Optimalisasi Peran DPRD dalam Mewujudkan Keterwakilan Politik

576

C. Optimalisasi Peran DPRD dalam Mewujudkan Keterwakilan Politik

Masyarakat pada Provinsi Sumatera Utara Berbagai perkembangan garis peraturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah pada hakekatnya adalah merupakan wujud dinamika kebijakan desentralisasi untuk memformulasikan kerangka hukum legal framework yang jelas guna keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan konstitusi. Penyelenggaraan pemerintah daerah dipandang lebih efektif melalui azas desentralisasi, karena lebih menjamin keserasian dan peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat dengan memperhatikan kekhasan daerah. Dengan demikian, penyelenggaraan desentralisasi daerah mengandung prinsip pendemokrasian, karena menarik rakyat untuk ikut serta dalam pemerintahan dan memberikan keleluasaan yang cukup bagi daerah dalam menggunakan hak-hak politik dan pemenuhan kepentingan masyarakat daerah. Oleh karena itu, kebijakan desentralisasi adalah juga merupakan bagian dari kebijakan demokratisasi dalam rangka mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangga daerah, sehingga dalam konteks ini penguatan peran DPRD, baik dalam proses legislasi maupun pengawasan atas jalannya pemerintahan telah di implementasikan dalam produk hukum pasca reformasi, baik melalui Undang-undang No. 22 Tahun 1999 maupun berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, yang telah menempatkan posisi DPRD sejajar dengan pemerintah daerah, dan bukan lagi sebagai bagian dari pemerintah daerah seperti Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 577 yang pernah diatur dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Kedudukan, fungsi dan hak-hak yang melekat pada DPRD telah menempatkan DPRD sebagai institusi strategis dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebagai badan perwakilan, DPRD berkewajiban menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Di samping itu, terdapat pengaturan hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD yang merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan ini memberi tanggungjawab kepada DPRD untuk memelihara keseimbangan dan keserasian hubungan antara kepentingan pemerintah daerah dengan kepentingan rakyat yang diwakilinya. Dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi DPRD, sejauh ini ada tiga pandangan yang selalu muncul. Pertama, DPRD dianggap kurang mampu melaksanakan fungsinya sebagai mitra yang seimbang dan efektif dari Kepala Daerah. Pandangan yang demikian disebabkan adakalanya dalam tataran praktik peranan Kepala Daerah masih lebih dominan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kedua, DPRD dianggap terlalu jauh mencampuri bidang tugas Kepala Daerah, sehingga cendrung menyimpang dari fungsi utamanya sebagai badan pemerintahan daerah yang menyelenggarakan fungsi legislasi dan pengawasan. Ketiga, DPRD dianggap tidak Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 578 memperoleh kesempatan yang seimbang dengan Kepala Daerah untuk ikut merumuskan kebijakan pemerintahan daerah. 797 Ketiga anggapan di atas mempunyai dasar-dasar pembenaran masing-masing, sebagaimana antara lain disimpulkan dalam Seminar “Etika Hubungan Legislatif dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah”, pada tanggal 10-11 April 2001, sebagai berikut : 1. Egoisme kelembagaan dirasa masih menonjol, sehingga dalam pengambilan keputusan yang rasional, logis, realistis dan pragmatis seringkali tidak tercapai secara maksimal; 2. DPRD sebagai badan legislatif daerah pada umumnya relatif kurang mampu untuk mengenali dan mengartikulasikan kepentingan, aspirasi dan tuntutan masyarakat, sehingga kehilangan inisiatif, ide dan konsep untuk menterjemahkannya ke dalam Peraturan Daerah yang mengikat kepada masyarakat; 3. Kecendrungan DPRD untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan teknis dan administratif, bukan kepada pengawasan politik yang lebih strategis yang merupakan kewenangannya. 798 Realitas ini juga tampak dari berbagai temuan data penelitian, yang pada pokoknya mengindikasikan bahwa DPRD-DPRD pada Provinsi Sumatera Utara “belum sepenuhnya” dapat melaksanakan fungsinya secara optimal, baik dalam bidang legislasi, anggaran maupun pengawasan, oleh karena itu diperlukan upaya yang terus menerus untuk menempatkan fungsi DPRD secara proporsional, sehingga tujuan otonomi dapat berjalan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Ini berarti keterwakilan politik sebagai mekasinme politik yang tergambar di dalam hubungan saling ketergantungan dan saling memberi diantara konsituen sebagai rakyat dengan calon yang telah memenangkan kursi 797 M. Ryaas Rasyid, Kebijakan Otonomi Daerah dan Peran DPRD, dalam Yayasan API, Panduan Parlemen…,op.cit., hlm. 220. 798 Sadu Wasistiono dan Ondo Riyani, Ed, Etika Hubungan…, op.cit., hlm. 163-164. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 579 lembaga perwakilan yang bertindak sebagai wakil rakyat belum berjalan dengan baik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Berdasarkan hal tersebut membuktikan, meskipun DPRD pada Provinsi Sumatera Utara sudah diberikan kewenangan cukup luas untuk melaksanakan berbagai fungsi yang diembannya, akan tetapi pelaksanaan berbagai fungsi yang menjadi ukuran untuk melihat keberadaan lembaga ini dalam menyelenggarakan pemerintah daerah belum dapat diwujudkan sepenuhnya. DPRD sebagai lembaga perwakilan berperan untuk menyerap dan menyalurkan berbagai aspirasi masyarakat serta memperjuangkan agar bisa terwujud dalam kebijakan-kebijakan pemerintah daerah, DPRD masih memiliki keterbatasan melaksanakan fungsi perwakilan, sehingga belum memainkan peran yang cukup signifikan sebagai artikulator rakyat di daerah, dan masih lebih memperjuangkan partai atau kepentingannya. Di bidang fungsi legislasi, DPRD diberi kewenangan untuk membuat peraturan daerah melalui hak prakarsa dan hak amandemen. Dengan dijalankannya fungsi legislasi ini oleh DPRD, maka kebijakan-kebijakan pemerintah daerah akan lebih mencerminkan kehendak rakyat. Tetapi dalam prakteknya fungsi ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, bahkan hak inisiatif untuk mengajukan rancangan peraturan daerah masih jarang dilaksanakan, padahal fungsi ini merupakan kewenangan DPRD. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 580 Parlindungan, anggota DPRD Kota Medan dalam hubungan dengan fungsi legislasi ini menyebutkan : “Di DPRD Medan pelaksanaan fungsi legislasi ini masih lemah, DPRD Kota Medan Periode 2004-2009 sampai dengan Pebruari 2006 hanya melahirkan Perda tentang APBD, Perda tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD, serta Perda tentang Satuan Polisi Pamong Praja, sedangkan di daerah lain seperti Gorontalo dan Solok sudah terbit peraturan daerah tentang transparansi” 799 . Sehubungan dengan pelaksanaan fungsi DPRD tersebut, Budiman P. Nadapdap, anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, mengemukakan : Hingga saat ini masih terasa keberadaan DPRD masih sebatas “tukang stempel” atau pun redaksional, karena masih di dominasi oleh eksekutif. Hal ini seolah-olah yang paling mengetahui permasalahan rakyat adalah eksekutif itu sendiri, sehingga tidak ada kebijakan-kebijakan DPRD yang dirasakan masyarakat sebagai hasil karya DPRD, padahal DPRD selalu berusaha memperjuangkan aspirasi masyarakat. 800 Otonomi bukan sekedar pemencaran penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pemerintahan, tetapi juga merupakan perwujudan demokratisasi pemerintahan yang memungkinkan perluasan partisipasi rakyat melalui wakil-wakil mereka agar lebih mendekatkan pemerintahan kepada rakyat, sehingga berbagai kepentingan rakyat yang berbeda-beda dapat dilayani secara wajar, khususnya dalam mewujudkan hak-hak rakyat memperoleh segala bentuk kesejahteraan dan keadilan. 799 Wawancara dengan Parlindungan, anggota DPRD Kota Medan Periode 2004-2009 dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, tanggal 22 Februari 2007. 800 Wawancara dengan Budiman P. Nadapdap, anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 dari Fraksi PDI Perjuangan, tanggal 21 Februari 2007. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 581 Oleh sebab itu pemberdayaan empowering DPRD sangat menentukan dalam upaya melaksanakan politik hukum otonomi berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Pemberdayaan adalah upaya agar DPRD mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab secara wajar baik sebagai mitra eksekutif maupun pengemban pelaksanaan kedaulatan rakyat di daerah. 801 Harus diakui upaya pemberdayaan ini tidak begitu mudah, karena beberapa hal sebagai berikut: 802 Pertama, akibat sistem politik yang sentralistik dan tidak demokratis sebelum era reformasi, DPRD tidak dapat menjalankan tugas sebagai instrument pemerintahan otonom yang demokratik sebagaimana mestinya. Kenyataan ini bukan hanya menyebabkan DPRD, bahkan seluruh komponen masyarakat kurang atau tidak berpengalaman mengelola otonomi yang sehat, melainkan kehilangan kesempatan menumbuhkan tradisi berotonomi sebagai sub sistem melaksanakan demokrasi dan menjalankan fungsi pemerintahan yang bersifat pelayanan untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat. Kedua, perubahan politik akibat reformasi menimbulkan pula persoalan. Meskipun telah ada suasana kebebasan, tetapi sistem rekrutmen anggota DPRD belum dapat sepenuhnya didasarkan pada kecakapan menyelenggaran pemerintahan untuk mengelola otonomi. Rekrutmen anggota DPRD masih dipengaruhi oleh 801 Bagir Manan, Menyongsong Fajar …, op.cit., hlm. 62 802 Ibid, hlm. 62-63 Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 582 suasana “revolusioner” atau dorongan solidaritas belaka yang mungkin akan sangat mempengaruhi kecakapan dan mutu tenaga maupun keluarannya. Ketiga, walaupun telah ada Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang- undang No. 33 Tahun 2004, tetapi secara keseluruhan masih terdapat ketentuan dan berbagai peraturan perundang-undangan lain yang belum sepenuhnya mencerminkan cita-cita demokrasi, cita-cita pemerintahan yang bersifat pelayanan, dan lain sebagainya. Salah satu pranata yang esensial dalam penyelenggaraan demokrasi dalam pemerintahan daerah adalah melalui pemilihan umum, baik untuk anggota DPRD Provinsi, DPRD KabupatenKota maupun Kepala Daerah yang dipilih secara langsung, sehingga dengan pemilihan umum ini akan diperoleh empat tujuan pokok. Pertama, membentuk legitimasi kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang terbangun di atas kehendak umum atau publik. Kedua, membangun representative government atau pemerintahan yang representative. Pemilihan umum adalah alat ukur representasi, mengukur dan menentukan kelompok atau partai politik yang berhak memperoleh kekuasaan. Dalam pada itu, pemilihan umum menentukan konfigurasi kekuasaan politik dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah berdasarkan kekuatan-kekuatan politik yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Ketiga, menegakkan akuntabilitas public public accountability. Keempat, menegakkan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. 803 803 Perhatikan juga BITRA Indonesia JAKER Perempuan Sumut, Sistem Pemilu dalam Perspektif Gender, Medan: BITRA Indonesia JAKER Perempuan Sumut, 1999, hlm. III. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 583 Secara umum, kemampuan DPRD untuk berfungsi secara optimal tergantung pada beberapa faktor baik eksternal maupun internal. Faktor eksternal dimaksud antara lain : sistem politik yang berlaku, pola rekrutmen anggota DPRD, dan dukungan dari rakyat atau masyarakat sendiri. Sedangkan faktor internal berkenaan dengan beberapa hal : peraturan tata tertib DPRD, kualitas para anggota yang banyak ditentukan oleh pengalaman atau karir politik serta pendidikan formal dan non formal, dukungan personil administrasi dan staf ahli yang diperbantukan pada DPRD. 804 Dalam hubungan ini, maka terdapat beberapa upaya signifikan harus dilakukan guna mewujudkan optimalisasi peran DPRD dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, baik secara eksternal, seperti regulasi peraturan perundang- undangan bidang politik maupun secara internal meliputi peningkatan Sumber Daya Manusia anggota DPRD maupun perubahan tata tertib DPRD yang dapat menciptakan kemandirian anggota DPRD dalam melaksanakan fungsi-fungsi yang melekat pada DPRD baik sebagai lembaga maupun sebagai anggota. 1. Regulasi Peraturan Perundang-undangan di Bidang Politik Regulasi peraturan perundang-undangan di bidang politik, tentunya mencakup sistem pemilihan umum, sistem kepartaian dan lembaga perwakilan rakyat. Dalam konteks sistem pemilihan umum selama ini dalam pelembagaan demokrasi di 804 Perhatikan juga Bintan R. Saragih, Kapabilitas DPR dalam Pemantapan Good Governance, Makalah disampaikan pada Seminar Hukum Nasional ke-VII dengan Tema “Reformasi Hukum Menuju Masyarakat Madani”, Jakarta: BPHN-Departemen Kehakiman RI, 12-15 Oktober 1999, hlm. 12-13. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 584 Indonesia masih ada konsensus kuat yang cendrung menerapkan sistem proporsional, dengan alasan dalam masyarakat yang pluralitas tidak cocok diterapkan sebagai instrumen untuk meningkatkan governabilitas system demokratik, dan dalam hal tertentu juga akuntabilitas politik daripada wakil rakyat kepada para pemilih mereka. Namun demikian, sistem yang diterapkan menunjukkan derajat keterwakilan politik masyarakat pada DPRD-DPRD Provinsi Sumatera Utara hasil pemiloihan umum masih rendah, hal ini dibuktikan dari data penelitian, bahwa jarang sekali pemilih mengenal wakil mereka, dan sesungguhnya hanya sebahagian kecil saja anggota DPRD yang mengenal wakil mereka, dan sesungguhnya hanya sebahagian kecil saja anggota DPRD yang mengenal karakter konstituen mereka, meskipun diharuskan untuk melakukan kunjungan kerja ke daerah pemilihan pada masa resus DPRD 805 , padahal keberhasilan suatu pemilihan umum antara lain diukur dari ikatan akuntabilitas public yang dibuat oleh DPRD dengan Kepala Daerah dalam menetapkan kebijakan public public policy, maka oleh karena itu regulasi di bidang politik memerlukan kajian yang lebih komprehensif. Nurul Azhar Lubis, anggota DPRD Kabupaten Langkat, dalam hal ini mengemukakan : Dewasa ini diperlukan undang-undang yang merupakan kajian komprehensif tentang pemilu, kepartaian dan DPRD supaya jangan lagi terjadi perubahan- perubahan yang tidak bermanfaat bagi kepentingan rakyat, sehingga seolah- 805 Perhatikan juga Hermawan Sulistyo, Politik Pemilu di Indonesia, Jalan Berliku ke Arah Demokrasi, dalam Aurel Croissant, dkk. Ed., Politik Pemilu…,op.cit., hlm. 123. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 585 olah kita masih mencari format politik yang cocok dengan Negara Republik Indonesia. 806 Regulasi di bidang politik, tentunya tidak hanya an sich sistem pemilihan umum yang diterapkan, akan tetapi mempunyai implikasi langsung dan tidak langsung terhadap sistem perwakilan rakyat, sistem kepartaian, kinerja pemerintahan, perilaku politisi, perilaku memilih, dan perubahan politik pada umumnya, maka semua unsur bangsa hendaknya mendiskusikan dan menyepakati tujuan yang hendak dihasilkan oleh sistem pemilihan umum. Keadaan ini berarti pengaruh dari sistem pemilihan umum terhadap sistem kepartaian, prosedur dan komposisi internal serta pelaksanaan fungsi DPRD, melalui anjakan pendekatan psepho-stasio-parlementologi. Anjakan termaksud bermula dari pemilihan umum sebagai titik inisialnya, kemudian disusul oleh kepartaian dan pertimbangan-pertimbangan kenyataan dalam tubuh DPRD yang dapat merupakan pendekatan holistic untuk melihat hubungan sistem pemilihan umum dengan keterwakilan politik masyarakat pada DPRD. 807 Dalam konteks ini, menurut Ramlan Surbakti terdapat beberapa parameter yang harus dijadikan tolok ukur: 1. Lembaga perwakilan yang mencerminkan keterwakilan penduduk dan keterwakilan daerah secara adil dan efektif, tidak hanya keterwakilan dalam gagasan tetapi juga keterwakilan dalam kehadiran. 2. Keterwakilan dalam kehadiran untuk berbagai kelompok “minoritas” dalam lembaga perwakilan di pusat dan daerah melalui proses pemilihan 806 Wawancara dengan Nurul Azhari Lubis, anggota DPRD Kabupaten Langkat Periode 1999- 2004 dan periode 2004-2009 dari Fraksi Persatuan Pembangunan, 19 Pebruari 2007. 807 Rusadi Kantaprawira, Menuju Demokrasi Konstitusional: Reformasi Hubungan dan Distribusi Kekuasaan dalam Maruto MD dan Anwari WMK, op.cit, hlm. 62-63. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 586 umum tidak terwakili unrepresented atau kurang terwakili underrepresented. 3. Anggota lembaga perwakilan yang lebih tampil sebagai wakil rakyat daripada wakil partai. 4. Wakil rakyat yang tidak hanya mendapat legitimasi tinggi dari rakyat tetapi juga memiliki kredibilitas integritas dan kemampuan. 5. Wakil rakyat yang akuntabel kepada konstituennya dan konstituen yang memiliki akses luas untuk mempengaruhi wakil rakyat. 6. Wakil rakyat dan lembaga perwakilan yang kemampuannya lebih mengedepan dalam fungsi legislasi dan anggaran daripada dalam fungsi pengawasan. 7. Proses politik yang lebih dinamis tetapi relatif mudah mencapai kesepakatan dalam lembaga legislatif. 8. Pemerintahan yang kuat dan stabil karena di dukung suara mayoritas dan oposisi yang memiliki keberdayaan dalam lembaga legislatif. 9. Jumlah partai politik peserta pemilihan umum yang tidak terlalu sedikit tetapi juga tidak terlalu banyak dan jarak ideologi yang tidak terlalu jauh sistem kepartaian pluralisme moderat. 10. Partai politik dan politisi yang bersifat inklusif dan mampu bekerja sama dengan cara menghilangkan eksklusivisme partai politik. 11. Perilaku memilih yang lebih menggambarkan citizen politics perilaku memilih oleh individu warga negara yang rasional dan transaksional dengan menghilangkan masa politics politik massa, perilaku memilih oleh masa yang fanatik berdasarkan simbol-simbol personal. 12. Perubahan politik secara periodik baik berupa sirkulasi elit maupun perubahan arah dan pola kebijakan publik. Sejalan dengan pandangan yang demikian, maka menurut hemat penulis terdapat beberapa formula legal framework untuk dirumuskan dalam undang- undangan politik, khususnya terkait dengan pemilihan anggota DPRD. 1.1 Format sistem pemilihan umum Sistem pemilihan umum yang diterapkan merupakan perpaduan antara distrik dengan proporsional, dengan kecendrungan utama sistim distrik. Dalam hubungan ini, Ishak Trianda, wakil Ketua DPRD Kota Tebing Tinggi Periode Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 587 2004-2009, juga menyebutkan sebaiknya untuk Indonesia sistem pemilihan umum tidak distrik murni, tetapi campuran distrik dan proporsional terbuka. 808 Sedangkan Moh. Mahfud MD dengan alasan pemilihan umum untuk merekrut anggota DPRD yang berkualitas, maka pemilihan anggota DPRD lebih baik menggunakan sistem distrik murni. Lebih lanjut dalam kaitan ini Moh. Mahfud MD mengemukakan : “jika DPRD secara politik dikuatkan, namun anggota yang bisa masuk ke sana tidak berkualitas karena menggunakan sistem proporsional, maka kekuatan DPRD itu tidak akan ada gunanya dan sentralisasi kekuasaan ke tangan eksekutif di Daerah akan kembali terjadi dengan sendirinya”. 809 Berbeda dengan kedua pandangan di atas, terkait dengan penerapan sistem pemilihan umum, Evi Novida Ginting, anggota Komisi Pemilihan Umum Kota Medan mengemukakan : Bila kita melihat dari sisi keterwakilan politik, maka sistem proporsional sangatlah tepat untuk diterapkan, karena sistem ini menjamin setiap golongan masyarakat berkesempatan menjadi wakil rakyat melalui partai politik yang berkompetisi dalam Pemilihan Umum. Namun bila kita melihat dari sisi tingkat akuntabilitas dewan, maka sistem pemilu yang relevan adalah sistem distrik. Bila kita masih ingin menggunakan sistem proporsional, yang harus diperbaiki adalah tata cara penetapan calon terpilih dengan menetapkan siapa yang memperoleh suara terbanyak dalam Pemilu, walaupun belum mencukupi BPP dialah yang menjadi anggota dewan, sehingga kita berharap akuntabilitas dewan lebih baik. 810 808 Wawancara dengan Ishak Trianda, Wakil Ketua DPRD Kota Tebing Tinggi periode 2004- 2009 dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, tanggal 5 Pebruari 2007. 809 Moh. Mahfud, MD, Hukum dan Pilar-pilar…, op.cit, hlm. 236. 810 Wawancara dengan Evi Novida Ginting, Anggota Komisi Pemilihan Umum Kota Medan, 5 Januari 2007. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 588 Formula distrik ini dimaksudkan untuk menciptakan hubungan langsung antara pemilih dengan anggota DPRD, sehingga sense of public accountability akan menguat yang pada gilirannya kepentingan rakyat yang memilih mereka akan diperjuangkan dengan baik dan sungguh-sungguh, karena bila tidak demikian konstituen akan menghukumnya dengan tidak dipilih lagi pada pemilihan umum berikutnya, sehingga pertangungjawaban moral dan politik anggota DPRD lebih kuat. Disisi lain derajat kualitas dan integritas anggota DPRD lebih terjamin, meskipun tidak selamanya demikian, karena menurut Afan Gaffar derajat kualitas wakil rakyat tidak hanya ditentukan oleh sistem pemilihan, akan tetapi juga proses penyelenggaraan pemilihan umum itu sendiri. 811 Dalam konteks otonomi daerah, dengan berlakunya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 yang memberikan otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab, sehingga mendorong tumbuh dan berkembangnya pemerintahan daerah yang lebih maju dan mandiri sesuai dengan cita-cita otonomi daerah, juga menjadi alasan diterapkannya sistem distrik pada pemilihan umum DPRD, sebab penggunaan sistem distrik mempercepat terwujudnya cita-cita otonomi daerah yang diletakkan pada Kabupaten dan Kota. Selain itu, dilihat dari sifat keterwakilan atau pengaruhnya terhadap lembaga perwakilan, sistem distrik cendrung memperkuat politik lokal sebagai konsekuensi terciptanya hubungan yang kuat antara rakyat pemilih dengan wakilnya. Wakil rakyat yang hendak 811 Afan Gaffar, Politik Indonesia…,op.cit., hlm. 269. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 589 dipilih harus memberi perhatian sepenuhnya kepada pembangunan di daerah pemilihan distriknya. 812 Dengan sistem distrik atau pluralitas, maka masyarakat di daerah akan menjadi kuat, karena calon anggota DPRD berasal dari dan dikenal oleh masyarakat lokal. Hal itu dapat terjadi karena keterlibaan pimpinan partai menjadi sangat terbatas. Keterlibatan pimpinan partai seperti pengalaman masa lampau menjadikan kualitas demokrasi dalam Pemilihan Umum berkurang. Apalagi kalau pimpinan partai mampu melakukan rekayasa untuk menentukan rangking calon yang diajukan. 813 Sementara itu, dipadukannya sistem pemilihan distrik dengan sistem pemilihan umum proporsional dimaksudkan untuk menghilangkan distorsi suara rakyat lainnya, sehingga tidak hangus begitu saja, apalagi dalam masyarakat yang pluralistik diperlukan adanya keterwakilan politik masyarakat yang beraneka ragam melalui penggunaan sistem proporsional. Akan tetapi penggunaan sistem ini juga harus diberi batasan konstitutif bahwa yang duduk pada DPRD adalah calon yang memperoleh suara terbanyak, bukan pada nomor urut atau melalui BPP, sehingga DPRD hasil pemilihan umum akan lebih mencerminkan keterwakilan politik sebagai wakil rakyat daripada wakil partai. Konstelasi ini juga dimaksudkan agar hegemoni partai politik untuk menentukan anggota 812 Herman J. Sinaulan, Pengaturan dan Sistem Pemilihan Umum yang Mendukung Perwujudan Kedaulatan Rakyat di Indonesia, Bandung: Desertasi, Program Pascasarjana UNPAD, 1999, hlm. 478 813 Afan Gaffar, op.cit., hlm. 270-271 Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 590 legislatif DPRD semakin berkurang, yang pada gilirannya prinsip kedaulatan rakyat akan terwujud dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam pada itu, maka diperlukan penetapan besarnya daerah pemilihan district magnitude yang dapat mencerminkan jumlah penduduk dan geografis, sehingga keterwakilan politik masyarakat terwujud diantara keseimbangan penduduk dengan kepentingan daerah. Selain hal tersebut diatas, undang-undang pemilihan umum harus memberi ruang partisipasi politik masyarakat yang lebih luas dalam rekrutmen DPRD. Dalam konteks ini, regulasi undang-undang pemilihan umum harus memungkinkan bagi masyarakat pemilih untuk dicalonkan dalam pemilihan umum anggota DPRD, di luar partai politik. Oleh karena itu, perlu pengaturan calon independen dalam pemilihan anggota DPRD untuk mewujudkan keseimbangan anggota DPRD sebagai wakil rakyat, yang juga merupakan perwujudan dari hak-hak konstitusional, yaitu persamaan warga negara di depan hukum dan pemerintahan, dengan batasan syarat yang ditentukan oleh undang- undang. Pengalaman sejarah ketatanegaraan Indonesia telah pernah menerapkan undang-undang pemilu yang memungkinkan calon independen pada pemilu 1955, dan ternyata terdapat juga calon perorangan yang menjadi pilihan pemilih yang berhasil meraih kursi baik di parlemen maupun konstituante, seperti L.M. Idrus Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 591 Effendi dan R. Soedjomo Prawirisoedarso 814 . Keadaan ini juga diperlukan dalam konteks regenerasi politik lokal, yang diharapkan mampu menduduki jabaan- jabatan publik baik untuk tingkat lokal maupun tingkat nasional, yang sudah mempunyai kualitas dan integritas handal dan teruji. Pemikiran ini tentu tidak mudah untuk diterapkan karena konstitusi sudah memberi batasan partai politik sebagai satu-satunya saluran rekrutmen politik unutk menduduki kursi parlemen DPR dan DPRD. Oleh karena itu, apabila pemikiran ini dapat diwujudkan, tentunya membawa konsekuensi perlunya Perubahan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945. Formula tersebut tentunya lebih dititikberatkan pada electoral laws, selain itu maka regulasi sistem pemilihan umum juga harus mengatur tentang electoral process berdasarkan asas-asas pemilihan umum yang demokratik, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, akuntabel, efektif dan efisien. 815 1.2 Membangun kelembagaan kepartaian Apabila formula sistem distrik dijadikan sebagai titik tolak dalam sistem pemilihan umum anggota DPRD, maka penyederhanaan sistem kepartaian mutlak diperlukan, dalam arti tidak perlu terlalu banyak, akan tetapi tetap mengacu pada pola multi partai. Untuk itu, peningkatan electoral threshold dari 3 menjadi 10 akan menciptakan penyederhanaan partai politik secara alamiah. Dalam 814 Abdul Bari Azed dan Amir Makmur, Pemilu dan Partai …, op.cit., hlm. 60. 815 Ramlan Surbakti, Menuju Demokrasi Konstitusional: Reformasi Hubungan dan Distribusi Kekuasaan dalam Maruto MD dan Anwari, WMK, op.cit., hlm. 61. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 592 Undang-undangn kepartaian No. 31 tahun 2002, pengaturan tentang hak dan kewajiban partai politik sudah diatur secara baik, sehingga dapat diharapkan adanya akuntabilitas partai politik, terutama berkaitan dengan penggunaan dana- dana, seperti bantuan pemerintah 816 , akan tetapi akuntabilitas dan transparansi ini belum dapat diwujudkan oleh partai politik, sehingga menurun tingkat kepercayaan massa pemilih kepada partai politik. Berkenaan dengan bantuan pemerintah kepada partai politik, Hatta Ridho mengemukakan : Bantuan pemerintah kepada partai politik sebenarnya ditujukan untuk merevitalisasi peran partai politik sebagai sarana komunikasi dan sosialisasi politik, pendidikan politik warga negara, serta sebagai sarana rekrutmen politik. Namun kondisi sekarang memperlihatkan bahwa partai politik hanya memainkan peran sebagai sarana rekrutmen politik. Artinya, dana bantuan kepada partai politik masih tetap diperlukan, namun harus jelas di buat aturannya, termasuk pertanggungjawaban keuangan yang juga menerapkan sanksi yang tegas. Jika tidak ada aturan dan laporan pertanggungjawaban yang jelas, maka dana tersebut hanya menjadi “durian runtuh” bagi oknum-oknum pimpinan teras partai politik 817 . Oleh sebab itu, selain pelembagaan sistem kepartaian melalui norma hukum, menurut Jimly Asshiddiqie diperlukan beberapa mekanisme penunjang 818 : Pertama, mekanisme internal yang menjamin demokratisasi melalui partisipasi anggota partai politik itu sendiri dalam proses pengambilan keputusan. 816 Perhatikan Pasal 9 Undang-undang No. 31 tahun 2002 817 Wawancara dengan Hatta Ridho, Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Tebing Tinggi, 5 Pebruari 2007. 818 Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hlm. 63- 67. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 593 Pengaturan mengenai hal ini sangat penting dirumuskan secara tertulis dalam anggaran dasar constitution of party dan anggaran rumah tangga partai politik bersangkutan yang ditradisikan dalam rangka “rule of law”. Sesuai dengan tuntutan perkembangan, perlu pula dirumuskan “code of ethics” yang dijamin tegaknya melalui dewan kehormatan yang efektif. Dengan demikian, norma hukum, norma moral dan norma etika diharapkan dapat berfungsi efektif membangaun kultur internal setiap partai politik. Aturan-aturan yang dituangkan di atas kertas, juga ditegakkan secara nyata dalam praktek, sehingga prinsip “rule of law” dan “rule of ethics”dapat sungguh-sungguh diwujudkan, mulai dari kalangan internal partai-partai politik sebagai sumber kader kepemimpinan negara. Kedua, mekanisme keterbukaan partai melalui mana warga masyarakat di luar partai dapat ikut serta berpartisipasi dalam penentuan kebijakan yang hendak diperjuangkan melalui dan oleh partai politik. Partai politik harus dijadikan dan menjadi sarana perjuangan rakyat dalam menentukan bekerjanya sistem kenegaraan sesuai aspirasi mereka. Karena itu pengurus hendaklah berfungsi sebagai pelayanan aspirasi dan kepentingan bagi konstituennya. Untuk itu diperlukan perubahan paradigma dalam cara memahami partai dan kegiatan berpartai. Partai politik tidak saja berfungsi mencari dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilihan umum, tetapi juga menjadi media prtisipasi politik bagi warga negara, melakukan kaderisasi dan rekrutmen pemimpin politik bangsa, memadukan berbagai aspirasi yang berbeda dalam masyarakat untuk menjadi alternatif kebijakan publik yang kemudian diperjuangkan melalui proses politik, menjadi pendidikan politik bagi para warga Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 594 negara. 819 Ketiga, penyelenggaraan negara yang baik dengan makin meningkatkannya kualitas pelayanan publik public service, serta keterbukaan akuntabilitas organisasi kekuasaan dalam kegiatan penyelenggaraan negara. Dengan adanya pelayanan umum yang baik disertai keterbukaan dan akuntabilitas pemerintahan dan penyelenggaraan negara lainnya, iklim politik dengan sendirinya akan tumbuh sehat dan juga akan menjadi lahan subur bagi partai politik untuk berkembangan secara sehat pula. Keempat, berkembangnya pers bebas yang semakin profesional dan mendidik. Media pers adalah saluran komunikasi massa yang menjangkau sasaran yang sangat luas. Peranannya dalam demokrasi sangat menentukan. Karena itu, pers dianggap sebagai the fourth estate democracy. Kelima, kuatnya jaminan kebebasan berpikir freedom of thought, dan berekspresi freedom of expression, serta kebebasan untuk berkumpul dan berorganisasi secara damai freedom of peaceful assembly and association. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam sistem representative democracy, bisa dimengerti bahwa partisipasi rakyat yang berdaulat terutama disalurkan melalui pemungutan suara rakyat untuk membentuk lembaga perwakilan. Mekanisme perwakilan ini dianggap dengan sendirinya efektif untuk maksud menjamin keterwakilan aspirasi atau kepentingan rakyat. 820 819 Ramlan Surbakti, Menuju Demokrasi Konstitusional: Reformasi Hubungan dan Distribusi Kekuasaan, dalam Maruto MD dan Anwari, WMK, op.cit., hlm. 60. 820 Ibid, hlm. 68 Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 595 1.3 Regulasi keparlemenan Dalam hubungan dengan sistem pemilihan umum, keparlemenan tentunya adalah merupakan out put penyelenggaraan pemilihan umum, sehingga konsekuensinya peran sebagai wakil rakyat harus lebih dominan daripada menjadi wakil partai fraksi. Oleh karena itu, regulasi keparlemenan harus menjamin produktivitas lembaga perwakilan DPRD dalam menjalankan dengan lebih mengedepankan komisi sebagai miniatur lembaga daripada fraksi, sidang pleno dan panitia khusus. Wakil rakyat bertanggung gugat secara politik kepada konstituennya dan masyarakat pada umumnya, secara etika politik kepada lembaga perwakilan rakyat DPRD, dan secara hukum kepada instansi penegak hukum. Disamping itu, perlu pengaturan dalam undang-undang keparlemenan indikator-indikator kinerja DPRD yang baku, terutama dalam merefleksikan kepentingan publik, sehingga keberadaan lembaga perwakilan rakyat akan memberikan jaminan produktivitas pelaksanaan fungsi, kualitas layanan, responsivitas dan akuntabilitas kepada konstituennya. Bahkan melalui pengaturan keparlemenan perlu diatur dasar-dasar “code of conduct” yang melandasi sikap dan perilaku politik anggota DPRD, sehingga ke depan ada nilai-nilai moral yang harus dipatuhi oleh anggota lembaga perwakilan rakyat, yang tidak hanya diatur melalui kode etik yang dibuat oleh DPRD, melainkan didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 596 Berdasarkan regulasi di bidang politik ini, tentunya membuktikan terdapat hubungan yang integral dan interdependensional antara kepartaian, kepemiluan dan keparlemenan, sehingga diharapkan partisipasi politik rakyat akan semakin menguat karena adanya hubungan keterwakilan politik masyarakat dengan kelembagaan di bidang politik, yang pada gilirannya akan melahirkan legitimasi politik rakyat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah, karena dengan parameter-parameter demikian akan lebih memenuhi prinsip kedaulatan rakyat. Dengan demikian, penghapuran lembaga recall dalam regulasi keparlemenan perlu dilakukan, karena hubungan kedekatan rakyat sudah secara langsung kepada pemilih konstituennya, sehingga dominasi partai tidak lagi menjadi kekhawatiran bagi anggota DPRD dalam melaksanakan fungsinya. 2. Faktor Internal dalam DPRD Meskipun regulasi dibidang politik sudah lebih memenuhi unsur-unsur prinsip kedaulatan rakyat, akan tetapi keberadaan anggota DPRD dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal juga sangat dipengaruhi oleh faktor internal. Dalam hubungan ini, maka ada beberapa aspek yang dipandang perlu menjadi perhatian secara internal. 2.1 Peraturan Tata Tertib DPRD Dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004 disebutkan DPRD memiliki sejumlah hak baik sebagai lembaga maupun hak sebagai anggota DPRD meliputi: pertama, hak DPRD yaitu hak interpelasi, angket dan hak menyatakan pendapat. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 597 Kedua, hak-hak anggota DPRD mengajukan rancangan Perda, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, protokoler, keuangan dan administrasi. Salah satu kendala anggota DPRD tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama dalam mewujudkan hak-haknya adalah kendala yang dibentuk oleh Peraturan tata tertib DPRD itu sendiri. Hal ini terlihat dengan jelas dalam Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD sebagai berikut : 1. Untuk dapat menggunakan hak interpelasi dengan mengajukan usul kepada DPRD guna meminta keterangan kepada Kepala Daerah mengenai kebijakan Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara harus didukung oleh sekurang-kurangnya 5 lima orang anggota Pasal 22. 2. Untuk dapat menggunakan hak angket guna melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Kepala Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara harus didukung oleh sekurang-kurangnya 5 lima orang anggota DPRD Pasal 24 3. Untuk dapat mengajukan usul pernyataan pendapat terhadap kebijakan Kepala Daerah atau mengenai kebijakan luar biasa yang terjadi di Daerah harus didukung sekurang-kurangnya 5 lima orang anggota DPRD Pasal 27 4. Untuk dapat mengajukan suatu usul prakarsa Rancangan Peraturan Daerah harus dilakukan oleh sekurang-kurangnya 5 lima orang anggota DPRD Pasal 29 5. Untuk dapat mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Daerah bertalian dengan tugas dan wewenang DPRD secara lisan maupun tertulis harus disampaikan kepada DPRD untuk memperoleh keputusan rapat Pimpinan DPRD Pasal 30 Ketentuan tata tertib DPRD yang mempersyaratkan dukungan minimal 5 lima orang anggota tersebut merupakan sebuah kendala bagi anggota DPRD untuk mengimplementasikan hak-haknya, dengan alasan sebagai berikut: Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 598 Pertama, untuk terlibat dalam sebuah kegiatan yang mewujudkan hak-hak tersebut biasanya mempunyai resiko bagi anggota DPRD, karena hal itu akan berbenturan dengan kepentingan pemerintah daerah. Bahkan adakalanya kepentingan partai lebih dominan di dalam fraksinya yang dapat berbeda dengan anggota maupun aspirasi masyarakat, sehingga jelas menyulitkan hak-hak ini digunkaan, apalagi sampai dengan saat ini masih digunakan lembaga recall anggota DPRD oleh partai politiknya. Kedua, selain kendala di atas, penggunaan hak ini harus diputuskan melalui rapat paripurna, sehingga meskipun dapat memenuhi syarat jumlah minimum anggota DPRD, belum tentu lolos dalam rapat paripurna, karena anggota DPRD dalam pengalaman praktek selama ini memperlihatkan terpolarisasi ke dalam berbagai fraksi yang berbeda kepentingan dengan fraksi lain, dan tidak jarang menimbulkan konflik. Bahkan hak anggota untuk mengajukan pertanyaan sekalipun harus dengan persetujuan Dewan, sehingga langsung atau tidak langsung hak-hak konstitusional DPRD maupun anggota DPRD sulit diterapkan. Realitas ini menunjukkan pembaharuan peraturan tata tertib DPRD yang lebih memungkinkan anggota DPRD melaksanakan berbagai fungsi yang dimilikinya perlu menjadi perhatian Pemerintah, agar keterwakilan politik dalam arti materil atau representation in ideas dari rakyat yang memilih mereka lebih dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitas. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 599 2.2 Peningkatan kualitas sumberdaya Manusia anggota DPRD Mewujudkan anggota DPRD yang berkualitas, tentunya tidak hanya semata-mata didasarkan pada pola rekrutmen melalui sistem pemilihan umum, akan teapi juga pada saat calon legislatif duduk sebagai anggota DPRD. Hal ini diprlukan karena anggota DPRD berasal dari berbagai ragam masyarakat, baik pendidikan maupun latar belakang profesi sebelumnya, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan berbagai fungsi yang melekat kepada anggota DPRD. Peningkatan kualitas anggota DPRD ini adalah merupakan keharusan agar dapat memahami dan melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, dalam hubungan ini maka terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan : Pertama, pra dan awal duduk sebagai anggota DPRD. Dalam hubungan ini dengan memperhatikan berbagai latar belakang yang melekat pada masing- masing anggota DPRD sangat beraneka ragam, maka perlu diberikan orientasi dan pembekalan kepada DPRD agar dapat melaksanakan fungsinya, apalagi bagi anggota DPRD yang baru pertama sekali menjadi anggota legislatif. Pelaksaaan orientasi ini tentu dapat difasilitasi oleh partai politik ataupun melalui kebijakan pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah daerah. Kedua, masa sebagai anggota legislatif, dapat dilakukan berbagai pendidikan dan latihan maupun melakukan studi banding dengan dilandasi parameter-parameter yang diharapkan diperoleh anggota DPRD, sehingga tidak menjadi fenomena hanya untuk menghabiskan anggaran. Bahkan sebenarnya, diperlukan keinginan yang kuat Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 600 dari anggota DPRD untuk meningkatkan jenjang pendidikan agar lebih berkemampuan apabila berhadapan dengan eksekutif, dan saat ini dalam prakteknya sudah ada anggota DPRD pada provinsi sudah ada yang menyelesaikan studi S3 dan S2, sehingga akan lebih mampu untuk melaksanakan berbagai fungsi yang melekat pada DPRD. Selain berbagai upaya tersebut, M. Solly Lubis, menyebutkan perlu diadakan “forum komunikasi antar DPRD” 821 , dalam menghadapi globalisasi dewasa ini, sehingga terdapat wadah tukar informasi dan pengalaman, dan tidak memadakan hasil kunjungan antar daerah saja. Oleh sebab itu dipandang perlu pembelakan pengetahuan anggota-anggota DPRD, termasuk metode pendekatan sistem dengan pandagangan konseptual strategis, baik yang berskala lokal, nasional, maupun regional dan global, sebagai optimalisasi fungsi legislatif berhadapan dengan mitra eksekutif maupun untuk menganalisa kasus-kasus daerah. Ketiga : adanya dukungan staf ahli dan staf administrasi yang dapat membantu tugas-tugas DPRD. Memperhatikan tugas DPRD yang sangat beragam ini, baik dibidang legislasi, di bidang anggaran maupun dalam bidang pengawasan, maka perlu dukungan staf ahli dan staf administrasi untuk memudahkan DPRD melaksanakan fungsi dan tugas DPRD. Dalam konteks pembinaan keterwakilan politik ini, lebih lanjut M. Solly Lubis mengemukakan: 821 M. Solly Lubis, Pemerintahan Daerah dalam Memasuki Era Globalisasi dan Perdagangan Bebas, Makalah Disampaikan pada Rapat Pimpinan DPRD Tingkat I Seluruh Indonesia, Medan: Rapat Pimpinan DPRD Tingkat I Seluruh Indonesia, 3-6 Desember 2006, hlm. 13. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 601 Membina keterwakilan kepentingan rakyat di forum perwakilan itu, harus serentak, antara peningkatan kualitas wakil-wakil rakyat, tetapi juga peningkatan kualitas calon pemilih dan konstituen di masyarakat akar rumput grass root, seperti kalangan petani, buruh, nelayan, pengusaha-pengusaha kecil dan mikro, guru sekolah bahkan mungkin juga para dosen yang disiplin ilmunya terlalu jauh dari masalah-masalah politik dan pemerintahan negara. Jika tidak, maka yang akan terjadi, selain kritis juga apatis. 822 Berdasarkan upaya-upaya optimalisasi peranan DPRD, baik melalui pola rekrutmen anggota DPRD maupun peningkatan pelaksanaan fungsi dan tugas DPRD tersebut, maka diharapkan terwujudnya keterwakilan politk masyarakat political representatives baik dalam arti formil maupun dalam arti materil, sehingga prinsip demorasi dan kedaulatan rakyat terutama mengimplementasikan tujuan otonomi akan berhasil guna dan berdaya guna, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat di tingkat lokal pada khususnya dalam tingkatan nasional pada umumnya. 822 M. Solly Lubis, Membudayakan Sikap …, op.cit., hlm. 11. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data sebagaimana dikemukakan di atas, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan