Tinjauan Umum Pengaturan DPRD Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1957.

365 sifat yang khusus berbeda dengan daerah lainnya, terutama pemerintahan desa. Ketiga, Asas yang dikembangkan dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1948 adalah asas demokrasi liberal, yang berpangkal pada ministrialisasi sistem pemerintahan di tahun 1945, sehingga secara ideo politis, asas itu bertentangan dengan cita-cita negara kesatuan, yang ingin mencapai pemerintahan yang stabil disertai hubungan pemerintah pusat dan daerah yang harmonis. 570

C. Pengaturan DPRD Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1957.

1. Tinjauan Umum

Perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia ternyata telah mengalami berbagai perkembangan, termasuk pergantian Konstitusi RIS 1949 yang bersifat federal kepada Undang Undang Dasar Sementara 1950 UUDS 1950 yang menganut prinsip negara kesatuan, karena sebenarnya sejak awal kemerdekaan Pemerintah dan Rakyat Indonesia sudah sepakat untuk memilih bentuk Negara Kesatuan. Mengenai prinsip Negara Kesatuan ini dapat diperhatikan dalam pengaturan UUDS 1950 tentang pemerintahan daerah yang menegaskan adanya otonomi luas yang diberikan kepada masing-masing daerah. Hal tersebut diatur dalam Pasal 131 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3. Khusus mengenai Daerah-daerah yang oleh UUD 1945 dinyatakan sebagai “Zelfbesturende landschapen” atau Daerah yang memiliki 570 M. Solly Lubis, Perkembangan Garis politik …, op.cit., hlm. 141 Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 366 susunan pemerintahan asli atau Daerah Istimewa, diatur dalam Pasal 132 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3, serta Pasal 133, yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 131 1 Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan daerah kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri otonom, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam sistem pemerintahan negara. 2 Kepada daerah-daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengurus rumah tangganya sendiri. 3 Dengan undang-undang dapat diserahkan penyelenggaraan tugas-tuags kepada daerah-daerah yang tidak termasuk dalam urusan rumah tangganya. Pasal 132 1 Kedudukan daerah-daerah Swapraja diatur dengan undang-undang dengan ketentuan bahwa dalam bentuk susunan pemerintahannya harus diingat pula ketantuan dalam pasal 131, dasar daerah permusyawaratan dan perwakilan dalam sistem pemerintahan negara. 2 Daerah-daerah Swapraja yang ada tidak dapat dihapuskan atau diperkecil bertentangan dengan kehendaknya, kecuali untuk kepentingan umum dan sesudah undang-undang yang menyatakan bahwa kepentingan umum menuntut penghapusan atau pengecilan itu, memberi kuasa untuk itu kepada Pemerintah. 3 Perselisihan-perselisihan hukum tentang peraturan-peraturan yang dimaksud dalam ayat l dan tentang menjalankannya diadili oleh badan pengadilan yang dimaksud dalam Pasal 108. Pasal 133 Sambil menunggu ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132, maka peraturan-peraturan yang sudah ada tetap berlaku, dengan pengertian bahwa penjabat-penjabat daerah bagian dahulu yang tersebut dalam peraturan-peraturan itu diganti dengan pejabat-pejabat yang demikian pada Republik Indonesia. Sehubungan dengan pergantian konstitusi tersebut, membawa konsekuensi perlunya peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah disesuaikan Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 367 dengan UUDS 1950, karena terdapat berbagai perbedaan prinsip otonomi yang diamanatkan dalam UUDS 1950 yang tidak diatur dalam UUD 1945. Berdasarkan pandangan yang demikian, maka untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan UUDS 1950, ditetapkan Undang-undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-undang No. 22 Tahun 1948 dan peraturan perundangan lainnya yang mengatur pemerintahan daerah otonom, yang mulai berlaku sejak tanggal 18 Januari 1957 menurut Pasal 76 ayat 2 undang-undang tersebut. Undang-undang No. 1 Tahun 1957 memuat 2 dua hal pokok sebagai inti desentralisasi menurut UUDS 1950, yaitu : Pertama, di daerah-daerah besar dan kecil hanya akan ada satu bentuk susunan pemerintahan, yaitu yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah sendiri daerah otonom. Kedua, kepada daerah- daerah akan diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Secara umum, dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1957 terdapat beberapa aspek yang dominan 571 : 1 Undang-undang ini jauh lebih lengkap dan dapat dikatakan menyempurnakan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-undang No. 22 Tahun 1948; 2 Sistem otonomi yang dijalankan adalah sistem otonomi riil, yang disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, dan keadaan yang nyata dari masyarakat setempat maupun Pemerintah Pusat; 3 Pemerintahan Daerah diselenggarakan secara kolegial antara Dewan Pemerintah Daerah DPD dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD; 571 H.R.Syaukani, dkk., op.cit., hlm. 87. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 368 4 Kepala Daerah bukan merupakan organ yang tersendiri, akan tetapi merupakan bagian dari DPD. Kepala Daerah adalah Ketua DPD; 5 Sistem otonomi yang dijalankan adalah otonomi yang bertingkat dengan hubungan hirarkis secara politik antara Daerah yang lebih tinggi dengan Daerah yang lebih rendah. Undang-undang ini merupakan implementasi dari Pasal 131 UUDS 1950 yang mengamanatkan pemberian otonomi yang seluas-luasnya pada daerah dalam penyelenggaraan urusan rumah tangganya. Apabila Undang-undang No. 22 Tahun 1948 pemberian otonomi didasarkan pada ajaran rumah tangga materil dalam arti terdapat pembagian secara rinci tugas, wewenang dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah, maka dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1957 digunakan sistem rumah tangga riil nyata, yaitu suatu sistem penyelenggaraan desentralisasi yang berdasarkan faktor-faktor nyata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang riil dari daerah-daerah, yang menuntut adanya kejelasan dari fungsi-fungsi Pemerintah Pusat di daerah, dan selebihnya menjadi fungsi pemerintah daerah. Dianutnya sistem rumah tangga nyata dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1957 didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 572 1. Sebagai perbaikan terhadap sistem rumah tangga yang pernah dipergunakan oleh undang-undang yang lalu; 2. Sistem rumah tangga nyata memberikan peluang pelaksanaan otonomi luas untuk negara Indonesia yang majemuk, karena isi otonomi daerah didasarkan pada kenyataan yang ada; 3. Sistem rumah tangga nyata mengandung di dalamnya “kelenturan terkendali”. Daerah-daerah dapat mengembangkan otonomi seluas- luasnya dengan tidak mengurangi pengendalian baik dalam rangka 572 Bagir Manan, Hubungan Antara …. , op.cit., hlm. 145-146. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 369 bimbingan maupun untuk menjaga keutuhan negara kesatuan. Unsur ini penting bagi Indonesia dimana otonomi baru tumbuh dan dibentuk. Daerah-daerah diberi berbagai urusan pangkal yang dapat dikurangi atau ditambah sesuai dengan kenyataan. Jadi sistem rumah tangga nyata mengandung unsur pendidikan dan dinamika. Keleluasaan otonomi daerah tumbuh sesuai dengan kenyatan yang ada pada daerah yang bersangkutan.

2. Struktur Pemerintahan Daerah