95
merupakan perwujudan atau penjelmaan dari kehendak negara, dan baru mempunyai kekuatan mengikat apabila telah ditetapkan oleh Negara adalah bertentangan dengan
kenyataan, karena dalam prakteknya negara itu sendiri tunduk pada hukum. Terhadap keberatan tersebut, Jellinek mempertahankan pendapatnya dengan
mengemukakan ajaran Selbstbindung, yaitu ajaran yang berpandangan bahwa negara dengan suka rela mengikatkan dirinya atau mengharuskan dirinya tunduk kepada
hukum sebagai penjelmaan dari kehendaknya sendiri. Meski demikian, terhadap ajaran Selbstbindung tersebut masih dapat
dikemukakan keberatan, karena ajaran Staatssouvereniteit itu tidak membedakan antara negara dengan organ-organnya, dengan perkataan lain tidak membedakan
negara dengan pemerintah. Sebab pada hakekatnya negara itu merupakan suatu yang bersifat abstrak, jadi negara baru dapat berbuat melalui organ-organnya, sehingga
dengan demikian ajaran Selbstbindung tersebut bukan Selbtsbindung dari negara, melainkan Selbtsbindung dari organ-organnya atau pemerintah.
170
Oleh karena itu, menurut H. Krabbe yang berdaulat itu bukanlah negara, melainkan hukum yang berdaulat, sehingga dengan demikian timbul ajaran baru
tentang kedaulatan, yaitu kedaulatan hukum.
3. Teori Kedaulatan Hukum Rechtssouvereniteit
Menurut teori kedaulatan hukum Rechtssouvereniteit yang memiliki atau yang merupakan kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara adalah hukum itu sendiri.
170
Soehino, op.cit., hlm. 155.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
96
Kekuasaan tertinggi bukan terletak pada raja, bukan pula pada negara, melainkan pada hukum yang bersumber pada kesadaran setiap orang. Ajaran ini lahir sebagai
reaksi terhadap kedaulatan negara. Hugo Krabbe sebagai penganut teori ini mengemukakan “Aldus moet ook van
het recht de heerschappij gezocht worden in de reactie van het rechtsgevoel, en light dus zijn gezag niet buiten maar in den mesch demikian juga halnya dengan
kekuasaan hukum yang harus dicari dalam reaksi perasaan hukum. Jadi kekuasaan hukum itu tidak terletak diluar manusia tetapi terletak di dalam diri manusia”.
171
Dengan demikian menurut Krabbe hukum itu adalah merupakan penjelmaan daripada salah satu bagian perasaan manusia, sehingga individu manusia tersebut
dapat membedakan adanya bermacam-macam norma yang terlepas dari kehendak manusia, maka oleh karena itu manusia harus mengeluarkan reaksi untuk menentukan
yang baik, yang adil dan sebagainya. Berdasarkan ajarannya yang demikian, maka H. Krabbe dalam
mengembangkan teorinya diilhami oleh aliran historis yang berkembang sesudah revolusi Prancis. Aliran historis ini antara lain dipelopori oleh von Savigny yang
mengatakan hukum itu harus tumbuh di dalam masyarakat itu sendiri berdasarkan kesadaran hukum Volkgeist.
A.A.H. Struycken dalam kaitannya dengan ajaran kedaulatan hukum yang dikemukakan oleh Krabbe menyatakan keberatannya, sebab perasaan hukum itu
senantiasa berubah-ubah pada setiap masa, berbeda antara golongan yang satu dengan
171
M. Solly Lubis, op.cit., hlm. 42.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
97
golongan yang lain, serta antara manusia yang satu dengan manusia lainnya, sehingga tidak dapat dijadikan sumber hukum. Dengan demikian tidak akan ada perasaan
hukum yang sama, sehingga tidak dapat dijadikan sumber hukum, sebab apabila hukum itu didasarkan pada perasaan hukum dari tiap-tiap individu, maka tidak akan
terbentuk hukum yang bersifat umum, bahkan akan menimbulkan anarki. Dalam hubungan ini Kranenburg membela pendapat Krabbe dengan
mengemukakan hukum keseimbangan. Menurut Kranenburg setelah diadakan penyelidikan secara empiris analitis, ternyata di dalam masyarakat terdapat ketentuan
tetap dalam reaksi kesadaran hukum manusia, yaitu setiap orang itu bersikap dan berkeyakinan bahwa setiap orang itu adalah berkesamaan hak terhadap penerimaan
keuntungan dan kerugian atau terhadap keadilan dan ketidakadilan, kecuali apabila ada syarat-syarat khusus yang menentukan lain.
172
Namun demikian, Kranenburg sendiri menolak teori kedaulatan hukum Krabbe, dengan alasan kesadaran hukum bukanlah satu-satunya kekuatan yang
bergerak dalam psyche manusia, akan tetapi terdapat pula kekuatan-kekuatan lain, yang sangat tergantung pada keseimbangan masing-masing kekuatan itu, yang erat
kaitannya dengan tabiat rakyat.
4. Teori kedaulatan rakyat Volkssouvereniteit