9
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kesatuan Pengelolaan Hutan
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 12 disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi: inventarisasi hutan,
pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah
pengelolaan hutan tersebut dilakukan pada tingkat propinsi, kabupatenkota serta pada tingkat unit pengelolaan. Unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan
hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efesien dan lestari, antara lain kesatuan pengelolaan hutan lindung KPHL,
kesatuan pengelolaan hutan produksi KPHP, dan kesatuan pengelolaan hutan konservasi KPHK.
KPH sebagai institusi penyelenggara pengelolaan hutan di lapangan, dimana peran ini sangat diperlukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai
“pemilik” sumberdaya hutan yang didasarkan pada mandat dari Undang-Undang. Sesungguhnya KPH tidak memiliki kewenangan memberi ijin pemanfaatan
hutan, akan tetapi sebagai pengelola hutan di tingkat tapak sehingga sangat diharapkan kondisi suatu wilayah KPH dapat terinformasikan dengan lengkap
terkait keaneka ragaman potensi dari wilayah tersebut. Selain itu peran institusi KPH diharapkan mampu melakukan penataan pemanfaatan hutan sesuai dengan
potensinya dan menjadi penengah bagi parapihak yang berkepentingan dalam wilayah KPH.
2.1.1 Hubungan KPH dengan Berbagai Element Terkait
Kartodihardjo et al. 2011 menguraikan hubungan KPH dengan berbagai elemen yang terkait dalam pengelolaan hutan seperti KPH dan ragam fungsi
hutan; KPH dan akses masyarakat; KPH dan usaha kehutanan; KPH dan organisasi daerah; KPH dan pengembangan wilayah; dan KPH dan kelestarian
hutan.
KPH dan ragam fungsi hutan, keberadaan KPH akan lebih memastikan diketahuinya potensi hutan, perubahan-perubahan yang terjadi maupun kondisi
masyarakat yang tergantung pada manfaat sumberdaya hutan. Dalam hal ini KPH dapat dimaknai sebagai pihak yang menghimpun informasi sumberdaya
hutan untuk melakukan pengelolaan hutan yang tidak dijalankan secara langsung oleh lembaga seperti Kementerian Kehutanan atau Dinas Kehutanan.
KPH dan akses masyarakat, akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan dapat terdiri dari berbagai bentuk. Apabila dikaitkan dengan ijin atau penetapan
status kawasan hutan, akses masyarakat yang dimaksud tidak dapat ditetapkan pada tingkat KPH, karena kewenangan untuk itu berada pada Pemerintah atau
Pemerintah Daerah. Keberadaan KPH memungkinkan identifikasi keberadaan dan kebutuhan masyarakat tehadap manfaat sumberdaya hutan dengan lebih jelas,
sehingga proses-proses pengakuan hak, ijin maupun kolaborasi menjadi lebih mungkin dilakukan. Demikian pula penyelesaian konflik maupun pencegahan
terjadinya konflik lebih dapat dikendalikan.
KPH dan usaha kehutanan, dengan beroperasinya organisasi KPH,
informasi mengenai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh para pemegang ijin diharapkan akan semakin akurat. Karakteristik dan sifat-sifat khas
sumberdaya hutan juga diharapkan dapat diketahui. Kondisi demikian itu akan memudahkan penetapan manajemen hutan yang sesuai dengan kondisi wilayah,
sehingga diharapakan mengurangi kegiatan-kegiatan yang selama ini seolah-olah hanya bersifat administratif, harus dilakukan, tetapi tidak secara jelas berguna
bagi usaha kehutanan tersebut. Efektivitas kegiatan demikian itu pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan efisiensi perusahaan.
KPH dan organisasi daerah, keberadaan KPH bersifat unik. Organisasi daerah yang dibentuk berdasarkan PP No 41 Tahun 2007 tidak mengenal adanya
organisasi seperti KPH yang mempunyai sifat teritorial. Organisasi KPH meskipun bidang kehutanan namun bukan identik dengan organisasi kehutanan
yang telah dibentuk berdasarkan PP No 41 Tahun 2007. KPH merupakan organisasi yang spesifik yang khususnya di luar Pulau Jawa belum pernah ada.
KPH dan pengembangan wilayah, pengembangan wilayah dapat dilakukan untuk mencapai pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan apabila
memperhatikan kepentingan ekonomi, sosial dan sekaligus kepentingan lingkungan hidup. Secara fungsional, KPH dapat menyediakan barang dan jasa
untuk menopang pengembangan wilayah tersebut. Oleh karena itu tujuan pengembangan KPH perlu diselaraskan dengan tujuan pengembangan wilayah
KabupatenKota dan atau Propinsi. KPH yang lokasinya lintas wilayah KabupatenKota dapat menjadi penyelaras arah pengelolaan sumberdaya hutan
khususnya maupun sumberdaya alam pada umumnya di kedua wilayah administrasi tersebut.
KPH dan kelestarian hutan, faktor yang menentukan kelestarian hutan cukup banyak, meskipun pada prinsipnya kelestarian hutan ditentukan oleh kapasitas
pemegang ijin atau pengelola hutan. KPH menjadi faktor pemungkin kapasitas tersebut dapat ditingkatkan atau bahkan pengadaan pengelola hutan yang selama
ini tidak ada, misalnya dalam pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis di dalam kawasan hutan yang tidak ada pengelolanya terbukti tidak membawa hasil.
2.1.2 Pembangunan KPH