82 data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah
hak yang bersangkutan. Masyarakat lokal memiliki sertifikat hak milik tanah pada areal pemukiman
dan masyarakat transmigrasi memiliki sertifikat hak milik tanah pada lahan usaha II seluas 94 Ha yang mana keduanya berada dalam wilayah KPHP GS. Pada
lokasi yang sama pihak UPTD KPHP GS juga memiliki legitimasi berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 337Menhut-II2010, akan tetapi sampai
dengan saat penelitian bukti klaim dari UPTD KPHP GS belum ada nyata di lapangan, sedangkan masyarakat yang memiliki sertifikat hak milik diikuti dengan
penguasaan tanah secara nyata di lapangan jauh sebelum ada penetapan wilayah KPHP GS dan penunjukan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan.
Masyarakat lokal mengklaim penguasaan tanah dan SDA pada kebun mereka dalam wilayah KPHP GS secara de facto. Kondisi de facto ini menjadi
hal yang penting diperhatikan oleh semua pihak termasuk UPTD KPHP GS yang mendapatkan legitimasi klaim penguasaan tanah dan SDA secara de jure, karena
kehidupan sehari-hari masyarakat lokal berlangsung dalam kondisi de facto ini. Hampir seluruh kebutuhan pokok masyarakat lokal bergantung pada tanah dan
SDA yang mereka kuasai saat ini secara turun temurun. Affif 2005 banyak konflik yang terjadi di Indonesia saat ini adalah akibat dari pembenturan konsep
kepemilikan atau pengusaan tanah dan kekayaan alam secara de facto dan de jure. Perbedaan penguasaan tanah dan SDA secara de jure oleh UPTD KPHP GS dan
penguasaan tanah dan SDA secara de facto oleh masyarakat lokal terhadap obyek yang sama dalam wilayah KPHP GS sangat berpotensi menimbulkan konflik.
5.1.4.5 Potensi Konflik Masyarakat Lokal dengan Masyarakat Transmigrasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada wilayah KPHP GS ada permasalahan yang cukup serius dan sudah berlarut-larut belum ada penyelesaian.
Permasalahan tersebut adalah adanya perbedaan dasar klaim atas sebagian lahan usaha II 94 Ha antara masyarakat transmigrasi dengan masyarakat lokal. Dasar
klaim penguasaan tanah dan SDA oleh masyarakat transmigrasi secara de jure, dimana tanah yang diklaim masyarakat transmigrasi merupakan lahan usaha II
yang merupakan lahan yang disiapkan oleh pemerintah kepada masyarakat
83 transmigrasi. Lahan usaha II tersebut sudah diterbitkan sertifikat hak milik atas
nama tiap-tiap kepala keluarga masyarakat transmigrasi. Dalam pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA , sertifikat adalah surat tanda bukti hak untuk hak atas tanah dan
hak atas tanggungan yang sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Hasil observasi terhadap obyek tanah lahan usaha II yang berada dalam
wilayah KPHP GS secara de facto dikuasai dan diolah oleh masyarakat lokal. Umumnya tanaman yang diusahakan oleh masyarakat lokal adalah kelapa, kakao
dan pala. Pada saat penelitian dilaksanakan keseluruhan tanaman yang diusahakan masyarakat lokal pada lahan usaha II tersebut sudah berproduksi dan menjadi
penopang kehidupan sehari-hari masyarakat lokal yang menguasai dan mengolah tanah dan SDA tersebut.
Affif 2005 adanya dua sifat kepemilikan secara de jure dan de facto memunculkan persoalan tentang sumber dari legitimasi klaim atas tanah ataupun
sumber-sumber alam. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bagian Pemerintahan Pemkab Halmahera Tengah bapak Fehby Alting, SIP., MSi.
“ Kalau konflik masyarakat ini dibawa ke ranah hukum maka masyarakat lokal kita juga
mengalami kerepotan karena mereka mengelola lahan yang sudah disertifikat atas nama orang lain, selain itu memang harus diakui bahwa sampai saat ini
pembagian lahan usaha II mengalami ketidakjelasan lokasi.” Sedangkan wawancara dengan Zain Asraruddin Staf BPN Kabupaten Halmahera Tengah:
“Harus ditelusuri mengapa ada masyarakat yang mengelola lahan usaha II, karena BPN tidak mungkin menerbitkan sertifikat kalau di situ ada lahan yang diolah
masyarakat. Pengukuran lahan untuk sertifikat harus jelas siapa pemilik dan persetujuan pemilik lain yang berbatasan. Dan khusus untuk transmigrasi sudah
ada kerja sama dan BPN mengukur tanah sesuai nama dan lokasi yang disampaikan pihak Departemen Transmigrasi. Pendapat bapak Umar Assegaf
Kabid Transmigrasi Dinas tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Halmahera Tengah:
“Kalau ada yang bilang lokasi lahan II adalah milik masyarakat maka saya sangsi, karena areal itu sudah dibuat tataruang untuk transmigrasi sesuai daya
tampung, dan merupakan satu kesatuan areal yang terdiri dari Lahan pemukiman, lahan usaha I dan lahan usaha II, jadi dengan demikian boleh dikatakan
masyarakat lokal mengokupasi lahan usaha II.