Persekutuan-persekutuan hidup dalam masyarakat berlaku sebagai pengendali hak pilih untuk mengutus wakil-wakilnya sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan atau yang disepakati dalam undang-undang negara tersebut. Dalam pada itu, sistem pemilihan umum mekanis memandang rakyat sebagai individu yang sama dan sederajat. Masing-masing pribadi bertindak sebagai pengendali hak pilih aktif dan masing-masing mengeluarkan satu suara dalam tiap pemilihan umum satu lembaga perwakilan. 99 Partai atau organisasi politik mengorganisasikan pemilih dan berkembang, baik menurut sistem satu partai, dua partai atau multi partai. Pembagian sistem pemilihan umum mekanis, terdapat dua sistem yang terkenal, yaitu sistem single member constituency atau sistem distrik dan sistem multi member constituency atau sistem perwakilan berimbang proporsional. 100 Sistem distrik, satu wilayah kecil distrik pemilihan memilih satu wakil tunggal. Untuk keperluan itu negara dibagi dalam sejumlah besar distrik pemilihan yang kira-kira sama jumlah penduduknya. 99 G.Y. Wolhoff, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Timun Mas, 1960, hlm. 325. 100 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar…,op.cit., hlm. 177. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 51 Menurut Miriam Budiardjo, sistem distrik mempunyai beberapa segi positif dan segi negatif. Segi positif sebagai berikut: l. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dikenal oleh penduduk distrik, sehingga terdapat hubungan yang erat antara rakyat dengan wakilnya. 2. Sistem ini lebih mendorong kearah integrasi partai-partai politik, karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihannya hanya satu. 3. Fragmentasi partai atau kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat dibendung, malahan sistem ini bisa mendorong ke arah penyederhanaan partai secara alamiah dan tanpa paksaan. 4. Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen, sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain. Hal ini mendukung stabilitas nasional. 5. Sistem ini sederhana dan murah untuk diselenggarakan. Segi negatif sebagai berikut : l. Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas. 2. Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa partai yang calonnya kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya. 3. Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan distrik serta warga distriknya daripada kepentingan nasional. 4. Umumnya dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang heterogen. 101 Sistem perwakilan proporsional multi member constituency, karena dalam satu daerah pemilihan dapat dipilih beberapa orang wakil. Sistem ini juga dinamakan sistem perwakilan berimbang, karena persentase kursi di badan perwakilan rakyat dibagikan kepada partai-partai politik dan diseimbangkan dengan persentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik itu. Dalam sistem ini negara dianggap sebagai satu wilayah atau daerah pemilihan. 101 Miriam Budiardjo, Demokrasi di Indonesia, Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm. 250-251. Perhatikan juga Afan Gaffar, Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, hlm. 261. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 52 Sistem ini pun menurut Miriam Budiardjo juga mengandung beberapa kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut : Kelebihannya antara lain: 1. Dianggap lebih demokratis dalam arti lebih egalitarian, karena dengan asas one man one vote dimungkinkan tidak ada suara yang hilang, sehingga semua golongan dalam masyarakat mempunyai peluang untuk menampilkan wakilnya. Jadi, memenuhi rasa adil sense of justice. 2. Sistem ini dianggap representatif, karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara yang diperoleh dalam pemilu. 3. Tidak ada distorsi, sebab persentase perolehan kursi rata-rata sama dengan persentase perolehan suara secara nasional. Kelemahannya adalah : l. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partaipartai baru, sebab jika timbul konflik intern anggotanya cenderung memisahkan diri dan mendirikan partai baru. 2. Sistem ini kurang mendorong partai-partai untuk berintegrasi atau kerja sama satu sama lain dan mencari serta memanfaatkan persamaan- persamaan yang ada, tetapi sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan. 3. Sistem proporsional memberikan kedudukan yang kuat kepada pimpinan partai melalui sistem daftar. 4. Wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatannya dengan warga yang memilihnya. 5. Banyaknya partai mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil. 102 Rusadi Kantaprawira dalam kaitan ini mengemukakan : Salah satu kelemahan, baik dalam sistem pemilihan umum proporsional maupun sistem distrik, ialah terdapatnya distorsi pendapat distortion opinion yang pada prinsipnya meliputi terjadinya perbedaandiskrepansi antara kekuatan partai dalam masyarakat electoral strength dengan kekuatan dalam parlemen parliamentary strength. 103 Berdasarkan hal tersebut, sistem pemilihan umum di Indonesia, tidak hanya 102 Ibid, hlm. 252-253. 103 Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar, Bandung: Sinar Baru, 1988, hlm. 72. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 53 semata-mata dilihat pada pilihan antara sistem distrik dengan sistem proporsional, akan tetapi harus memperhatikan kaitannya dengan perwujudan kedaulatan rakyat. Untuk itu, maka dalam penerapannya sistem pemilihan umum tidak bersifat konstan, sebab akan dipengaruhi oleh banyak faktor atau berbagai unsur kepentingan. Sistem pemilihan apapun yang diterapkan akan diinterpretasikan sedemikian rupa supaya membawa keuntungan, baik bagi kekuatan pro demokratisasi maupun pro status quo. Dengan demikian, sistem pemilihan umum apapun yang dipilih pada akhirnya baik tidaknya tergantung pada pelaksanaannya. Oleh karena itu, maka dimungkinkan diterapkannya sistem campuran dengan menggabungkan kelebihan dari masing- masing sistem pemilihan. Dengan demikian, pemilihan umum merupakan paradigma dari sebuah sistem politik yang demokratis, dalam arti lembaga-lembaga pemilihan umum dan badan legislatif yang dihasilkannya merupakan penghubung yang sah antara rakyat dan pemerintah dalam suatu masyarakat modern. Oleh karena itu, pemilihan umum adalah merupakan alat tool yang utama bagi rakyat untuk mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan mereka. Proses pengangkatan wakil-wakil itu dilakukan melalui suatu pemilihan umum general election yang modelnya bervariasi, seperti sistem distrik single member constituency, sistem proporsional multi member constituency atau campuran antara keduanya. 104 Oleh karena itu, sebuah sistem pemilihan umum dirancang untuk melakukan 3 tiga tugas utama sebagai berikut: 104 Marzuki, Pemilu 2004 …, loc.cit. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 54 Pertama, berperan sebagai saluran tempat rakyat bisa meminta pertanggungjawaban wakil-wakilnya. Kedua, menerjemahkan pilihan yang diberikan rakyat menjadi kursi yang dimenangkan dalam lembaga legislatif Sistem tersebut bisa condong kepada proporsionalitas antara perolehan suara dan kursi yang dimenangkan, atau ia bisa mengarahkan pilihan bagaimanapun terfragmentasinya diantara partai-partai menjadi sebuah parlemen yang mencakup dua partai yang mewakili pandangan yang berbeda. Ketiga, sistem pemilihan umum yang lain membentuk batas-batas diskursus politik yang bisa diterima dalam cara-cara yang berbeda, dan memberikan insentif bagi mereka yang berkompetisi untuk mengiklankan dirinya kepada para pemilih dengan cara-cara tertentu. 105 Menyadari hal tersebut, maka perlu dianalisis secara mendalam pengaruh sistem pemilihan umum terhadap keterwakilan politik masyarakat dalam kehidupan bernegara, khususnya melalui lembaga perwakilan rakyat. Dalam hubungan ini dikaji teori yang dianut di Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, menyangkut hubungan wakil dengan yang diwakili, sehingga dapat diperoleh latar belakang keberadaan DPRD dalam bertindak sebagai wakil guna menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya, dan diukur melalui penerapan hak-hak yang melekat pada DPRD, seperti hak angket, hak interpellasi, hak petisi, hak amandemen, dan hak prakarsa. Konsep keterwakilan representation dalam sistem perwakilan terdiri dari dua jenis, yaitu keterwakilan dalam gagasan representation in ideas dan keterwakilan dalam kehadiran representation in presence. 106 Keterwakilan penduduk di DPRD melalui partai politik peserta pemilu pada dasarnya merupakan 105 Peter Harris dan Ben Reilly Eds., Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan untuk Negosiator, Jakarta: International IDEA, 2000, hlm. 194. 106 Ramlan Surbakti, Menuju Demokrasi Konstitusional: Reformasi Hubungan dan Distribusi Kekuasaan, dalam Maruto M.D. dan Anwari WMK. Eds., Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat, Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi, Jakarta: LP3ES, 2002, hlm. 49. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 55 keterwakilan dalam gagasan. Disebut keterwakilan dalam gagasan karena pemilihan oleh rakyat terhadap partai politik atau calon anggota legislatif dari partai politik semata-mata didasarkan atas program, preferensi, dan aspirasi politik yang mereka ajukan yang disetujui rakyat yang memilihnya. Keterwakilan dalam gagasan ini dinilai memiliki kelemahan karena partai politik peserta pemilu atau wakil rakyat hanya mengklaim sebagai wakil rakyat. Karena itu, muncul tuntutan agar keterwakilan dalam gagasan dilengkapi dengan keterwakilan dalam kehadiran, yaitu rakyat, melalui calon yang dipilihnya sendiri, hadir mewakili dirinya dalam lembaga perwakilan. Keterwakilan dalam kehadiran tidak hanya tampak pada tuntutan bahwa kelompok masyarakat tertentu terwakili oleh kehadiran wakilnya sendiri seperti perempuan diwakili oleh perempuan yang dicalonkan dan dipilih oleh kelompok itu sendiri tetapi juga tampak pada calon perseorangan yang dicalonkan dan dipilih dari dan oleh para warga masyarakat. 107 Sejalan dengan pandangan tersebut, M. Solly Lubis 108 menggunakan istilah keterwakilan kepentingan konstituen di perwakilan rakyat, yang meliputi keterwakilan representativeness secara formil dan yang secara materil. Keterwakilan kepentingan rakyat di DPRDPRD secara formil, menunjuk kepada adanya tokoh-tokoh yang mereka usung itu duduk di DPRDPRD dan sejauhmana telah tercantum kepentingan-kepentingan konstituen itu di kertas, sebagai keputusan politik political decision oleh wakilnya. Sedangkan keterwakilan secara materil 107 Ibid. 108 M. Solly Lubis, Keterwakilan Kepentingan Rakyat, Medan: Harian Analisa, Kamis, 19 Juli 2007, hlm. 16. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 56 ialah sejauhmana kepentingan para konstituen itu telah benar-benar terealisir secara konkrit di lapangan, mislanya: pelayanan pendidikan, kesehatan, rasa aman dan nyaman, irigasi, jalan raya, pupuk dan bibit yang bukan palsu, entas kemiskinan dan pengangguran, dan sebagainya sebagai buah upaya politis para wakil rakyat itu. 109 Dilihat dari perspektif demokrasi, keterwakilan politik ini dimaksudkan untuk mencegah kecenderungan korupnya kekuasaan, sehingga lahir faham konstitusionalisme. Faham yang membatasi kekuasaan melalui aturan-aturan dalam konstitusi maupun berbagai peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah. Sejalan dengan sistem demokrasi perwakilan, maka secara kelembagaan pada penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ada badan perwakilan rakyat daerah yang dibentuk secara demokratik. Berdasarkan hal tersebut lahirlah berbagai mekanisme demokratik, seperti sistem pemilihan anggota perwakilan, sistem pemilihan penyelenggara pemerintahan, sistem hubungan tanggung jawab antara badan perwakilan dengan penyelenggara pemerintahan. Apalagi pada masa yang akan datang, sistem pemerintahan daerah berdasarkan Pasal 56 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat, 110 sehingga DPRD dituntut untuk senantiasa dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan hak-hak yang melekat padanya dalam rangka menciptakan pemerintahan daerah yang 109 Ibid. 110 Ketentuan ini telah diubah dengan dimungkinkannya calon Kepala Daerah dari “Perseorangan” selain yang berasal dari “Partai Politik” berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 5PUU-V2007 tanggal 20 Juli 2007. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 57 berhasil guna dan berdaya guna guna mewujudkan clean government dan good governance. Bahkan dalam rangka menciptakan lembaga perwakilan rakyat DPRD yang mampu mengemban amanat rakyat, secara tegas dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dibentuk Badan Kehormatan DPRD, yang mempunyai tugas: a. mengamati, mengevaluasi disiplin, etika, dan moral para anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan Kode Etik DPRD; b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik DPRD serta sumpahjanji; c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat danatau pemilih; d. menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c sebagai rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh DPRD. 111 Realitas tersebut merupakan konsekuensi dari pemberian otonomi yang mengandung arti kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Dengan otonomi daerah, pemerintah semakin didekatkan kepada rakyat. Itulah sebabnya maka kepala pemerintahan di daerah harus dipilih oleh representasi rakyat setempat secara murni, dan bertanggung jawab kepada rakyat melalui mekanisme yang berlaku. Otonomi pada hakikatnya adalah merupakan pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan demokratisasi, sehingga harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya lembaga perwakilan dan kepala pemerintahan 111 Perhatikan Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 58 daerah yang dipilih secara demokratis, sehingga memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggunggjawaban publik. 112 M. Ryaas Rasyid dalam kaitan dengan desentralisasi dalam penyelenggaraan otonomi daerah mengemukakan: Kebijakan desentralisasi yang melahirkan otonomi daerah adalah salah satu bentuk implementasi dari kebijakan demokratisasi. Dalam konteks administrasi pemerintahan, demokratisasi memang bergandengan tangan dengan desentralisasi. Artinya, tidak ada demokratisasi pemerintahan tanpa desentralisasi. Ini terutama relevan dengan negara yang wilayahnya luas dan berpenduduk besar, karena diasumsikan bahwa rakyat sebagaipihak yang berdaulat bukan saja harus dilayani lebih baik, tetapi juga harus diberi akses yang cukup di dalam proses pengambilan keputusan. 113 Sejalan dengan pandangan tersebut, G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli antara lain mengemukakan: A decentaralized governmental structure is needed to institutionalize participation of citizens in development planning and management. A decentralized government structure can facilitate the exchange of information about local needs and channel political demands from the local community to national ministries Struktur pemerintahan desentralistik adalah merupakan kebutuhan untuk melembagakan partisipasi warga negara dalam pengelolaan dan perencanaan pembangunan. Struktur pemerintahan desentralistik dapat memudahkan memperoleh informasi tentang kebutuhan lokal dan merupakan saluran tuntutan politik dari masyarakat lokal kepada pemerintah pusat. 114 112 Syaukani, dkk, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 173-174. 113 M. Ryaas Rasyid, “Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya”, dalam Syamsuddin Haris Ed., Desentralisasi, Demokratisasi dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, Jakarta: Asosiasi Ilmu Politik Indonesia AIPI, 2002, hlm. 23-24. 114 G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli, Decentralization and Development Policy Implementation In Developing Countries, New Delhi: SAGE Publications Ltd, 1983, hlm. 16. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 59 Dengan demikian filosofi otonomi daerah pada dasarnya harus dipahami secara fungsional, dalam arti orientasi otonomi dimaksudkan sebagai upaya pemaksimalan pelaksanaan fungsi pemerintahan pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan agar dapat dilakukan secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Keadaan ini berarti penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan keseimbangan antara perlu berlangsungnya kekuasaan dan kewibawaan pemerintah pusat di daerah di satu sisi, dan perlunya peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah melalui pemerintahan yang demokratis di sisi lain, merupakan fokus perhatian dan kebijakan. 115 Dengan demikian, di Indonesia dewasa ini, perkembangan demokrasi tidak bisa dilepaskan dari reformasi politik, yaitu perubahan yang berlingkup besar dengan cakupan transformasi hubungan kekuasaan antara penyelenggara negara dengan rakyat, distribusi kekuasaan diantara lembaga-lembaga negara yang didasarkan pada check and balances system. Reformasi dimaksud tentunya tidak terlepas dari pengaturan sistem kepartaian, pengaturan sistem pemilihan umum, serta pengaturan susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Perhatian terhadap akuntabilitas politik legislatif dalam mempengaruhi kebijakan-kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah adalah merupakan esensi dari hasil pemilihan umum. Menurut Amir Imbaruddin, sedikitnya ada tiga hal yang dapat dijadikan barometer untuk menilai apakah akuntabilitas politik ditegakkan dengan sehat dan bertanggung jawab, yaitu sebagai berikut: 115 M. Solly Lubis, Hubungan Pusat ..., op.cit., hlm. 13. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 60 Pertama, seberapa besar kemampuan legislatif mempengaruhi kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah. Hal ini dapat diukur dari frekuensi kehadiran dan kualitas argumentasi yang dikemukakan anggota legislatif dalam rapat-rapat pengambilan keputusan publik dengan pemerintah. Kedua, penegakan akuntabilitas politik secara sehat dan bertanggung jawab dapat dilihat dari mutu interaksi dan komunikasi yang terjadi antara legislatif dan pemerintah. Hal ini dapat dinilai dari kualitas dan kuantitas informasi yang diberikan pemerintah kepada legislatif dan sejauhmana informasi itu dimanfaatkan guna mempengaruhi kebijakan publik yang akan diambil. Ketiga, penegakan akuntabilitas politik yang sehat dan bertanggung jawab hanya dapat terlaksana bila ada batasan wewenang yang jelas antara kebijakan publik yang dapat dan tidak dapat diintervensi legislatif discretionary and non discretionary decision making spheres. Dengan kata lain, tidak semua kebijakan publik yang diambil oleh pemerintah harus mendapat persetujuan legislatif. Harus ada domain independen dimana birokrasi dapat mengambil dan melaksanakan berbagai kebijakan publik tanpa menunggu persetujuan legislatif. 116 Untuk menciptakan DPRD yang mempunyai akuntabilitas politik tentu tidak terlepas dari sistem pemilihan umum. Sebab hasil pemilihan umum selama ini bukanlah wakil rakyat, tetapi wakil partai karena rakyat memang tidak pernah memilih wakilnya. Yang dicoblos dalam pemilihan umum adalah tanda gambar partai 116 Amir Imbaruddin, Akuntabilitas Politik Legislatif, Jakarta: Harian Kompas, Rabu, 7 Agustus 2002, hlm. 4-5. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 61 bukan orang. Itulah sebabnya, sekarang timbul kembali gagasan untuk meninggalkan sistem pemilihan umum proporsional untuk anggota DPR dan DPRD, tetapi mendapat perlawanan dari partai politik yang menduduki kursi di DPR. Kondisi ini akan mengakibatkan kepercayaan kepada anggota DPRD sebagai wakil partai sudah habis. Bangsa ini membutuhkan anggota parlemen yang merupakan wakil rakyat hasil pemilihan secara langsung. Konsekuensinya jelas sangat lain, partai harus mempunyai orang-orang yang mengakar di bawah, bukan tergantung ke atas, dan rakyatnya yang mengadili reputasi dan kinerja mereka. 117 Oleh karena itu, kajian terhadap sistem pemilihan umum merupakan upaya yang signifikan untuk menciptakan kesabaran dan toleransi secara merata di kalangan masyarakat bangsa ini, untuk berjalan bersama-sama, atas dasar kesadaran politik yang mengutamakan kepentingan umum ketimbang kepentingan pribadi ataupun kelompok, melalui koridor Pemilihan Umum Pemilu, menuju tatanan atau sistem nasional yang baru. 118 Hal ini berarti bahwa yang terpenting adalah mengembangkan upaya berkesinambungan untuk mewujudkan mekanisme sistem politik dalam tatanan yang semestinya, sekaligus berusaha terus menerus untuk mendewasakan pemahaman politik rakyat. Dengan kata lain pembenahan tatanan kultural pemberdayaan rakyat dan tatanan struktural aturan birokrasi pemerintahan yang terkait dengan pemilu harus digalakkan. Di sini pendidikan politik, dan bukan pembodohan politik, menjadi 117 Wakil Rakyat Awang-awang, Jakarta: Media Indonesia. Kamis, 22 Agustus 2002, hlm. l. 118 M. Solly Lubis, Mencari Format … …op.cit., hlm. 25. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 62 signifikan peranannya. Hal lain yang tak patut dilupakan adalah apapun argumentasinya, pemilu tetap dipandang sebagai sarana pertama dan utama untuk mendapatkan suatu legitimasi dari masyarakat kepada pemerintahnya. Hanya melalui jalan itulah, kemelut politik menyusul berakhirnya era Orde Baru Insya Allah akan dapat diatasi, yakni membentuk pemerintahan yang legitimate, mendapat persetujuan dan kepercayaan dari mayoritas rakyat secara riil dan bukan semu. 119 Guna mewujudkan hal tersebut, maka proses pembuatan undang-undang politik di era reformasi perlu mempertimbangkan semua konsep usulan dari berbagai kelompok masyarakat, dan bukan menjadi monopoli pemikiran pemerintah dengan tim pakarnya dan DPR. Dengan kata lain, usulan-usulan yang masuk mesti dilampirkan sebagai bahan masukan dan kajian alternatif dari konsep RUU milik pemerintah yang diajukan ke DPR. Pola pikir eksklusif dengan menafikan usul dan pikiran masyarakat pada akhirnya hanya akan menghasilkan sebuah kebijakan yang tidak aspiratif dan tidak diterima oleh masyarakat, yang berarti pula menjadi pengulangan kesalahan Orde Baru. 2. Kerangka Konsep Suatu kerangka konsepsional, merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu 119 Dhurorudin Mashad, Korupsi Politik, Pemilu dan Legitimasi Pasca Orde Baru, Jakarta: PT. Pustaka CIDESINDO, 1999, hlm. 79. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 63 uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut. 120 Kerangka konsep mengandung makna adanya stimulasi dan dorongan konseptualisasi untuk melahirkan suatu konsep baginya atau memperkuat keyakinannya akan konsepnya sendiri mengenai sesuatu permasalahan. 121 Dalam penelitian hukum, kerangka konsepsional diperoleh dari peraturan perundang-undangan atau melalui usaha untuk merumuskan atau membentuk pengertian-pengertian hukum. Apabila kerangka konsepsional tersebut diambil dari peraturan perundang-undangan tertentu, maka biasanya kerangka konsepsional tersebut sekaligus merumuskan defenisi-defenisi tertentu, yang dapat dijadikan pedoman operasional di dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisa dan konstruksi data. 122 Sedangkan kerangka konsepsional dalam merumuskan atau membentuk pengertian-pengertian hukum, kegunaannya tidak hanya terbatas pada penyusunan kerangka konsepsional saja, akan tetapi bahkan pada usaha merumuskan defenisi- defenisi operasional diluar peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, konsep merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Karena konsep masih bergerak di alam abstrak, maka perlu diterjemahkan dalam bentuk kata-kata, sehingga dapat diukur secara empiris. 123 Oleh karena itu, untuk menghindarkan terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam disertasi ini, maka dipandang perlu 120 Soerjono Soekanto, op.cit., hlm. 132. 121 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu… …op. cit., hlm. 80. 122 Soerjono Soekanto, op.cit., hlm. 137. 123 Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama, 1997, hlm. 24. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 64 untuk mendefenisikan beberapa konsep penelitian agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan makna variabel yang ditetapkan dalam topik : Sistem Pemilihan Umum dimaksudkan adalah sistem pemilihan mekanis yang menempatkan rakyat sebagai suatu individu yang sama, yang diselenggarakan berdasarkan mekanisme sistem perwakilan proporsional, distrik atau perpaduan keduanya. 124 Dalam kaitan ini, dikaji sistem pemilihan umum yang dianut dalam Negara Republik Indonesia melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga terbentuk DPRD hasil pemilihan umum tahun 1999 baik sebagai hasil pemilihan maupun pengangkatan maupun perspektif pemilihan umum tahun 2004. Sistem disini sebagaimana disebutkan oleh Campbell adalah: A system as any group of interrelated components or parts which function together to achieve a goal sistem itu merupakan himpunan komponen atau bagian yang saling berkaitan bersama-sama berfungsi untuk mencapai sesuatu tujuan. 125 Realitas demikian menunjukkan bahwa kajian terhadap sistem pemilihan umum dalam paradigma demokrasi merupakan keberhubungan antara ilmu kepemiluan dengan ilmu kepartaian serta ilmu keparlemenan, yang oleh Rusadi Kantaprawira, diberi nama psepho-stasi -parlementologi . 126 Keterwakilan Politik Masyarakat Political Representativeness diartikan sebagai terwakilinya kepentingan anggota masyarakat oleh wakil-wakil mereka di dalam lembaga-lembaga dan proses politik. Kadar keterwakilan politik tersebut 124 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum …, loc. cit. 125 M. Solly Lubis, Sistem Nasional, Bandung: C.V. Mandar Maju, 2002, hlm. 12. 126 Rusadi Kantaprawira, Pengaruh Pemilihan Umum …, op. cit., hlm. 6. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 65 ditentukan oleh sistem perwakilan politik political representation yang berlaku di dalam masyarakat bersangkutan. Keterwakilan politik dimaksud diukur dari kemampuan wakil bertindak atas nama pihak yang diwakili, oleh karena itu konsep ini menyangkut himpunan elit di dalam lembaga-lembaga politik yang berwenang bertindak atas nama anggota masyarakat untuk menentukan kebijaksanaan guna mencapai tujuan dan kepentingan masyarakat tersebut, yaitu lembaga perwakilan rakyat. 127 Keterwakilan politik itu sendiri menurut M. Solly Lubis dapat dibagi ke dalam 2 dua pengertian yaitu : Pertama, dari segi formil, berkenaan dengan kwantitas dan kehadiran calon yang dipilih. Artinya terdapat wakil tiap golongan politik pada lembaga perwakilan. Kedua, dari segi materil dalam arti tertampungnya aspirasi konstituen dan tersalurnya aspirasi menjadi butir-butir kebijakan policy. Bahkan lebih jauh dukungan politis wakil rakyat terhadap pelaksanaan teknis operasional dari kebijakan dalam mewujudkan kepentingan masyarakat di lapangan 128 . DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat yang dipilih oleh rakyat daerah melalui pemilihan umum atau diangkat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, 129 sehingga dipandang merupakan kemauan rakyat atau kemauan umum dengan jalan ikut menentukan kebijaksanaan umum public policy yang mengikat seluruh masyarakat daerah bersangkutan dan sekaligus ikut mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan tersebut sebagai wujud pertanggung jawaban lembaga ini kepada 127 Hanna F. Pitkin, The Concept of Representation, Barkeley: University of California Press, 1967, hlm. 63-64. 128 Marzuki, Strategi Penjaringan dalam Pendataan Pemilih yang Efektif dan Efisien, Makalah disampaikan pada Diskusi Evaluasi Pemilihan Umum diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Kota Medan, Medan: KPU Kota Medan, Jum’at, 29 Desember 2006, hlm. 2. 129 Pasal 1 huruf b Undang-undang No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR. DPR dan DPRD. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 66 pemilihnya, yang diimplementasikan melalui berbagai hak yang melekat pada lembaga perwakilan. Untuk memudahkan kajian, maka penulis membatasi pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah hasil pemilihan umum 1999 dan pemilihan umum 2004, meskipun demikian dalam pembahasan secara historis dikaji DPRD sebelumnya. Dalam hubungan ini, disamping menganalisis berbagai implementasi fungsi DPRD, juga dikaji pengaturan mengenai lembaga perwakilan rakyat tersebut, karena pengaturan tersebut mengandung beberapa tujuan sebagai berikut: Pertama, menciptakan lembaga perwakilan rakyat yang dapat lebih merepresentasi rakyat. Kedua, mendorong terciptanya mekanisme checks and balances antar lembaga-lembaga negara. Partisipasi politik sebagaimana dikemukakan Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson: By political participation we mean activity by private citizens designed to influence government decision making. Participation may be individual or collective, organized or spontaneous, sustained or sporadic, peaceful or violent, legal or illegal, effective or ineffective Partisipasi politik berarti warga negara ikut secara aktif mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Partisipasi tersebut dapat secara individu atau kolektif, terorganisir atau spontan, berkesinambungan atau sekali-sekali, damai atau kekerasan, sah atau tidak sah, efektif atau tidak efektif. 130 Dalam konteks ini, partisipasi tersebut bukan merupakan hasil rekayasa dari kekuasaan mobilized participation, melainkan partisipasi itu atas kehendak penuh dari warga negara yang memiliki political will yang tinggi terhadap pembangunan bangsa autonomic participation. 130 Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries, Cambridge: Harvard University Press, 1977, hlm. 3. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 67 Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya untuk menguasai kekuasaan pemerintahan dan bersaing dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda, untuk memperoleh dukungan rakyat. Dengan demikian partai politik merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengkaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas. 131 Dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang partai politik disebutkan bahwa partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum. Artikulasi kepentingan dimaksudkan dalam suatu sistem politik merupakan input yang disampaikan kepada instansi-instansi yang berwenang membuat keputusan, seperti DPRD dan pemerintah daerah, untuk diolah menjadi output dalam bentuk keputusan-keputusan yang mengikat. Hal ini akan menghasilkan berbagai kebijakan umum, undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya. 132 Dengan demikian, DPRD sebagai wakil rakyat akan mampu menggabungkan 131 Sigmund Neumann, Modern Political Parties, Comparative Politics: A Reader, London: The Free Press of Glencoe, 1965, hlm. 352. 132 Ariwibowo, Negara, Pemilihan Umum, dan Demokrasi, dalam Ifdhal Kasim, Mendemokratiskan Pemilu, Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 1996, hlm. 7. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 68 pelbagai kepentingan baik berupa tuntutan maupun aspirasi masyarakat intrest aggregation, untuk kemudian dirumuskan secara teratur melalui proses perumusan kepentingan interest articulation yang pada gilirannya menjadi kebijakan pemerintah dalam bentuk kebijaksanaan umum public polcy. Untuk itu, DPRD harus mampu melaksanakan fungsinya secara harmoni, baik dalam kapasitas sebagai mitra sejajar dari Eksekutif Daerah maupun dalam hubungannya dengan lembaga- lembaga negara lain di tingkat pusat, serta mempunyai hubungan yang erat dengan rakyat yang diwakilinya refresentativeness. Dalam konteks inilah urgensi pemberdayaan anggota DPRD menjadi sangat relevan dikemukakan, sejalan dengan semangat otonomi daerah yang menegaskan bahwa pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif Daerah, baik dalam rangka fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan Daerah. Bertolak pada realitas tersebut, secara normatif DPRD sebagai lembaga legislatif daerah dengan kedudukan, hak dan kewenangannya berdasarkan Undang- undang No. 22 tahun 1999 maupun Undang-undang No. 32 Tahun 2004, diharapkan mampu berkiprah lebih besar dalam rangka menata kembali kehidupan nasional yang telah mengalami distorsi selama ini akibat kuatnya pengendalian Pemerintah Pusat, sehingga akan terwujud kehidupan masyarakat yang demokratis, makmur dan berkeadilan. Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep tersebut, maka skema alur pikir dalam penelitian ini dapat diformulasikan sebagai berikut : Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 69 Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 70

F. Metode Penelitian