Organisasi dan Kepemerintahan KPHP Model GS

45 Gambar 3 Bagan Struktur Organisasi KPHP Gunung Sinopa. Peraturan Gubernur Maluku Utara Nomor 7 Tahun 2011 Pasal 1 huruf i menjelaskan bahwa UPTD adalah unsur pelaksana sebagian kegiatan teknis operasional Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara di Kabupaten Kota. Dengan demikian dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya UPTD KPHP GS hanya 46 sebagai pelakasana teknis dari bidang-bidang yang ada dalam struktur organisasi Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara. Struktur organisasi KPHP GS sudah dapat menggambarkan tupoksi dari KPH sebagai pengelola hutan, namun terdapat perbedaan dibandingkan dengan struktur organisasi yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah, dimana dalam Permendagri ini pengelolaan teritorial unit terkecil dijalankan oleh resort, dan Organisasi KPHP bertanggung jawab kepada Gubernur atau Bupati. Berdasarkan Peraturan Gubernur Maluku Utara Nomor 7 Tahun 2011, struktur organisasi KPHP GS tidak memiliki resort sebagai pengelola teritorial unit terkecil dari KPHP GS pada hal luasan wilayah KPHP GS mencapai ± 44.577,14 Ha dengan melintasi Kabupaten Halmahera Tengah dan Kota Tidore Kepulauan. UPTD KPHP GS bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara bukan kepada Gubernur Maluku Utara melalui Sekretaris Daerah. Kelemahan dari strukutur organiasi ini antara lain: kelembagaan KPHP GS yang berbentuk UPTD akan memiliki keterbatasan dalam beberbagai hal pertama: tupoksinya hanya sebagai pelaksana teknis dari bidang-bidang yang ada pada Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara pada hal tupoksi KPH yang diamanatkan dalam PP Nomor 6 Tahun 2007 Jo. PP Nomor 3 Tahun 2008 sebagai berikut : 1 Menyelenggarakan pengelolaan hutan, meliputi: Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang ijin, penggunaan kawasan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang ijin, pemanfaatan hutan di wilayah tertentu, rehabilitasi hutan dan reklamasi, perlindungan hutan dan konservasi alam. 2 Menjabarkan kebijakan kehutanan Nasional, Provinsi, KabupatenKota untuk diimplementasikan. 3 Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian. 47 4 Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya. Kelemahan Kedua, dengan bentuk UPTD tata hubungan kerja dengan instansi lain yang mempunyai kepentingan dalam wilayah KPHP GS akan mengalami permasalahan, misalkan upaya penyelesaian tumpang tindih klaim parapihak terutama dari Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Tengah akan mengalami kesulitan dengan organisasi sebatas UPTD. Setiap langkah-langkah upaya penyelesaian masalah terkait dengan pihak eksternal harus melalui Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara sebagai induk dari UPTD yang hanya sebagai pelaksana teknis bidang kehutanan , sedangkan dengan semangat otonomi daerah kewenangan masing-masing pemerintah daerah sudah ada, sehingga kemandirian organisasi KPHP GS dalam menyelesaikan persoalan di tingkat tapak akan bergantung pada Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara. Ketiga dari segi sumber daya manusia SDM dan pembiayaan operasional KPHP GS sangat tergantung kepada Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara. Pengajuan anggaran pada APBD Provinsi Maluku Utara untuk UPTD KPHP GS tidak dimungkinkan secara mandiri, begitupula dengan SDM yang dibutuhkan, mengingat KPHP GS bukan satuan kerja perangkat daerah SKPD. Dalam Permendagri Nomor 61 tahun 2010 pasal 2 ayat 1 disebutkan dalam rangka efektivitas penyelenggaraan pengelolaan hutan lindung dan hutan produksi di daerah Provinsi danKabupatenKota dibentuk KPHL dan KPHP yang merupakan SKPD. 4.2 Desa Loleo 4.2.1 Wilayah dan Penduduk Desa Loleo merupakan salah satu desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Weda Selatan Kabupaten Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara. Berdasarkan Kecamatan Weda Selatan dalam angka tahun 2011, luas wilayah desa Loleo 10.455 Ha dengan rincian berdasarkan penggunaan tanah: diusahakan untuk pertanian seluas 3.957 Ha, bangunanpekarangan dengan luasan 10 Ha, 48 Hutan dengan luas 5.916 Ha, dan lainnya 572 Ha. Jumlah penduduk desa Loleo dapat digambarkan pada Tabel 7. Sebagian besar penduduk Desa Loleo menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. BPS 2011 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga yang mempunyai pekerjaan utama sebagai petani adalah 236 KK, dan sebagian kecil yang berprofesi di bidang Industri kerajinan, Konstruksi bangunan, Perdagangan dan Pegawai, sebagaimana tersaji dalam Tabel 7. Umumnya warga desa Loleo menggantungkan hidup mereka pada pertanian tanaman keras seperti kelapa, kakao dan pala. Tabel 7 Penduduk desa Loleo menurut jenis kelamin dan pekerjaan utama No Menurut Jumlah Orang Ket. 1. 2. Jensi Kelamin - Laki-Laki - Perempuan Pekerjaan Utama: - Petani - Industri Kerajinan - Konstruksi Bangunan - Perdagangan - Jasa Pemerintahan 638 602 236 7 5 7 12 Sumber : BPS Halmahera Tengah 2011

4.2.2 Sejarah Desa Loleo

Penduduk desa Loleo didominasi oleh suku Buton, awal masuknya orang Buton di desa ini bermula dari adanya pengiriman tenaga kerja untuk dipekerjakan di Perusahaan Belanda pada tahun 1910 melalui perusahaan Damar Bacan dan perusahaan Kayu Putih Pulau Buru, untuk dipekerjakan di perusahaan kelapa milik Belanda di Tilopi. Sebelum adanya pengiriman tenaga kerja oleh Kolonial Belanda di desa ini sudah ada 2 dua rumah orang Buton yang tinggal, oleh masyarakat asli tempat mereka disebut Kampung Binongko dan inilah cikal bakal dari desa Loleo, beberapa orang buton ini bahkan sudah mulai membuka lahan untuk berkebun. Seiring berjalannya waktu sebagian pekerja di perusahaan kelapa milik Belanda berhenti bekerja dan bergabung dengan orang Buton yang