Sejarah Desa Loleo Desa Loleo .1 Wilayah dan Penduduk
49 tinggal di Kampung Binongko. Pekerjaan mereka adalah membuka hutan untuk
membuat kebun dimana terdapat hasil hutan kayu yang dimanfaatkan dengan tujuan komersial. Jenis kayu yang dimanfaatkan adalah kayu Merbau yang diolah
menjadi kayu balok dengan ukuran 16x 16 cm. Pemasaran kayu Merbau ini dilakukan oleh pedagang dari Buton dengan menggunakan kapal Penisi, untuk
kemudian diangkut sampai ke Sulawesi dan Surabaya. Sekitar 1921 Kampung Binongko yang tadinya berada di bukit dipindahkan
ke pesisir pantai, yang saat ini merupakan lokasi desa Loleo. Lokasi ini awalnya merupakan kebun kelapa milik masyarakat desa Weda ibukota Kabupaten
Halmahera Selatan sekarang. Lambat laun kebun kelapa milik warga desa Weda yang berada di desa Loleo berpindah tangan warga setempat, sebagian besar
melalui transaksi jual beli dan sebagian lagi merupakan pemberian kepada warga Buton yang mendiami desa Loleo sebagai suatu bentuk ikatan persahabatan.
Selain itu warga desa Loleo mulai mencoba membuka hutan untuk dijadikan kebun berdasarkan kemampuan yang dimiliki masing-masing warga. Bukti
keberadaan masyarakat di desa Loleo sebelum masa kemerdekaan, yang sampai saat masih bisa dijumpai adalah sisa-sisa tanaman kelapa yang sudah berumur
lebih dari 70 tahun kemudian kuburan yang sudah berumur lebih dari lima puluh tahun.
Berdasarkan Peta Kawasan Hutan dan Perairan Maluku sebagai lampiran SK Menhut 415Kpts-II1999, keseluruhan wilayah desa Loleo berada dalam
kawasan hutan dengan fungsi kawasan hutan produksi, sedangkan berdasarkan Peta Penetepan Wilayah KPHP GS Kab. Halmahera Tengah dan Kota Tidore
Kepulauan Provinsi Maluku Utara , lampiran SK Menteri Kehutanan Nomor SK 337Menhut-II2010 tanggal 25 Mei 2010, keseluruhan wilayah desa Loleo
berada dalam wilayah KPHP GS. Dinamika kehidupan sosial kemasyarakatan termasuk adat dan kebiasaan
masyarakat Desa Loleo salah satunya tercermin dari proses pemilihan pimpinan desa dimana kepala desa pertama didaulat menjadi kepala Desa Loleo pada tahun
1921 sampai dengan tahun 1952, karena umur yang sudah lanjut, maka sang kepala desa mempersiapkan penggantinya dan kemudian naik ke rumah panggung
untuk selanjutnya mengumukan ke seluruh warga yang berkumpul untuk dimintai
50 persetujuan, jika semua setuju maka segera pimpinan agama berdoa, maka
resmilah yang bersangkutan menjadi Kepala Desa, lamanya kepemimpinan Kepala Desa kedua periode 1952
–1968. Pada saat ingin meletakkan jabatan kepala desa kedua juga mengikuti jejak pendahulunya dan melakukan hal yang
sama hingga terpilih kepala desa ketiga dengan periode kepemimpinan tahun 1968
–1980. Pada periode selanjutnya kepala desa diangkat melalui pemilihan langsung kepala desa hingga saat ini bahkan berlanjut pada suasana Pilkada
Kabupaten Halmahera Tengah yang akan dihelat pada tahun 2012, sehingga suasana desa terbagi menjadi dua kubu kandiadat bupati, suasana ini terekam
pada terpasangnya baliho maupun bendera partai pengusung di setiap rumah warga dan di jalan-jalan.