449
pemerintahan. Peran DPRD dalam melakukan fungsi pengawasan ini sangat penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan, penyelewengan dan kebocoran yang
dilakukan oleh eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan, apabila fungsi yang melekat kepadanya dilaksanakan secara optimal.
Oleh karena itu, DPRD dewasa ini harus memanfaatkan kedudukan yang diembannya dengan baik, apalagi sistem politik saat ini telah memberikan ruang
gerak dan memposisikan DPRD dalam kedudukan yang seimbang dengan lembaga eksekutif daerah, sehingga sangat tergantung kepada political will dari DPRD dalam
menampung dan menyalurkan aspirasi yang berkembang, terutama masyarakat daerah, sehingga memperoleh legitimasi yang lebih kuat dari masyarakat.
652
Konstelasi demikian tentunya juga harus didukung oleh berbagai faktor, baik intern, seperti : Peraturan Tata Tertib DPRD, kualitas para anggota DPRD,
kemampuan keuangan DPRD. Fasilitas DPRD, maupun faktor ekstern, seperti : sistem politik yang berlaku, sistem rekrutmen anggota DPRD, dukungan pers dan
dukungan masyarakat dalam meberikan legitimasi yang lebih kuat kepada DPRD.
3. Eksekutif Daerah
Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom lainnya sebagai Badan
eksekutif Daerah. Setiap Daerah dipimpin oleh seorang Kepala daerah sebagai Kepala Eksekutif dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah, baik untuk Provinsi,
652
Marzuki, Susunan, Kedudukan …., op.cit., hlm. 7.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
450
Kabupaten maupun Kota. Untuk Provinsi, Gubernur selain berkedudukan sebagai Kepala Daerah karena jabatannya, juga merupakan Wakil Pemerintah Pusat di
Daerah. Gubernur sebagai Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD Provinsi, sedangkan sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah Gubernur berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden. BupatiWalikota sebagai Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD KabupatenKota.
Dalam Penjelasan Umum butir g Undang-undang No. 22 Tahun 1999 disebutkan bahwa pemberian kedudukan Provinsi sebagai Daerah Otonom dan
sekaligus sebagai Wilayah Administrasi dilakukan dengan pertimbangan : 1 untuk memelihara hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2
untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang bersifat lintas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota serta melaksanakan kewenangan Otonomi
Daerah yang belum dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan daerah Kota; dan
3 untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah tertentu yang dilimpahkan
dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.
Berkaitan dengan tugas dan kewenangan Kepala Daerah dalam undang- undang ini tidak disebutkan secara eksplisit, kecuali kewajiban, tanggung jawab, dan
larangan bagi Kepala Daerah. Namun demikian apabila ditelusuri ketentuan dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999, maka terdapat beberapa tugas dan kewenangan
Kepala Daerah sebagai berikut : 1.
Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah dan menetapkan sebagai Peraturan Daerah bersama dengan DPRD Pasal 18 ayat 1 huruf d dan
pasal 43 huruf g;
2. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersama DPRD
Pasal 18 ayat 1 huruf e;
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
451
3. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan bersama DPRD Pasal 44 4.
Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan Pasal 47 5.
Menetapkan Keputusan kepala Daerah untuk melaksanakan Peraturan Daerah Pasal 72 ayat 1.
6. Melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan
pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak, dan kewajiban serta kedudukan hukum PNS di Daerah dan PNS Daerah Pasal 76;
7. Melakukan kerja sama dengan daerah lain Pasal 87;
8. Melakukan kerja sama dengan lembagabadan di negara lain Pasal 88;
9. Mengambil kebijakan yang berkaitan dengan wewenang daerah otonomi
dan tugas pembantuan 10.
Mengangkat pejabat daerah dan perangkat daerah Pasal 60 dan Pasal 61
653
. Berdasarkan pengaturan kedua lembaga tersebut, politik hukum otonomi
daerah dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 telah mengupayakan adanya penguatan posisi DPRD. Dalam konteks yang sebenarnya, pemberian kewenangan
yang besar tersebut adalah dalam rangka mengakomodasi aspirasi yang berkembang selama ini bahwa DPRD hanyalah merupakan sebuah “Rubber Stamp”. Masyarakat
sendiri yang menghendaki DPRD yang kuat agar demokrasi dapat diwujudkan secara maksimal.
654
Akan tetapi, kemungkinan munculnya implikasi negatif dari pemberian hak yang sangat besar kepada DPRD juga perlu mendapat perhatian, yaitu kemungkinan
terjadinya “konflik” yang berkepanjangan antara Kepala Daerah dengan DPRD. Konflik tersebut sangat mungkin terjadi sebagai akibat dari adanya sejumlah faktor
pendukung, seperti 1 gaya kepemimpinan Kepala Daerah sangat berbeda dengan
653
Perhatikan juga Juanda, Hukum Pemerintahan …, op.cit., hlm. 195.
654
H.R. Syaukani, dkk, op.cit., hlm. 250-251.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
452
Pimpinan DPRD, 2 latar belakang kepentingan yang secara diametrik berbeda antara pimpinan DPRD dengan Kepala Daerah, dan 3 latar belakang pengalaman
dalam berpolitik dan penyelenggaraan pemerintahan yang sangat berbeda diantara Kepala Daerah dengan anggota DPRD,
655
yang dapat berakibat tujuan otonomi daerah tidak sesuai dengan harapan untuk menciptakan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Bahkan pola yang dianut dalam undang-undang tersebut memperlihatkan
adanya sistem pemerintahan yang berbeda pada Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. Dengan perkataan lain sistem pemerintahan pusat berdasarkan UUD 1945
mendasarkan pada sistem presidensial, sedangkan di daerah lebih berpola parlementer, sehingga posisi DPRD sangat kuat, termasuk berwenang memilih,
meminta pertanggung jawaban dan memberhentikan Kepala Daerah.
656
Konstelasi yang demikian berarti dalam tataran praktis kewenangan yang besar pada DPRD tersebut seringkali disalahgunakan, sehingga banyak menjadi
sorotan publik. Sejumlah persoalan yang muncul diantaranya adalah : 1.
Kecenderungan pimpinan dan anggota DPRD untuk lebih mengutamakan kepentingan diri mereka sendiri dengan menaikkan gaji,
honorarium, dan tunjangan secara berkelebihan, ketimbang kepentingan warga masyarakat yang mereka wakili
2. Keinginan untuk memperoleh fasilitas yang sama dengan Kepala daerah.
Logika yang digunakan adalah karena DPRD itu kedudukannya sejajar dan mitra dari Kepala Daerah, maka DPRD harus menerima gaji, dan
655
Darmansyah, Optimalisasi Pelaksanaan Otonomi Daerah, dalam Indra J. Piliang, dkk, op.cit., hlm. 197.
656
Marzuki, Pengaturan dan Implikasi Pelaksanaan Hak Penyelidikan DPRD dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Medan: Pra Usulan Penelitian sebagai Salah Satu Syarat
Lamaran Program S3 pada Program Pascasarjana USU, 2001, hlm. 26.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
453
fasilitas yang sama dengan Kepala Daerah, seperti misalnya kenderaan dinas.
3. Kecenderungan untuk memanfaatkan fasilitas atas nama studi banding,
peningkatan kapasitas untuk mencari gelar tambahan atas biaya dari Pemerintah Daerah.
4. Kecenderungan untuk mengaitkan pembentukan kebijaksanaan publik di
Daerah dengan imbalan uang bagi anggota DPRD. 5.
Kecenderungan melakukan “blackmailing” kepada Kepala Daerah untuk menolak laporan pertanggungjawaban kepala Daerah. Sikap untuk
menolak kemudian berubah setelah ada dealing dengan Kepala Daerah yang juga melibatkan banyak uang.
657
Berkenaan dengan keberadaan DPRD dalam rangka Undang-undang No. 22 Tahun 1999 ini, J. Kaloh mengemukakan :
Dengan demikian, reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia pada dasarnya telah mengakibatkan terjadinya pergeseran paradigma
penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam konteks Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dari paradigma sentralistis ke arah desentralisasi nyata yang
ditandai dengan pemberian otonomi luas dan nyata pada daerah. Pemberian ini dimaksudkan khususnya untuk lebih memandirikan Daerah serta
pemberdayaan masyarakat empowering
658
, melalui mekanisme checks and balances system. Namun demikian dalam konstruksi hubungan Kepala Daerah
dengan DPRD masih mengalami berbagai hambatan, oleh karena itu sejalan dengan Perubahan UUD 1945, maka masih diperlukan pembaharuan
peraturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
H. Pengaturan DPRD Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004.