81 Perairan Maluku, Lampiran SK Menteri Kehutanan Nomor: 415Kpts-II1999 dan
Peta Wilayah KPHP GS, lampiran SK Menteri Kehutanan Nomor: SK 337Menhut-II2010, Desa Loleo kecamatan Weda Selatan masuk dalam
kawasan Hutan Produksi HP dan secara keseluruhan wilayah Desa Loleo berada dalam wilayah KPHP GS.
Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Tengah memiliki aset daerah berupa Perkebunan Kelapa bekas Perusahaan Nasional Perkebunan PNP
XXVIII Tilope dan masih berproduksi serta sumber PAD Kabupaten Halmahera Tengah
berdasarkan Keputusan
Bupati Halmahera
Tengah Nomor
525KEP46.a2005. Luas perkebunan kelapa yang dikelola oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Halmahera Tengah ini adalah 411 Ha yang terdiri dari
Blok A seluas 91 Ha, Blok B seluas 55,25 Ha dan Blok c seluas 264,75 Ha. Hasil observasi terhadap Perkebunan Kelapa ini dengan menggunakan GPS secara
keseluruhan masuk dalam Wilayah KPHP GS. Berdasarkan keadaan seperti di atas sangat jelas tergambar potensi konflik
yang ada dalam wilayah KPHP GS antara PEMDA dengan UPTD KPHP GS, sesuai dengan beberapa definisi konflik antara lain: konflik adalah hubungan
antara dua pihak atau lebih individu atau kelompok yang memiliki, atau merasa memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan Fisher et al. 2001. Konflik adalah
fenomena yang biasa terjadi apabila dua atau lebih kelompok hidup bersama, kemudian bersitegang tentang alokasi sumberdaya, tentang akses pada kekuasaan
dan tentang nilai-nilai Kartodihardjo Jhamtani 2006
5.1.4.4 Potensi Konflik UPTD KPHP Model GS dengan Masyarakat
Penjabaran lebih lanjut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, terkait dengan penguasaan tanah,
pendaftaran tanah dan lain sebagainya perlu mendapatkan perhatian dimana legitimasi terkait dengan hal tersebut berimplikasi pada pengakuan kepemilikan
atas tanah. Seperti pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pada Pasal 32 ayat 1 disebutkan bahwa sertifikat merupakan
surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan
82 data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah
hak yang bersangkutan. Masyarakat lokal memiliki sertifikat hak milik tanah pada areal pemukiman
dan masyarakat transmigrasi memiliki sertifikat hak milik tanah pada lahan usaha II seluas 94 Ha yang mana keduanya berada dalam wilayah KPHP GS. Pada
lokasi yang sama pihak UPTD KPHP GS juga memiliki legitimasi berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 337Menhut-II2010, akan tetapi sampai
dengan saat penelitian bukti klaim dari UPTD KPHP GS belum ada nyata di lapangan, sedangkan masyarakat yang memiliki sertifikat hak milik diikuti dengan
penguasaan tanah secara nyata di lapangan jauh sebelum ada penetapan wilayah KPHP GS dan penunjukan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan.
Masyarakat lokal mengklaim penguasaan tanah dan SDA pada kebun mereka dalam wilayah KPHP GS secara de facto. Kondisi de facto ini menjadi
hal yang penting diperhatikan oleh semua pihak termasuk UPTD KPHP GS yang mendapatkan legitimasi klaim penguasaan tanah dan SDA secara de jure, karena
kehidupan sehari-hari masyarakat lokal berlangsung dalam kondisi de facto ini. Hampir seluruh kebutuhan pokok masyarakat lokal bergantung pada tanah dan
SDA yang mereka kuasai saat ini secara turun temurun. Affif 2005 banyak konflik yang terjadi di Indonesia saat ini adalah akibat dari pembenturan konsep
kepemilikan atau pengusaan tanah dan kekayaan alam secara de facto dan de jure. Perbedaan penguasaan tanah dan SDA secara de jure oleh UPTD KPHP GS dan
penguasaan tanah dan SDA secara de facto oleh masyarakat lokal terhadap obyek yang sama dalam wilayah KPHP GS sangat berpotensi menimbulkan konflik.
5.1.4.5 Potensi Konflik Masyarakat Lokal dengan Masyarakat Transmigrasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada wilayah KPHP GS ada permasalahan yang cukup serius dan sudah berlarut-larut belum ada penyelesaian.
Permasalahan tersebut adalah adanya perbedaan dasar klaim atas sebagian lahan usaha II 94 Ha antara masyarakat transmigrasi dengan masyarakat lokal. Dasar
klaim penguasaan tanah dan SDA oleh masyarakat transmigrasi secara de jure, dimana tanah yang diklaim masyarakat transmigrasi merupakan lahan usaha II
yang merupakan lahan yang disiapkan oleh pemerintah kepada masyarakat