Badan Eksekutif Daerah Kepala Daerah dan Badan Pemerintah Harian

388 karena itu tidak mengherankan apabila pelaksanaan kekuasaan, tugas dan kewajiban DPRD pada waktu itu tidak terlaksana secara baik dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan maupun cita-cita pelaksanaan UUD 1945. Selama periode tersebut forum DPRD lebih banyak sebagai alat kepentingan Pemerintah Pusat, karena segala sesuatu harus terpimpin, termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dipimpin oleh Kepala Daerah sebagai aparat pusat secara tunggal.

2.2. Badan Eksekutif Daerah Kepala Daerah dan Badan Pemerintah Harian

2.2.1. Kepala Daerah Kepala Daerah dalam konteks Penpres No. 6 Tahun 1959 jo. Penpres No. 5 Tahun 1960 tidak dipilih secara langsung oleh rakyat atau untuk sementara dipilih oleh DPRD sebagaimana dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1957, melainkan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden bagi Daerah Tingkat I dan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan persetujuan Presiden bagi Daerah Tingkat II, berdasarkan calon yang diajukan oleh DPRD, akan tetapi Presiden tidak terikat dengan calon tersebut, melainkan mempunyai kewenangan untuk mengangkat Kepala Daerah di luar calon yang diajukan oleh DPRD. Kondisi ini tidak terlepas dari penempatan Kepala Daerah yang mempunyai dua kedudukan, selain sebagai alat pemerintah pusat juga Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 389 sebagai alat pemerintah daerah. Sebagai alat pemerintah pusat, Kepala Daerah berfungsi sebagai berikut: 593 1 memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional. 2 melakukan koordinasi antara instansi-instansi vertikal satu sama lain dan antara instansi-instansi vertikal dengan dinas-dinas daerah. 3 melakukan pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah. 4 menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat Pemerintah Daerah, Kepala Daerah memegang pimpinan pelaksanaan kekuasaan eksekutif Pemerintah Daerah, baik menyangkut urusan rumah tangga daerah otonomi maupun tugas pembantuan medebewind dan bertanggung jawab kepada DPRD. Dalam menjalankan kekuasaan eksekutif berdasarkan kedua Penpres ini tidak lagi bersifat kolegial, tetapi bersifat tunggal. Oleh karena itu, meskipun Kepala Daerah itu dimungkinkan berasal dari calon DPRD dan bertanggung jawab atas pelaksanaan urusan otonomi dan tugas pembantuan kepada DPRD, akan tetapi karena selaku pejabat tunggal yang diangkat dan diberhentikan oleh Instansi Pusat, maka DPRD tidak dapat memberhentikan Kepala Daerah, bahkan Kepala Daerah berwenang menunda berlakunya keputusan- keputusan DPRD apabila dipandang bertentangan dengan garis-garis besar dari pada Haluan Negara, kepentingan umum atau peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatannya. 593 Amrah Muslimin, op.cit., hlm. 103-104. Perhatikan juga M. Solly Lubis, Perkembangan Garis …, op.cit., hlm. 156-157. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 390 Selain dari berbagai kewenangan tersebut, dominasi kekuasaan Kepala Daerah dalam konteks Penpres No. 6 Tahun 1959 dan Penpres No. 5 Tahun 1960 juga tampak dari berbagai kewenangan lainnya yang diberikan kepada Kepala Daerah, yaitu : 1. mengajukan nama-nama calon anggota DPRDGR yang merupakan wakil golongan kepada instansi atasan Pasal 5 Penpres No. 5 Tahun 1960; 2. karena jabatannya ex officio menjadi Ketua DPRDGR untuk menghilangkan dualisme pimpinan Pemerintah Daerah Pasal 9 ayat 2 Penpres No. 5 Tahun 1960; 3. mengajukan kepada instansi atasan nama calon-calon Wakil Ketua yang dipilih oleh dan diantara anggota DPRDGR Pasal 9 ayat 4 Penpres Np. 5 Tahun 1960; 4. mengajukan calon Sekretaris Daerah untuk dipilih dan diangkat DPRDGR Pasal 19 ayat 1 Penpres No. 5 Tahun 1960. Posisi Kepala Daerah yang juga adalah sebagai Ketua DPRDGR, dalam hubungan ini menurut B.N. Marbun adalah merupakan suatu hal yang agak menyimpang dari kebiasan yang berlaku sebelumnya. Anehnya lagi, walau Kepala Daerah menjabat Ketua DPRD karena jabatannya ex officio, akan tetapi ia bukanlah anggota DPRD Pasal 9 Penpres No. 5 Tahun 1960. 594 2.2.2. Badan Pemerintah Harian Di samping Kepala Daerah yang merupakan Pemerintahan tunggal dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dalam Penpres No. 5 Tahun 1959 disebutkan Kepala Daerah dibantu oleh Badan Pemerintah Harian 594 B.N. Marbun, DPR Daerah …, op.cit., hlm. 45-46. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 391 BPH dalam urusan-urusan di bidang rumah tangga daerah otonomi dan tugas pembantuan medebewind, dengan beberapa kewenangan Pasal 16 Penpres No. 6 Tahun 1959 : 1. memberikan pertimbangan kepada Kepala Daerah, baik diminta maupun tidak; 2. menjalankan bidang pekerjaan tertentu yang ditugaskan kepadanya oleh Kepala Daerah dengan kewajiban mempertangung jawabkannya kepada Kepala Daerah; 3. memberikan keterangan di hadapan DPRD mengenai bidang pekerjaan tertentu atas penugasan Kepala Daerah. Selanjutnya berkaitan dengan Badan Pemerintah Harian ini tidak ada diatur dalam Penpres No. 5 Tahun 1960, akan tetapi melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. 8 Tahun 1959 tentang pengangkatan dan pemberhentian anggota-anggota BPH, Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. 9 Tahun 1959 Tentang Kedudukan Keuangan anggota BPH. Sedangkan ketentuan yang berhubungan dengan tugas BPH diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. VIP.D. tanggal 21 Mei 1960, yang antara lain ditetapkan pokok-pokok ketentuan: 595 I. Umum 1 Badan Pemerintah Harian tidak dapat bertindak sebagai suatu badan kolektif, anggota-anggotanya merupakan pembantu-pembantu Kepala Daerah dan dapat memberikan pertimbangan serta mengajukan usul kepada Kepala Daerah baik diminta maupun tidak 2 Untuk kelancaran jalannya pemerintahan daerah kepada anggota Badan pemerintah Harian oleh Kepala daerah dapat diberi tugas koordinasi dan pengawasan bukan inspeksi mengenai sesuatu 595 The Liang Gie II, op.cit., hlm. 222-224. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 392 sektor pemerintahan daerah yang meliputi satu atau lebih dinas daerah 3 Anggota BPH bertanggung jawab kepada Kepala Daerah mengenai urusan-urusan danatau sektor pemerintahan daerah yang ditugaskan kepadanya. 4 Badan pemerintah Harian bersama dengan Kepala daerah memusyawarahkan : a. Segala sesuatu yang harus dipertimbangkan dan diputus oleh DPRD b. Penetapan peraturan-peraturan penyelenggaraan dari peraturan daerah oleh Kepala daerah. 5 Dalam menjalankan keputusan DPRD dan tugas pembantuan dalam pemerintahan Kepala Daerah sepanjang memandang perlu, mengadakan musyawarah dengan BPH II. Hubungan dengan DPRD 1 Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. VP.D. ad. 7 anggota BPH dapat memberikan kepada DPRD pertanggungan jawab dan keterangan atas nama Kepala Daerah mengenai bidang tugasnya masing-masing. 2 Apabila dipandang perlu Kepala daerah dapat menugaskan seorang anggota BPH untuk dan atas namanya memberikan keterangan di hadapan DPRD mengenai bidang pekerjaan di luar tugas anggota tersebut . III. Hubungan dengan Kepala Daerah, Pegawai dan Instansi Lain 1 Anggota BPH memberikan pertimbangan baik diminta maupun tidak mengenai bidang rumah tangga daerah dan tugas pembantuan dalam pemerintahan. 2 Anggota BPH dapat ditugaskan oleh Kepala Daerah untuk mengadakan peninjauan, dan hasilnya dilaporkan kepada Kepala Daerah secara tertulis. 3 Anggota BPH wajib menghadiri rapat-rapat berkala yang diadakan oleh Kepala daerah 4 Anggota BPH setiap waktu wajib memenuhi panggilan oleh Kepala Daerah untuk mengadakan rapat bersama atau untuk menghadiri rapat berkala dengan kepala dinas dan kepala bagian sekretariat a. Dalam menjalankan tugas koordinasi dan pengawasan mengenai sesuatu urusan dan sektor pemerintahan daerah, anggota BPH yang bersangkutan tidak dapat bertindak sebagai pelaksana teknis. b. Untuk kepentingan pelaksanaan kebijaksanaan mengenai sesuatu urusan dan sektor pemerintahan daerah yang ditugaskan kepadanya, anggota BPH yang bersangkutan langsung menghubungi kepala dinas daerah Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 393 c. Kepala dinas menjalankan kebijaksanaan itu sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan yang berlaku. d. Jika timbul perselisihan Kepala Daerah memberi keputusan. Berdasarkan pengaturan lembaga legislatif daerah dengan eksekutif daerah dalam Penpres No. 6 Tahun 1959 dan Penpres No. 5 Tahun 1960 menunjukkan dengan berlakunya kembali UUD 1945 pada kurun II, dan lahirnya kabinet kerja yang dipimpin langsung oleh Presiden, maka telah terjadi perubahan pada Pemerintah Pusat, yang didasarkan pada demokrasi terpimpin, yang membawa konsekuensi : penertiban dan pengaturan kepartaian, menyalurkan golongan fungsional dalam perwakilan guna kelancaran roda pemerintahan dan stabilitas politk, serta sistem yang lebih menjamin kontinuitas pemerintahan. 596 Dengan adanya perubahan tersebut, maka pemerintahan daerah juga harus berubah dari tuntutan otonomi seluas-luasnya bergeser kepada keharusan demokrasi sesuai dengan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang pada masa Pemerintahan Soekarno disebut “demokrasi terpimpin” 597 . Oleh karena itu sejak Presiden menetapkan Penpres No. 6 Tahun 1959 dan Penpres No. 5 Tahun 1960, asas pemerintahan daerah telah berubah dari arah desentralisasi ke arah penguatan dekonsentrasi, bahkan telah bergeser ke arah sentralisasi agar jalannya pemerintahan di daerah itu 596 The Liang Gie II, op.cit., hlm. 210-212. 597 M. Solly Lubis, Perkembangan Garis Politik …, op.cit., hlm. 155. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 394 lebih stabil. Hal ini misalnya diperlihatkan dari adanya pengaturan Kepala Daerah diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah Pusat atas usul DPRD GR, dan keanggotaan DPRD GR ini sepenuhnya diatur oleh Pemerintah Pusat melalui Penetapan Presiden. 598 Realitas ini menunjukkan telah terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa sebelumnya ada kehendak yang sangat kuat untuk memberikan otonomi seluas-luasnya kepada Daerah, dengan memberikan posisi kepada DPRD sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, akan tetapi dengan berubahnya konfigurasi dan sistem politik nasional, kehendak memberikan otonomi itu kemudian berubah menjadi keinginan untuk membatasi kewenangan dan kekuasan pemerintahan di daerah. Implikasinya, DPRD tidak diposisikan sebagai unsur yang penting dan utama dalam pemerintahan daerah, kecuali pengutamaan terhadap Kepala Daerah sebagai aparat pusat, sehingga DPRD GR bukan pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintah daerah. Sebaliknya Kepala Daerah yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Pemerintah Daerah itu, karena sekaligus menjadi pembina dan pengawas atas jalannya Pemerintahan Daerah 599 . 598 H.R. Syaukani, dkk, op.cit., hlm. 108. 599 Ateng Syafrudin, DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah …, op.cit., hlm. 20. Maezuki: Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat pada DPRD-DPRD di Provinsi Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008. 395 Berkenaan dengan pergesaran garis perundang-undangan ini melalui kedua Penpres tersebut, menurut M. Solly Lubis dapat dilihat dari 2 dua segi: 600 Pertama, dari segi perlunya perwujudan kepemimpinan nasional di daerah dalam satu poros wewenang dan tanggung jawab yang berpuncak pada Presiden, sesuai dengan hakekat pemerintahan Presidensial dalam negara kesatuan menurut UUD 1945, dapat dipahami kebijaksanaan restrukturisasi pemerintahan di daerah itu. Kedua, dari segi pembinaan kehidupan politik yang sesuai dengan semangat dan jiwa Pancasila dan UUD 1945 jelas bahwa pola demokrasi terpimpin sebagai landasan penataan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan Manifesto Politik itu, dipandang tidak sesuai untuk dikembangkan dan dinilai sebagai dasar kebijaksanaan untuk menyusupkan ideologi lain yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Masa tersebut ditandai dengan “nasakomisasi” di berbagai sektor ketatanegaraan, termasuk sektor pemerintahan di daerah. Penpres ini pada dasarnya dilahirkan tidak bersumber dari Pasal 18 UUD 1945, karena secara formal Pasal 18 UUD 1945 menghendaki pengaturan pemerintahan daerah itu adalah dengan undang-undang, sehingga dibentuklah Undang-undang No. 18 Tahun 1965 untuk menggantikan Penpres No. 6 Tahun 1959 dan Penpres No. 6 Tahun 1960.

E. Pengaturan DPRD Berdasarkan Undang-undang No. 18 Tahun 1965