281
menjadi dasar disusunnya Undang-undang tentang Pemilihan Umum. Di dalam Ketetapan MPRS tersebut istilah yang digunakan bukan “asas” atau “cara” melainkan
sifat, sehingga berbunyi : “Pemilihan Umum yang bersifat langsung, umum, bebas dan rahasia diselenggarakan dengan pungutan suara selambat-lambatnya pada 5 Juli
1971”.
2. Sistem Pemilihan Umum Menurut Undang-undang No. 4 Tahun 1975.
Indonesia mengadakan pemilihan umum berikutnya secara berkala lima tahun kemudian sesudah pemilihan umum 1971, yaitu pada tanggal 2 Mei 1977. Landasan
yuridis politis dalam pemilihan umum didasarkan pada Ketetapan MPR No. IVMPR1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, antara lain mengamanatkan
pembangunan politik dimaksudkan untuk membina partisipasi rakyat, diantaranya dilakukan dengan meningkatkan kesadaran rakyat agar sebanyak mungkin
menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum yang diatur dengan undang- undang.
Implementasi dari ketentuan ini kemudian lahir beberapa undang-undang di bidang politik yang berkaitan dengan pemilihan umum, yaitu Undang-undang No. 3
Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan Golkar, Undang-undang No. 4 Tahun 1975 tentang Pemilihan Umum, dan Undang-undang No. 5 Tahun 1975 Tentang Perubahan
Undang-undang No. 15 Tahun 1969 Tentang Pemilihan Umum Anggota-anggota Badan PermusyawaratanPerwakilan Rakyat.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
282
Meskipun terdapat perubahan undang-undang pemilihan umum, akan tetapi pada dasarnya tidak ada perubahan prinsip yang menyangkut sistem pemilihan
umum, sehingga secara umum perubahannya hanya bersifat redaksional. Secara spesifik, dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1975 terdapat penegasan bahwa peserta
pemilihan umum untuk keanggotaan Badan Perwakilan Rakyat adalah dua organisasi Golongan Politik dan satu organisasi Golongan Karya, yaitu Partai Persatuan
Pembangunan, Partai Demokrasi Indonesia dan Golongan Karya.
454
Ini terjadi setelah sebelumnya Pemerintah bersama-sama DPR berusaha menyederhanakan jumlah
partai dengan membuat Undang-undang No. 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan Golkar. Partai Persatuan Pembangunan secara sah berdiri sejak 5 Januari 1973
merupakan fusi dari beberapa partai Islam, yaitu: Nahdatul Ulama NU, Partai Muslim Indonesia Parmusi, Pergerakan Tarbiyah Islam Perti dan Partai Syarikat
Islam Indonesia PSII. Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia secara sah berdiri pada tanggal 10 Januari 1973, merupakan penggabungan dari Partai Nasional
Indonesia PNI, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia IPKI, Murba, Partai Katholik dan Partai Kristen Indonesia Parkindo.
455
Bagi Pemerintah sendiri sebagaimana termuat dalam salah satu konsideran Undang-undang No. 3 Tahun 1975, penyederhanaan partai ini dimaksudkan untuk
dapat menjamin terpeliharanya persatuan dan kesatuan Bangsa, stabilitas nasional
454
Perhatikan Pasal II ayat 4 Undang-undang No. 4 Tahun 1975
455
Karim, Rusli, M., Perjalanan Partai Politik di Indonesia, Sebuah Potret Pasang Surut, Jakarta: Rajawali Pers, 1983, hlm. 172-173.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
283
serta terlaksananya percepatan pembangunan.
456
Dalam hubungan ini Rusli M. Karim menyebutkan :
Dari proses kelahirannya ini saja sudah terlihat adanya usaha dari pemerintah untuk mengatur partai politik sampai begitu jauh, sehingga menimbulkan
kesan bahwa seakan-akan partai tidak lagi mempunyai kedaulatan, seakan- akan serba diatur yang akhirnya mengurangi arti kebebasan bagi partai politik.
Sampai disini masalah demokratisasi melalui partai politik hangat lagi dibicarakan, karena oleh kalangan partai politik terasa semacam adanya
kepengapan udara yang menghalangi pernafasan partai politik
457
. Pemungutan suara dalam pemilihan umum 1977 dilakukan oleh 70.378.750
pemilih terdaftar dari jumlah penduduk Indonesia saat itu berjumlah 128.806.083 atau 54,22. Suara sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93. Berdasarkan suara sah
tersebut Golkar meraih 39.750.096 atau 62,11. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 322 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971. Sedangkan
suara PPP pada Pemilu 1977 naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih
18.743.491 suara atau 99 kursi, naik 2,17, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Di sisi lain PDI merosot perolehan
kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1 kursi dibanding gabungan suara PNI,
Parkindo, dan Partai Katolik. Selengkapnya perolehan suara dan kursi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:
456
Perhatikan konsideran huruf b Undang-undang No. 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
457
Rusli M. Karim, op.cit., hlm. 173-174.
Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
284
Tabel 3.5. Perolehan Suara dan Kursi Peserta Pemilu 1977 No. Partai
Suara Kursi
1971 Keterangan
1. 2.
3. Golkar
PPP PDI
39.750.096 18.743.491
5.504.757 62,11
29,29 8,60
232 99
29 62,80
27,12 10,08
-0,69 +2,17
-1,48 Jumlah 63.998.344
100,00 360
100,00 Sumber : http:www.kpu.go.idSejarahsejarah list.php.
3. Sistem Pemilihan Umum Menurut Undang-undang No. 2 Tahun 1980.