Pengukuhan Kawasan Hutan Kebijakan Sektor Kehutanan .1 Pengelolaan Hutan yang Dapat Diakses Masyarakat

129

6.2.2 Kebijakan Tataruang Wilayah.

Terkait dengan tata ruang wilayah Kabupaten Halmahera Tengah, bahwa revisi tata ruang Kabupaten Halmahera Tengah adalah kebijakan yang didasarkan pada UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka saat ini telah dirancang RTRW Kabupaten Halmahera Tengah yang secara faktual berkepentingan menata pola ruang dan struktur ruang kabupaten Halmahera Tengah sebaik mungkin, untuk kebutuhan pengembangan Ibukota Kabupaten yang memerlukan ruang dan wilayah. Terkait dengan kebijakan penetapan wilayah KPHP GS dan kebijakan tata ruang wilayah Kabupaten Halmahera Tengah, maka salah satu klausul dari SK Menteri Kehutanan Nomor SK.337Menhut-II2010 tentang Penetapan Wilayah KPHP GS Kabupaten Halmahera Tengah dan Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara, pada diktum putusan ke tiga dinyatakan bahwa: wilayah KPHP Model akan disesuaikan apabila terjadi perubahan tata ruang yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini menggambarkan bahwa kebijakan Pembentukan KPHP GS dapat saling bersinergi dengan kebijakan tata ruang wilayah Kabupaten Halmahera Tengah. Rekonsiliasi pihak KPHP GS dengan PEMDA dapat terfasilitasi dengan mengacu pada kebijakan tata ruang wilayah yang diaplikasikan dalam bentuk RTRW Kabupaten Halmahera Tengah yang ditetapkan dengan Perda. 130 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

1. Perbedaan basis legitimasi klaim parapihak yag terdiri dari status tata kelola, tata kuasa dan tata perijinan pada objek klaim tanah dan SDA yang sama berimplikasi pada situasi sifat sistem penguasaan tanah dan SDA memiliki sifat-sifat kepentingan yang saling bersilangan web of intersecting interests satu sama lain yang pada akhirnya melahirkan konflik atas penguasaan tanah dan SDA dalam wilayah KPHP GS, mulai yang bersifat laten sampai yang termanifestasikan. 2. Pemetaan posisi yang dikaitkan dengan bundle of rights pada sistem penguasaan tanah dan SDA menempatkan masyarakat lokal dan Pemda sebagai pemilik Owner, UPTD KPKHP GS sebagai pengelola tetap Proprietor dan transmigrasi sebagai pengunjung yang dizinkan authorized entrant, kondisi ini dapat memberi pengaruh resistensi bagi masyarakat lokal dan Pemda atas pilihan kebijakan mengakomodir parapihak melalui kebijakan yang selama ini tersdeia berupa HTR, KHm dan HD dalam wilayah KPHP GS, dimana keseluruhan kebijakan tersebut sesungguhnya mengurangi hak parapihak dari sudut pandang sekumpulan hak bundle of rights pada sistem penguasaaan tanah dan SDA. 3. Persepsi parapihak mengenai makna tenure security merupakan gabungan dari konstruksi normatif dari sebuah sistem hukum dan persepsi tenure security yang bersifat lokal, praktis, dan kontekstual. Dari sudut pandang pendekatan Institutionalist Tenure Security terdapat peluang titik temu parapihak dalam memandang kepastian tenurial atas klaim penguasaan tanah dan SDA yang pada akhirnya dapat menjadi pintu masuk pada pelaksanaan penataan tenurial yang partisipatif. 4. Tipologi permasalahan sosial dalam wilayah KPHP GS adalah konflik tenurial berat, yang dicirikan kuatnya klaim penguasaan tanah dan SDA dari parapihak dengan bukti fisik yang jelas, sekumpulan hak yang melekat pada parapihak yang diakui baik secara norma yang hidup dalam masyarakat