Paradigma Sistem Pemilihan Umum Berdasarkan UUDS 1950.

235 berdasarkan Konstitusi RIS 1949 telah diganti dengan bentuk susunan negara kesatuan berdasarkan UUDS 1950.

C. Paradigma Sistem Pemilihan Umum Berdasarkan UUDS 1950.

Periode federal dari Konstitusi RIS 1949 merupakan perubahan yang bersifat sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 menghendaki bentuk Negara Kesatuan. Realitas ini ditandai dengan dicapainya kata sepakat antara Republik Indonesia Serikat yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur serta Republik Indonesia untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dituangkan dalam Piagam Persetujuan pada tanggal 19 Mei 1950, yang berbunyi : “Pemerintah Republik Indonesia Serikat, dalam hal ini bertindak juga dengan mandat penuh atas nama Pemerintah Negara Indonesia Timur dan Pemerintah Sumatera Timur, pada pihak kesatu; Pemerintah Republik Indonesia pada pihak kedua; … menyatakan : 1. Bahwa kami menyetujui dalam waktu sesingkat-singkatnya bersama-sama melaksanakan Negara Kesatuan, sebagai jelmaan dari pada Republik Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945 …” 382 Piagam tersebut juga memuat prinsip-prinsip yang akan dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan itu, antara lain sebagai berikut 383 : 1. Esensialia Republik Indonesia yang termuat dalam Pasal 27, Pasal 29, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar RI 1945 harus masuk di dalam Undang- Undang Dasar yang akan datang 2. Bahan-bahan yang baik dari Undang-Undang Dasar RIS, misalnya tentang hak asasi manusia harus masuk. 382 Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif …, op.cit., hlm. 119. 383 Simorangkir, JCT, Penetapan UUD …, op.cit., hlm. 37-38. Perhatikan juga Mohammad Tolchah Mansoer, Pembahasan Beberapa Aspek …, op.cit., hlm. 53-54. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 236 3. Demikian juga paham tentang “Hak milik itu adalah mempunyai suatu fungsi sosial”. 4. Selanjutnya diadakan perubahan-perubahan dalam Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat, antara lain ialah : a. Senat dihapuskan b. Dewan Perwakilan Rakyat Sementara terdiri atas gabungan DPR Republik Indonesia Serikat dan Badan Pekerja KNIP. Tambahan anggota atas penunjukan Presiden dipertimbangkan lebih jauh oleh kedua Pemerintah. c. Dewan Perwakilan Rakyat Sementara bersama-sama dengan KNIP dinamakan Majelis Perubahan Undang-undang Dasar, mempunyai hak mengadakan perubahan-perubahan dalam Undang-Undang Dasar baru. d. Konstituante terdiri dari anggota-anggota yang dipilih dengan mengadakan pemilihan umum berdasar atas satu orang anggota untuk tiap 300.000 penduduk, dengan memperhatikan perwakilan yang pantas bagi golongan minoritas. e. Presiden ialah Presiden Soekarno f. Dewan Menteri harus bersifat Kabinet Parlementer g. Tentang jabatan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan selama masa sebelum Konstituante terbentuk, Pemerintah Republik Indonesia akan mengadakan tukar pikiran lebih lanjut. 5. Sebelum diadakan perundang-undangan kesatuan, maka undang-undang dan peraturan dan peraturan-peraturan yang ada tetap berlaku, akan tetapi dimana mungkin diusahakan supaya perundang-undangan Republik Indonesia berlaku. 6. Dewan Pertimbangan Agung dihapuskan. Dalam menyelenggarakan Piagam Persetujuan tersebut, dibentuk suatu Panitia Bersama dengan tugas utama merancang suatu Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan. Hasil Panitia Bersama tersebut, kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, dan pada tanggal 14 Agustus 1950 DPR dan Senat RIS menerima perubahan tersebut dengan bentuk Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, kemudian berlakulah Undang- Undang Dasar baru itu pada tanggal 17 Agustus 1950. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 237 Berdasarkan hal tersebut di atas, maka formil Undang-Undang Dasar Sementara 1950 adalah merupakan perobahan dari Konstitusi RIS 1949 yang diperkenankan secara yuridis, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 190 Konstitusi RIS 1949 yang menyebutkan : “…. maka Konstitusi ini hanya dapat diubah dengan undang-undang federal dan menyimpang dari ketentuan-ketentuannya hanya diperkenankan atas kuasa undang-undang federal, baik DPR maupun Senat tidak boleh bermufakat ataupun mengambil keputusan tentang usul untuk itu, jika tidak sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota sidang menghadiri rapat”. Joeniarto dalam kaitan perubahan Konstitusi RIS 1949 menjadi UUDS 1950 ini mengemukakan sebagai berikut : Oleh karena Perubahan UUD apalagi dalam hal ini menyangkut soal bentuk susunan daripada negaranya, maka sudah barang tentu harus dilakukan dengan undang-undanga yang dimaksud dalam Pasal 127a. Dan untuk inilah kemudian dilakukan dengan Undang-undang Federal No. 7 Tahun 1950 LN Republik Indonesia Serikat Tahun 1950 No. 56, nama lengkapnya ialah : “Undang-undang tentang Perubahan Konstisusi Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-undang Dasar Sementara”, yang disahkan dan diumumkan di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1950. 384 Konstitusi ini juga masih bersifat sementara, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 134 UUDS 1950 : “Konstituante Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini”. 384 Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, 1982, hlm. 74-75. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 238 Berdasarkan ketentuan tersebut, sebagaimana dengan pembentuk UUD 1945, pembentuk Konstitusi RIS 1949, pembentuk UUDS 1950 juga merasa dirinya belum representatif untuk menetapkan sebuah UUD yang tetap, sehingga perubahan UUDS 1950 ini diserahkan kepada sebuah badan yang representatif dengan jalan pemilihan umum, sehingga tersedia waktu yang cukup untuk menyusun UUD yang lebih sempurna. 385 Sama halnya dengan Konstitusi yang berlaku sebelumnya, paradigma yuridis filosofis yang dianut dalam UUDS 1950 adalah Pancasila yang rumusannya terdapat dalam Mukaddimah : Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, peri kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial. Pandangan ini tercermin pada Seminar Pancasila Ke: I 16 Pebruari sd 20 Pebruari 1959 di Yogyakarta, antara lain disebutkan : Dengan sendirinya Pancasila dalam Mukaddimah Undang-Undang Dasar Sementara adalah tiada lain daripada penjelmaan pelaksanaan atau bentuk realisasi daripada Pancasila dalam pokok kaidah Negara yang fundamentil. Yang demikian itu ternyata dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar Sementara Pancasila didahului oleh perkataan “pengakuan”, yaitu pernyataan pelaksanaan yang formil dan materil daripada Pancasila dalam pokok kaidah negara yang fundamentil, yang merupakan norma dasar hukum positif. Di dalam Mukadimah dijadikan norma dasar hukum subjektif, sehingga ada wajib hukum dalam konkretonya untuk mentaatinya bagi siapapun juga, dan untuk melaksanakannya. Lain daripada itu dua sila daripada Pancasila dalam pokok kaidah negara yang fundamentil dikhususkan, yaitu sila kemanusiaan dijadikan perikemanusiaan dan sila persatuan Indonesia dijadikan kebangsaan. Lagi pula Pancasila diberi sifat teleologis dengan mengikatkan kepadanya suatu tujuan, yaitu untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, 385 Ibid., hlm. 81-82. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 239 perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna Ejaan disesuaikan dengan EYD 386 . Di dalam pokok kaidah negara yang fundamentil ditemukan bentuk dan sifat tertentu mengenai pelbagai masalah dasar bagi negara dan hukum yang memungkinkan penyusunan suatu rangka tertib negara dan hukum Indonesia, malahan suatu teori dan suatu filsafat kenegaraan dan hukum, sehingga sebagai negara demokrasi memungkinkan terdapatnya batas-batas, dasar-dasar dan norma- norma ilmiah untuk mengatasi kesulitan dalam keadaan Negara mengenai susunan pemerintahan Negara agar sesuai kembali dengan pribadi Indonesia, dan memungkinkan pemulihan persatuan nasional, antara lain cita-cita demokrasi bagi penyelenggaraan pemerintahan Negara yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan permusyawaratanperwakilan yang berupa demokrasi politik ialah cita-cita bawaan daripada rakyat sebagai asal mula pendukung kekuasaan Negara, dan demokrasi fungsionil ialah cita-cita bawaan daripada rakyat sebagai pendukung kepentingan yang merupakan basis bagi atau yang harus dijelmakan dalam susunan pemerintahan Negara. 387 Oleh sebab itu, pemilihan umum juga harus senantiasa didasarkan kepada filosofi Pancasila sesuai dengan sendi negara hukum yang demokratis, dalam arti kedaulatan tetap berada di tangan rakyat. 388 Implementasi dari paradigma yuridis 386 Panitia Seminar Pancasila, Prasaran-prasaran pada Seminar Pancasila Diadakan di Yogyakarta pada tanggal 16 sd 20 Pebruari 1959, Yogyakarta: Panitia Seminar Pancasila, 1959, hlm. 83. 387 Ibid, hlm. 184. 388 Perhatikan Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 UUDS 1950. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 240 filosofis tersebut kemudian dituangkan ke dalam Batang Tubuh UUDS 1950 yang berfungsi sebagai paradigma yuridis konstitusional, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 35 sebagai berikut : “Kemauan Rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa, kemauan itu dinyatakan dalam pemilihan berkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara”. Apabila diperhatikan lebih lanjut Batang Tubuh UUDS 1950, maka landasan yuridis konstitusional pemilihan umum juga diatur dalam Pasal 57 dan Pasal 135. Pasal 57 menyebutkan “anggota-anggota dewan perwakilan rakyat dipilih dalam suatu pemilihan umum oleh warga negara Indonesia yang memenuhi syarat-syarat dan menurut aturan-aturan yang ditetapkan dalam undang-undang”. Sedangkan di dalam Pasal 135 UUDS 1950 memerintahkan adanya Konstituante Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar yang juga dipilih oleh warga negara Indonesia dengan dasar umum dan dengan cara bebas dan rahasia menurut aturan-aturan yang ditetapkan dalam undang-undang. Dengan demikian pemilihan umum yang diselenggarakan berdasarkan paradigma yuridis konstitusional dimaksudkan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat dan Konstituante. Pengaturan yang demikian tentunya dimaksudkan agar konstitusi sebagai norma hukum yang fundamental di dalam negara Staatsfundamentalnorm, yang akan ditetapkan untuk menggantikan UUDS 1950 disusun oleh lembaga yang representatif mewakili seluruh rakyat Indonesia, mengingat fungsi UUD yang sangat Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 241 penting, sebagai pemersatu ideologi dan dasar negara, pemersatu kehendak mengenai tujuan nasional national goal, pemersatu mengenai sistem pemerintahan yang menjadi pilihan bangsa ini, sekaligus sebagai pemersatu dan perekat bagi bangsa yang heterogen dan pluralis. 389 Dalam konteks yang demikian, UUDS 1950 secara yuridis konstitusional telah menentukan asas-asas pemilihan umum yang akan diselenggarakan tersebut, meliputi asas umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia. Namun berbeda halnya dengan pengaturan dalam UUDS 1949 yang menyebutkan adanya kalimat “yang sedapat mungkin” sehingga menimbulkan multi tafsir, sedangkan dalam UUDS 1950 pengaturan yang demikian telah ditiadakan dan menggantinya dengan rumusan ”ataupun menurut cara yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara”. Namun demikian, keanggotaan parlemen di Indonesia yang lahir sebagai konsekuensi berubahnya bentuk negara federal menjadi negara kesatuan pada awalnya bukanlah didasarkan pada hasil pemilihan umum. Hal itu disebabkan oleh adanya kesepakatan yang dimuat dalam Piagam Persetujuan 19 Mei 1950, yang merupakan konsesi besar kepada wakil-wakil yang ditunjuk Belanda dari negara- negara bahagian yang dibentuknya. 390 Kesepakatan itu kemudian dituangkan dalam Pasal 77 UUDS 1950 yang menetapkan bahwa DPRS akan disusun dari anggota-anggota kedua Majelis dari 389 M. Solly Lubis, Mencari Format …, op.cit., hlm. 9. 390 Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan …, op.cit., hlm. 153. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 242 Parlemen Federal, bersama-sama dengan anggota-anggota Badan Pekerja Komite Nasional Pusat dan Dewan Pertimbangan Agung dari republik lama. Oleh karena itu, pada waktu pembentukannya untuk pertama kali DPRS berjumlah 236 orang anggota, yang tersiri dari 148 anggota berasal dari DPR dan Senat RIS, 46 orang berasal dari anggota Badan Pekerja KNIP dan 13 orang berasal dari bekas anggota DPA pada masa RIS. Dalam rangka merealisasikan amanat UUDS 1950 yang mengatur esensi pemilihan umum sebagai dasar kekuasaan di dalam negara, maka pada tanggal 4 April 1953 telah disahkan undang-undang pemilihan umum, yaitu Undang-undang No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan telah diundangkan pada tanggal 7 April 1953, sebagai paradigma yuridis politis. Undang-undang No. 7 Tahun 1953 secara rinci mengatur tentang sistem pemilihan umum maupun pedoman tentang mekanisme pemilu itu, sehingga tercakup di dalamnya pengaturan electoral laws dan pengaturan yang menyangkut electoral process. Undang-undang ini mengatur dengan sangat rinci, sehingga tidak memberikan peluang yang terlalu banyak terhadap pemerintah untuk membuat interpretasi melalui delegasi peraturan perundang-undangan. Dalam hubungannya dengan materi muatan Undang-undang No. 7 Tahun 1953, A.S.S. Tambunan mengemukakan dasar-dasar pemilihan umum yang digunakan antara lain adalah : Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 243 a. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia dan berkesamaan ; b. Sistem pemilihan yang dipergunakan adalah sistem perwakilan berimbang dengan preferensi melalui sistem daftar dan sistem perorangan. c. Mengenai daerah pemilihan dianut sistem kombinasi, yaitu antara banyak daerah pemilihan dan satu daerah pemilihan. d. Menggunakan sistem satu kotak suara e. Dalam rangka menentukan hasil pemilihan umum, pembagian sisa kursi dilakukan dengan sistem sisa suara terbanyak ; dan f. Masa jabatan anggota DPR adalah 4 empat tahun. 391 Abdul Bari Azed dan Makmur Amir berkenaan dengan sistem pemilu yang diselenggarakan berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1953 ini menyebutkan : Dalam peraturan perundang-undangan tentang Pemilu tahun 1955 ini, Indonesia menerapkan sistem pemilu proporsional yang tidak murni, dan terdapat 16 daerah pemilihan. Untuk menentukan jumlah kursi yang dipilih di setiap daerah pemilihan ditetapkan ketentuan tentang proporsionalitas penduduk dengan kuota 1 kursi untuk 300.000 penduduk untuk keanggotaan DPR. Khusus untuk Kalimantan Timur, Maluku dan Irian Barat, yang penduduknya kurang dari 3 x 300.000, maka jumlah anggota DPR dipilih ketiga daerah itu masing-masing ditetapkan 3 orang. Untuk jumlah penduduk Indonesia pada masa itu, yaitu 77.987.879 jiwa, sedangkan jumlah anggota DPR yang dipilih untuk Pemilu 1955 oleh Panitia Pemilihan Indonesia sebanyak 260 orang 392 . Sedangkan untuk jumlah anggota konstituante ditetapkan dengan membagi jumlah penduduk warga negara Indonesia dengan 150.000 yang dibulatkan ke atas untuk masing-masing daerah pemilihan, dan jika hasil penetapannya kurang dari 6 391 ASS Tambunan, ASS, Pemilihan Umum di Indonesia dan Susunan serta Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, Sejarah Pengaturannya, Pemikiran-pemikiran serta Permasalahan yang Melatarbelakanginya dan Perbandingan dengan Negara-negara Lain, Bandung: Binacipta, 1986, hlm. 10. 392 Abdul Bari Azed dan Makmur Amir, Pemilu dan Partai Politik di Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006, hlm. 58. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 244 enam kursi, maka di daerah itu dilakukan pembulatan sehingga kursi minimal yang diperoleh adalah 6 enam kursi. 393 Sistem pemilihan umum pada masa ini sangat responsif dan merupakan perwujudan demokrasi partisipatoris karena memberdayakan rakyat dalam arti menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan perasaan keadilan yang hidup di tengah masyarakat 394 . Realitas ini tampak dari pemberian kesempatan kepada calon perseorangan dan berkelompok melalui daftar calon kumpulan dengan ketentuan jumlah di dalam calon kumpulan tidak boleh melebihi jumlah kursi yang teredia untuk daerah pemilihan yang bersangkutan, ditambah sebanyak jumlah anggota yang sudah ditetapkan, tetapi tambahan itu tidak boleh melebihi jumlah 20, dengan ketentuan calon perseorangan atau calon pertama dari daftar calon kumpulan harus memperoleh dukungan sekurang-kurangnya 200 orang pemilih, sedangkan untuk calon kedua dan selanjutnya dari daftar calon kumpulan harus didukung oleh sekurang-kurangnya 25 orang pemilih. 395 Selain di dasarkan pada pemilihan, Undang-undang No. 7 Tahun 1953 juga memungkinkan adanya pengangkatan untuk anggota DPR dan konstituante, apabila terdapat 3 tiga hal : 393 Perhatikan Pasal 32 dan Pasal 33 Undang-undang No. 7 Tahun 1953. 394 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan …, op.cit., hlm. 128. 395 Pasal 36 dan Pasal 38 Undang-undang No. 7 Tahun 1953. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 245 Pertama, jika ada kursi yang tidak terisi setelah diusahakan pembagian sisa kursi berdasarkan suara yang diperoleh oleh daftar calon. Kedua, jika ada daerah yang tidak dapat menyelenggarakan pemilihan pada waktu yang ditentukan pengangkatan berlaku sampai selesai pemilihan susulan. Ketiga, jika suara yang diperoleh golongan minoritas Cina, Eropah, dan Arab kurang dari jatah kursi minimal menurut Pasal 58 dan Pasal 135 UUDS 1950. 396 Kemungkinan tidak terisinya kursi yang tersedia, diatur dalam Pasal 102 Undang-undang No. 7 Tahun 1953 sebagai berikut : 1 Jika seorang calon tidak atau dianggap tidak menerima penetapannya, maka Panitia Pemilihan Indonesia mengganti calon itu dengan calon lain. 2 Penggantian itu dilakukan sebagai berikut : a. Seorang calon yang dikemukakan perseorangan diganti dengan seorang calon yang memperoleh suara terbanyak diantara semua calon-calon yang belum terpilih dalam daerah pemilihan yang diganti itu; b. Seorang calon yang dikemukakan dalam suatu daftar kumpulan kumpulan diganti dengan seorang calon yang menurut urutan sebagai tersebut dalam Pasal 97 tempatnya paling atas antara calon-calon yang belum terpilih dalam daftar itu; Jika penggantian secara itu tidak mungkin dilakukan lagi, karena semua calon dalam daftar itu sudah terpilih, maka berlakulah cara yang tersebut dalam huruf a. c. Jika dalam suatu daerah pemilihan dimana seorang calon harus diganti, tidak ada lagi calon yang belum terpilih, maka calon itu diganti dengan calon yang memperoleh “bilangan persen suara” yang terbanyak diantara calon-calon yang belum terpilih dalam semua daerah pemilihan lain. Bilangan persen suara tersebut ialah bilangan persen dari jumlah suara yang diperoleh seorang calon dibandingkan dengan angka pembagi pemilihan dalam daerah pemilihannya. 3 Penggantian secara tersebut dalam ayat 2 huruf c dilakukan juga untuk menetapkan penempatan kursi-kursi yang masih terlowong, karena jumlah calon yang terpilih dalam suatu daerah pemilihan kurang dari jumlah anggota, yang ditetapkan untuk daerah pemilihan itu. 4 Jika dengan ketentuan ayat-ayat di atas jumlah orang-orang yang ditetapkan menjadi anggota belum juga mencapai jumlah anggota yang ditetapkan untuk seluruh Indonesia, maka Pemerintah mencukupi jumlah ini dengan pengangkatan. 396 Moh. Mahfud, MD, Perkembangan Politik …, op.cit., hlm. 176-177. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 246 Selanjutnya, dalam Pasal 134 ayat 1 Undang-undang No. 7 Tahun 1953 ditentukan apabila terdapat daerah pemilihan yang tidak dapat menyelenggarakan Pemilu karena suatu keadaan, tetapi segera setelah memungkinkan pemilihan harus dilaksanakan di daerah itu. Untuk mengisi anggota Konstituante dan DPR pada daerah tersebut, Pasal 134 ayat 2 menggariskan sebagai berikut : “Apabila anggota-anggota Konstituante atau Dewan Perwakilan Rakyat yang ada, dianggap kurang mengetahui keadaan suatu daerah yang tidak dapat melakukan pemilihan termaksud di atas, maka pemerintah dapat mengangkat orang-orang yang dipandang mengetahui benar keadaan itu dan berasal dari daerah termaksud, menjadi anggota hingga jumlah yang sebetulnya boleh dipilih oleh daerah itu. Pengangkatan itu berlaku hingga anggota-anggota untuk daerah pemilihan itu ditunjuk dengan pemilihan susulan termaksud dalam ayat 1” Demikian juga untuk mengisi ketentuan Pasal 58 dan Pasal 135 UUDS 1950 yang memberikan jaminan sejumlah kursi di lembaga perwakilan kepada golongan minoritas Tionghoa, Eropah dan Arab, diatur lebih lanjut dalam Pasal 136 Undang- undang No. 7 Tahun 1953, yang menetapkan bahwa “untuk melaksanakan ketentuan tersebut dalam Pasal 58 dan Pasal 135 Undang-Undang Dasar Sementara, Pemerintah melakukan pengangkatan dengan memenuhi keinginan golongan masing-masing”. Selain itu, Undang-undang No. 7 Tahun 1953 yang merupakan pelaksanaan dari UUDS 1950, berdasarkan ketentuan Pasal 35 UUDS 1950 dan muatan lengkap Undang-undang No. 7 tahun 1953, telah mengatur beberapa asas yang digunakan, Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 247 meliputi asas-asas: umum, periodik, jujur, berkesamaan, adil, bebas, rahasia, dan langsung. 397 Organisasi penyelenggaraan pemilihan umum menjadi tanggung jawab bersama Kementerian Kehakiman dan Kementerian Dalam Negeri, tetapi kekuasaan besar diberikan kepada Panitia Pemilihan Indonesia yang multi partai, yang dipercaya untuk mengorganisir dan membuat peraturan mengenai pemilihan. Panitia-panitia pemilihan multi partai juga berfungsi di tingkat lokal, yaitu di kabupaten dan kecamatan. Tetapi di tingkat kabupaten dan kecamatan terdapat hubungan kerja dengan jajaran pamongpraja, baik dengan pemerintahan umum sebagai bagian dar Kementerian Dalam Negeri, maupun dengan bupati yang menjadi ketua Panitia Pemilihan Kabupaten dan camat yang menjadi ketua Panitia Pemungutan Suara Kecamatan. Di bawah kecamatan ada Panitia Pendaftaran Pemilih yang diketuai oleh kepala desa dan Panitia Penyelenggara Pemungutan Suara. Keduanya juga beranggotakan wakil-wakil partai politik. 398 Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan. 399 397 Moh. Mahfud, MD, Perkembangan Politik …, op.cit., hlm. 171-174. 398 Herbert Feith, Pemilihan Umum 1955 di Indonesia, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1999, hlm. 6. 399 Komisi Pemilihan Umum, Pemilu 1955, http:www.kpu.go.idSejarahsejarah list.php, hlm. 2. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 248 Lebih menarik lagi dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkompetisi secara sehat. Misalnya meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu dengan segala cara. 400 Pemilihan umum tahun 1955 ini dilaksanakan pada bulan September dan bulan Desember merupakan pemilihan umum anggota Parlemen dan Konstituante suatu badan yang dibentuk untuk membuat konstitusi. Pada tanggal 29 September 1955, Pemilu dilaksanakan untuk memilih anggota parlemen, hingga selesai secara keseluruhan pada tanggal 29 November 1955. sebanyak 37.875.299 atau 87,65 memberikan suaranya secara sah dari 43.104.464 orang yang terdaftar sebagai pemilih dan jumlah kursi untuk anggota DPR saat itu adalah 257 kursi. Sedangkan Pemilihan Umum anggota Konstituante dilakukan pada tanggal 15 Desember 1955. Hasil dari Pemilihan Umum 1955 menunjukkan bahwa jumlah anggota DPR itu adalah 257 orang, yaitu dengan perhitungan bahwa satu orang anggota DPR mewakili 300.000 orang penduduk. Disamping itu telah terpilih pula 514 orang anggota Konstituante. Mereka ini terdiri dari Wakil-wakil partai politik, wakil-wakil organisasi dan perorangan lainnya 401 . Diantara calon perorangan yang berhasil meraih kursi 400 Ibid. 401 Sekretariat DPR-GR, Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,, Jakarta: Setjen. DPR RI, 1983, hlm. 192. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 249 adalah R. Soedjono Prawirisoedarso untuk DPR dan L.M. Idris Efendi sebagai anggota Konstituante 402 . Dalam hubungan dengan hasil Pemilu 1955 dapat diperhatikan dari tabel berikut ini : Tabel 3.2. Hasil Pemilu 1955 untuk anggota DPR No. PartaiNama Daftar Suara Kursi 1. Partai Nasional Indonesia PNI 8.434.653 22.32 57 2. Masyumi 7.903.886 20.92 57 3. Nahdlatul Ulama NU 6.955.141 18.41 45 4. Partai Komunis Indonesia PKI 6.179.914 16.36 39 5. Partai Syarikat Islam Indonesia PSII 1.091.160 2.89 8 6. Partai Kristen Indonesia Parkindo 1.003.326 2.66 8 7. Partai Katolik 770.740 2.04 6 8. Partai Sosialis Indonesia PSI 753.191 1.99 5 9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia IPKI 541.306 1.43 4 10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah Perti 483.014 1.28 4 11. Partai Rakyat Nasional PRN 242.125 0.64 2 12. Partai Buruh 224.167 0.59 2 13. Gerakan Pembela Pancasila GPPS 219.985 0.58 2 14. Partai Rakyat Indonesia PRI 206.161 0.55 2 15. Persatuan Pegawai Polisi RI P3RI 200.419 0.53 2 16. Murba 199.588 0.53 2 17. Baperki 178.887 0.47 1 18. Persatuan Indonesia Raya PIR Wongsonegoro 178.481 0.47 1 19. Grinda 154.792 0.41 1 20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia Permai 149.287 0.40 1 21. Persatuan Daya PD 146.054 0.39 1 22. PIR Hazirin 114.644 0.30 1 23. Partai Politik Tarikat Islam PPTI 85.131 0.22 1 24. AKUI 81.454 0.21 1 25. Persatuan Rakyat Desa PRD 77.919 0.21 1 26. Partai Republik Indonesia Merdeka PRIM 72.523 0.19 1 27. Angkatan Comunis Muda Acom 64.514 0.17 1 28. R. Soedjono Prawirisoedarso 53.306 0.14 1 29. Lain-lain 1.022.433 2.71 - Jumlah 37.785.299 100.00 257 Sumber: http:www.kpu.go.idSejarahsejarah list.php. 402 Perhatikan Pemilu 1955, op.cit., hlm. 3 dan 4. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 250 Tabel 3.3. Hasil Pemilu 1955 untuk anggota Konstituante No. PartaiNama Daftar Suara Kursi 1. Partai Nasional Indonesia PNI 9.070.218 23.97 119 2. Masyumi 7.789.619 20.59 112 3. Nahdlatul Ulama NU 6.989.333 18.47 91 4. Partai Komunis Indonesia PKI 6.232.512 16.47 80 5. Partai Syarikat Islam Indonesia PSII 1.059.922 2.80 16 6. Partai Kristen Indonesia Parkindo 988.810 2.61 16 7. Partai Katolik 748.591 1.99 10 8. Partai Sosialis Indonesia PSI 695.932 1.84 10 9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia IPKI 544.803 1.44 8 10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah Perti 465.359 1.23 7 11. Partai Rakyat Nasional PRN 220.652 0.58 3 12. Partai Buruh 332.047 0.88 5 13. Gerakan Pembela Pancasila GPPS 152.892 0.40 2 14. Partai Rakyat Indonesia PRI 134.011 0.35 2 15. Persatuan Pegawai Polisi RI P3RI 179.346 0.47 3 16. Murba 248.633 0.66 4 17. Baperki 160.456 0.42 2 18. Persatuan Indonesia Raya PIR Wongsonegoro 162.420 0.43 2 19. Grinda 157.976 0.42 2 20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia Permai 164.386 0.43 2 21. Persatuan Daya PD 169.222 0.45 3 22. PIR Hazirin 101.509 0.27 2 23. Partai Politik Tarikat Islam PPTI 74.913 0.20 1 24. AKUI 84.862 0.22 1 25. Persatuan Rakyat Desa PRD 39.278 0.10 1 26. Partai Republik Indonesia Merdeka PRIM 143.907 0.38 2 27. Angkatan Comunis Muda Acom 55.844 0.15 1 28. R. Soedjono Prawirisoedarso 38.356 0.10 1 29. Gerakan Pilihan Sunda 35.035 0.09 1 30. Partai Tani Indonesia 30.060 0.08 1 31. Radja Keprabonan 33.660 0.09 1 32. Gerakan Banteng Republik Indonesia GBRI 39.874 0.11 1 33. PIR NTB 33.823 0.09 1 34. L.M. Idrus Effendi 31.988 0.08 1 Lain-lain 426.856 1.13 Jumlah 37.837.105 514 Sumber: http:www.kpu.go.idSejarahsejarah list.php Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 251 Pemilihan umum 1955 menurut Herbert Feith adalah merupakan langkah pertama dalam perkembangan bangsa ini sebagai negara demokrasi, dan sebuah prestasi yang penting, 403 karena adanya konsistensi implementasi paradigma yuridis filosofis ke dalam paradigma yuridis konstitusional dan paradigma yuridis politis, serta penerapannya dilandasi pada semangat demokrasi yang kuat dari penyelenggara pemilihan umum, sehingga das sein dengan das sollen berjalan seiring. Namun demikian, terdapat juga beberapa pandangan dari berbagai kelompok di Indonesia bahwa pemilihan umum 1955 tidak menciptakan stabilitas politik, akan tetapi patut disadari pemilihan tersebut merupakan catatan sejarah perwujudan kedaulatan rakyat yang sangat berhasil secara demokratis.

D. Paradigma Sistem Pemilihan Umum Berdasarkan UUD 1945 Periode Kedua.