124 Tabel 24 Wilayah pengembangan Kabupaten Halmahera Tengah
Wilayah Pengembangan
Pusat Fungsi Yang Dikembangkan
WP Weda I Weda
a.
Pusat Pemerintahan KAbupaten
b.
Simpul transportasi laut dan darat
c.
Pertanian tanaman pangan
d.
Perkebunan
e.
Pertambangan
f.
Perikanan laut
g.
Permukiman
h.
Jasa dan Perdagangan
i.
Pariwisata
WP Weda SelatanII Wairoro
a.
Pertanian tanaman pangan
b.
Pertambangan
c.
Perikanan laut
d.
Permukiman
e.
Pariwisata WP Weda Tengah
III Lelilef
a.
Pusat pemerintahan kecamatan
b.
Perkebunan
c.
Perikanan laut
d.
Permukiman
e.
Pariwisata
WP Patani IV Patani
a.
Pusat pemerintahan kecamatan
b.
Simpul transportasi laut
c.
Pertambangan
d.
Perikanan laut
e.
Permukiman
f.
Pariwisata
WP P.Gebe V Kapaleo
a.
Pusat pemerintahan kecamatan
b.
Simpul transportasi laut dan udara
c.
Pertambangan
d.
Perikanan laut
e.
Permukiman
g.
Pariwisata Sumber: BAPPEDA Halteng 2011.
Wilayah KPHP GS yang beririsan dengan zona pengembangan berdasarkan rancangan RTRW Kabupaten Halmahera Tengah adalah pada zonawilayah
pengambangan II kecamatan Weda Selatan, dengan desa-desa yang ada dalam wilayah KPHP GS adalah desa Loleo dengan luas wilayah ± 10.455 Ha, desa
Sosowomo dengan luas wilayah ± 7.123 Ha dan desa Tilopi dengan luas wilayah ± 13.947 Ha BPS 2011. Dalam usulan perubahan fungsi kawasan hutan
Kabupaten Halmahera Tengah untuk wilayah yang tumpang tindih dengan
125
wilayah KPHP GS telah diusulkan untuk dirubah status Hutan Produksi HP ke areal penggunaan lain APL yakni di desa Loleo, Sosowomo, dan Tilopi.
Menurut Dishut Halteng 2011 motivasi perubahan kawasan HP menjadi APL di desa Loleo, Sosowomo dan Tilopi adalah kondisi riil merupakan perkebunan
masyarakat, sebagai lahan cadangan bagi pengembangan kota kecamatan dan desa, perencanaan lapangan terbang. Sedangkan fasilitas umum yang sudah ada
jalan trans Halmahera, Pemukiman Sekolah, Fasilitas sosial, perkantoran pemerintah dan puskesmas.
Berdasarkan rencana struktur ruang dan pola ruang rancangan RTRW Kabupaten Halmahera Tengah maka wilayah KPHP akan menyesuaikan dengan
Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten HalmaheraTengah. Wilayah KPHP GS yang tumpang tindih dengan RTRW Kabupaten HalmaheraTengah akan
dikeluarkan sesuai dengan diktum ketiga Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.337Menhut-II2010. Hasil wawancara dan Observasi di lapangan
bahwa wilayah yang dalam rancangan RTRW yang berpeluang untuk dikeluarkan dari wilayah KPHP GS sebagaimana terlihat pada Tabel 26.
Tabel 26 Areal yang berpeluang dikeluarkan dari Wilayah KPHP GS berdasarkan RTRW Kabupaten Halmahera Tengah
No Rencana Struktur Ruang
Luas Ha Desa
1. Pemukiman+ Fasilitas umum dan
Fasilitas Sosial ± 1.238
Loleo, Tilopi dan Sosowomo
2. Lapangan Terbang
± 300 Loleo
Sumber: Data dari BPS Halteng dan BAPPEDA Halteng diolah.
126
6.2 Pilihan-pilihan Kebijakan Untuk Rekonsiliasi
Pilihan-pilah kebijakan yang memungkinkan hak-hak parapihak dapat saling terintegrasikan atau bahkan saling bertolak belakang, dimana kebijakan
tersebut harus terkait dengan sektor kehutanan dan sektor non kehutanan seperti : kebijakan tata ruang wilayah kabupaten Halmahera Tengah. Diharapkan adanya
rekonsiliasi antara kebutuhan di lapangan dalam pembangunan KPH dengan aturan formal yang berasal dari hukum positif yang berlaku di negeri ini, sehingga
dapat terjadi keseimbangan guna menuju pada solusi permanen terkait dengan konflik tenurial dalam wilayah KPH.
6.2.1 Kebijakan Sektor Kehutanan 6.2.1.1 Pengelolaan Hutan yang Dapat Diakses Masyarakat
Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
serta Pemanfaatan hutan, mengisyarakatkan bahwa masyarakat sekitar hutan diijinkan untuk mengelola hutan negara dengan beberapa skema yang telah
ditentukan seperti Hutan Tanaman Rakyat HTR, Hutan kemasyarakatan HKm dan Hutan Desa HD. Model pengelolaan hutan ini merupakan hak berian dan
bukan merupakan hak pemulihan dari hak bawaaan yang ada dan diambil oleh negara Warman et al. 2012, sehingga menjadi sangat penting untuk lebih dalam
mengurai model pengelolaan hutan yang dapat diakses oleh masyarakat dengan menggunakan kacamata kesempurnaan hak kepemilikan sebagaimana tersaji pada
Tabel 27. Nugroho 2008 syarat kesempurnaan hak kepemilikan adalah: 1 dapat diperjualbelikan tradable; 2 dapat dipindahtangankan transferable; 3 dapat
mengeluarkan pihak yang tidak berhak excludable dan 4 dapat ditegakkan hak
‐haknya enforceable.
127 Tabel 27 Kesempurnaan hak pada model pengelolaan hutan yang diakses
masyarakat berbasiskan aturan kehutanan
Model Kelembagaan Hak Komponen Kesempurnaan Hak
Tradable Transferable
Excludable Enforceable
Hutan Kemasyarakatan HKm Tidak
Tidak Ya
Ya Hutan Tanaman Rakyat HTR
Tidak Tidak
Ya Ya
Hutan Desa HD Tidak
Tidak Ya
Ya Hutan adat
Tidak Tidak
Tidak Tidak
Hutan Hak Ya
Ya Ya
Ya
Sumber: Warman et al. 2012 Berdasarkan Tabel 27 di atas, untuk model pengelolaan hutan yang dapat
diakses oleh masyarakat yang merupakan alternatif yang selalu disampaikan oleh pemerintah maupun pengelola KPH dalam rencana mengakomodir masyarakat
yang sudah terlanjur berada dalam wilayah KPH sebagai solusi, mengandung makna bahwa HKm, HTR, dan HD tidak memberi peluang bagi masyarakat
mendapatkan kesempurnaan hak kepemilikan. Secara fakta berdasarkan hasil analisis bundle of rights atas klaim penguasaan tanah dan SDA pada masyarakat
lokal dalam wilayah KPHP GS menempatkan mereka sebagai pemilik owner yang bermakna memiliki kesempurnaan hak kepemilikan, sehingga menjadi
tantangan tersendiri dalam merekonsiliasi antara kebijakan yang tersedia dengan kenyataan sosial terkait penguasaan tanah dan SDA pada masyarakat lokal.
Pilihan kebijakan yang tersedia seperti HKm, HTR, dan HD berpeluang mendapatkan penolakan dari masyarakat lokal mengingat model kelembagaan hak
HKm, HTR, HD ini tidak dapat diperjualbelikan tradable, dan tidak dapat dipindahtangankan transferable. Dalam kondisi de facto klaim penguasaan tanah
dan SDA oleh masyarakat lokal dalam keadaan dapat diperjualbelikan, sebagai salah satu cara masyarakat lokal menguasai tanah dan SDA, selain dengan cara
jual beli penguasaan tanah dan SDA oleh masyarakat lokal melalui pewarisan secara turun temurun. Warman et al.2012 model kelembagaan hak yang
berbasiskan aturan kehutanan tidak dapat diperjualbelikan tradable dan tidak dapat dipindahtangankan transferable karena pada dasarnya hak yang diberikan
adalah hak pengelolaan.