105 sedangkan saat ini produktifitas perkebunan kelapa hanya mencapai 60 ton
pertahun. Menurut Habel Kurung petugas lapangan Dinas Perkebunan Halmahera Tengah produktifitas kelapa menurun diakibatkan: 1 Areal
perkebunan kelapa yang masih produktif hanya mencapai 40 Ha dari total luas areal perkebunan 411 Ha; 2 Tinggi tanaman kelapa rata-rata mencapai 30 m
sehingga sulit dalam pemanenan; 3 Umur tanaman kelapa sudah di atas masa produktif.
Penurunan produktifitas perkebunan kelapa membawa dampak pada pengelolaan yang tidak intensif lagi dan berpeluang untuk dikelola oleh pihak lain
terutama masyarakat di sekitar. Areal yang tidak produktif dan jauh dari jangkauan petugas perlahan-lahan ditanami oleh masyarakat setempat dengan
tanaman kelapa, hasil wawancara dengan sdr. Habel Kurung terungkap bahwa penyerobotan masyarakat tidak bisa diatasi oleh petugas di lapangan yang hanya
seorang diri ditambah 3 tiga orang mandor. Langkah yang dilakukan adalah dengan melaporkan ke Dinas Perkebunan untuk dilakukan tindakan bagi
masyarakat yang menyerobot ke areal perkebunan kelapa. Pada dasarnya masyarakat yang menanam dalam areal perkebunan kelapa milik PEMDA
menyadari bahwa tanah tersebut adalah milik PEMDA, akan tetapi bagi Dinas Perkebunan hal itu sudah menjadi ancaman bila tidak segera diatasi, karena
tanaman kelapa merupakan bukti klaim kepemilikan yang cukup kuat pada kehidupan
sosial masyarakat
setempat, sehingga
dikhawatirkan akan
menimbulkan masalah dimana dikemudian hari bisa diklaim oleh masyarakat yang menanam.
5.3.2.2 Makna dan Tindakan KeamananKepastian Tenurial
Hasil wawancara dengan Kepala Dinas Perkebunan dan Petugas Lapangan Dinas Perkebunan Halmahera Tengah dijelaskan bahwa perkebunan kelapa milik
PEMDA tetap terus dikelola dan dikembangkan karena: 1 Perkebunan Kelapa eks PNP XXVIII Tilopi merupakan asset daerah yang pengelolaanya dapat
menjadi sumber PAD; 2 Lokasi perkebunan memiliki batas-batas yang jelas di lapangan dan diakui oleh masyarakat sekitar; 3 Pengelolaan melibatkan
masyarakat dengan sistem bagi hasil; 4 Struktur pengamanan dan pengawasan
106 pengelolaan perkebunan menggunakan sistem ancak yang langsung ditangani oleh
seorang mandor yang berasal dari masyarakat setempat. Makna keamanankepastian tenurial tenure security atas klaim tanah dan
SDA dalam wilayah KPHP GS oleh PEMDA pada prinsipnya sesuai dengan konstruksi normatif dari sebuah sistem hukum yang dikonfirmasi melalui
kepastian perkebunan kelapa sebagai asset PEMDA yang diatur dalam perundang- undangan tentang asset daerah sebagaimana diatur dalam PP Nomor 6 tahun 2006
tentang Pengelolaan Barang Milik NegaraDaerah. Pihak PEMDA mempersepsikan keamanankepastian tenurial lebih pasti
jika dalam pengelolaan perkebunan kelapa melibatkan masyarakat setempat baik sebagai pengelola maupun sebagai mandor yang merupakan utusan dari desa-desa
sekitar perkebunan kelapa, sejalan dengan ini Safitri 2006 bahwa memaknai kepastian tenruial tidak hanya dibangun atas konstruksi normatif dari sistem
hukum akan tetapi dipadukan dengan mempresepsikan kemanankepastian tenurial bersifat lokal, praktis, plural dan kontekstual. Konsistensi antara persepsi
pemahaman makna tenurial dan tindakan yang dilakukan sebagai implementasi pemahaman makna tenurial sebagaiman tersaji pada Tabel 19.
Tabel 19 Matrik makna dan tindakan terkait keamanankepastian tenurial dalam wilayah KPHP oleh pihak UPTD KPHP GS
Makna Tindakan
Ya
Tidak
Sumber: diolah dari data primer. Berdasarkan Tabel 19 di atas, mengindikasikan adanya konsistensi antara
pemahaman makna keamanankepastian tenurial yang dipahami pihak PEMDA dengan tindakan nyata di lapangan. Tindakan nyata antara lain; 1 Pemeliharaan
pal batas perkebunan; 2 melibatkan masyarakat sekitar dalam pengelolaan panen kelapa menjadi kopra dengan sistem bagi hasil; 3 Penyetoran PAD setiap tahun
sebagai pemanfaatan aset daerah. Konsistensi ini mencerminkan adanya upaya